25 April 2011

Pentingnya Masalah Sholat, Sholat Adalah Barometer, Mengapa?

Sholat diwajibkan Alloh swt langsung kepada Muhammad saw tanpa perantara. Yakni dalam peristiwa mi’roj yang agung. Dan karena itu pulalah di antaranya sehingga sholat memiliki kedudukan khusus dalam syari’at Islam. Dan bahwa, tak suatu udzur apapun yang bisa memberi alasan seseorang untuk meninggalkannya, baik karena sakit, perjalanan, apalagi kesibukan atau malas. Rosululloh saw bersabda:

“….dan dijadikan bagiku (tanah) sebagai masjid dan alat bersuci. Dan siapa diantara umatku yang mendapati (waktu sholat) maka hendaklah ia sholat.” (al-Bukhori, 1/113).


Sholat mengingatkan Alloh swt


Seorang yang sholat berada dalam situasi sangat dekat dengan Alloh swt. Tidak ada perantara antara dirinya dengan Alloh swt ketika itu. Maka, ia merasa adanya penjagaan dan pengawasan Alloh swt, sehingga seluruh anggota tubuhnya merasa tenang, teguh dan yakin. Jarak antara satu sholat dengan lainnya membuat seorang muslim merasa bahwa dirinya baru saja berada di hadapan Alloh swt. Sebentar kemudian, akan datang waktu sholat lain, sehingga ia kembali menghadap kepada Alloh swt. Sungguh tidak layak orang yang keadaan demikian lalu melupakan dari mengingat Alloh swt. Artinya, seorang muslim akan senantiasa berada dalam pengaruh sholat, sehingga imannya bertambah dan semakin kuat, keinginannya semakin teguh dan jiwanya bisa mengalahkan berbagai tipu daya dunia. Mereka adalah orang-orang yang seba-gaimana disebutkan dalam al-Qur’an:

رِجَالٌ لا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ يَخَافُونَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ وَالأبْصَارُ (٣٧)


“Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Alloh, dan (dari) mendirikan sholat, dan (dari) membayar zakat. Mereka takut pada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang.” {Qs. An-Nur (24): 37}.

Diantara keistimewaan sholat adalah ia merupakan kewajiban yang bersifat terus menerus, tidak kenal keadaan atau maslahat tertentu. Berbeda dengan puasa, ia tidak wajib kecuali bagi yang mampu berpuasa. Dan haji tidak dibebankan kecuali atas orang berkemampuan melaksanakannya. Demikian pula zakat, ia tidak wajib kecuali atas orang yang memiliki nishab. Adapun sholat, ia tidak gugur karena alasan kemampuan, tetapi rukunnya diperingan bagi mereka yang kesulitan (misalnya karena sakit), sehingga makna agung sholat masih tetap ada.


Menghimpun Rukun-Rukun Islam


Hampir saja sholat menghimpun rukun-rukun Islam. Karena sholat mengandung dua kalimat syahadat pada tasyahhud awal dan akhir. Dan sholat itu sendiri merupakan zakat hari-an. Ya, karena ia mengorbankan waktunya, padahal ketika itu ia amat membutuhkannya untuk mendapatkan harta yang daripadanya ia mengeluarkan zakat. Maka, ketika ia sholat, berarti ia menginfakkan waktunya yang ia merupakan asal dari harta. Jika zakat membersihkan harta, maka demikian pula dengan sholat, ia membersihkan waktu dan manusia itu sendiri dari maksiat dan apa-apa yang dilakukannya antara sholat yang satu dengan lainnya. Nabi saw bersabda:

“Apa pendapatmu tentang sungai yang ada di depan pintu (rumah) salah seorang dari kamu. Ia mandi setiap hari lima kali. Apa pendapatmu, apa-kah masih akan tersisa kotoran daripadanya?” mereka menjawab; “Tidak tersisa sedikitpun dari kotorannya”. Beliau bersabda: “Demikian itu seperti sholat lima waktu, ia menghapus dosa-dosa.” (HR. al-Bukhori, 1/ 134).

