26 April 2011

Bertawassul Kepada Nabi-Nabi dan Orang-Orang Sholeh

Sesungguhnya akibat jauhnya sebagian besar umat Islam dari Robbnya, serta akibat kebodohan mereka akan agamanya pada zaman sekarang ini, menjadikan perbuatan-perbuatan syirik, bid’ah dan khurofat semakin merajalela. Dan di antara perbuatan-perbuatan syirik yang banyak tersebar adalah penghormatan sebagian umat Islam kepada orang yang mereka anggap sebagai wali dan orang-orang sholeh, yaitu dengan berdo’a kepada mereka, bukan kepada Alloh , serta meyakini bahwa mereka dapat mendatangkan manfaat dan mudhorot. Sehingga mereka memuliakan dan Thowaf (berkeliling) di sekeliling kuburan mereka. Dan menganggap bahwa dengan begitu mereka telah ber-tawassul (mengambil perantara) kepada Alloh melalui mereka untuk memenuhi kebutuhan dan mendapatkan jalan keluar dari suatu masalah. Sendainya orang-orang bodoh itu kembali kepada al-Qur-an dan as-Sunnah dan memahami apa yang dijelaskan oleh keduanya tentang berdoa dan bertawassul, maka sungguh mereka akan mengetahui hakekat Tawassul yang syar’i (dibolehkan Islam).

Sesungguhnya hakekat Tawassul yang syar’i adalah dengan melakukan ketaatan kepada Alloh dan RosulNya dan menghindari larangan-laranganNya. Serta dengan jalan taqorrub (mendekatkan diri) kepada Alloh dengan amal-amal sholeh dan berdoa kepadaNya dengan nama-nama (asmaul Husna) dan sifat-sifatNya yang Agung. Inilah bentuk taqorrub kepada Alloh dan jalan menuju rahmat dan keridhoanNya.

Adapun Tawassul kepada Alloh dengan mengunjungi kuburan, thowaf di sekelilingnya dan bernadzar untuk penghuni kubur serta mengharapkan pertolongan mereka dalam memenuhi kebutuhan dan mencari jalan keluar dari suatu problem, bukanlah Tawassul syar’i, melainkan perbuatan syirik dan kufur, naudzu billahi min dzalik.

Adapun Tawassul Umar bin Khottob kepada Abbas yang terkadang dipakai sebagai hujjah (alasan) oleh sebagian orang adalah bahwa Umar hanya bertawassul dengan doa Abbas bukan dengan orangnya. Dan bertawassul dengan doa seseorang tidak sama dengan bertawassul dengan orangnya, tetapi dengan syarat orang tersebut masih hidup, karena bertawassul dengan doa orang yang masih hidup termasuk tawassul yang disyari’atkan selama orang yang dimintai do’a itu orang yang sholeh.

Sesungguhnya orang mati yang kuburannya didatangi dengan tujuan meminta berkah dan pertolongan, setelah meninggalnya, tidak lagi memiliki kemampuan apa-apa terhadap dirinya sendiri dan tidak dapat memberikan manfaat buat dirinya, maka bagaimana bisa ia memberi manfaat kepada orang lain!! Dan tidak mungkin, seorang yang memiliki akal sehat mengakui bahwa orang yang telah me-ninggal, tidak dapat bergerak dan raganyapun sudah mati, dapat memberikan manfaat kepada dirinya setelah meninggal apalagi untuk memberikan manfaat kepada orang lain.

Rosululloh telah menafikkan (menyangkal) kemampuan orang yang telah meninggal untuk melakukan sesuatu, sebagaimana sabdanya:

Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Ayyub dan Qutaibah -yaitu Ibnu Sa’id- dan Ibnu Hujr mereka berkata; telah menceritakan kepada kami Isma’il -yaitu Ibnu Ja’far- dari Al ‘Ala’ dari Ayahnya dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda:

“Apabila salah seorang manusia meninggal dunia, maka terputuslah segala amalannya kecuali tiga perkara; sedekah jariyah, ilmu yang bermanfa’at bagi-nya dan anak shalih yang selalu mendoakannya.” (HR. Muslim - No. Hadits 3084).

Hadits ini menjelaskan bahwa justru orang yang telah meninggal itulah yang membutuhkan orang lain untuk mendoakan dan me-mintakan ampun baginya. Dan bukan orang yang masih hidup itu yang membutuhkan do’a orang mati. Bila hadits itu menegaskan terputusnya amal anak cucu Adam setelah mening-gal, maka bagaimana kita meyakini bahwa orang mati itu, hidup dalam kuburnya, yang memungkinkan dia dapat berhubungan dengan orang lain dan memberikan sesuatu?? Bagaimana kita meyakini itu semua, sementara kita tahu bahwa orang yang tidak memiliki sesuatu tidak mungkin memberi, dan mayat itu tidak mungkin mendengarkan orang yang memohonnya, walaupun ia memohon kepadanya begitu lama. Alloh berfirman:

يُولِجُ اللَّيْلَ فِي النَّهَارِ وَيُولِجُ النَّهَارَ فِي اللَّيْلِ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ كُلٌّ يَجْرِي لأجَلٍ مُسَمًّى ذَلِكُمُ اللَّهُ رَبُّكُمْ لَهُ الْمُلْكُ وَالَّذِينَ تَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ مَا يَمْلِكُونَ مِنْ قِطْمِيرٍ (١٣)إِنْ تَدْعُوهُمْ لا يَسْمَعُوا دُعَاءَكُمْ وَلَوْ سَمِعُوا مَا اسْتَجَابُوا لَكُمْ وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يَكْفُرُونَ بِشِرْكِكُمْ وَلا يُنَبِّئُكَ مِثْلُ خَبِيرٍ (١٤)


“…Dan orang-orang yang kamu seru (sembah) selain Alloh tiada mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari. Jika kamu menyeru mereka, me-reka tiada mendengar seruanmu; dan kalau mereka mendengar, mereka tidak dapat memperkenankan permintaanmu. dan dihari kiamat mereka akan mengingkari kemusyrikanmu …” {Qs. Faathir (35) : 13-14}

Alloh meniadakan adanya kepemilikan dan mendengarkan do’a dari mereka. Dan kita ketahui bahwa orang yang tidak memiliki, tidak dapat memberi, dan orang yang tidak dapat mendengar, tidak dapat mengabulkan atau mengetahui. Ayat ini juga menjelaskan bahwa segala yang diseru selain Alloh apapun bentuknya tidak dapat mewujudkan keinginan orang yang menyerunya sedikitpun. Dan setiap yang disembah selain Alloh maka Ibadah kepadanya adalah batil.

Alloh berfirman:
ْ
“dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfaat dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain Alloh; sebab jika kamu berbuat (yang demikian), itu, maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zalim”. Jika Alloh menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghi-langkannya kecuali Dia. dan jika Alloh menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak kurniaNya. ...” {Qs. Yunus (10) : 106-107}

Ayat ini menjelaskan bahwa segala yang disembah selain Alloh tidak mendatangkan manfaat dan tidak pula mudhorot. Jadi, apa gunanya disembah dan diseru? Dengan demikian maka nampaklah kebohongan orang-orang ahli khurofat yang mengatakan: “Kami telah menziarahi kuburan si fulan” atau “Kami telah memohon kepada Wali Fulan, dan telah memenuhi permintaan kami.” Barangsiapa yang mengatakan hal tersebut berarti ia telah berbuat dusta terhadap Alloh . Seandainya ia berhasil mendapatkan apa yang diinginkannya, sebagaimana pengakuan mereka, maka hal itu terjadi karena salah satu di antara dua sebab:

1. Bila hal tersebut adalah sesuatu yang menurut kebiasaan, sanggup dilakukan oleh makhluk, maka apa yang terjadi itu bersumber dari setan, karena mereka selalu hadir di kuburan. Tidak ada suatu kuburan atau berhala yang disembah selain Alloh kecuali setan hadir di sana untuk mempermainkan akal pikiran manusia. Karena mereka yang bertawassul itu termasuk penyembah berhala, maka setanpun menyesatkan dan menggelincirkan mereka, sebagaimana dulu ia telah menyesatkan para penyembah berhala.

Setan datang dalam bentuk rupa orang yang diseru tersebut, yang berbicara kepada mereka secara terbuka. Sebagaimana setan berbicara kepada dukun-dukun, yang boleh jadi mengandung berita yang benar, tetapi kebanyakan adalah dusta. Boleh jadi setan-setan itu memenuhi kebutuhan mereka dengan menghindarkan mereka dari sesuatu yang tidak disenangi, yang menurut kebiasaan sanggup dilakukan oleh manusia. Sehingga orang-orang sesat itu menyangka bahwa sang wali telah keluar dari kuburnya melakukan itu. Padahal setan itulah sebenarnya yang menyerupakan diri dengan sang wali untuk menyesatkan orang musyrik yang memohon kepadanya. Sebagaimana setan masuk kedalam patung dan berhala lalu berbicara kepada orang yang menyembahnya dan memenuhi sebagian kebutuhannya. Sebagaimana yang disampaikan oleh banyak ulama.

2. Adapun jika hal yang terjadi itu tidak dapat dilakukan kecuali oleh Alloh , se-perti: kehidupan, kesehatan, kekayaan, kefakiran, dan lain sebagainya, yang merupakan kekhususan Alloh . Maka apa yang terjadi itu adalah merupakan taqdir Alloh yang telah tertulis 50.000 tahun sebelum penciptaan langit dan bumi yang baru diwujudkan pada saat sekarang ini. Dan bukan karena berkat do’a kepada penghuni kubur itu sebagaimana pengakuan mereka.

Maka, sebagai orang yang berakal, janganlah hendaknya mempercayai khurofat-khurofat ini, tetapi hendaklah menggantungkan hatinya dan memohon hanya kepada Alloh semata hingga hajatnya terpenuhi. Dan tidak berpaling kepada makhluk, karena makhluk itu lemah, miskin, bodoh dan tidak memiliki kemampuan. Maka bagaimana mungkin seorang manusia minta kebutuhannya dipenuhi pada makhluk seperti dirinya, yang boleh jadi makhluk itu adalah mati yang tidak mende-ngar, tidak melihat dan tidak memiliki apa-apa, bahkan tidak sanggup mengangkat sebiji pasirpun yang menutupi tubuhnya. Ini tidak lain adalah kesesatan, kebodohan dan penyimpangan yang sangat nyata dari kebenaran. Tetapi setan itu memperindah perbuatan mereka. Cukuplah perbuatan ini suatu kehinaan dimana pelakunya lebih butuh kepada makhluk dan berpaling dari Sang Kholik . Demi Alloh, inilah fenomena butanya penglihatan dan matinya cahaya hati.


Karomah palsu

Karena masalah yang semakin samar dan tidak jelas bagi sebagian besar orang, menjadikan mereka tidak tahu hakekat Mu’jizat dan Karomah yang sebenarnya. Mereka tidak dapat membedakan antara hakekat Mu’jizat dan Karomah yang sebenarnya, yang hanya bersumber dari Alloh semata untuk menyempurnakan dan mempertegas risalahNya kepada umat manusia serta sebagai penghormatan kepada sebagian wali-waliNya yang benar-benar sholeh. Mereka sulit membedakannya dengan khurofat-khurofat dan kebatilan kebatilan yang dibuat oleh dajjal-dajjal yang menamakannya Mu’jizat dan Karomah agar mereka dapat mengelabui akal manusia dan memakan harta mereka dengan jalan batil.

Pada umumnya orang-orang awam itu mengira bahwa Mu’jizat dan Karomah itu termasuk hal-hal yang dapat diusahakan dan dibuat oleh manusia. Dimana mereka melakukannya secara refleks dari dirinya dan semata-mata karena kehendaknya. Dengan kebodohan ini mereka yakin bahwa wali-wali dan orang-orang sholeh itu memiliki kemampuan untuk membuat Mu’jizat dan karomah kapan saja mereka kehendaki. Hal itu terjadi tidak lain adalah karena kebodohan manusia tentang Robb dan hakekat dien (agama) yang sebenarnya.

Kita katakan kepada mereka, bahwa gambaran kejadian yang dikatakan para dajjal sebagai mu’jizat atau karomah para wali, adalah sebuah kebohongan, dan bahwa segala kejadian itu adalah hasil permainan setan dan hasil tipu muslihat akal bulus untuk menambah kewibawaan dan penghormatan kepada penghuni kubur, lalu membuat-buat barokah untuk mereka agar dapat dipuja oleh manusia, serta menarik orang-orang awam untuk menziarahi kuburan-kuburan ini, meminta barokah dan memohon kepada penghuninya agar kebutuhannya dipenuhi. Lalu mereka datang membawa nadzar berupa harta dan hadiah. Ini termasuk mata pencaharian dan usaha haram yang dilakukan oleh para pengangguran yang tidak ingin mencari kerja, tetapi sebaliknya ingin mengelabui mereka dan memakan harta manusia dengan jalan batil.

Dan tidak mungkin seorang berakal dengan fitrohnya yang suci, percaya dan membenarkan bahwa orang yang sudah meninggal itu bisa melakukan pekerjaan setelah rohnya berpisah dari badannya, gerakannya sudah tidak ada, badannya sudah menjadi santapan cacing dan tulangnya sudah hancur. Siapakah yang dapat membenarkan pengakuan-pengakuan bohong ini kecuali orang-orang bodoh dan awam?? Sebab pengakuan-pengakuan yang mereka katakan itu adalah sesuatu yang mustahil bisa dilakukan oleh orang-orang yang hidup apalagi orang yang telah meninggal.

Apakah kita akan menutup akal yang telah dikaruniakan Alloh kepada kita untuk kemudian mempercayai khurofat-khurofat ini? Sesungguhnya akal yang cemerlang dan fitroh yang sehat menolak dengan tegas usaha pembenaran terhadap khurofat-khurofat ini karena bertentangan dengan Sunatulloh, baik secara syari’at (Syar’iyah) ataupun berdasarkan hukum alam (Kauniyah).


Orang-orang Musyrik, dulu dan sekarang

Sesungguhnya banyak orang-orang yang gemar mengunjungi kuburan mengatakan bahwa orang-orang musyrik pada zaman jahiliyah menyembah patung. Adapun sekarang, kita tidak memiliki patung untuk disembah, tetapi kita memiliki syekh-syekh dan orang-orang sholeh, yang tidak kita sembah melainkan hanya sekedar memohon kepada Alloh agar memenuhi kebutuhan kami sebagai penghormatan terhadap mereka, karena tidak sama antara ibadah dengan do’a.

Kita katakan kepada mereka, bahwa memohon pemberian dan berkah dari orang yang sudah mati pada hakekatnya itulah doa. Persis seperti apa yang dilakukan oleh orang-orang Jahiliyah yang memohon kepada berhala-berhala. Dan tidak ada perbedaan antara berhala yang disembah oleh orang-orang jahiliyah dulu dengan kuburan yang mereka sembah. Jadi berhala, kuburan, dan thogut adalah nama-nama yang mengandung pengertian yang sama yaitu segala yang di-sembah selain Alloh , baik itu orang yang masih hidup, orang mati, benda, hewan dan sebagainya. Ketika orang-orang musyrik dulu ditanya tentang alasan Tawassul dan permohonan
mereka kepada berhala, mereka menjawab sebagaimana disebutkan dalam firman Alloh :

“... Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Alloh (berkata): “Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan Kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya...”. {Qs. Az-Zumar (39) : 3}

Yaitu sebagai penghubung antara kami dengan Alloh untuk memenuhi kebutuhan kami. Dari sini jelaslah perbedaan antara pengakuan orang-orang jahiliyah dulu dengan para pemuja kubur yang masih menyandang gelar muslim sekarang ini. Semuanya memiliki sifat yang satu yaitu syirik kepada Alloh dan memohon doa kepada selainNya.


Syirik Cinta


Sekedar memalingkan hati dan semua pera-saan kita kepada makhluk dengan kecintaan dan pengagungan terhadap sesuatu yang tidak dibolehkan kecuali kepada Alloh , itu berarti bahwa ia telah menyembah kepadanya. Orang yang mengaku mencintai wali-wali dan orang-orang sholeh yang sudah meninggal, tetapi mengagungkan dan mengultuskan mereka melebihi batasan syari’at, pada hakekatnya ia telah menyembah mereka. Karena dengan mencintai mereka secara berlebihan menjadikan ia berpaling kepada mereka, lalu menjadikan untuk mereka maulid dan nadzar serta thowaf di sekeliling kuburan mereka sebagaimana ia thowaf di sekeliling Ka’bah, dengan tujuan memohon pertolongan, meminta bantuan dan pemberian dari mereka. Seandainya bukan karena pengultusan (pemujaan) dan penghormatan yang berlebih-lebihan terhadap mereka, tentu ia tidak akan melakukan itu kepada orang yang sudah me-ninggal. Dan di antara sikap berlebih-lebihan kepada mereka adalah sering bersumpah atas nama mereka dengan penuh kejujuran. Sementara ia tidak merasa berdosa ketika bersumpah atas nama Alloh dalam keadaan bohong dan bercanda. Di antara mereka mungkin ada yang mendengar orang yang mengejek Alloh tetapi tidak marah dan tidak merasa terusik karenanya.

Sebaliknya ketika mendengar ada orang yang mengejek syekhnya, maka dengan serta merta ia akan sangat marah karenanya. Bukankah ini pertanda sikap berlebih-lebihan terhadap wali-wali dan syekh-syekh mereka, melebihi sikap mereka kepada Alloh ? Dan bahwa cinta me-reka kepada para wali melebihi cinta mereka kepada Alloh . Alloh berfirman:

“Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Alloh; me-reka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Alloh. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah...” {Qs. Al-Baqoroh (2) : 165}.

Jenis ini termasuk perbuatan syirik yang dikenal dengan Syirik Cinta .


Alloh Dekat kepada Hamba-Nya


Sesungguhnya Alloh sangat dekat kepada hambaNya, sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya:

“dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, Maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala pe-rintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. {Qs. Al-Baqoroh (2) : 186}

Jadi antara Alloh dan hambaNya tidak ada suatu pembatas yang menghalanginya untuk bermunajat (meminta), kembali dan memohon pertolongan kepadaNya secara langsung, tanpa harus mengunjungi kuburan orang-orang mati untuk bertawassul dan berdo’a kepada mereka dengan tujuan me-minta syafa’at untuknya di sisi Alloh serta meminta kepada mereka apa yang mereka tidak miliki dan tidak sanggup mereka lakukan.

Tetapi hendaklah seseorang itu langsung kembali kepada Robbnya, meminta dengan lisannya sendiri dan bertawassul kepadaNya dengan tawassul yang disyari’atkan, seperti Taqorrub dengan ketaatan, amal sholeh, berdo’a dengan Asmaul Husna atau dengan sifat-sifat Nya yang Agung serta yakin dengan keyakinan yang sempurna bahwa hanya Alloh yang sanggup memuliakan, menghidupkan, mematikan, memberi rizki, memberi manfaat, dan mengurus segala segi kehidupan dan ha-nya di TanganNya manfaat dan mudhorot itu. Serta yakin bahwa tidak seorangpun diantara manusia, bagaimanapun tingginya kedudukan mereka di sisi Alloh atau di sisi manusia, yang dapat mendatangkan kemudhorotan atau manfaat, jika hal itu tidak ditakdirkan oleh Alloh .

Rosululloh bersabda:

Dan ketahuilah sesungguhnya seandainya ummat bersatu untuk memberimu manfaat, mereka tidak akan memberi manfaat apa pun selain yang telah ditakdirkan Alloh untukmu dan seandainya bila mereka bersatu untuk membahayakanmu, mereka tidak akan membahayakanmu sama sekali kecuali yang telah ditakdirkan Alloh padamu (HR. Tirmidzi no. hadits 2440).

Jadi bila seluruh umat bersatu untuk mendatangkan manfaat atau mudhorot kepada seseorang, maka mereka tidak akan sanggup melakukannya kecuali apa yang telah dituliskan Alloh untuknya. Apalagi bila hanya dilakukan oleh satu orang saja, baik ia masih hidup maupun yang sudah meninggal. Tentu ia lebih tidak sanggup mendatangkan manfaat dan mudhorot kepada seseorang kecuali apa yang telah dituliskan Alloh untuknya. Jadi apa gunanya berdo’a kepada orang yang tidak sanggup mendatangkan manfaat dan mudhorot? Bukankah ini termasuk kebodohan dan kesesatan yang paling nyata? Demi Alloh! Tentu saja ya…

Oleh karena itu, kepada mereka yang terperosok ke dalam perbuatan-perbuatan syirik, bid’ah, dan khurofat ini seperti thowaf di sekeliling kubur dan memujanya, memohon kepada penghuninya agar dipenuhi kebutuhannya dan dikeluarkan dari problem (masalah) yang dihadapinya. Hendaklah mereka segera bertaubat kepada Alloh dari perbuatan ini yang pada hakekatnya adalah perbuatan syirik kepada Alloh , dimana pelakunya akan sesat di dalam neraka, naudzu billahi min dzalik. {Lihat Qs. Al-Maidah (5) : 72}.

Dan juga hendaklah mengikhlaskan ibadah hanya untuk Alloh semata, dan tidak mempersekutukanNya dengan yang lain dalam berbagai segi kehidupannya, itu bila ia jujur dengan keislamannya. Serta tidak berpaling kepada makhluk apapun juga dengan berdoa dan semacamnya pada sesuatu yang tidak ada yang sanggup melakukannya kecuali Alloh. Komitment (berpegangteguh) kepada al-Qur’an dan as-Sunnah Rosululloh dan tidak bergaul dengan ahli bid’ah dan orang-orang musyrik agar tidak terpengaruh dan mengikuti mereka, yang pada akhirnya membinasakan mereka semua dan menderita kerugian di dunia maupun di akhirat. Hanya Alloh Yang Maha Tahu.



Referensi :
  1. Digital Quran ver3.2, http://www.geocities.com/sonysugema2000/
  2. ENSIKLOPEDI HADITS (Kitab 9 Imam Ha-2. dist), Lidwa Pusaka i-Software - www.lidwapusaka.com
  3. Artikel: Bertawassul dengan Nabi-nabi dan 3. orang-orang sholeh, ditelaah dan dikoreksi oleh Dr. Nasir bin Abdul Karim al-Aql, Daar al Qosim, Saudi Arabia, Riyadh.

2 komentar:

  1. silahkan dakwah kepada ghoiru muslim aj deh, gmn orang kristen, katolik, hindu, budha bisa masuk islam,.... jangan mengkafirkan, mensyirikkan saudara sendiri.... pengetahuan dan penafsiran kamu itu baru kulit aj.....

    BalasHapus
    Balasan
    1. 1. as salamualaikum warohmatulloh untuk seluruh ummat islam dimanapun anda berada.

      @uang gratis, sebelum dan sesudahnya kami mohon maaf.
      --------------
      jawaban/balasan:

      1. ya, begitu pula orang orang kristen, mereka bertawasul kepada Yesus (Nabi Isa as), dan kemudian dituhankan.

      sedangkan orang Yahudi, mereka menjadikan Ezra (Uzair) sebagai Tuhan mereka.

      orang orang hindu dan Budha jg menjadikan manusia sebagai robb mereka, /mendewakannya.

      2. Kami hanya menyampaikan. diterimanya atau tidak, itu urusan anda. naskah diatas bukan penafsiran kami. tetapi tulisan dari Artikel: Bertawassul dengan Nabi-nabi dan orang-orang sholeh, ditelaah dan dikoreksi oleh Dr. Nasir bin Abdul Karim al-Aql, Daar al Qosim, Saudi Arabia, Riyadh.

      3. anda mengatakan "gmn orang kristen, katolik, hindu, budha bisa masuk islam". alasan anda tidak berdasarkan realita. banyak sekali mualaf dari ahli kitab maupun hindu dan budha di Indonesia. salah satunya ustad Abdul Aziz mantan pendeta hindu.

      Hapus