22 April 2011

Natal Buatan Siapa? Bibel pun Tidak Menganjurkan

Oleh kaum Kristiani, tanggal 25 Desember kadung dianggap sebagai hari natal, Hari kelahiran Yesus (kita umat Islam menyebutnya Nabi Isa as. Ibnu Maryam). Di berbagai belahan dunia, mayoritas umat Kristiani merayakannya dengan penuh suka cita. Pohon cemara yang kelap kelip (ada yang mengatakan Pohon Yahudi), dongeng sinterklas, musik-musik natal pun diperdengarkan (Ibadah mereka dengan nyanyi-nyanyian, yang menandakan peribadatan kepada berhala).

Mayoritas umat kristiani merayakan ini. Namun ada pula yang tidak merayakannya. Lho, kenapa? Ya, umat Kristen Ortodoks (Kristen Timur), Kristen Rasuli, Kristen Yehova, dan banyak lagi aliran atau sekte Kristen lainnya yang tidak merayakan natal pada tanggal 25 Desember. Ada yang merayakannya pada bulan September, 6 Januari, atau 25 maret.

Yang mengherankan adalah pandangan dari Herbert W. Amstrong. Pastor dari Worldwide Church f God yang berpusat di California, AS, ini dengan tegas menyatakan bahwa Bibel sama sekali tidak pernah menganjurkan atau menyuruh umat Kristiani untuk memperingati hari kelahiran Yesus bahkan sampai menjadikannya sebagai hari raya (merayakan Natal). Tradisi-tradisi seperti memperingati hari kelahiran (Natal), pohon natal, Sinterklas dan Piet Hitam, Hadiah natal, dan sebagainya sama sekali tidak ada dalam Bibel.

Pada awalnya, sejak abad ke-1 hingga ke 4 M, gereja tidak pernah merayakan Natal. Baru pada abad ke 5 M natal dirayakan atas perintah Kaisar Konstantine, penguasa bangsa Roma yang berkiblat pada gereja barat. Sedangkan gereja Timur tidak mengakui tanggal 25 Desember sebagai hari kelahiran Yesus. Bibel pun berselisih soal waktu kelahiran Yesus.

Pastor Amstrong menegaskan bahwa Natal bukanlah ajaran Injil dan Yesus pun tidak pernah memerintahkan para muridnya untuk merayakannya. “Perayaan yang masuk dalam ajaran Kristen Katolik Roma pada abad ke-4 M ini adalah berasal dari upacara adat masyarakat penyembah berhala (Paganisme)” yang diyakini berasal dari Mesir. “Perayaan diselenggarakan oleh para penyembah berhala dan jatuh pada bulan Januari, kemudian dijadikan hari kelahiran Yesus.” (literatur katolik).

Begitu pula pandangan Bapak Katolik pertama yang menyatakan, “Di dalam kitab suci, tidak ada seorangpun yang mengadakan upacara atau menyelenggarakan perayaan untuk merayakan hari kelahiran Yesus. Hanya orang-orang Kafir –seperti Fir’aun dan Herodes- yang berpesta-pora merayakan hari kelahirannya ke dunia ini.”

Simak kata Ensiklopedi Britannica (1946) tentang Natal, “Natal bukanlah upacara gereja abad pertama. Yesus Kristus dan para muridnya tidak pernah menyelenggarakannya. Bibel juga tidak pernah menganjurkannya. Upacara itu diambil oleh gereja dari kepercayaan kafir penyembah berhala.

Begitu pula pernyataan dalam Ensiklopedi Amerikana (1944), pada Abad ke 5 masehi, Gereja barat memerintahkan umat Kristen untuk merayakan hari kelahiran Yesus, yang diambil dari hari pesta bangsa Romawi yang merayakan hari kelahiran Dewa Matahari (Sun God). Sebab, tidak seorangpun yang mengetahui hari kelahiran Yesus.”

Sejarah mencatat, menjelang abad ke-1 hingga pada abad ke-4 Masehi, dunia barat (Eropa) di kuasai Imperium Romawi yang menganut kepercayaan paganisme politeisme (Penyembah banyak dewa). Para pemeluk Kristen yang minoritas saat itu selalu dikejar-kejar dan di siksa penguasa Romawi. Setelah Konstantin menjadi Kaisar lalu memeluk Kristen di abad ke-4 M, Konstantin menempatkan agama Kristen sejajar dengan agama Romawi.

Sejak itu banyak rakyat mengikuti jejak kaisarnya memeluk Kristen. Walau demikian, tradisi paganisme yang sudah mengurat-me-ngakar di dalam seluruh sendi kehidupannya tidaklah otomatis hilang. Malah beberapa diantaranya dimasukkan menjadi perayaan agama Kristen, seperti halnya tanggal 25 Desember.

Tiap tanggal 25 Desember, rakyat Romawi sudah terbiasa merayakan Brumalia yang diselenggarakan secara besar-besaran dan dengan pesta yang sangat meriah. Mere-ka tidak ingin menghilangkan kemeriahan ini. Sebab itu, kaisar Konstantin “mengcopi-paste” (meniru/menerapkan) hari perayaan Brumalia yang menyembah Dewa matahari menjadi Hari Natal yang dikatakan sebagai hari kelahiran Yesus.

Demikian sebab-musabab perayaan Natal yang dilestarikan hingga kini oleh Dunia Barat. Akar kepercayaan paganisme bangsa Romawi yang di copy-paste (ditiru) oleh gereja barat menjadi hari Natal menurut pelacakan Pastor Amstrong berasal dari zaman Babilonia di bawah kekuasaan Raja Nimrod (kita umat Islam menyebutnya sebagai Raja Namrudz, di mana di masa itu Nabi Ibrohim as. Lahir). Lebih jelasnya, akar kepercayaan itu tumbuh di masa setelah terjadinya banjir besar di zaman nabi Nuh as.

Kepercayaan serupa juga ada di Mesir kala itu. Jika bangsa Romawi merayakan Brumalia, maka di Mesir tiap tanggal 25 Desember dirayakan sebagai hari kelahiran anak dari Dewi Isis (Dewi Langit).


Asal Usul Pohon Natal

Dari catatan kuno, Nimrod (Raja Namrudz) adalah salah satu tokoh yang mempelopori pembangkangan terhadap Tuhan. Jumlah kejahatannya amat banyak, di antaranya adalah mengawini ibu kandungnya sendiri yang bernama Semiramis.

Setelah Nimrod mati, ibu yang juga Istri-nya itu menyebarkan paham bahwa Roh Nimrod tetap hidup abadi, walau jasad kasarnya telah mati. Semiramis menjadikan pohon evergreen (Cemara) yang bisa tumbuh dari sebatang kayu yang sudah mati sebagai symbol adanya kehidupan baru bagi Nimrod setelah mati. Semiramis mengatakan bahwa Nimrod selalu berada di pohon evergreen (Cemara) itu di saat hari kelahirannya tiba. Sebab itu, di dahan-dahan pohon evergreen itu selalu dihiasi dengan aneka aksesoris dan bingkisan. “Inilah cikal bakal pohon Natal,” tegas Pastor Amstrong.

Bible sendiri melarang pembuatan berhala (Patung Nabi Isa as., dan Pohon Natal). Me-ngenai pohon natal, sebagaimana berikut,

“….Bukankah berhala itu pohon yang ditebang orang dari hutan, yang dikerjakan dengan pahat oleh tangan tukang kayu? Orang memperindahnya dengan emas dan perak; orang memperkuatnya dengan paku dan palu, supaya jangan goyah.” (Injil Kitab Yeremia 10: 3-4)


Tradisi Bohong Sinterklas

Menjelang malam Natal, para orang tua secara bersama-sama membohongi anak-anaknya akan datang seorang Sinterklas yang akan turun dari kereta kencana yang ditarik dengan rusa-rusa salju membagi-bagikan hadiah. Kebohongan ini dilakukan secara turun-temurun dalam jangka waktu berabad-abad lamanya.

Parahnya, kebohongan ini juga dilestarikan dengan dibuatnya berbagai film tentang Sinterklas (Santa Claus), seolah-olah Sinterklas memang ada dan menjadi bagian tak terpisahkan dari hari Natal. Padahal, semua ini hanyalah dongengan yang sama sekali tak berdasar. Dalam Bibel-pun tak ada.


Ciptaan Santo Nicolas

Di abad ke 4 M, hidup seorang Pastor bernama Santo Nicolas. “Santo Nicolas adalah seorang pastor di Myra yang amat diagung-agungkan oleh orang yunani dan latin setiap tanggal 6 Desember… legenda ini berasal dari kebiasaannya yang suka memberikan hadiah secara sembunyi-sembunyi kepada tiga wanita miskin….untuk melestarikan kebiasaan lama dengan memberikan hadiah secara sembunyi-sembunyi itu digabungkan ke dalam malam natal. Akhirnya terkaitlah antara hari Natal dan Santa Claus…” (Ensiklopedia Britannica, vol.19, hal.648-649).

Pastor Amstrong sangat gusar, “Sungguh janggal! Orangtua menghukum anaknya jika berbohong. Tapi di saat menjelang Natal, mereka membohongi anak-anak dengan cerita Sinterklas yang memberikan hadiah di saat mereka tidur”.

Bahkan dengan tegas pastor Amstrong me-ngatakan bahwa sinterklas terkait erat de-ngan Setan dengan mengutip ayat Bibel yakni II Korintus 11: 14 yang berbunyi, “Tidak usah diherankan, sebab iblis pun menyamar sebagai malaikat terang. Jadi itu bukan hal yang ganjil, jika pelayan-pelayannya menyamar sebagai pelayan-pelayan kebenaran. Kesudahan mereka
akan setimpal dengan perbuatan mereka.”

Demikianlah. Perayaan Natal bukan berasal dari ajaran Bibel. Jika mayoritas Kristiani hingga hari ini tetap merayakan Natal, maka itu terserah kepada mereka. Baik mereka merayakan maupun tidak, mereka tetaplah KAFIR. Sedangkan bagi umat Islam, biarlah kita menjadi penonton akan kebodohan me-reka terhadap sejarah.

Seperti halnya Pastor Amstrong yang menyatakan bahwa negeri-negeri Kristen sekarang ini sesungguhnya bukanlah negeri Kristen, melainkan negeri-negeri Babilonia yang dipenuhi dengan kepercayaan paganisme (berhala-isme). Terhadap orang-orang Kristen seperti itu, pastor Amstrong mengutip Bibel, “Pergilah kamu hai umatKu, pergilah daripadanya, supaya kamu jangan mengambil bagian dalam dosa-dosanya, dan supaya kamu jangan turut ditimpa malapetaka-malapetakanya.” (Injil Kitab Wahyu 18: 4)

Jika demikian, adalah sangat naïf dan tidak lucu bila ada orang yang menganjur-anjurkan perayaan Natal bersama, atau ada orang Islam yang ikut-ikutan mengucapkan ucapan selamat Natal, bahkan ada yang sampai merayakannya. Jika ada, maka dia hanya memperlihatkan kebodohan dan kedangkalan pengetahuannya tentang sejarah.

Rosululloh saw bersabda,

“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk golongan mereka”.


Sudah tahukah anda bahwa perayaan Natal dan tahun baru adalah hari raya dan syiar-nya orang-orang kafir? Mereka mengemas acara kesyirikan mereka dengan berbagai rupa agar kaum muslimin mau, tertarik dan ikut mera-yakan bersamanya. Paling tidak yang mereka inginkan adalah ucapan selamat yang terlontar dari bibir kaum muslimin sebagai bentuk toleransi beragama.

Sehingga barangsiapa telah mengucapkan selamat kepadanya, maka secara langsung atau tidak, kaum muslimin yang mengucapkannya telah merestui dan meridhoi secara lisan agama mereka yang bathil sehingga ia pun terjebak dalam kekafiran dengan melakukan kesyirikan. Itulah sesungguhnya tujuan dari orang-orang kafir.

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tanggal 7 Maret 1981 dengan tegas mengeluarkan fatwa tentang haramnya merayakan natalan bersama. Fatwa itu ditandatangani oleh ketua MUI KH. M. Syukri Ghozali dan sekretaris MUI Drs. H. Mas’udi. “Mengikuti upacara Natal bersama bagi umat Islam hukumnya haram,” tegas fatwa tersebut. Ini sikap yang sangat tepat.

Alloh swt berfirman

.الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإسْلامَ دِينًا

“…Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu”
{Qs. Al-Maidah (5) : 3}.

Islam adalah dien yang sempurna yang Alloh swt anugerahkan. Maka tidaklah patut bagi seorang muslim mencari-cari dan meniru-niru hari raya orang lain yang sudah jelas-jelas sebagai syi’ar-nya orang-orang kafir, lalu bagaimana juga dengan ikut serta dalam merayakannya.

Rosululloh saw bersabda,
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk
golongan mereka”.

Ketahuilah saudaraku perkara ini bukanlah hanya perkara mu’amalah semata namun semua ini adalah akidah yang harus kita pegang dengan kokoh. Sesungguhnya urusan aqidah bukanlah urusan sekunder sehingga kita boleh menunda atau mengakhirkannya. Tapi aqidah merupakan asas yang menopang bagian agama keseluruhannya. Maka Islam adalah akidah yang melahirkan syari’at sedangkan syari’at itu mengatur urusan kehidupan dunia. Alloh swt tidak menerima pengamalan syari’at suatu kaum sehingga akidah mereka itu benar.

Saudaraku, sudah menjadi kewajiban kita bersama, menjaga keluarga dan saudara kita agar terhindar dari hal ini dan tidak menganggap remeh perkara tersebut. Akhirnya Alloh-lah yang kita mintai pertolonganNya untuk memuliakan kaum muslimin, menganugerahkan kekuatan untuk menetapi jalanNya yang lurus dalam beragama, dan menolong mereka dalam menghadapi musuh. Sesungguhnya Alloh Maha Kuat dan Maha Perkasa.

Referensi:
  1. Valentine Day, Natal, Happy New Year, April Mop, Halloween, So What?, Rizki Ridyasmara, Pustaka al-Kautsar.
  2. UMMATie, Majalah E. 03/ Thn.III November 2009.
  3. Fatwa MUI Antara Yang Menerima dan Yang Menghina, Pustaka Umat, Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar