18 April 2011

Ibadah Haji Yang Mabrur

Ibadah haji telah disyari’atkan oleh Allah sebagai salah satu dari rukun islam yang wajib dilaksanakan sekali seumur hidup bagi setiap Muslim yang mampu baik secara fisik maupun financial.

Allah swt berfirman;

فِيهِ آيَاتٌ بَيِّنَاتٌ مَقَامُ إِبْرَاهِيمَ وَمَنْ دَخَلَهُ كَانَ آمِنًا وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلا وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ (٩٧)


... mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, Yaitu (bagi) orang yang sanggup Mengadakan perjalanan ke Baitullah ...” {QS. Ali Imran (3) : 97}.

Rasulullah saw pun bersabda tentang wajib haji:

“Islam itu ditegakkan atas lima dasar: Pertama, bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang hak (patut disembah) melainkan Allah, dan bahwasanya Nabi Muhammad saw itu pesuruh Allah. Kedua, Mengerjakan shalat lima waktu. Ketiga, membayar zakat. Keempat, mengerjakan haji. Kelima, berpuasa dalam bulan Ramadhan.” (Sepakat ahli Hadits).


Rihlah Mubarakah

Perjalanan menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci sering disebut di dalam literature sebagai ‘Rihlah Mubarakah’ (perjalanan yang penuh berkah). Karena ibadah haji itu sendiri berpusat di al-Makkah al-Mukarramah, maka perjalanan kesana sering juga disebut seba-gai ‘Rihlah Makkiyah’, perjalanan (ke) Mekah. Dan, kalau perjalanan itu juga mencakup Medinah, Jeddah dan tempat-tempat bersejarah lainnya di kawasan ini, maka perjalanan menunaikan rukun Islam kelima ini disebut ‘Rihlah Hijaziyyah’, perjalanan (di) Tanah Hijaz.

Perjalanan ke Mekah, khususnya untuk menunaikan ibadah haji, lebih daripada sekedar ‘perjalanan fisik’, tetapi juga perjalanan spiritual. Selain itu, perjalanan ibadah haji merupakan salah satu bentuk syiar Islam, sebagai penyempurna keislaman seseorang. Dimana pada musim haji wada –haji terakhir yang dilakukan Nabi saw- Allah telah turunkan ayat yang menandaskan kesempurnaan ajaran islam sebagaimana firman-Nya:

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ إِلا مَا ذَكَّيْتُمْ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ وَأَنْ تَسْتَقْسِمُوا بِالأزْلامِ ذَلِكُمْ فِسْقٌ الْيَوْمَ يَئِسَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ دِينِكُمْ فَلا تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِ الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإسْلامَ دِينًا فَمَنِ اضْطُرَّ فِي مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لإثْمٍ فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (٣)

“…Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridai Islam itu jadi agama bagimu.…” {QS. Al-Maidah (5) : 3}.

Allah tidak hanya mewajibkan ibadah yang agung ini, tetapi juga menyediakan pahala dan jazaa yang besar sehingga memacu semangat para hamba-hambaNya untuk menjemputnya.

Di antara apa yang dijanjikan Allah swt kepada para ibad-Nya bahwa haji merupakan instrument penghapus dosa dan kesalahan yang efektif, haji merupakan bentuk amal kebajikan yang paling mulia, haji merupakan bentuk jihad, haji adalah salah satu bentuk asbab al-ghina (pendatang rezki dan menjadi kaya), haji merupakan bentuk ibadah yang menempatkan pelakunya dalam lindungan Allah dan haji dijanjikan dikabulkannya doa oleh Allah swt.

Penyuci Diri

Selain itu, haji juga memiliki tujuan-tujuan lain seperti: tazkiya al-nufus (penyucian diri), penyucian hati dan pendekat para hamba kepada Rabnya Jalla wa ‘Ala. Di dalam haji terkandung segala makna ibadah-ibadah yang dilakukan oleh hamba dalam kehidupan ini. Karena pada haji manusia dididik untuk bertakwa kepada Allah swt, membesarkan masyaair (syiar-syiar Allah) dan harumaatuhu (apa-apa yang terhormat di sisi Allah --bulan-bulan haram, tanah haram dan ihram--).

Pada musim haji, seorang hamba digembleng agar memahami makna ubudiyyah, sikap berserah diri kepada Allah dan kepatuhan kepada hukum Allah dan sunnah Rasul-Nya. Pada ibadah haji umat Muhammad diajarkan kesetaraan satu dengan yang lain. Tidak ada perbedaan antara pejabat dan rakyat jelata, semuanya sama dihadapan Allah swt. Di sini manusia akan menyaksikan sebuah perhelatan akbar umat yang dipertemukan karena Allah dan hal demikian seharusnya dapat menjadi faktor dan ajak menyatu umat di seluruh dunia.

Pada saat haji hendaknya umat menyadari bahwa persaudaraan yang terjalin di antara mereka yang lain adalah ikatan iman dan islam.

Para jamaah dapat menyadari betapa besar nilai persatuan yang terjalin, diantara mereka saat haji. Bukankah mereka bertemu dan berkumpul di tempat yang satu, disaat yang bersamaan, pakaian yang sama, berdoa kepada Allah Yang maha Esa. Bukankah memiliki cita-cita yang sama yakni untuk mencapai ridha Allah swt.

Dalam konteks jamaah haji Indonesia mereka merupakan jamaah yang sangat dikenal oleh masyarakat Muslim dunia sebagai jamaah yang baik, sopan, santun dan toleran. Banyak ungkapan kekaguman yang keluar dari jamaah-jamaah haji negara-negara lain akan jamaah Indonesia. Untuk itu para jamaah haji kita hendaknya menyadari bahwa mereka adalah duta-duta negara dan bangsa yang harus memberikan kesan yang baik kepada bangsa-bangsa lain. Sikap dan karakte-ristik yang baik ini hendaknya dipertahankan bahkan dikembangkan sehingga dapat ditiru orang bagi bangsa lain dalam keteraturan.

Dan lebih dari itu nilai-nilai positif dari haji berupa diri yang suci, hati yang bersih, kondisi dekat kepada Allah swt, sikap lebih mengenal makna ubudiyyah, sikap berserah diri kepada Allah, dan kepatuhan kepada hukum Allah dan sunnah Rasul-Nya dapat menjadi nilai-nilai susbtansial dan vital bagi Negara dan bangsa Indonesia. Bukankah nilai-nilai seperti ini yang bisa menjadi energi baru bagi kemajuan dan kebangkitan negara dan bangsa Indonesia dalam segala aspek kehidupannya.

Haji dan Kurban

Pelaksanaan ibadah haji, dan juga ibadah kurban, banyak bersumber dari ajaran nabi Ibrahim khalilullah (millah Ibrahim). Jadi ibadah haji sangat terkait dengan nabi Ibrahim as, tidak hanya karena ka’bah yang disebut “Bayt Allah” (rumah Allah) –disini jamaah haji melakukan tawaf- didirikan oleh Nabi Ibrahim, tetapi juga karena banyak ritual ibadah haji merupakan pengalaman yang pernah dilakukan nabi Ibrahim bersama keluarganya. Sebagai contoh, ritual sa’i, berjalan cepat sebanyak tujuh kali antara Shafa dan Marwah merupakan napak tilas perjalanan istri nabi Ibrahim, Hajar, yang bolak-balik diantara ke-dua tempat ini untuk mencari air bagi bayi-nya, ismail, yang kehausan -air ini kemudian yang disebut dengan air zam-zam-. Sementara ibadah kurban juga terkait dengan perintah allah swt kepada nabi Ibrahim untuk mengorbankan putra terkasihnya ismail. Riwayat dan dialog antara ayah dan anak seputar perintah mengorbankan sang anak ini terekam dalam firman Nya:

Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang Termasuk orang-orang yang saleh. Maka Kami beri Dia khabar gembira dengan seorang anak yang Amat sabar”. {QS. Ash-Shaffat (37) : 100-101}.

Ibadah haji –termasuk juga ibadah kurban, tidak ragu lagi, merupakan ibadah yang berat. Setidaknya dari sudut pandang ekonomi, kedua ibadah melibatkan pengeluaran dana yang cukup besar. Dan, karena itulah, kewajiban menjalankan kedua ibadah ini hanya berlaku bagi mereka yang betul-betul mampu secara ekonomis–financial. Kemampuan ekonomi pun belum menjamin bahwa seorang muslim atau muslimat akan melaksanakan salah satu atau sekaligus kedua ibadah ini.

Haji yang mabrur

Kemudian, menjadi haji yang mabrur tentunya merupakan dambaan bagi setiap jamaah haji. Sebab haji mabrur adalah haji yang tidak ada ganjaran baginya kecuali surga yang mulia di sisi Allah swt. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim, Nabi Muhammad saw bersabda: “dan haji Mabrur itu tidak ada balasannya kecuali syurga.”

Haji mabrur akan dapat terlihat dari sikap dan perilaku para jamaah saat kembali dari tanah suci dalam sikap sehari-hari de-ngan ketulusan beramal, arif bijaksana, taat hukum, peduli sesama, jauh dari maksiat dan dosa, anti korupsi dan sikap sikap positif lainnya.

Kata mabrur dalam Hadits nabi saw ini memiliki keterkaitan dengan kata yang berarti “yang dibaiki, kebajikan” atau “perbuatan baik” yang dikerjakan atas dasar takwa kepada Allah swt. Kata al-birr sering kali digunakan di dalam banyak ayat al-Qur’an. Salah satu ayat yang sangat relavan dengan masalah kehidupan umat adalah dalam QS. Ali imran (3) : 92;

“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya.”

Dengan demikian jelas bahwa ibadah haji yang mabrur semestinyalah tercermin pula dalam meningkatnya perbuatan al-birr, yang dalam hal ini berarti memberikan dan meningkatkan derma, infaq dan sedekah, atau mengorbankan sebagian dari harta yang kita miliki kepada mereka yang membutuhkan. Haji yang mabrur dengan demikian, adalah haji yang mampu menebarkan kebaikan, tidak hanya bagi dirinya sendiri, tetapi lebih dari itu juga tentunya pada masyarakat yang ada di sekitarnya. Wallahu a’lam bi al-shawab.
_______________________________________

Referensi :
Bulletin Tarbiyah, edisi 060/thn II.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar