06 April 2011

Persamaan Agama (bagian 2)

Pada zaman sekarang ini, terutama zaman yang dikenal dengan istilah Milenium ketiga, tersebar secara luas suatu seruan atau propaganda yang sa-ngat keji, yaitu seruan tentang persatuan atau persamaan agama, antara dinul Islam, agama Yahudi dan agama Nashroni (Kristen). Seruan ini mengajak untuk membangun masjid,
sinagoge (kastil tempat ibadah Yahudi) dan gereja dalam satu tempat, baik di lingkungan
universitas, lapangan udara, dan tempat-tempat umum lainnya. Bahkan yang lebih menghebohkan lagi adalah usulan untuk mencetak al-Qur’an, at-Taurot, dan al-Injil dalam satu cetakan. Dan imbas dari semua seruan tersebut, dipropagandakan untuk menyelenggarakan mu’tamar, seminar dan pertemuan- pertemuan lainnya yang membahas tentang persamaan agama tersebut.
Dalam menjawab seruan yang termaktub dalam pendahuluan diatas, yaitu berkaitan dengan penyatuan agama dan hal-hal yang berkaitan dengannya, maka al-Lajnah ad-Daimah li al-Buhuts al-Ilmiyyah wa al-Ifta’ {fatwa no: 19402, tgl 25/1/1418 H, ditandatangani
oleh asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz (ketua), asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah Ali asy-Syaikh (wakil ketua), asy-Syaikh shaleh bin Fauzan al-Fauzan (anggota) dan asy-Syaikh Bakar bin Abdullah Abu Zaid (anggota)}, mengeluarkan fatwanya sebagai berikut:
1. Sesungguhnya di antara pokok aqidah Islam yang harus diketahui adalah bahwasa-nya kaum muslimin telah sepakat bahwa tidak ada satu Agama-pun yang haq di atas bumi ini kecuali Din Islam.
2. Termasuk pokok aqidah Islam adalah bahwa Kitabulloh, al-Qur’an adalah kitab terakhir yang diturunkan dan dijanjikanNya.
3. Kita wajib mengimani bahwa at-Tauroh dan al-Injil adalah kitab yang telah dihapus dengan diturunkannya al-Qur’an. Di samping itu, keduanya telah mengalami penyimpangan, perubahan, penambahan dan pengurangan, sebagaimana yang disitir dalam al-Qur’an.
4. Termasuk pokok aqidah Islam adalah bahwa Nabi dan Rasul kita, Muhammad saw merupakan penutup para nabi dan Rasul. Allah swt berfirman:
“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi Dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha mengetahui segala sesuatu”. {Qs. Al-Ahzab (33) : 40}.
Maka tidak ada seorang rasul-pun yang wajib diikuti kecuali Muhammad saw. Dan seandainya salah seorang nabi ataupun Rasul masih hidup, niscaya ia akan mengikutinya. Allah swt berfirman, (yang artinya):
“Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil perjanjian dari para nabi: “Sungguh, apa saja yang Aku berikan kepadamu berupa kitab dan hikmah kemudian datang kepadamu seorang Rasul yang membenarkan apa yang ada padamu, niscaya kamu akan sungguh-sungguh beriman kepadanya dan menolongnya”. Allah berfirman: “Apakah kamu mengakui dan menerima perjanjian-Ku terhadap yang demikian itu?” mereka menjawab: “Kami mengakui”. Allah berfirman: “Kalau begitu saksikanlah (hai Para Nabi) dan aku menjadi saksi (pula) bersama kamu”. {Qs. Ali Imron (3) : 81}.
Dan ketika kelak pada akhir zaman Nabi Isa as turun kedunia (lihat Qs.4:159) maka beliau akan mengikuti Muhammad saw dan akan berhukum dengan syari’atnya. Allah swt berfirman, (yang artinya):
“(yaitu) orang-orang yang mengikut rasul, Nabi yang Ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, …” {Qs. Al-A’raaf (7) : 157}.
Dan termasuk pula dalam cakupan pokok ajaran Islam, bahwasanya Rasul Muhammad saw diutus kepada seluruh ummat manusia. Allah swt berfirman, (yang artinya):
“Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui”. {Qs. Saba (34) : 28}.
“Katakanlah: “Hai manusia Sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua, …”. {Qs. Al-A’raaf (7) : 158}.
5. Termasuk pokok ajaran Islam adalah bahwa kita wajib meyakini tentang kekafiran setiap orang yang tidak memeluk Islam, karena dia adalah musuh Allah swt, Rasul-Nya saw dan musuh kaum mu’minin serta di akhirat termasuk penghuni neraka.
Allah swt berfirman, (yang artinya):
“Orang-orang kafir yakni ahli kitab dan orang-orang musyrik (mengatakan bahwa me-reka) tidak akan meninggalkan (agamanya) sebelum datang kepada mereka bukti yang nyata,” {Qs. Al-Bayyinah (98) : 1}.
“Sesungguhnya orang-orang kafir yakni ahli kitab dan orang-orang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk”. {Qs. Al-Bayyinah (98) :6}.
Rasulullah saw bersabda, (yang artinya):
“Demi jiwaku yang berada dalam genggaman tangan-Nya, tiada seorangpun dari ummat ini, baik Yahudi maupun Nashrani yang mendengar kedatanganku, namun mereka meninggal dalam keadaan tidak beriman kepada risalahku, kecuali dapat dipastikan bahwa dia adalah penghuni neraka” (HR Muslim).
Oleh karena itu, barangsiapa yang tidak mengkafirkan Yahudi dan Nashrani, maka dia pun kafir, berdasarkan kaidah syari’at yang berbunyi:
“Barangsiapa yang tidak mengkafirkan orang kafir, maka dia adalah kafir.”
6. Bila ditimbang berdasarkan pokok-pokok aqidah dan hakikat syari’at yang tersebut diatas, maka sesungguhnya seruan kepada persamaan atau persatuan agama merupa-kan seruan keji dan penuh makar. Tujuannya tiada lain adalah untuk mencampur-adukkan kebenaran dengan kebatilan, menghancurkan Islam dan merobohkan sendi-sendinya serta merupakan usaha pemurtadan secara massal.
Allah swt berfirman, (yang artinya):
“… mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. …” {Qs. Al-Baqarah (2) : 217}.
“Mereka ingin supaya kamu menjadi kafir sebagaimana mereka telah menjadi kafir, lalu kamu menjadi sama (dengan mereka)….{Qs. An-Nisa’ (4) : 89}.
7. Sesungguhnya pengaruh atau akibat dari seruan ini adalah hilangnya perbedaan antara Islam dan kekafiran, antara kebenaran dan kebatilan, serta antara yang ma’ruf de-ngan yang munkar. Akibat lainnya adalah ada-nya ketidakjelasan wala’ dan baro’, hingga tidak ada jihad untuk meninggikan kalimat Allah swt di bumi-Nya.
Allah swt berfirman, (yang artinya):
“Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan RasulNya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (Yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah *) dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk”. {Qs. At-Taubah (9) : 29}
*) Jizyah ialah pajak per kepala yang dipungut oleh pemerintah Islam dari orang-orang yang bukan Islam, sebagai imbangan bagi keamanan diri mereka.
“…dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertaqwa.” (Qs. At-Taubah (9) : 36}
8. Seruan kepada persatuan agama apabila berasal dari seorang muslim, maka dika-tegorikan sebagai perbuatan murtad secara terang-terangan, karena telah menyinggung wilayah aqidah yaitu bahwa dia ridho terhadap bentuk kekafiran kepada Allah swt, tidak mengakui kebenaran al-Qur’an dan fungsinya sebagai penghapus syari’at sebelumnya. (Dia ragu dengan kebenaran Islam bahwa Islam adalah satu-satunya dien yang diterima dan diridhoi Allah).
Disamping itu, diapun tidak mengakui bahwa Islam yang dibawakan Nabi Muhammad telah menghapus semua syari’at sebelumnya. Intinya, seruan ini merupakan pemikiran yang tertolak secara syar’i dan secara mutlak diharamkan berdasarkan sumber-sumber tasyri’ (penetapan hukum) dalam Islam, yaitu al-Qur’an, as-Sunnah dan al-Ijma’.9. Berdasarkan apa yang telah dijelaskan maka, Tidak boleh bagi seorang muslim yang menjadikan Allah swt sebagai Robbnya, Islam sebagai dien-nya dan Muhammad sebagai nabi dan RasulNya untuk ikut menyerukan pemikiran sesat seperti ini, menganjurkannya dan menyebakannya di kalangan kaum muslimin. Terlebih lagi apabila dia mengakuinya dan ikut serta dalam berbagai seminar yang diadakan berkaitan dengan hal tersebut.
Tidak boleh bagi seorang muslim untuk mencetak at-Tauroh dan al-Injil meskipun secara terpisah, apalagi jika mencetak al-Qur’an bersamanya dalam satu cetakan! Barangsiapa yang mengerjakan hal ini atau memberikan motivasi, maka sungguh dia telah sesat sekali, karena dia telah lancang menghimpun antara kebenaran (al-Qur’an) dengan suatu bentuk penyimpangan (at-Taurat dan al-Injil).
Seorang muslim tidak boleh mendirikan gereja maupun sinagoge. Selain itu, ia juga tidak boleh mendukung seruan untuk mendirikan masjid, gereja, dan kastil dalam satu tempat, karena itu berarti mengakui agama selain Islam dan mengingkari kekuatan Islam di atas seluruh agama dan mengakui ajakan materialistik kepada ketiga agama; dimana penduduk bumi bebas memilih agama apa saja yang ia kehendaki karena semua agama sama, dan mengakui bahwa Islam tidak menghapus agama-agama sebelumnya. Tidak diragukan bahwa mengakui itu semua atau meyakini dan meridhoinya adalah suatu bentuk kekafiran dan kesesatan,
Dalam Majmu’ al-Fatawa 22/162, Ibnu Taimiyah berkata:
“Kastil dan gereja bukanlah rumah-rumah Allah, karena rumah Allah adalah masjid-masjid. Justru keduanya (kastil dan gereja) adalah tempat untuk mengingkari Allah meskipun terkadang disebut nama-Nya. Maka kedudukan suatu rumah tergantung penghuninya, jika penghuninya kafir maka rumah tersebut adalah rumah peribadatan orang kafir”.

Referensi:
1. Penyatuan Agama, Daar al-Gasem (Darul Qosim), Riyadh.
2. Majmu’ al-Fatawa, Ibnu Taimiyah.
3. Terjemah al-Qur’an, DepAg.
4. Tafsir Ibnu Katsir, jilid I dan III, pustaka Imam Syafi’i.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar