28 April 2011

Hukum mengucapkan Salam Pada Yahudi dan Nashrani, Benarkah? (Mulahadzat)


Hadits melalui Abu Huroiroh (yaitu hadits yang melarang memulai salam kepada Yahudi dan Nashrani) bertentangan dengan wa-tak dasar Islam yang menekankan kedamaian, keramahan dan kelembutan. Hadits itu juga bertentangan dengan hadits lain yang menunjukkan bahwa Nabi Muhammad (memulai) mengucapkan salam kepada Negus (Najasyi), Raja Ethiophia, melalui suratnya. Surat beliau itu berbunyi sebagai berikut:

“Dengan Nama Alloh Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang.

Ini Surat dari Muhammad, Rosululloh, kepada Negus, Raja Ethiophia.
Salam bagi Anda. Puji syukur kepada Alloh yang tiada sekutu bagi-Nya. Dialah Alloh yang tiada pada-Nya kekurangan dan kesalahan, hamba-Nya yang taat akan selamat dari murka-Nya. Dia melihat
dan menyaksikan amal perbuatan hamba-hamba-Nya”

(Sumber: Fiqih Lintas Agama oleh Tim Penulis Paramadina, Penerbit: Yayasan Wakaf Paramadina bekerjasama dengan The Asia Foundation, Jakarta: 2004, hal.71).


Memang sangat lucu, jika ada orang yang sok ilmiah, tetapi sama kali tidak ilmiah. Selain
pendapat- pendapatnya sangat kontradiktif dan serampangan, juga sering dibumbui oleh selingan-selingan kedustaan dan kebohongan.

Salah satunya ya tulisan-tulisan kaum liberal yang kita kutip ini.
Coba bayangkan, bagaimana mungkin mereka mengatakan bahwa hadits Abu Hurairoh yang melarang memulai ucapan salam kepada Yahudi dan Nashrani bertentangan dengan surat yang dikirim Rosululloh kepada Raja Negus (Najasyi)? Padahal hadits Abu Huroiroh tersebut berderajat shahih diriwayatkan Muslim dalam kitab as-Salam Bab an-Nahy’an Ibtida Ahl al-Kitab No.2167, sedangkan teks surat yang ditulis Rosululloh kepada Raja Negus (Najasy) tersebut sama sekali tidak dapat dipastikan kebenaran sumbernya.

Dr. Akram Dhiya al ‘Umariy menyatakan bahwa redaksi surat kepada Raja Najasy tersebut tidak dapat dipastikan kebenaran asalnya, bahkan Ibnu Ishaq menampilkan teks tersebut tanpa sanad. Dalam keterangannya beliau menambahkan bahwa sumber-sumber lain menyebutkan dua nash lain yang berbeda


(lihat: Majmuah al-Watsa’iq as-Siyasiyah, karya Muhammad Hamidullah No. 21 hal. 45)


Riwayat-riwayat ini tidak dapat dipastikan kebenaran sumbernya menurut para ulama hadits,
karena tidak diriwayatkan dengan sanad yang shahih. Demikian pula kondisi dua surat yang dikirim oleh Raja Najasy sebagai jawaban kepada Nabi saw, (as-Sirah an-Nabawiyyah ash-Shahihah: 2/458).

Selain itu, penulis buku “Fiqih Lintas Agama” tersebut membuat kedustaan secara sengaja saat menyatakan bahwa teks surat Nabi tersebut berbunyi:


“...salam bagi Anda” padahal kalau kita lihat bahasa arab aslinya berbunyi:


Yang artinya “masuk Islamlah Engkau”, menggunakan kata perintah, bukan kata benda, dan artinyapun berbeda. Lucu ya…..

Jadi jelas disini siapa yang bodoh dan siapa
yang pendusta? Kalau mereka bisa ilmiyah sedikit, tentu kita bisa sampaikan pertanyaan kepada mereka: tunjukkan kepada kaum muslimin dari sumber shahih yang mana kalian mendapatkan bunyi teks surat tersebut? Kok tidak kalian tuliskan dalam buku kalian? Kalaupun ada, coba sampaikan kepada kita, sejarah pembawa berita tersebut masing-ma-singnya, apakah mereka tsiqat (terpercaya)?

Sebuah kaedah ilmiyah menyatakan:


“Jika engkau menukil, maka buktikan keshahihannya.
Jika engkau mengaku, maka mana bukti fakta (dalil)nya?”

Dengan demikian tidak pantas pula orang-orang yang tidak ilmiyyah seperti ini layak untuk jadi penilai seorang shahabat terhormat,
yaitu Abu Huroiroh yang mereka coba ragukan lewat tulisan mereka. Jauh sekali perbedaan diantara beliau dengan mereka yang cuma omong kosong ini. Renungkanlah wahai saudaraku!

(Majalah As silmi , edisi: 02 Jumadil Ula 1426 H/ Juni 2005).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar