Jika kita perhatikan disetiap sisi kehidupan kita, tentu kita akan dapatkan betapa sangat sulitnya bagi kita untuk menemukan orang yang jujur, baik dalam beribadah, berkata maupun dalam bekerja.
Tidak Jujur Dalam Beribadah
Hal ini berarti sama halnya dengan berlaku tidak jujur kepada Allah SWT kebanyakan manusia sering berlaku tidak jujur kepada Allah swt. Mengaku beriman dan mencintai Allah. Namun mereka menolak akan perintah-perintah Nya, menolak segala aturanNya, menolak apa yang dicintai dan diridhoiNya. Kalau pun mereka beribadah, beribadahnya dengan perasaan malas dan riya atau ingin dilihat oleh orang lain. Oleh karenanya orang yang berbuat riya bukanlah termasuk orang yang jujur, karena mereka sering menampakkan dihadapan manusia seperti orang yang ahli di dalam beribadah, padahal mereka tidaklah demikian. Orang yang berbuat syirik, mereka bukanlah orang yang jujur, karena mereka sering menampakkan di hadapan manusia seakan merekalah orang yang bertauhid, padahal tidaklah demikian.
Tidak Jujur Dalam Beribadah
Hal ini berarti sama halnya dengan berlaku tidak jujur kepada Allah SWT kebanyakan manusia sering berlaku tidak jujur kepada Allah swt. Mengaku beriman dan mencintai Allah. Namun mereka menolak akan perintah-perintah Nya, menolak segala aturanNya, menolak apa yang dicintai dan diridhoiNya. Kalau pun mereka beribadah, beribadahnya dengan perasaan malas dan riya atau ingin dilihat oleh orang lain. Oleh karenanya orang yang berbuat riya bukanlah termasuk orang yang jujur, karena mereka sering menampakkan dihadapan manusia seperti orang yang ahli di dalam beribadah, padahal mereka tidaklah demikian. Orang yang berbuat syirik, mereka bukanlah orang yang jujur, karena mereka sering menampakkan di hadapan manusia seakan merekalah orang yang bertauhid, padahal tidaklah demikian.
Bahkan mereka tidak beribadah kepadaNya baik dalam berdo’a, meminta pertolongan, meminta kesembuhan dari segala penyakit dan lain sebagainya. Mereka menjadikan perantara bagi Allah ketika berdo’a kepada Nya dan bentuk perantaranya pun beraneka ragam, ada yang berbentuk kuburan wali atau orang yang dianggap sholih, ada juga yang berupa patung orang sholih dan sebagainya.
Padahal hanya Allah-lah yang menciptakan mereka dan mereka pun tidak pandai berterimakasih kepada-Nya, padahal hanya Dia-lah yang telah memberikan rizqi yang melimpah kepada mereka. Maka pantaslah Allah SWT berfirman dalam hadits qudsi:
“Aku yang telah menciptakan namun yang diibadahi adalah selain-Ku, Aku yang telah memberikan rizqi namun berterimakasihnya kepada selain-Ku”. (HR. at-Tabrani, al-Baihaqi, ad-Dailami).
Begitu juga dengan orang munafiq, mereka bukanlah orang yang jujur, karena mereka sering menampakkan dihadapan manusia bahwa mereka adalah orang yang beriman, padahal mereka tidaklah seperti itu. Pelaku bid’ah atau orang yang mengerjakan amalan-amalan yang baru dalam ritual peribadahan, mereka pun bukanlah orang yang jujur, mereka menampakkan di hadapan manusia bahwa mereka pengikut, pengagung, bahkan pecinta Nabi Muhammad SAW, padahal mereka tidaklah demikian. Mereka hanya berpura-pura mengikuti, mengagungkan, dan mencintai Nabi Muhammad SAW.
Buktinya mereka terus melakukan amalanamalan yang tidak pernah beliau perintahkan atau beliau contohkan. Sebaliknya mereka malah meninggalkan sunnah-sunnahnya yang mulia. Padahal tanda kecintaan kepada Nabi saw adalah dengan menaati apa yang beliau perintahkan, kemudian membenarkan semua khabar yang beliau kabarkan, serta menjauhi apa yang beliau larang dan cela, serta tidak beribadah kecuali apa yang telah beliau contohkan.
Tidak Jujur dalam Bekerja
Demikian pula kejujuran sangat sulit ditemukan dalam suasana bekerja, baik yang di instansi pemerintah, di perkantoran-perkantoran, dan lain sebagainya. Tidak sedikit di antara mereka yang mencuri uang rakyatnya demi memuaskan hawa nafsunya belaka, berdusta demi melanggengkan profesinya. Padahal apapun yang mereka sembunyikan semuanya terdeteksi dengan detail, dan Allah swt Maha mengetahui apa saja yang mereka kerjakan, sekalipun di antara manusia tidak mengetahuinya.
Seorang sahabat yang mulia yang bernama Ka’ab bin Malik ra. Dapat di jadikan pelajaran, supaya kita menjadi orang-orang yang jujur.
Berawal dari ketidak ikutannya dalam peperangan tabuk yang diwajibkan oleh Rasulullah saw padahal tidak ada alasan baginya untuk tidak ikut berperang, selain beliau ada juga yang tidak ikut yaitu dua sahabatnya dan orang-orang munafiq. Setelah Rasulullah saw dan pasukannya telah kembali dari me-dan peperangan maka beliau mengumpulkan para sahabatnya di masjid, untuk menanyakan alasan ketidak ikutan mereka dalam peperangan tersebut. Satu persatu orang-orang munafiq menghadap Rasulullah saw, semuanya mengutarakan alasannya dengan cara berdusta, karena ingin selamat dan ingin mendapatkan ridho dari Nabi Muhammad saw.
Adapun Ka’ab bin malik dan kedua sahabatnya ra mereka memilih untuk berkata jujur, apapun yang akan terjadi nanti pada mereka. Setelah berhadapan dengan Rasulullah saw, Ka’ab bin Malik rahimahulloh berkata kepada beliau, “Wahai Rasulullah saw sesungguhnya aku tidak mempunyai alasan apapun, dan demi Allah, andaikata sekarang ini saya sedang duduk di hadapan orang selain engkau, pasti saya biasa beralasan untuk menyelamatkan diri dari murkamu, sebab saya cukup pandai beralasan. Tetapi demi Allah, saya yakin jika saat ini saya berdusta kepadamu sehingga engkau ridho kepadaku, pasti Allah akan membuatmu murka kepadaku. Tetapi jika saat ini saya berkata jujur, engkau pasti marah padaku. Akan tetapi sungguh saya mengharap ampunan dari Allah swt.”
Kemudian Rasulullah saw menoleh kepada para sahabatnya seraya berkata “Adapun orang ini maka ia telah berkata jujur kepada kalian, maka bangunlah sampai Allah swt memutuskan perkaramu”. Setelah lima puluh hari lamanya Rasulullah saw memerintahkan para sahabatnya untuk tidak berbicara sedikitpun kepada mereka bertiga, maka turunlah ayat Allah swt untuk memutuskan perkara mereka bertiga.
“Sesungguhnya Allah telah menerima Taubat nabi, orang-orang muhajirin dan orang-orang anshar yang mengikuti nabi dalam masa kesulitan, setelah hati segolongan dari mereka hampir berpaling, kemudian Allah menerima taubat mereka itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada mereka, Dan terhadap tiga orang yang ditangguhkan (penerimaan taubat) mereka, hingga apabila bumi telah menjadi sempit bagi mereka, padahal bumi itu luas dan jiwa merekapun telah sempit (pula terasa) oleh mereka, serta mereka telah mengetahui bahwa tidak ada lagi tempat lari dari (siksa) Allah, melainkan kepada-Nya saja. Kemudian Allah menerima taubat mereka agar mereka tetap dalam taubatnya. Sesungguhnya Allah-lah yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang”. {Qs. At-Taubah (9) : 117-118}.
Ka’ab bin Malik rohimahulloh pun berkata:“Wahai Rasulullah saw! Sesungguhnya Allah telah menyelamatkan saya karena kejujuran saya dan termasuk dari taubat saya, saya berjanji untuk tidak berbicara kecuali dengan jujur selama saya hidup.”
Adapun bagi orang-orang munafiq. Allah swt memutuskan dengan ayatNya:
سَيَحْلِفُونَ بِاللَّهِ لَكُمْ إِذَا انْقَلَبْتُمْ إِلَيْهِمْ لِتُعْرِضُوا عَنْهُمْ فَأَعْرِضُوا عَنْهُمْ إِنَّهُمْ رِجْسٌ وَمَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ (٩٥)
“Maka berpalinglah dari mereka; karena sesungguhnya mereka itu adalah najis dan tempat mereka jahannam; sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan.” {Qs. At-Taubah (9): 95}.
Demikianlah akibat bagi para pendusta, mereka disebut orang yang najis oleh Allah swt dan tempat mereka adalah neraka jahannam.
Semoga Allah swt menjaga kita dari perbuatan dusta atau tidak jujur.
Referensi :
Buletin: al-Huda, E. 15, Dzulqo’dah 1428 H Thn 1, 2007).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar