Salman yang sudah lama memendam kerinduan untuk berangkat ke tanah kenabian, dengan serta suatu hari, datanglah serombongan para pedagang dari tanah Arab, tepatnya dari kabilah Kalb. Mengetahui hal itu, Salman Al Farisi -Radhiyallahu ‘anhu- serta merta berkata kepada me-reka, “Maukah kalian sebagai imbalannya aku berikan sapi-sapi dan kambing-kambingku?” Salman Radhiyallahu ‘anhu memberikan seluruh sapi dan kambingnya. Mereka kemudian membawa Salman -Radhiyallahu ‘anhu- pergi. Namun ketika mereka sampai di suatu daerah yang bernama Wadil Qura, mereka merampas seluruh harta Salman –Radhiyallahu ‘anhu- yang lain dan mendzaliminya serta mengaku bahwa Salman -Radhiyallahu ‘anhu- adalah hamba sahaya mereka. Lalu mereka menjual Salman -Radhiyallahu ‘anhu- kepada seorang laki-laki dari bangsa Yahudi, dan ia menjadi budak yang melayani orang Yahudi tersebut.
Pada suatu hari datang saudara Sepupu majikannya dari Madinah, dari Bani Quraidhah, ia kemudian membeli Salman -Radhiyallahu ‘anhu- dan membawanya ke Madinah. Ketika Salman -Radhiyallahu ‘anhu- melihat kota Madinah dengan kurma-kurmanya serta bebatuan hitamnya, ia langsung tahu bahwa ini adalah tanah kenabian sebagaimana yang telah di-terangkan oleh gurunya. Ia menetap di sana dan senantiasa menanti berita tentang nabi yang akan diutus Allah.
Tahun silih berganti… dan Allah telah me-ngutus Rasul-Nya shallallahu alaihi wasallam, beliau tinggal di Mekah beberapa lama sementara Salman Radhiyallahu‘anhu tidak mende-ngar tentang beritanya karena kesibukan yang padat dalam melayani majikan Yahudinya. Demikian halnya ketika Nabi shallallahu alaihi wasallam hijrah menuju Madinah dan tinggal di sana, Salman tidak tahu menahu tentang hal itu.
Suatu hari Salman -Radhiyallahu ‘anhu- sedang berada di atas pohon kurma milik maji-kannya (sementara majikannya duduk di bawah pohon) tiba-tiba datang seorang Yahudi dari kalangan sepupunya dan berdiri di hadapan majikannya sambil berkata: ”Wahai Fulan, celaka Bani Qilah yakni suku Aus dan Khozroj’’ mere-ka sekarang sedang berkumpul di Quba, di sisi seorang laki-laki yang baru datang dari Mekkah dan mereka menganggap bahwa dia adalah seorang Nabi. ”Ketika Salman mendengar hal itu, badannya bergetar, hatinya terbang dan dia gemetar di atas pohon kurma sampai hampir- hampir jatuh menimpa majikannya. Salman segera turun dengan cepat dan berteriak kepada laki-laki tamu majikannya,”Apa yang engkau katakan? Berita apa yang engkau bawa?”
Majikannya marah dan menamparnya de-ngan keras lalu berkata, ”Apa urusanmu de-ngan orang ini? Kerjakan tugasmu!” Salman pun terdiam dan memanjat pohon kurma sekali lagi untuk menuntaskan pekerjaannya. Sementara hatinya risau dengan berita kenabian tersebut dia ingin memastikan sifat-sifat nabi yang telah dijelaskan oleh gurunya, yaitu; mau memakan hadiah, tidak mau memakan sedekah dan di antara kedua pundaknya ada cap kenabian.
Ketika malam tiba, ia mengumpulkan se-mua makanan yang ada padanya kemudian keluar mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, sementara beliau sedang duduk di Quba dikelilingi para sahabatnya. Ia menemui beliau dan berkata: ”Telah sampai kepadaku berita bahwa kalian adalah para pendatang dan membutuhkan makanan dan aku memiliki sedikit makanan yang ingin aku sedekahkan untuk kalian dan aku membawanya. ”Kemudian Salman meletakkan makanan tersebut di hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan ia duduk bergeser kesudut untuk mengamati apa yang beliau perbuat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melihat hidangan tersebut kemudian menoleh kepada para sahabatnya seraya berkata, ”Makanlah kalian.” Sementara beliau sendiri tidak makan. Melihat hal itu ia berkata dalam hati, ”Demi Allah, ini satu tanda; beliau tidak mau makan sedekah dan tinggal dua tanda lagi.” Kemudian ia kembali kepada majikannya.
Beberapa hari kemudian ia mengumpulkan kembali makanan yang lain dan mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam seraya mengucapkan salam kepadanya lalu berkata: ”Aku telah melihat bahwa engkau tidak mau makan sedekah dan ini adalah hadiah yang aku berikan kepadamu untuk menghormatimu dan bukan sedekah”.
Kemudian ia meletakkan hidangan itu di hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan beliau pun menjulurkan tangannya untuk mengambil makanan bersama para sahabatnya.
Melihat hal itu berkatalah Salman dalam hatinya, ”Ini adalah tanda yang kedua dan tinggal satu tanda lagi yakni melihat cap kenabian yang ada diantara kedua pundak beliau shallallahu ‘alaihi wasallam …akan tetapi bagaimana aku bisa melakukan hal itu?”.
Salman kembali untuk melayani majikannya sementara hatinya selalu terfokus dengan keadaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Setelah lewat beberapa hari ia pergi menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang sedang berada di pemakaman Baqi’Al Ghorgod beliau sedang mengikuti penguburan jenazah salah seorang laki-laki dari kaum Anshor. Sal-man mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang ketika itu sedang dikelilingi para sahabatnya. Beliau mengenakan dua lembar kain, yang satu beliau Shallallahu ‘alahi wa sallam jadikan sarung, sementara yang satunya lagi dikenakan di dadanya (seperti pakaian ihram).
Salman -Radhiyallahu ‘anhu- memberi sa-lam kepada beliau Shallallahu ‘alahi wa sallam kemudian berputar ke belakang untuk melihat punggungnya. Apakah ada cap kenabian seperti yang telah diterangkan oleh gurunya? Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melihat Salman berputar ke belakang, beliau tahu bahwa Salman sedang mencari bukti tentang sesuatu yang telah disebutkan kepadanya.
Beliau menggerakkan kedua pundaknya lalu melepas selendang dari punggungnya maka Salman -Radhiyallahu ‘anhu- melihat cap tersebut.
Ia pun mengenalinya. Kemudian ia memeluk dan menciumi beliau serta menangis. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ”Duduklah engkau didepanku”. Salman berputar hingga duduk tepat di hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang menanyakan khabar dan keadaannya. Salman -Radhiyallahu ‘anhu- pun menceritakan kisah kehidupannya. Ia bercerita bahwa dahulu ia adalah seorang pemuda yang hidup mewah dan meninggalkan semua kebesaran dan kewibawaannya dalam rangka mencari hidayah dan iman hingga ia berganti-ganti agama hidup bersama para rahib (pendeta Nashrani), melayani dan berguru dengan mereka sampai pada akhirnya ia menjadi budak milik seorang Yahudi yang tinggal di Madinah.
Kemudian Salman -Radhiyallahu ‘anhu- memandang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, sementara air matanya membasahi kedua pipinya karena saking gembira dan senangnya. Lalu ia masuk Islam dan mengucapkan dua kalimat syahadat. Setelah itu ia kembali ke majikannya yang Yahudi, menambahi tugas-tugas dan pekerjaannya.
Sementara para sahabat senantiasa bermajelis dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, Salman selalu disibukkan oleh pekerjaannya sebagai budak, sehingga tak dapat ikut duduk bersama beliau Shallallahu ‘alahi wa sallam. Demikian halnya ketika terjadi perang Badar dan Uhud ia pun tak dapat ikut serta.
Mengetahui hal tersebut, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepadanya,
”Mintalah kepada majikanmu untuk memerdekakanmu dengan imbalan sejumlah uang.” Salman -Radhiyallahu ‘anhu- segera menjumpai majikannya untuk minta memerdekakannya dengan imbalan sejumlah uang. Yahudi itu bersedia tetapi memperberat persyaratannya. Ia menuntut tebusannya berupa empat puluh awqiyah perak (=480 dirham) dan tiga ratus pohon kurma yang berupa tunas-tunas muda lalu ditanam dengan syarat tidak boleh ada satupun yang mati.
Ketika Salman -Radhiyallahu ‘anhu- mem-beritahu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tentang persyaratan yang diberikan oleh Yahudi tersebut, beliau bersabda kepada para sahabatnya, ”Bantulah oleh kalian saudaramu ini dengan memberi pohon-pohon kurma.” Maka kaum muslimin bersama-sama membantunya, setiap orang datang ke kebunnya untuk mengambil tunas-tunas kurma sampai terkumpul tiga ratus tunas pohon kurma.
Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ”Wahai Salman pergilah engkau dan galilah tanah untuk menanamnya dan jika engkau sudah siap maka jangan engkau tanam sampai engkau beritahu aku.”
Salman -Radhiyallahu ‘anhu- mulai meng-gali tanah dengan dibantu oleh para saha-batnya sampai tiga ratus galian. Kemudian ia mendatangi dan memberitahu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka keluarlah beliau bersama Salman -Radhiyallahu ‘anhu- menuju kebun. Para sahabat membawakan untuk beliau tunas-tunas kurma lalu beliau shallallahu’alaihi wasallam sendiri yang memasukkan tunas-tunas tersebut dengan tangannya kedalam galian.
Berkata Salman -Radhiyallahu ‘anhu-, ”Demi Allah yang jiwa Salman ditangan-Nya, tidak ada satupun dari pohon-pohon kurma itu yang mati.” Setelah pohon-pohon kurma itu diserahkan kepada si Yahudi maka sekarang tinggallah beban harta berupa empat puluh awqiyat perak.
Pada suatu hari sekumpulan harta gha-nimah yang didapat dari peperangan dikirimkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam lalu beliau menoleh kepada para sahabatnya dan berkata, ”Bagaimana kabar al Farisi (orang Persi) yang bermaksud untuk menebus dirinya itu?” Lalu mereka memanggil Salman -Radhiyallahu ‘anhu- untuk menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Kemudian beliau bersabda, ”Ambillah harta ini dan tunaikan tanggunganmu wahai Salman.”
Salman -Radhiyallahu ‘anhu- mengambilnya lalu menyerahkannya kepada majikannya dan ia pun dibebaskan. Setelah itu ia senantiasa menemani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam hingga beliau wafat.
Demikianlah Salman Al Farisi Radhiyallahu ‘anhu, seorang sahabat yang jujur dalam mencari kebenaran dan akhirnya Allah tunjukkan dia kepada dien-Nya yang haq. Ini sesuai dengan janji Allah Azza wa Jalla,
“Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh dalam (mencari keri-dhoan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami.” (QS. Al Ankabut [29]: 69).
وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ (٦٩)
“Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh dalam (mencari keri-dhoan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami.” (QS. Al Ankabut [29]: 69).
Referensi : Buletin Al Huda, Bogor, edisi ke-4 : (As Sirah An Nabawiyah, Ibnu Hisyam ; Fii Bathnil Huut, Dr. Muhammad al Uraifi).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar