26 April 2011

Nilai Eksistensi Sebuah Do’a

Negeri Arab khususnya dan dunia pada umumnya sebelum diutusnya Muhammad saw dipenuhi dengan kesesatan, penyimpangan, dan kebodohan, terlihat dari semaraknya penyembah batu-batuan dan pohon-pohon, pengingkaran terhadap hari kebangkitan, mempercayai perdukunan, tukang sihir, dan paranormal hingga penyimpangan yang sifatnya kemanusiaan, sosial, dan politik.

Alloh swt menghendaki rahmat atas hamba-hambaNya, menolongnya dari kesesatan menuju hidayah, maka Alloh swt mengutus seorang Rasul kepada mereka dari kalangannya sendiri yang mereka telah mengenal akhlaqnya, kejujurannya, serta amanahnya.

Awal mula yang diserukan oleh Rasulullah saw adalah seperti halnya Rasul-Rasul lainnya, menyeru untuk memurnikan ibadah kepada Alloh swt dan meninggalkan peribadahan selainNya.

Alloh swt berfirman,

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ فَمِنْهُمْ مَنْ هَدَى اللَّهُ وَمِنْهُمْ مَنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ الضَّلالَةُ فَسِيرُوا فِي الأرْضِ فَانْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ (٣٦)


“Dan sesungguhnya kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat untuk menyerukan: Sembahlah Alloh saja dan jauhilah thoghut. ...” {Qs. An Nahl (16) : 36}. Lihat pula Qs. Al Jumu’ah (62) : 2 ; Qs. Al Anbiyaa (21) : 25.

Inilah pembuka dakwah para Rasul, ka-renanya ia adalah pondasi yang dibangun di atasnya bangunan-bangunan lain, jika pondasinya rusak maka tak ada guna cabang-cabang lainnya, tidak ada manfaatnya sholat, puasa, haji, dan shodaqoh, serta seluruh ibadah-ibadah lainnya. Apabila pondasi telah cacat dan tauhid sudah berantakan tidak ada faidahnya amalan-amalan lainnya.

Alloh swt berfirman, (artinya) :

“..Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Robbnya maka hendaklah ia mengerjakan amal sholih dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadah kepada Tuhannya.” {Qs.Al Kahfi (18) : 110}. Lihat pula Qs. Al An’am (6) : 88 ; Qs. Az Zumar (39) : 65}.

Sungguh seluruh penduduk bumi amat sangat membutuhkan akan risalah yang dibawa oleh Rosululloh saw daripada kebutuhan mereka terhadap air hujan, sinar matahari, serta seabreg kebutuhan-kebutuhan lainnya, karena tidak ada kehidupan hati, kenikmatannya, kelezatannya, dan kebahagiaannya bahkan tak ada ketenangan hati dan tuma’ninahnya kecuali dengan mengenal Rabbnya, yang diibadahinya, dan Penciptanya dengan nama-namaNya, sifat-sifatNya, dan perbuatan-perbuatanNya, sehingga menjadikanNya lebih dicintai daripada selainNya, menjadikan segala usaha-usahanya dalam hal-hal yang akan mendekatkan diri padaNya dan keridhoanNya.

Doa adalah salah satu dari bentuk ibadah di samping ibadah badaniyah - seperti sholat, maaliyah - seperti zakat, atau ibadah maaliyah badaniyah - seperti haji, sebab ibadah adalah satu kata yang memiliki cakupan luas setiap apa yang dicintai dan diridhoi oleh Alloh  dari perkataan dan perbuatan lahir maupun batin. Sepele memang nampaknya masalah doa ini, tetapi ironisnya banyak di antara kaum muslimin - kalau tidak keseluruhannya- berbeda-beda dalam hal menyikapinya, mengaplikasikannya, dan tata cara pelaksanaannya, wallohul musta’an.

Tidak dipungkiri kalau di sana masih ba-nyak yang menganggap bahwa doa itu bukan termasuk ibadah, dengan kenyataan tak sedikit yang memohon di hadapan kuburan orang yang dianggap sholih, memohon di hadapan batu besar yang dikira memiliki keanehan, manggut-manggut di hadapan pohon besar yang tak dapat melihat dan mende-ngar. Tidak mustahil kalau di sana masih ada yang merasa tidak butuh kepada doa karena kesombongannya dan tak ada keimanannya. Satu perkara yang tidak dapat dipungkiri pula bahwa sebagian kaum bersikap ghuluw (berlebih-lebihan) dalam hal doa dan cara berdoa. Wa ilallohil musytaka.

Para pembaca -semoga dirahmati Alloh swt-, ketahuilah bahwa mayoritas orang-orang yang terjerumus ke dalam kemusyrikan, pangkal kesyirikannya ialah berdoa kepada selain Alloh swt. Oleh karena itu, Rasulullah saw bersabda,

“Doa itu adalah ibadah.” (HR Ahmad 4/267, Tirmidzi 5/426, Al Hakim dalam Mustadrak 1/491 dan menshohihkannya, dan di-sepakati oleh Al Imam Adz Dzahabi, dari sahabat Nu’man bin Basyir d).

Dalam hadits lain Rasulullah saw bersabda,

“Barangsiapa yang mati sedang ia berdoa kepada tandingan-tandi-ngan selain Alloh, maka akan masuk neraka.” (HR Al Bukhori no 4497 dari sahabat Abdullah ibnu Mas’ud).

Hadits ini menerangkan bahwa doa adalah bagian dari ibadah-ibadah yang paling agung, termasuk ke dalam hak-hak Alloh swt yang paling mulia, dimana jika seorang hamba memalingkannya kepada selain Alloh swt dengan demikian ia berarti telah musyrik, telah menjadikan bagi Alloh swt tandingan-tandinganNya dalam hal uluhiyahNya.

Namun apabila seseorang meminta doa kepada orang lain yang sholih, kemudian masih hidup, dan dalam perkara-perkara yang dimampuinya, maka tidaklah termasuk kemusyrikan, hal ini dibagi menjadi beberapa bagian di antaranya:

Pertama: meminta doa kepada seorang yang sholih untuk kemaslahatan umum kaum muslimin, seperti ini dibolehkan, dengan dalil hadits Anas tentang seorang laki-laki yang meminta doa dari Rasulullah saw agar diturunkan hujan.

Kedua: meminta doa kepada orang lain untuk kemaslahatan dirinya, sebagian ulama membolehkan hal ini dan yang lainnya menyatakan tidak semestinya, karena dikhawa-tirkan termasuk dalam bab meminta-minta kepada orang lain dan dikhawatirkan pula yang meminta doa akan bersandar kepada doa orang lain sedang dia lupa mendoakan dirinya sendiri. (Untuk lebih jelasnya silahkan lihat Majmu’ul Fatawa jilid ke-1).

Alloh swt dengan jelas menyatakan bahwa doa itu adalah ibadah. Alloh swt berfirman, (artinya) :

“Dan Tuhanmu berfirman: Berdoa-lah kepadaKu niscaya akan kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang me-nyombongkan diri dari beribadah kepadaKu akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.” {Qs. Al Mu’min (40) : 60}.

Adapun sisi pendalilan dari ayat ini yang menunjukkan bahwa doa itu adalah ibadah sebagai berikut:

Pertama: dalam ayat ini Alloh swt telah memerintah dengan firmanNya, “Berdoalah kepadaKu.” Sedangkan Alloh swt tidak akan memerintah kecuali yang wajib atau mustahab.

Kedua: Alloh swt menyebutnya sebagai ibadah, dengan firmanNya, “Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari beribadah kepadaKu.”

Ketiga: Alloh swt membalas hamba-hambaNya yang berdoa dengan pengkabulan atas doa-doanya, dengan firmanNya, “Berdoalah kepadaKu niscaya akan Kuperkenankan bagimu.

Berkata Ibnul Araby Al Maliki , “Segi penamaan doa dengan ibadah sangatlah jelas, karena terkandung di dalamnya pengakuan dari seorang hamba akan ketidakberdayaan dan ketidakmampuannya, sedangkan segala kekuasaan dan kekuatan hanyalah milik Alloh, yang demikian itulah ketundukan dan kepatuhan yang sempurna.”

Para pembaca -semoga dirahmati Alloh swt-, di dalam banyak ayat Alloh swt mencgah dari berdoa kepada selainNya. Alloh swt berfirman, (artinya) :

“Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfaat dan tidak pula memberi mudharat kepada-mu selain Alloh, sebab jika kamu berbuat yang demikian itu maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zholim.”
{Qs. Yunus (10) : 106}. Lihat pula Qs. Asy Syu’araa (26) : 213.

Pada ayat lain Alloh swt menjelekkan perbuatan orang-orang musyrikin berdoa kepada selain Alloh . Alloh  berfirman, (artinya):

“Yang demikian itu adalah karena kamu kafir apabila Alloh saja disembah. Dan kamu percaya apabila Alloh dipersekutukan. Maka putusan sekarang ini adalah pada Alloh Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar. Dialah yang memperlihatkan kepadamu tanda-tanda kekuasaanNya dan menurunkan untukmu rizki dari langit. Dan tiadalah mendapat pelajaran kecuali orang-orang yang kembali kepada Alloh. Maka sembahlah Alloh dengan memurnikan ibadah kepadaNya meskipun orang-orang kafir tidak menyukainya.” {Qs. Al Mu’min (40) : 12-14}.

Memurnikan ibadah kepadaNya adalah memurnikan doa kepadaNya. Alloh swt menghukumi dengan kesesatan dan kerugian atas orang-orang yang berdoa kepada selainNya. Lihat Qs. Al Ahqaaf (46) : 5-6 ;Qs. Faathir (35): 13-14.

Seluruh nash-nash ini dan yang semisalnya di dalam Al Quranul Karim maupun sunnah yang suci sebagai penjelasan bagi orang-orang yang Alloh swt bukakan penglihatannya dan terangkan hatinya serta lapangkan dadanya tentang betapa pentingnya doa dan begitu tinggi kedudukannya dalam aqidah al Islamiyah.

Dengan tingginya kedudukan doa dalam aqidah al Islamiyah, maka Alloh swt mengancam orang-orang yang tidak tunduk padaNya dengan doa. Alloh swt berfirman, (artinya) :

“... Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari beribadah kepadaKu akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.” {Qs. Al Mu’min (40) : 60}.

Jadi sikap sombong dari berdoa kepada Alloh swt dan menyelewengkan doa kepada selain Alloh swt adalah bentuk kemaksiatan yang besar terhadapNya dan sebagai bentuk pembangkangan serta pendustaan terhadap nabi-nabi-Nya dan Rasul-RasulNya dimana telah sepakat risalah dan dakwah mereka menyeru kepada wajibnya mengesakan Alloh swt dalam hal ibadah dan yang paling besarnya di antara ibadah itu adalah doa.

Sebagaimana halnya ibadah-ibadah lain memiliki cara dan etika, maka berdoapun demikian tak lepas dari itu, sebab kita mesti pahami bahwa agama itu adalah kita tidak beribadah kecuali hanya kepada Alloh swt dan kita tidak beribadah kepada Alloh swt kecuali dengan apa yang telah disyariatkan olehNya dan oleh RasulNya saw, sebagai contoh misalnya suatu ketika Rasulullah saw berwudlu, kemudian setelah selesai darinya beliau mengatakan,

“Ini adalah wudluku dan wudlu para nabi sebelumku, barangsiapa menambahi atau bahkan mengurangi maka ia telah berbuat jahat dan zholim.”


Contoh lainnya saat Rasulullah saw mengatakan,

“Sholatlah kalian seperti kalian telah melihat aku sholat.”

Demikian pula dengan pernyataan beliau,

“Barangsiapa yang melakukan suatu amalan yang tidak ada contohnya dari kami maka akan tertolak.”

Dan begitu banyak contoh-contoh lainnya dalam hal ini. Maka Alloh swt jelaskan etika berdoa itu dalam firmanNya,

“Berdoalah kepada Tuhanmu dengan rendah diri dan suara yang lembut, sesungguhnya Alloh tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” {Qs. Al A’raaf (7) : 55}.

Sudah semestinya memang kita selaku hambaNya yang fakir untuk meminta kepada Dzat Yang Maha Kaya lagi Maha Pemurah, segala urusan hanyalah milik Alloh swt dan akan dikembalikan kepadaNya. Alloh swt berfirman, (artinya) :

“KepunyaanNyalah kerajaan langit-langit dan bumi. Dan kepada Alloh-lah dikembalikan segala urusan.” {Qs. Al Hadiid (57) : 5}.

Wallohu a’lam bishshowab wal ilmu indalloh.

Penulis : Ustadz Abu Hamzah Yusuf
(dengan beberapa ringkasan -red)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar