وَأَنْفِقُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ وَأَحْسِنُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ (١٩٥)
“Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Alloh, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena Sesungguhnya Alloh menyukai orang-orang yang berbuat baik”.{Qs. Al Baqoroh (2) : 195}.
Sebelumnya perlu sekali ditekankan, bahwa seorang dermawan bukanlah dia mesti harus kaya. Dermawan hanyalah sebuah sifat yang bisa saja melekat pada siapa saja, baik ia miskin atau kaya. Dan sebagaimana seorang yang kaya belum tentu ia menjadi dermawan (ataupun juga menjadi bakhil), maka belum tentu pula setiap orang dermawan adalah orang kaya. Buktinya kita bisa saja melihat adanya orang miskin yang dermawan (walaupun ada pula orang miskin yang bakhil).
Diriwayatkan dari Abu Huroiroh r bahwa Rosululloh saw bersabda,
“Satu dirham telah melampaui seratus ribu dirham”, para shahabat bertanya, bagaimana bisa begitu? Beliau menjawab, “Seorang laki-laki memiliki dua dirham. Ia sedekahkan yang satu dirham. Seorang lagi ia mengambil seribu dirham dari hartanya yang melimpah ruah lantas ia bersedekah dengannya.” (HR. An-Nasai).
Dan dalam riwayat yang lain, beliau saw bersabda:
“Sebaik-baik sedekah itu adalah secuil harta dari orang yang tidak berharta (juhdul muqill).” (HR. Al-Bukhori).
Dalam hal kedermawanan, Rosululloh saw adalah orang yang terdepan (ajwadan naas). Terlebih-lebih bila Romadhon tiba. Melukiskan kedermawanan beliau di bulan Ramadhan dapat diungkapkan dalam dua kata. Sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhori, Muslim dan lainnya dari Ibnu ‘Abbas d, bahwa beliau lebih dermawan di pagi-pagi bulan Romadhon (saat mana malamnya beliau melakukan tadarus al-Qur’an bersama malaikat Jibril) dari pada “Angin yang Terhembus”.
Ibnul Qoyyim al-Jauziyah mengatakan dalam Zaadul Ma’aad,
“Adalah Nabi saw orang yang paling agung sedekahnya dengan apa saja yang beliau miliki. Bukanlah beliau orang yang menumpuk-numpuk harta pemberian Alloh swt dan tidak pernah menganggap remeh terhadap pemberiannya. Tidak ada orang yang meminta sesuatu yang ada pada sisi beliau melainkan beliau akan memberikannya, sedikit atau banyak. Jika beliau memberi, memberi tanpa ketakutan miskin. Memberi dan bersedekah adalah hal yang sangat beliau senangi. Kegembiraan dan kebahagiaan beliau dengan memberi lebih besar dibanding kegembiraan orang yang mengambilnya. Tangan kanan beliau adalah tangan manusia yang paling dermawan hingga kedermawanan beliau itu melebihi angin yang terhembus.”
Ibnul Qoyyim juga berkata,
“Adalah beliau saw jika datang kepadanya orang yang membutuhkan, maka beliau mengutamakannya atas dirinya. Kadang dengan makanan dan kadang dengan bajunya. Beliau banyak cara dalam memberi dan bersedekah. Kadang dengan sedekah (karena kemiskinan orang yang diberi), kadang dengan memberinya hadiah, membeli barang dan mengembalikan barang berikut harganya kepada penjualnya sebagaimana untanya Jabir, menghutang sesuatu dan mengembalikannya dengan lebih banyak, lebih baik dan lebih besar. Beliau membeli se-suatu dengan harga yang lebih dari semestinya. Menerima hadiah dan membalasnya dengan lebih banyak dan berlipat-lipat untuk beramah tamah dan memperbanyak bentuk sedekah dan kebaikan dengan segala yang mungkin. Beliau merealisasikan sedekah dan pemberian itu dengan apa yang beliau miliki, dengan perbuatan dan ucapan beliau. Maka beliau mengeluarkan miliknya, memerintahkan sedekah, menganjurkan dan mengajak dengan perbuatan dan ucapan beliau. Maka jika orang yang pelit bin bakhil pun melihatnya akan terpanggil oleh perbuatan beliau untuk menginfakkan dan memberikan hartanya. Orang-orang yang menjadi shahabatnya tak akan sanggup menahan diri untuk tidak berderma.” (Zaadul Ma’aad, kitabuz Zakat).
Suatu ketika Rosululloh saw ditanya, sedekah mana yang lebih afdhol. Beliau menjawab, “Sedekah di bulan Romadhon.” (HR. Tirmidzi).
Ia menjadi lebih afdhol karena di bulan Romadhon itu pahala-pahala kebaikan dilipat-gandakan. Apalagi disisi lain, kaum fuqoro’ yang mereka tidak memiliki persediaan, yang juga ikut berpuasa mereka tidak mampu bekerja keras sebagaimana dibulan-bulan lainnya. Maka bantuan dari mereka yang punya akan lebih membantu mereka untuk menutupi kebutuhan-kebutuhan mere-ka, sekaligus meringankan perjalanan puasa mereka.
Sedekah dibulan Romadhon akan lebih baik lagi apabila diberikan kepada kerabat dekat yang menjadi tanggungannya. Karena sedekah kepada mereka wajib hukumnya dan lebih wajib lagi karena telah menjadi tanggungannya. Di satu sisi sedekah dan di sisi lain menyambung tali kekerabatan (silahturahmi).
“Mereka bertanya kepadamu tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah: “Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan.” dan apa saja kebaikan yang kamu buat, Maka Sesungguhnya Alloh Maha mengetahuinya”. {Qs. Al-Baqoroh (2) : 215}.
Rosululloh saw bersabda, “…dan mulailah dari orang yang menjadi tanggunganmu.” (HR. Al-Bukhori dan An Nasai)
Beliau saw juga bersabda,
“Sedekah kepada orang miskin hanyalah sedekah, sedang sedekah kepada kerabat ada dua hal; sedekah dan jalinan.” (HR. At Tirmidzi dan ia menghasankannya, dan Ibnu Hibban dan ia menshahihkannya).
Rata-rata kebutuhan (juga keinginan) kebanyakan kaum muslimin di bulan Romadhon meningkat. Masing-masing punya harapan untuk dapat menyambut hari raya dengan gembira ria. Makanan lezat, minuman ni’mat, kue-kue warna-warni. Rumah-rumah ditata kembali, dibangun kembali dan dicat kembali untuk menyambut para tamu sanak dan kerabat serta teman sejawat. Baju baru, motor baru, mobil baru. Harga-harga pun merangkak naik menjadi harga baru pula namun pasar-pasar dan toko-toko pun penuh dengan barang dan pembeli. Di saat saat seperti itu umumnya orang pelit dan mengharapkan keadaan keuangan yang lebih-lebih lagi. Sedekah pada saat seperti ini jelas lebih utama. Rosululloh saw bersabda,
”Sebaik-baik sedekah engkau bersedekah di saat engkau sehat, pelit, mengharapkan kaya dan takut kefakiran.” (HR. Bukhori dan Muslim).
Dan perlu kita ketahui, bahwa persiapan yang sebenarnya yang harus kita persiapkan yaitu persiapan untuk menyambut datangnya bulan Romadhon dengan persiapan untuk beribadah kepada Alloh khusunya ber-I’tikaf di masjid pada saat 10 terakhir di bulan Romadhon. Jadi, sebelum bulan Romadhon tiba hendaklah kaum muslimin mempersiapkan baik itu fisik maupun materi untuk berinfak, amal jariah dan amal sholeh lainnya. Karena di bulan Romadhon ini adalah bulan yang setiap amal kebaikan dilipatgandakan pahalanya oleh Alloh swt. Jika memang tidak ada harta yang bisa disedekahkan maka cukuplah air minum. Sedekah dengan memberikan air minum adalah sedekah yang utama juga, sebagaimana diriwayatkan dari Rosululloh saw oleh Ibnu ‘Abbas d dan Sa’ad bin ‘Ubadah d dikeluarkan oleh Imam Ahmad dan Ibnu Hibban, dihasankan oleh al-Albani. Beliau saw bersabda:
“Sebaik-baiknya sedekah memberi air minum,” Apalagi jika air itu diberikan pada saat berbuka puasa. Rosululloh saw bersabda, “Barangsiapa yang memberikan buka puasa kepada orang yang berpuasa maka ia mendapatkan pahala sebesar pahalanya orang yang berpuasa, akan tetapi tiada berkurang pahala orang yang berpuasa itu.” (HR. at Tirmidzi, beliau berkata hasan shahih., diriwayatkan juga oleh Ibnu Majah).
Atau bila tidak bisa maka dapat dilakukan dengan memperbaiki tali kekerabatan. Beliau bersabda, “Sebaik-baiknya sedekah memperbaiki hubungan tali kekerabatan.”
Alangkah utamanya jika sedekah dan juga zakat harta simpanan dikeluarkan pada bulan Romadhon. Asal bukan zakat yang jatuh temponya sebelum Romadhon. Karena mengakhirkannya hanyalah memperberat keadaan kaum muslimin. Akan tetapi zakat yang jatuhnya usai Romadhon lantas diajukan pada bulan Romadhon. Sebagaimana Rosululloh saw pernah menghutang zakat kepada al ‘Abbas untuk setahun dan dua tahun berikutnya karena kebutuhan fuqoro muslimin.
Adanya syari’at fidyah bagi orang-orang tertentu bisa lebih baik jika dilakukan pada bulan itu tanpa harus menunggu datangnya bulan yang lain. Juga mereka yang melanggar kesucian Romadhon dengan menggauli istri-nya di siang hari. Jika kafarat yang dimampui hanyalah sedekah, dan bisa dikeluarkan pada bulan Romadhon maka akan lebih baik lagi. Sebelum Romadhon usai dosanya telah tertebuskan.
Begitu pula kafarat-kafarat lainnya semisal pembatal atau pelanggaran sumpah. Zakat Fitri yang jelas-jelas terkait dengan Romadhon tidak patut untuk dilupakan. Dari tua, muda, besar atau kecil, laki atau perempuan, merdeka atau hamba sahaya. Hingga bayi yang baru lahir di malam ‘ied. Hendaklah dikeluarkan kewajiban zakatnya oleh yang menanggung mereka dari setiap kepala 1 sho’ makanan pokok (± 2,5 kg beras atau makanan pokok penduduk setempat). Dikeluarkan sebelum sholat ‘Ied ditunaikan.
Referensi:
- Zaadul Ma’aad, Ibnul Qoyyim
- Buletin al Huda, Edisi: 31, 5 Romadhon 1429 H
Tidak ada komentar:
Posting Komentar