“Sesungguhnya jujur menunjukkan pada kebaikan, kebaikan akan menunjukkan pada surga. Sesungguhnya yang berusaha jujur hingga ia tercatat sebagai orang yang jujur. Sesungguhnya dusta menunjukkan pada ke-jelekan, kejelekan menunjukkan pada neraka. Sesungguhnya seorang laki-laki yang berdusta hingga ia tercatat di sisi Allah sebagai pendusta.” (HR. Tirmidzi).
Kejujuran memiliki tanda. Tanda yang harus kita realisasikan dalam kehidupan kita. Jika tanda itu tidak ada, maka seseorang lemah kejujurannya atau terancam tidak memiliki kejujuran.
Tanda-tanda itu antara lain:
Tanda-tanda itu antara lain:
1. Tuma’ninatul Qolb (Ketenangan Hati).
Kejujuran dalam semua keadaan, batin maupun zhohir, akan mewariskan ketenangan dalam hati, dan menghilangkan rasa ragu, bimbang dan gamang. Rasulullah saw bersabda:
“Tinggalkan perkara yang meragukan, ambillah perkara yang engkau tidak meragukan. Sesungguhnya jujur akan menghasilkan ketenangan, sedang dusta mengakibatkan kebimbangan.” (HR. Tirmidzi).
Efek dari ketenangan hati ini antara lain iman berdiri kokoh, sabar saat diterpa ujian, dan tunduk sepenuhnya kepada Allah swt.
وَلَمَّا رَأَى الْمُؤْمِنُونَ الأحْزَابَ قَالُوا هَذَا مَا وَعَدَنَا اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَصَدَقَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَمَا زَادَهُمْ إِلا إِيمَانًا وَتَسْلِيمًا (٢٢)
“Dan tatkala orang-orang mukmin melihat golongan-golongan yang bersekutu itu, mereka berkata: “Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kita”. dan benarlah Allah dan Rasul-Nya. dan yang demikian itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali iman dan ketundukan” {Qs. Al -Ahzab (33) : 22}.
“Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. dan barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman” {Qs. Al-An’am (6) : 125}.
Imam At-Tirmidzi ra meriwayatkan dalam Jami’nya tentang ayat ini, Rasulullah saw bersabda:“Apabila cahaya telah masuk ke hati, maka akan luas dan lapanglah hati tersebut. Para sahabat bertanya: ‘Apa tanda-tandanya wahai Rasulullah?’ Beliau bersabda: ‘Kembali kepada Darul Khulud (akhirat), berpaling dari Darul Ghurur (dunia) dan selalu siap menyambut kematian sebelum kedatangannya.” (Zadul Ma’ad, II / 24).
Ibnul Qoyyim ra berkata:
“Jujur dalam rasa rindu bertemu dengan Allah adalah perkara yang paling bermanfaat bagi seorang hamba, perkara paling kuat untuk menggapai istiqomah di jalan-Nya. Barangsiapa yang selalu siap bertemu dengan Allah, terputuslah hatinya dari dunia dan apa yang ada di dalamnya, padamlah api syahwat dalam dirinya, hatinya tertuju pada Allah, himmah (semangatnya) ada pada hal-hal yang diridhoi Nya.” (Thoriqul Hijrotain, 167).
3. Salamatul Qolb (Hati yang selamat).
Tanda yang jelas dari kejujuran adalah hati yang selamat dari sifat hasad, dengki, iri terhadap kaum muslimin. Mukmin yang jujur imannya tidak akan tertimpa penyakit hati. Bahkan ia senantiasa menginginkan kebaikan bagi umat, dengan menegakkan dakwah, saling memberi nasihat telah menjadi tabiatnya dengan sifat penuh lemah lembut. Sebagai manifestasi sabda Rasulullah saw :
“Seorang mukmin itu lemah lembut. Tidak ada kebaikan bagi yang tidak memiliki sifat lemah lembut, dan ia tidak berhak disikapi secara lemah lembut.” (HR. Ahmad).
4. Menjaga waktu dan perhatian terhadap usia.
Kejujuran dalam iman pastilah menjadikan seseorang sangat menjaga waktu-waktunya, tidak akan berlalu waktu kecuali ia manfaatkan dalam hal yang bisa mendatangkan manfaat bagi akhiratnya. Ia sangat perhatian terhadap usianya, ia yakin dunia hanyalah seperti tempat berteduh dari sebuah pohon kemudian pasti ia akan meninggalkannya. Sehingga semua usianya adalah amal shalih, saat sibuknya maupun saat rehatnya, saat mudanya maupun ketika telah tua.
Ibnu Taimiyah ra berkata:
“jika seorang hamba mengetahui bahwa kehidupan hanyalah desahan nafas-nafas, detik-detik yang terus berlomba, kemudian ia memperhatikan usia dirinya ia dapati telah banyak berkurang, apalagi bila ia bandingkan dengan usia sebagian burung, binatang-binatang melata dan pepohonan, apalagi bila ia bandingkan dengan usia bintang gemintang, apalagi bila ia bandingkan dengan usia semua jagad raya ini, apalagi bila ia bandingkan dengan semua hal yang masih ghaib maupun yang telah nyata....Bersamaan dengan itu ia mengetahui bahwa seluruh makhluk tercipta untuk sebuah hikmah yang besar, jelas, tujuan mulia, yaitu beribadah kepada Allah swt saja, tidak berbuat syirik kepada-Nya, maka wajib baginya memompa semangatnya untuk menjaga waktunya, sibuk dengan ibadah dan amal ketaatan. Jika tidak demikian berarti imannya berkurang sesuai kadar kekurangannya dalam menjaga waktu.” (Dhohirotul Irja fil Fikril Mu’ashir, 111).
5. Tidak butuh pada pujian manusia bahkan membencinya.
Ini adalah tanda kesempurnaan tauhid dan keikhlasan seseorang. Ibnul Qayyim ra menjelaskan:
“Tidak mungkin terkumpul dalam hati se-seorang antara ikhlas dan kecintaan mendapat pujian seseorang, tamak terhadap apa yang ada pada sisi manusia. Sebagaimana air dan api, biawak dan ikan (dho’b wal haut).”
6. Serasi antara ucapan dan perbuatan, keadaan lahir dan keadaan batin.
Ini adalah realisasi firman Allah swt :
“Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” {Qs. Ash-Shof (61) : 2-3}.
7. Benar dalam Ucapan.
Salah satu kesempurnaan iman seseorang adalah kemampuannya untuk mengucapkan perkataan yang baik-baik. Apabila tidak mampu, maka cukup dengan sikap diam. Rasulullah saw bersabda:
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat hendaklah ia berkata baik atau (lebih baik) berdiam.” (HR. Bukhari dan Muslim).
“Diantara kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan perkara yang tidak mendatangkan kemanfaatan.” (HR. Tirmidzi).
8. Menyembunyikan amal shalih, dan benci untuk menampakkannya.
Tidaklah ia melakukannya, kecuali karena Allah semata. Demikianlah kehidupan para salafus shalih. Di antara kisah mereka antara lain:
Bakar bin Ma’az berkata: “Tidaklah aku melihat ar-Rabi’ shalat sunnah di masjid kaumnya kecuali hanya satu kali.”
Tsufyan berkata: “Amal-amal ar-Rabi’ semuanya tersembunyi, jika datang kapadanya seorang laki-laki sedang ia membagi-bagikan mushaf, maka ia akan menyembunyikannya di dalam bajunya.”
Rabi’ bin Khoitsim berkata: “setiap hal yang tidak diniatkan untuk mengharapkan wajah Allah swt akan binasa.”
Abu Hamzah ats-Tsimaliy berkata: “Dahulu Ali bin Husain memanggul sekarung roti di atas pundaknya di malam hari, kemudian menyedekahkannya.
Ia berkata: “Sesungguhnya sedekah secara sembunyi-sembunyi akan mencegah murka Allah Azza wajalla.
Referensi :
- Zadul Ma’ad, II / 24.
- Thoriqul Hijrotain, 167.
- Dhohirotul Irja fil Fikril Mu’ashir, 111.
- UMMATie, edisi: 09 / Th.I, April 2008 / Rabiul Awal 1429.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar