19 April 2011

JAILANGKUNG

Budaya syetan terus menyerang umat sepanjang zaman. Manusia tak lagi ngeri dengan kesyirikan karena seolah telah menjadi adat kebiasaan. Atau bahkan hal demikian (budaya setan) harus dilestarikan. Naudzubillah!

Berbekal kebodohan yang sangat, kalimat yang mereka ucapkan telah menyihir umat. Sebagian lagi menjajakan kesyirikan demi meraup keuntungan duniawi semata yang sebenarnya kerugian dahsyat dunia akhirat.

Sebut saja sebuah film yang pernah tenar ’’Jailangkung’’, merinding rasanya bulu kuduk orang yang beriman yang faham makna kesyirikan.

Awalnya jailangkung merupakan sebuah ritual para dukun untuk memanggil mahluk halus (jin) agar membantunya dalam berbagai persoalan. Entah karena terlalu banyak dukun di tanah air kita atau faktor lain, ternyata ritual dukun tersebut telah merambah keberbagai lapisan masyarakat. Akibatnya, muncul dukun-dukun muda dari berbagai sekolah. Tak ketinggalan anak-anak jalananpun ikut-ikutan.

Jailangkung memiliki akar sejarah yang kental dengan penyembahan kepada roh-roh halus (animisme). Tradisi semisal jailangkung dapat dijumpai di berbagai daerah, meskipun memiliki sebutan yang bermacam-macam. Istilah jailangkung lebih populer di Jawa Barat. Di daerah Ponorogo, jailangkung lebih dikenal dengan sebutan ‘Reog Ponorogo’ dan lakonnya disebut ’Warok’. Sedangkan didaerah Kediri dan Jatim lebih dikenal dengan ‘Jaranan/ Kuda Lumping’. Di daerah Cirebon mereka sebut dengan ‘Sintren’. Mereka meyakini bahwa roh yang masuk kedalam jasad perempuan (sintren) adalah dewi dari kayangan. Serta beragam istilah lain di nusantara kita.

Ritual mendatangkan makhluk halus (sye-tan) ini memiliki beragam cara. Semua tata cara tersebut tidak lepas dari satu kaidah pokok yaitu dilaksanakannya kesyirikan. Terkadang berupa meminta tolong kepada selain Allah, terkadang berupa penyembelihan binatang sebagai korban kepada jin, sesajen dan berbagai macam kesyirikan lainnya. Perlengkapan yang digunakanpun berlainan. Khusus untuk jailangkung ada yang menggunakan gayung dari batok kelapa yang dibungkus kain mori sambil meneteskan darah dari jari salah seorang untuk dipersembahkan kepada jailangkung, ada yang menggunakan kayu yang disilangkan menyerupai salib, atasnya sebagai kepala dan yang menyilang sebagai kedua ta-ngan. Sebagian lagi menggunakan korek api.

Sebut saja AJ, ia menjelaskan bahwa ri-tual jailangkung bisa dilakukan dengan empat buah korek api dengan di pegang oleh ibu jari dan telunjuk dari dua orang, kemudian ujung korek api dilekatkan sambil mulut komat-kamit mengucapkan mantra disertai kesyirikan.Ketika telah mendapati batang korek telah bergerak tanpa kehendak pemegang yang menunjukkan syetan telah hadir, kemudian seseorang bertanya, ’’bagaimana hubungan sifulan dengan sifulanah?’’ apabila batang korek tersebut saling mendekat berarti mereka saling mencintai apabila saling menjauh ber-arti hubungan percintaan mereka akan ber-akhir.

Fenomena seperti ini sangat populer di kalangan remaja sekolah. Mereka mengaku asyik saat melakukan kesyirikan tersebut. Kurikulum di sekolah yang jauh dari tuntunan Islam. Mereka tak sadar telah melakukan perbuatan syirik (dosa terbesar yang bisa mengekalkan di neraka) sangat ironi melihat fenomena tersebut, betapa sedihnya orangtua jika me-ngetahui anaknya telah terjerumus dalam kesesatan aqidah yang fatal.

Perbuatan memanggil-manggil jailangkung itu sungguh suatu perbuatan yang sangat berbahaya
dan bertentangan dengan Al Qur` an.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar