28 April 2011

Abbad bin Bisyr (Ahli Ibadah yang Gagah Berani)

Abbad bin Bisyr, adalah seorang sahabat yang tidak asing lagi dalam sejarah dakwah islamiyah. Ia tidak hanya termasuk di antara para ‘abid (ahli Ibadah), bertaqwa dan menegakkan sholat setiap malam dengan membaca beberapa juz al-Qur’an, tapi juga tergolong kalangan para pahlawan, yang gagah berani, dalam menegakkan kalimah Alloh . Tidak hanya itu, ia juga seorang penguasa yang cakap, berbobot, dan dipercaya dalam urusan harta kekayaan kaum muslimin.

Ketika Islam mulai tersiar di Madinah, Abbad bin Bisyr al-Asyhaly masih muda. Kulitnya yang bagus dan wajahnya yang rupawan memantulkan cahaya kesucian. Dalam kegiatan sehari-hari dia memperlihatkan tingkah laku yang baik, bersikap seperti orang-orang yang sudah dewasa, kendati usianya belum mencapai dua puluh lima tahun.

Dia mendekatkan diri kepada seorang da’i dari Mekah, yaitu Mush’ab bin Umar. Dalam tempo singkat hati keduanya terikat dalam ikatan iman yang kokoh. Abbad mulai belajar membaca al-Qur’an kepada Mushab. Suaranya merdu, menyejukkan dan menawan hati. Begitu senangnya membaca kalamulloh, sehingga menjadi kegiatan utama baginya. Diulang-ulangnya siang dan malam, bahkan dijadikannya suatu kewajiban. Karena itu dia terkenal di kalangan para sahabat sebagai imam dan pembaca al-Qur’an.

Pada suatu malam Rosululloh sedang melaksanakan sholat tahajud di rumah Aisyah yang berdempetan dengan masjid. Terde-ngar oleh beliau suara Abbad bin Bisyr membaca al-qur’an dengan suara yang merdu, laksana suara Jibril ketika menurunkan wahyu ke dalam hatinya.
“Ya Aisyah, suara Abbad bin Bisyr-kah itu?” Tanya Rosululloh. “Betul, ya Rosululloh!” jawab Aisyah. Rosululloh berdoa, “Ya Alloh, ampunilah dia!”

Abbad bin Bisyr turut berperang bersama-sama Rosululloh dalam setiap peperangan yang beliau pimpin. Dalam peperangan-pepe-rangan itu dia bertugas sebagai pembawa al-Qur’an. Ketika Rosululloh kembali dari peperangan Dzatur Riqa’, beliau beristirahat dengan seluruh pasukan muslim di lereng sebuah bukit.

Seorang prajurit muslim menawan seorang wanita musyrik yang ditinggal pergi oleh suaminya. Ketika suaminya datang kembali, istrinya sudah tiada. Dia bersumpah dengan Latta dan ‘Uzza akan menyusul Rosululloh dan pasukan kaum muslimin, ia tidak akan kembali kecuali setelah menumpahkan darah mereka. Setibanya di tempat perhentian di atas bukit, Rosululloh bertanya kepada mereka, “Siapa yang bertugas jaga malam ini?”

Abbad bin Bisyr dan Ammar bin Yasir berdiri,
“Kami, ya Rosululloh!” kata keduanya se-rentak. Rosululloh telah menjadikan kedua-nya bersaudara ketika kaum Muhajirin baru tiba di Madinah. Ketika keduanya keluar ke mulut jalan (pos penjagaan), Abbad bertanya kepada Ammar, “Siapa di antara kita yang berjaga lebih dahulu?” “Saya yang tidur lebih dahulu!” jawab Amar yang bersiap-siap untuk berbaring tidak jauh dari tempat penjagaan.

Suasana malam itu tenang, sunyi dan nyaman. Bintang gemintang, pohon-pohon dan batu-batuan, seakan sedang bertasbih memuji kebesaran Alloh . Hati Abbad tergiur hendak turut melakukan ibadah. Dalam sekejap, ia pun larut dalam manisnya ayat-ayat al-Qur’an yang dibacanya dalam sholat. Nikmat sholat dan tilawah (bacaan al-Qur’an) berpadu menjadi satu dalam jiwanya.

Dalam sholat dibacanya surat al-Kahfi dengan suara memilukan, merdu bagi siapapun yang mendengarnya. Ketika dia sedang bertasbih dalam cahaya Ilahi yang meningkat tinggi, tenggelam dalam kelap-kelip pancarannya, seorang laki-laki datang memacu langkah tergesa-gesa. Laki-laki itu melihat dari kejauhan seorang hamba Alloh sedang beribadah di mulut jalan, dia yakin Rosululloh dan para sahabat pasti berada di sana. Sedangkan orang yang sedang sholat itu adalah pengawal yang bertugas jaga.

Orang itu segera menyiapkan panah dan memanah Abbad tepat mengenainya. Abbad mencabut panah yang besarang di tubuhnya sambil meneruskan bacaan dan tenggelam dalam sholat. Orang itu memanah lagi dan me-ngenai Abbad dengan jitu. Abbad mencabut juga anak panah kedua ini dari tubuhnya se-perti yang pertama. Kemudian orang itu memanah lagi. Abbad mencabutnya lagi seperti dua buah panah yang terdahulu.

Giliran jaga bagi Amar bin Yasir pun tiba. Abbad merangkak ke dekat saudaranya yang tidur itu, lalu membangunkannya seraya berkata, “Bangun! Aku terluka parah dan lemas!” Sementara itu, ketika melihat mereka berdua, si pemanah buru-buru melarikan diri. Amar menoleh kepada Abbad. dilihatnya darah mengucur dari tiga buah lubang luka di tubuh Abbad. “Subhanalloh! Mengapa kamu tidak membangunkan ketika panah pertama mengenaimu?” tanyanya keheranan.

“Aku sedang membaca al-Qur’an dalam sholat. Aku tidak ingin memutuskan bacaanku sebelum selesai. Demi Alloh, kalaulah tidak karena takut akan menyia-nyiakan tugas yang dibebankan Rosululloh , menjaga mulut jalan tempat kaum muslimin berkemah, biarlah tubuhku putus daripada memutuskan bacaan dalam sholat,” jawab Abbad.

Ketika perang dalam rangka memberantas orang-orang murtad berkecamuk di masa Abu Bakar, khalifah menyiapkan pasukan besar untuk menindas kekacauan yang ditimbulkan oleh Musailamah al-Kadzdzab. Abbad bin Bisyr termasuk pelopor dalam ketentaraan tersebut.

Setelah diperhatikannya celah-celah pertempuran, Abbad berpendapat kaum muslimin tidak mungkin menang karena kaum Muhajirin dan kaum Anshor saling menyerahkan urusan satu sama lain. Bahkan mereka saling mencela. Abbad yakin kaum muslimin tidak akan menang dalam pertempuran dengan kondisi pasukan yang tidak kompak itu. Kecuali bila kaum Anshor dan Muhajirin membentuk pasukannya masing-masing dengan tanggungjawab sendiri-sendiri. Dengan begitu dapat diketahui dengan jelas mana pejuang yang sungguh-sungguh.
Sebelum pertempuran yang menentukan itu dimulai, Abbad bermimpi dalam tidur-nya, seolah-olah dia melihat langit terbuka.

Setelah dia memasukinya, dia langsung menggabungkan diri ke dalam dan mengunci pintu. Ketika subuh tiba, Abbad menceritakan mimpinya itu kepada Abu Said al-Khudri. “Demi Alloh, itu seperti benar-benar kejadian, hai Abu Said!” ujarnya.

Ketika perang mulai berlangsung, Abbad naik ke suatu bukit kecil seraya berteriak, “Hai kaum Anshor, berpisahlah kalian dari tentara yang banyak itu! Pecahkan sarung pedang kalian! Jangan tinggalkan Islam terhina atau tenggelam, niscaya bencana akan menimpa kalian!” Abbad mengulang-ulang seruannya, se-hingga sekitar empat ratus prajurit berkumpul di sekelilingnya. Diantara mereka terdapat perwira seperti Tsabit bin Qais, al-Barra bin Malik, dan Abu Dujanah, pemegang pedang Rosululloh
.
Abbad dan pasukannya menyerbu memecah
pasukan musuh dan menyebar maut dengan pedangnya. Kemunculannya menyebabkan pasukan Musailamah al-Kadzab terdesak mundur dan melarikan diri ke Kebun Maut. Di sana, dekat pagar tembok Kebun Maut, Abbad gugur sebagai syahid. Tubuhnya penuh dengan luka bekas pukulan pedang, tusukan lembing, panah yang menancap. Para shahabat hampir tak mengenalinya., kecuali setelah melihat beberapa tanda di bagian tubuhnya yang lain. Semoga Alloh memberikan pahala kepadanya dengan surga Firdaus seperti para syuhada’ lainnya. Amin.

Referensi : 101 Sahabat Nabi, Hepi Andi Bastoni, pustaka al-Kautsar.
_______________________________________


Tidak ada komentar:

Posting Komentar