Sholat yang mengandung pengakuan rububiyah Alloh, ketundukan kepadaNya, berdiri, ruku’, dan sujud juga merupakan latihan jiwa dan penundukan diri dari ke-sombongan dan egois, untuk selanjutnya menerima dan mengamalkan perintah-perintah ilahiyah. Dari sini pulalah di antara kita bisa memahami sering diiringkannya kata sholat dengan zakat, serta diperintahkannya zakat setelah perintah menegakkan sholat. {Qs. 2:43,83,110,177,277; Qs. 4:77; Qs. 24:56; Qs. 19:31; Qs. 33:33}.


Mencegah Perbuatan keji dan Munkar


Sholat mengobati jiwa manusia dari keinginan- keinginan keji, sehingga ia bersih dari berbagai keburukan dan menjauhkan pelakunya dari setiap kemungkaran.

Ketika seorang muslim berdiri di hadapan Robbnya dengan khusyu’, ruku, dan sujud maka ketika itu terjalin ikatan antara diri-nya dengan Robbnya. Maka jiwanya mencapai ketinggian dan ia merasa betapa mulia kedudukannya, sehingga ia akan menjauhi segala yang membuat kemurkaan Alloh swt. Perasaan merasa diawasi Alloh swt senantiasa hadir dalam dirinya. Sehingga setiap kali jiwanya membisikkan kejahatan, ia akan ingat nikmat-nikmat Alloh swt. Alloh swt-lah yang telah menciptakannya, memuliakannya dengan Islam dan mengistimewakannya dengan kedekatan terhadapNya dengan sholat. Karena itu, nafsunya tidak akan mau melakukan kemaksiatan. Lalu, dalam sholat ia membaca al-Qur’an, merenungkan ayat-ayat dan maknanya. Bila membaca ayat-ayat tentang ancaman dan siksaan Alloh swt, ia segera ingat bahwa Alloh swt Mahakeras siksaanNya, maka jiwanya menjadi takut, dan tak akan tergerak hatinya untuk memilih jalan kesesatan. Dan sikap itulah yang akan menjauhkannya dari setiap perbuatan keji dan munkar. Selanjutnya, ketika melewati ayat-ayat tentang rahmat dan nikmatNya, jiwanya melambung ingin mencapai derajat ketinggian dan kemenangan dengan Surga. Maka, ia akan semakin takut kepada Alloh swt, sehingga ia menjaga diri dari siksaanNya, dan akan berusaha untuk mendapatkan ridho-Nya serta menggapai kemenangan nikmatNya. Dan itu dengan tunduk kepada perintah-perintah-Nya dan menjauhi segala laranganNya. {Lihat Qs. Al-Ankabut (29) : 45}.

Mungkin rahasia banyaknya orang yang sholat, tetapi begitu lemah pengaruhnya dalam perilaku kesehariannya sebab mereka menjalankan sholat tersebut secara lahiriah belaka. Mereka berdiri, ruku’, sujud, berdoa, bertasbih, bertakbir, bertahmid, tetapi tidak menjalankannya dengan kehadiran hati. Demikianlah, orang-orang yang menjalankan sholat berbeda tingkat pahala dan balasan serta keteguhannya menjalankan perintah agama, padahal pekerjaan-pekerjaan sholat yang mereka lakukan tidak berbeda. Hal ini menunjukkan perbedaan tingkat ruhiyah (jiwa) dan substansi sholat. Dan ukuran serta kadar menegakkan sholat secara sesungguhnya adalah kehadiran hati. Dan sesuai kadar kehadiran hati itu pulalah pengaruh sholat dalam perilaku sehari-hari.


Di antara Pengaruh Sholat


Sholat adalah kunci segala kebaikan. Ia memberikan kasih sayang dan kebahagiaan kepada hati. Memberikan kegembiraan dan ketenangan jiwa serta memberikan semangat dan dinamisasi kepada tubuh. Manusia tidak selalu dalam kondisi. Terkadang, ia dalam keadaan jernih dan bahagia, tetapi saat lain ia bisa kusut masai dan gundah.

Dan sholat ada bermacam-macam; sholat saat muqim (tidak berpergian), sholat saat safar, sholat bagi si sakit, sholat khouf (ketika dalam peperangan), sholat jum’at, sholat Ied, sholat jenazah, sholat istisqo’ (minta hujan), sholat tarawih, sholat dhuha dan sebagainya. Maka seakan-akan berbagai macam sholat tersebut sebagai penawar dan obat bagi manusia.

Sholat-sholat itu akan mendiagnosa berbagai penyakit dan kegundahannya yang bermacam-macam dan senantiasa berubah.

Dan sholat fardhu senantiasa berulang-ulang, seakan sebagai benteng yang terus menerus bagi hamba, dimana setiap muslim menghadap dirinya kepada Sang Pencipta. Maka ia akan terus menerus dalam perasaan ada dalam pengawasan Alloh swt. Kekuatan imannya akan menolongnya dari tenggelam dalam kesibukan dunia. Maka, ia tidak akan terpedaya oleh fitnah dunia, juga tak akan di-sibukkan oleh urusan materi. Sebab hatinya selalu terpaut dengan sholat ke sholat, sehingga senantiasa mandapat tambahan motivasi berbuat kebaikan, sekaligus senjata untuk menghancurkan keinginan-keinginan buruk.

Sholat juga memiliki pengaruh yang edukatif. Ia mendidik jiwa untuk taat kepada al-Kholiq, mengajari tentang adab sebagai hamba dan kewajiban rububiyah. Ia menanamkan dalam hati pelakunya tentang kekuasaan dan keagungan Alloh swt, kekerasan siksaNya, rahmat dan ampunanNya. Sebagaimana sholat juga akan memperindah akhlak pelakunya. Maka, orang yang sholatnya betul-betul memberikan pengaruh akan tampak padanya sifat jujur, amanah, qona’ah (menerima (apa adanya) rizki Alloh swt), kasih sayang, rendah hati serta adil. Dan ia akan jauh dari kebalikan sifat-sifat tersebut,
juga sifat-sifat buruk lainnya.


Sholat merupakan Rukun yang Terpenting setelah Syahadat


Alloh swt berfirman (artinya) :

“Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya, kecuali golongan kanan, berada di dalam syurga, mereka tanya menanya, tentang (keadaan) orang-orang yang berdosa, “Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (ne-raka)?” Mereka menjawab: “Kami dahulu tidak Termasuk orang-orang yang mengerjakan sholat, dan Kami tidak (pula) memberi Makan orang miskin, dan adalah Kami membicarakan yang bathil, bersama dengan orang-orang yang membicarakannya, dan adalah Kami mendustakan hari pembalasan, hingga datang kepada Kami kematian”. {Qs. Al-Muddatstsir (74) : 38-47}.

Maka, sholat adalah amalan pertama yang mereka dustakan, sehingga sholat pula sesuatu yang pertama kali mereka sesali karena mening-galkannya. Rosululloh saw bersabda:

“Sesuatu yang pertama kali dihisab pada diri hamba pada hari kiamat adalah sholat, jika sholatnya baik maka baik seluruh amalnya, jika buruk maka buruk pula seluruh amalnya.” (HR. ath-Thabroni dalam al-Ausath).

Setelah penjelasan ini, sungguh tidak pantas bagi setiap muslim yang takut kepada Alloh swt dan mengharapkan pahala dariNya, berani meninggalkan sholat, apapun dan bagaimanapun keadaannya. Sebaliknya, hendaknya ia berusaha keras untuk bisa mendirikan sholat dengan sempurna, sehingga bisa khusyu’ dan khudhu’ (merendahkan diri di hadapan Alloh swt) serta jauh dari godaan dan tipu daya dunia. Dan hendaklah ia tidak melakukan suatu gera-kan (yang sia-sia/tidak berguna) atau ucapan apapun dalam sholat kecuali hati, akal, jiwa, dan jasadnya betul-betul menghadap kepada Alloh swt. Jika demikian, insya Alloh kelak dia termasuk orang-orang yang beruntung karena sholatnya. {Qs. Al-Mukminuun (23) : 1-2}.


Referensi :

Bulletin an-Nur, Th.IV/E.114/Jum’at II/ R.Tsani 1419H, yang Disadur dari kitab ash-Shalah, Prof. Dr. Abdullah bin Muhammad ath-Thayyar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar