16 April 2011

Haji dan Umrah

Haji dan umrah wajib dilakukan sekali seumur hidup. Adapun syarat wajib haji dan umroh yaitu : islam, berakal, baligh, merdeka, mampu (maksudnya: ada bekal dan biaya perjalanan). Bagi wanita ada tambahan syarat yaitu ada mahrom, maksudnya orang yang haram untuk ia nikahi selama-lamanya. Hajinya tetap sah walaupun ia pergi tanpa mahram, akan tetapi ia berdosa. Siapa saja mengabaikan sampai ia wafat, maka diambil dari hartanya untuk biaya pelaksanaan haji dan umrohnya. Haji tidak sah apabila dilakukan oleh orang kafir atau gila, dan sah apabila dilakukan oleh anak kecil dan budak sahaya, akan tetapi tidak mencukupi untuk menunaikan kewajiban haji. Begitu juga seorang fakir, jika ia berhutang untuk melaksanakan ibadah haji maka hajinya tetap sah.

Apabila seseorang melaksanakan ibadah haji untuk orang lain sementara ia sendiri belum pernah melaksanakan haji,maka haji yang ia lakukan terhitung sebagai ibadah untuk dirinya sendiri.

Ihram:

Disunatkan bagi yang akan berihram untuk mandi terlebih dahulu, membersihkan dirinya, memakai wangi-wangian, tidak memakai pakaian yang berjahit, dan mengenakan dua helai kain; yang satunya untuk sarung, sedangkan yang lainnya untuk penutup badannya, kemudian ia ber-ihram dengan berkata:

Labbaikallohumma Umrotan/ Hajjan” (Ya Allah, aku sambut panggilan Engkau untuk melaksanakan haji/umroh). Jika ia khawatir adanya suatu hal yang menghalanginya, hendaklah ia bersyarat dengan mengatakan: “Fa-In Habasani Haabisun Famahalli Haitsu Habatsani” (Apabila ada sesuatu yang menghalangiku, maka tempatku bertahallul adalah dimana Engkau menahanku”.

Seseorang yang melaksanakan ibadah haji boleh memilih antara tiga macam manasik (pelaksanaan ibadah haji): Tamattu’, Ifrod dan Qiron. Yang paling afdhol adalah haji Tamattu’ yaitu: berihram untuk melakukan umrah pada bulan-bulan haji dan bertahallul darinya, kemudian berihram kembali untuk haji pada tahun itu. Ifrad yaitu: berihram untuk haji saja. Qiran yaitu: berihram untuk melaksanakan haji dan Umrah secara bersamaan, atau berihram untuk umrah kemudian memasukkan niat haji sebelum ia memulai tawaf umrah.

Jika seseorang yang akan melaksanakan ibadah haji telah berada di atas kendaraannya, maka hendaklah ia bertalbiyah, dengan mengucapkan:

Labbaikallahumma Labbaik, Labbaika Laa Syarika Laka Labbaik, Innal Hamda Wan-Ni’mata Laka Wal Mulk, Laa Syarika Lak”(Ya Allah, aku sambut panggilan Engkau, aku sambut panggilan Engkau, tiada sekutu bagi-Mu, sesungguhnya pujian dan keni’matan dan juga kekuasaan adalah milik-Mu, tiada sekutu bagi-Mu). Dianjurkan memperbanyak talbiyah, dan mengatakannya dengan suara keras kecuali kaum wanita.

Larangan-larangan Ihram:
Larangan-larangan ihram ada Sembilan yaitu; 1. Mencukur rambut, 2. Memotong kuku, 3. Memakai pakaian yang berjahit bagi laki-laki, kecuali jika ia tidak mendapatkan kain sarung maka boleh memakai celana, atau ia tidak mendapatkan sandal, maka ia boleh memakai khuf (sepatu yang menutupi mata kaki), dan tidak perlu membayar fidyah (denda), 4. Menutup kepala bagi laki-laki, 5. Memakai wangi-wangian di badan atau dipakaian, 6. Membunuh binatang buruan, yaitu binatang liar yang boleh diburu, 7. Menikahkan, hukumnya haram walaupun tidak ada denda yang mesti dibayarnya, 8. Bercumbu dengan syahwat kendatipun tidak sampai melakukan hubungan intim, dendanya adalah menyembelih seekor kam-bing, atau berpuasa selama tiga hari, atau memberi makan enam orang miskin, 9. Berhubungan intim, apabila dilakukan sebelum Tahallul pertama maka hajinya batal, dan ia berkewajiban menyempurnakan dan mengqadhanya pada tahun berikutnya, juga menyembelih seekor unta dan membagikan dagingnya kepada fakir miskin yang ada di kota Mekkah, sedangkan jika ia melakukannya setelah Tahallul pertama, maka hajinya tetap sah, tetapi ia tetap berkewajiban menyembelih seekor unta. Jika melakukan hubungan badan dalam pelaksanaan ibadah umrah, maka umrahnya batal dan ia berkewajiban menyembelih seekor kambing serta mengqadha-nya. Haji dan umrah tidak batal selain dengan berhubungan intim. Dalam larangan-larangan ini wanita seperti pria, kecuali wanita boleh memakai pakaian yang berjahit, dan tidak memakai cadar dan kaus tangan.

Fidyah (denda):

Fidyah ada dua macam, yaitu: 1) boleh memilih, yaitu denda karena memotong rambut, memakai wangi-wangian, memotong kuku dan menutup kepala, jika salah satunya dilakukan maka ia boleh memilih antara puasa tiga hari atau memberi makan enam orang miskin, untuk takaran satu orang miskin satu Sho’(dua setengah kilo gram), atau menyembelih seekor kambing. Sedangkan membunuh binatang buruan maka dendanya binatang ternak yang semisal dengan yang ia bunuh jika ada, jika tidak ada maka ia membayar denda seharga binatang yang telah dibunuhnya. 2) sesu-ai urutan, yaitu: fidyah haji tamattu’ atau Qiran seekor kambing. Fidyah orang yang melakukan hubungan intim seekor unta, jika tidak mampu, berpuasa tiga hari selama pelaksanaan haji dan tujuh hari setelah ia kembali,adapun menyembelih hadyi atau memberi makan orang miskin tidak dapat dilakukan kecuali untuk orang miskin yang ada di tanah haram.

Masuk ke kota Mekkah:

Jika seseorang yang melaksanakan ibadah haji memasuki Masjidil Haram hendaklah ia membaca do’a yang disyari’atkan ketika akan masuk ke masjid yang lainnya. Kemudian ia memulai tawaf umrah jika hajinya haji tamattu’, atau tawaf qudum jika ia melaksanakan haji ifrad atau qiran. Ia beridthiba’ dengan kain penutup badannya, yaitu meletakkan pertengahan kain tersebut di bawah ketiak kanan dan kedua sisinya di atas pundak kirinya, kemudian memulai tawafnya dari Hajar aswad dengan menyentuh, mencium atau melambaikan tangannya kearah Hajar aswad tersebut seraya membaca: “Bismillahi Allo-hu Akbar” ia melakukan hal seperti itu di setiap putaran tawafnya. Kemudian manjadikan Ka’bah di sisi kirinya dan ta’waf sebanyak tujuh putaran dengan melakukan raml (yaitu: berlari-lari kecil) pada tiga putaran pertama, sesuai dengan kemampuan, sedangkan pada putaran berikutnya ia berjalan seperti biasa. Ketika ia sejajar dengan Rukun Yamani ia menyentuhnya bila mampu, dan diantara rukun yamani dan Hajar Aswad membaca:

“Robbanã ãtinã fiddunýã hasanah wa fil ãkhiroti hasanah wa qinã adzãbannaãr” (wahai Robb Kami, berilah kami kebaikan di dunia dan di akhirat, dan jagalah kami dari siksa api neraka). Pada setiap putaran tawafnya berdo’a de-ngan doa-do’a yang diinginkan, setelah itu shalat dua rakaat di belakang maqam Nabi Ibrahim jika memungkinkan, dengan membaca surat al-Kafirun dan al-Ikhlas. Kemudian minum air zam-zam sebanyak-banyaknya , lalu kembali ke hajar aswad dan menyentuhnya jika memungkinkan, lalu berdo’a di Multazam (antara hajar aswad dan pintu Ka’bah). Kemudian melangkah menuju bukit Shafa, dan menaikinya seraya membaca:

(Abda-u bimaa bada-allahu bihi) dan membaca firman Allah Ta’ala (yaitu QS. Al-Baqarah: 158)

Kemudian bertakbir dan bertahlil, sambil menghadap ke qiblat dan mengangkat kedua tangannya dan berdo’a. lalu ia turun dan berjalan hingga sampai pada pilar hijau, lalu berlari kecil hingga ke pilar hijau yang satunya, lalu berjalan kembali hingga sampai di bukit Marwah dan melakukan seperti apa yang dilakukan di atas bukit Shafa, setelah itu turun kembali dan melakukan sebagaimana yang ia lakukan di putaran pertama hingga sempurna tujuh putaran. Dari Shafa ke Marwa satu putaran dan dari Marwa ke Shafa satu putaran, begitu seterusnya. Kemudian ia memendekkan rambutnya atau mencukurnya, yang kedua lebih afdhol, kecuali waktu umrah untuk haji tamattu’; karena ia akan melakukan haji setelah itu. Adapun yang melaksanakan haji qiran atau ifrad mereka tidak bercukur setelah tawaf qudum hingga ia selesai me-lontar jumroh Aqabah pada hari raya idul Adha. Wanita dalam hal ini samadengan laki-laki, hanya saja tidak disyari’atkan untuk raml (berlari kecil) waktu tawaf atau sa’i.

Tata cara pelaksanaan ibadah haji:

Pada hari tarwiyah (tanggal delapan Dzulhij-jah) berihram kalau belum, dari tempat tinggalnya di kota Makkah, kemudian menuju ke Mina untuk mabit (bermalam) di sana pada malam kesembilan. Apabila matahari terbit, pada waktu Dhuha tanggal Sembilan, berangkat menuju Arafah.

Begitu tergelincir matahari, shalat Zuhur dan Ashar dengan jama’ qashar. Arafah seluruhnya adalah tempat wuquf kecuali Lembah ‘Uranah. Ketika wuquf memperbanyak membaca: “La ilaha illallah, wahdahu laa syarika lah, lahul mulku walahul hamdu wahua ‘ala kulli syai-in qadir”.

Serta berusaha memperbanyak doa, taubat dan pengaduan ke hadirat Allah. Apabila matahari telah tenggelam, keluar menuju Muzdalifah dengan tenang dan tidak terburu-buru sambil bertalbiyah dan berdzikir kepada Allah. Sesampainya di Muzdalifah, melakukan shalat maghrib dan isya dengan jama’ qashar, lalu bermalam di sana. Kemudian shalat subuh di awal waktu, lalu mengisi waktu dengan berdo’a hingga hari mulai agak terang. Menjelang terbit matahari keluar, dan ketika berada di sekitar lembah Muhassir hendaklah berjalan lebih cepat jika memungkinkan, hingga sampai di Mina dan melontar jumroh Aqabah dengan menggunakan tujuh biji batu sebesar batu ketapil (besarnya antara kacang tanah dan buah pala) sambil bertakbir pada setiap lontaran dan mengangkat tangannya ketika melontar. Disyaratkan agar batu tersebut masuk ke lobang sekalipun tidak mengenai tiangnya.

Dengan melontar maka berakhirlah talbiyah. Kemudian menyembelih hadyinya, dan mencukur rambut sampai bersih atau memendekkannya, yang pertama lebih afdhal. Dengan melontar halal baginya semua larangan kecuali berhubungan suami istri. Inilah yang dinamakan dengan tahallul

pertama. Lalu ia pergi menuju Mekkah untuk tawaf Ifadhah, yaitu tawaf wajib untuk kesempurnaan ibadah haji, kemudian sa’i antara Shafa dan Marwa jika ia melakukan haji tamattu’ atau jika ia belum melakukan sa’i ketika tawaf qudum.

Apabila hal tersebut telah selesai maka halal baginya semua larangan termasuk hubungan suami istri, dan ini yang disebut dengan tahallul kedua. Kemudian kembali ke Mina dan wajib bermalam di sana beberapa malam. Melontar ketiga jumroh setelah tergelincir matahari pada setiap harinya, dengan menggunakan tujuh buah batu pada setiap jumroh, dimulai dari Jumroh Ula dengan tujuh buah batu, kemudian maju sedikit dan berdiri untuk berdo’a, lalu melontar Jumroh Wustha seperti itu juga dan berdo’a setelahnya, kemudian melontar jumrah Aqabah dan tidak ada do’a setelahnya.

Pada hari yang kedua kembali melontar se-perti hari pertama. Apabila ingin bergegas, ia harus keluar dari Mina sebelum matahari tenggelam. Apabila matahari tanggal dua belas telah tenggelam sementara ia masih berada di Mina maka ia wajib kembali bermalam di sana dan melontar untuk keesokan harinya, kecuali orang yang terjebak kemacetan sementara ia telah berniat untuk keluar maka tidak mengapa baginya keluar walaupun matahari telah tenggelam. Orang yang melakukan haji qiran sama dengan orang yang melakukan haji ifrad, hanya saja ia wajib menyembelih hadyi seperti orang yang melakukan haji tamattu’. Ababila ingin kembali kepada keluarga-nya, ia tidak keluar kecuali setelah tawaf wada’ terlebih dahulu; agar terakhir keberadaannya dalam melaksanakan ibadah haji ada di Ka’bah, kecuali wanita yang sedang haid atau nifas, mere-ka tidak berkewajiban tawaf wada’. Jika setelah itu ia masih berada di sana untuk berdagang maka ia harus mengulangi kembali tawaf wada’nya. Sedangkan orang yang keluar sebelum melakukan tawaf wada’, jika tempatnya dekat dari Mekkah ia harus kembali untuk melakukannya, dan jika jauh maka ia wajib menyembelih dam (denda).

(Tafsir sepersepuluh dari al-Qur’an al Karim)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar