31 Juli 2010

Bagaimana Menyambut Bulan Suci Ramadhan

Bagaimana Umat Islam pada Umumnya Menyambut Bulan Ramadhan

Allah Ta’ala berfirman:
“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah ...” (al-An’am [6]: 116).

“Dan sebahagian besar manusia tidak akan beriman, walaupun kamu sangat menginginkannya.” (Yusuf [12]: 103).

Saudaraku yang mulia
Kalau Anda perhatikan kondisi dunia Islam, maka dengan sangat disesalkan bahwa Anda akan mendapatkan kejanggalan nyata dan perbedaan jauh antara kenyataan dan syari’at Islam.

Kita temukan keanekaragaman di kalangan umat Islam dalam menyambut Ramadhan, yang semua itu rata-rata menyimpang dari apa yang disyari’atkan Allah. Diantara mereka ada yang menyambutnya dengan pesta, pawai-pawai, lagu-lagu atau nyanyian bermusik. Diantara mereka ada yang menyambutnya dengan mempersiapkan acara begadang disertai pemutaran film-film atau drama yang didalamnya terdapat tabarruj (pamer aurat) dan perbuatan-perbuatan maksiat. Diantara mereka ada yang menyambutnya dengan pertemuan-pertemuan bersama para musisi dan artis kemudian menayangkan apa yang mereka lakukan dalam menyambut bulan kebaikan dan berkah ini. Diantara mereka ada yang menyambutnya dengan mempersiapkan berbagai acara lomba Ramadhan atau acara-acara lainnya yang mengesampingkan amal-amal ketaatan.

Padahal demi Allah, seharusnya tidaklah demikian, tidaklah menyambut Ramadhan itu dengan perbuatan maksiat, haram dan mendurhakai Penguasa semesta alam; benarlah sabda Rasulullah saw yang artinya:
Berapa banyak orang yang berpuasa, tetapi tidak mendapatkan bagian apa-apa dari puasa-nya kecuali lapar dan dahaga” (HR. Ahmad dan terdapat dalam Shahih Al Jami’ no. 3490).

Ada juga di antara mereka yang menyambutnya dengan pergi ke pasar dan berdesak-desakan di dalamnya, mereka membeli berbagai jenis makanan dan minuman, seolah-olah Ramadhan itu bulan makanan dan minuman, bulan tidur di siang hari dan begadang dengan berbagai bentuk maksiat pada malam hari. padahal seharusnya Ramadhan disambut dengan tobat, beramal shalih dan bersyukur kepada Allah dengan hati, lisan dan amal perbuatan.

Kepada mereka kami ingatkan dengan mengutip sabda Rasulullah saw yang artinya:
“Sejahat-jahat umatku adalah orang yang melahap segala kenikmatan dan memakan berbagai makanan.” (Hadits ini dihasankan oleh al-Albani di dalam Shahih al Jami’ no. 3599).

Demikianlah –kecuali mereka yang dirahmati Allah- banyak sekali corak, ragam, cara, bentuk dan bid’ah yang dilakukan umat Islam dalam menyambut bulan Ramadhan, yang semuanya menyimpang dari petunjuk Nabi Muhammad saw. kami juga mengingatkan mereka dengan firman Allah Ta’ala:
“...Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)”... (al Baqarah [2]: 120).

Dan sabda Rasulullah saw yang artinya: “Dan setiap hal yang baru (dalam agama) itu bid’ah, dan setiap bid’ah itu sesat, dan setiap kesesatan itu tempatnya dalam Neraka.” (Hadits Shahih).

Bagaimana Kita Menyambut Bulan ini

Untuk hal ini, kami ringkaskan sebagai berikut:

1. Dengan berdoa, semoga Allah memperpanjang umur kita sampai pada bulan Ramadhan, sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian kaum Salaf, begitu pula memohon kepada Allah untuk diberi pertolongan dan kekuatan dalam menunaikan shaum, qiyamullail dan beramal shalih di dalamnya.

Allah Ta’ala berfirman (artinya):
“Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan. (al-Fatihah [1]: 5).

2.
Kebersihan dan kesucian, maksudnya adalah kebersihan ma’nawi yaitu tobat yang tulus dan sebenar-benarnya dari segala dosa dan maksiat. Hal yang demikian itu wajib dilakukan setiap saat. Lalu kami ingatkan kepada para pelaku maksiat: Pantaskah Anda menyambut hadiah dari Allah sedangkan Anda berada dalam keadaan tidak diridhaiNya? Bagaimana Anda menunaikan shaum sedangkan Anda berbuka dengan sesuatu yang haram?

Wahai orang yang meninggalkan shalat, bagaimana mungkin ibadah puasa Anda diterima, sedangkan Anda meninggalkan rukun Islam yang kedua, padahal orang yang meninggalkannya dihukumi kafir secara mutlak?

Wahai pemakan riba, uang suap dan barang haram, bagaimana Anda akan melakukan shaum dari hal yang diperbolehkan sedangkan Anda berbuka dengan sesuatu yang haram?

Wahai pendurhaka kedua orang tua, bagaimana Anda dapat berpuasa dengan tenang sedangkan Rasulullah saw melaknatmu dan malaikat Jibril pun mengamininya?

Wahai orang-orang yang meninggalkan kewajiban dan melakukan perbuatan haram dengan mendengarkan musik, merokok dan bergaul dengan orang-orang fasik dan lain-lainnya.

Wahai saudaraku yang saya cintai, bagaimana Anda menginginkan shaum yang diterima dan bermanfaat sedangkan Anda berada dalam keadaan seperti ini?

Belumkah Anda mendengar sabda Rasulullah saw yang artinya:
“Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan dusta, maka Allah tidak membutuhkan puasanya dari makan dan minum. ” (HR. al-Bukhari).

“Berapa banyak orang yang berpuasa tidak mendapatkan bagian apa-apa dari puasanya kecuali lapar dan dahaga” (Shahih al-Jami’).

Maka bertobatlah dengan tobat yang tulus dan sebenar-benar tobat. Pintu tobat alhamdulillah masih terbuka, dan tobat itu bukanlah sekedar meninggalkan perbuatan dosa, akan tetapi dengan mengembalikan hati dan hawa nafsu Anda kepada Dzat Yang Maha Mengetahui alam ghaib:
“Maka segeralah kembali kepada (menaati) Allah ...” (adz-Dzariat [51]: 50)

3.
Di antara persiapan jiwa dalam rangka menyambut bulan Ramadhan, hendaknya Anda dengan sepenuh hati melakukan shaum sebaik-baiknya dan beramal shalih pada bulan Sya’ban. Sebab pada bulan Sya’ban ini segala amal perbuatan diangkat kepada Allah, sebagaimana sabda Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Usamah bin Zaid.
“Rasulullah saw. melakukan shaum sepanjang bulan Sya’ban atau melakukan shaum pada bulan itu kecuali hanya beberapa hari saja beliau tidak melakukannya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).

4. Diantara masalah penting lainnya adalah ber-tafaqquh (berupaya memahami hukum-hukum shaum dan mengenal petunjuk Nabi saw) sebelum memasuki shaum; mempelajari syarat-syarat shaum, syarat sahnya, apa saja yang membatalkannya, hukum shaum pada hari yang diragukan, apa yang boleh, wajib atau haram dilakukan oleh seseorang yang sedang melakukan shaum, apa etika dan sunnah-sunnahnya, hukum-hukum qiyamullail, berapa bilangan raka’atnya, hukum-hukum shaum bagi mereka yang berhalangan, baik karena safar (berpergian), sakit, hukum zakat fitrah dan lain sebagainya. Begitu pula mengenal petunjuk Nabi saw dalam bulan Ramadhan yang bertalian dengan diri beliau, shaumnya, qiyamullailnya, kemurahan hatinya, pemeliharaan dirinya serta keteladanan beliau dalam ber-tadarrus al-Qur’an, juga yang berkaitan dengan keluarga dan umatnya. Sebab semua harus didahului dengan ilmu dan pemahaman sebelum mengamalkan.

Firman Allah Ta’ala:
“Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (Yang Hak) melainkan Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu ... (Muhammad [47]: 19).

Dalam ayat diatas Allah mendahulukan ilmu sebelum perkataan dan perbuatan. Lalu Rasulullah saw bersabda yang artinya:
“Barangsiapa dikehendaki baik oleh Allah, maka Dia memberinya kefahaman dalam agama.” (Mutaffaq ‘Alaih).

5.
Mempersiapkan acara-acara menyambut “tamu agung”. Hendaknya Anda, keluarga dan handai taulan Anda mempersiapkan diri dalam rangka memanfaatkan waktu yang ada selama kunjungan tamu tersebut dengan sebaik-baiknya. Diantaranya dengan membaca al-Qur-an, mempelajarinya kemudian menghapalnya, qiyamullail, memberi ifthar (buka puasa) kepada orang-orang yang berpuasa, melakukan umrah, i’tikaf dan berlomba dalam kebaikan dengan semangat fastabiqul khairat (berlomba-lomba dalam kebaikan), shadaqoh, dzikir, penyucian jiwa dan lain sebagainya.

Kita berdo’a semoga Allah berkenan memberi taufiq dan hidayahNya kepada kita agar dapat beramal shalih pada bulan Ramadhan.

Kebenaran yang ada dalam risalah ini, semata-mata datangnya dari Allah. Sedangkan kesalahan, kekurangan, atau penyimpangan dalam bentuk apa saja, semuanya itu datang dari kami dan dari setan. Allah dan RasulNya terlepas dari semua itu, semoga Allah merahmati mereka yang berkenan menunjukkan kesalahan dan kekurangan kami.

“Ya Allah, pertemukan kami dengan bulan Ramadhan dan berilah kami pertolongan untuk dapat menunaikan shiyam, qiyam dan amal shalih di bulan Ramadhan dan di bulan-bulan lainnya. Teguhkanlah kami pada keta’atan sampai kami menemuiMu, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha mengabulkan segala do’a.” Amin...

Shalawat serta salam semoga dilimpahkan kepada nabi Muhammad beserta keluarga dan para sahabatnya.

Abu Mush’ab Riyadh bin Abdur Rahman al-Haqiil
---------------------------------------------------------
Referensi : Yayasan al-Sofwa Po. Box 7805/ 13708 JATCC JAKARTA 13340.







24 Januari 2010

Pluralisme, Liberalisme dan Sekularisme Agama

A. Pengertian Pluralisme, Liberalisme dan Sekularisme Agama

Pluralisme Agama adalah : suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama dan karenanya kebenaran setiap agama adalah relative; oleh sebab itu, setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim bahwa hanya agamanya saja yang benar sedangkan agama yang lain salah. Pluralisme juga mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan masuk dan hidup berdampingan di surga.
Namun jika kita bertanya pada mereka (orang-orang kafir, pluralisme): Jika anda menganggap bahwa semua agama benar, Maukah anda mempelajari Agama Islam? Mereka berdusta. Dalam lisan, mereka mengatakan bahwa semua agama sama, namun di dalam hati mereka, agama merekalah yang benar.

Pluralitas Agama adalah sebuah kenyataan bahwa di Negara atau daerah tertentu terdapat berbagai pemeluk agama yang hidup secara berdampingan {Menghilangkan prinsip Wala dan Baro (Cinta dan benci karena Alloh swt) dalam kehidupan seorang muslim}.

Liberalisme Agama adalah : memahami nash-nash agama (al-Qur’an dan as-Sunnah) dengan menggunakan akal pikiran yang bebas (mengagungkan akal); dan hanya menerima doktrin-doktrin agama yang sesuai dengan akal pikiran semata.

Sekularisme Agama adalah : memisahkan urusan dunia dari agama (memisahkan Islam dari Negara, dari kehidupan sosial), agama hanya digunakan untuk mengatur hubungan pribadi dengan Tuhan, sedangkan hubungan sesama manusia diatur hanya dengan berdasarkan kesepakatan sosial.

B. Pernyataan MUI Tentang Ketentuan Hukum Pluralisme, Liberalisme dan Sekularisme Agama

  1. Pluralisme, Liberalisme dan Sekularisme Agama adalah paham yang bertentangan dengan ajaran Islam.
  2. Umat Islam haram mengikuti paham Pluralisme, Liberalisme dan Sekularisme Agama.
  3. Dalam masalah aqidah dan ibadah, umat Islam wajib bersikap eksklusif, dalam arti haram mencampur-adukkan aqidah dan ibadah umat Islam dengan aqidah dan ibadah pemeluk agama lain.
  4. Bagi masyarakat muslim yang tinggal bersama pemeluk agama lain (pluralitas agama), dalam masalah sosial yang tidak berkaitan dengan aqidah dan Ibadah, umat Islam bersikap Inklusif, dalam arti tetap melakukan pergaulan sosial dengan pemeluk agama lain sepanjang tidak saling merugikan.

C. Dasar Hukum MUI Dalam Menetapkan Ketentuan Hukum Pluralisme, Liberalisme dan Sekularisme Agama

Al-Qur’an

“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, Maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan Dia di akhirat Termasuk orang-orang yang rugi.” {Qs. Ali Imron (3) : 85}.

“Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam…” {Qs. Ali Imron (3): 19}.

“Untukmulah agamamu, dan untukkulah, agamaku.” {Qs. Al-Kafirun (109) : 6}.

“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Alloh dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. dan Barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya Maka sungguhlah Dia telah sesat, sesat yang nyata”. {Qs. Al-Ahzab (33) : 36}.

“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. dan Barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka Itulah orang-orang yang zalim.” {Qs. Al-Mumtahanah (60) : 8-9}.

“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Alloh kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” {Qs. Al-Qoshosh (28) : 77}.

“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah)” {Qs. Al-An’am (6) : 116}.

“Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan mereka tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu.” {Qs. Al-Mu’minun (23) : 71}.


Hadits Nabi saw
  1. Imam Muslim ra ( w. 262 H ) dalam kitabnya Shahih Muslim, Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra dari Nabi saw : bahwasanya beliau pernah bersabda : “Demi Dzat Yang menguasai jiwa Muhammad, tidak ada seorangpun baik Yahudi maupun Nashrani yang mendengar tentang diriku dari Umat Islam ini, kemudian ia mati dan tidak beriman terhadap ajaran yang aku bawa, kecuali ia akan menjadi penghuni neraka.” (HR. Muslim).
  2. Nabi saw mengirimkan surat-surat Dakwah kepada orang-orang kafir (non Muslim), antara lain Kaisar Heraklius, Raja Romawi yang beragama Nashrani, al-Najasyi raja Abesenia yang beragama Nasrani dan Kisra Persia yang beragama Majusi, di mana Nabi saw mengajak mereka untuk masuk Islam. (Riwayat Ibn Sa’d dalam al-Thabaqat al-Kubra dan Imam al-Bukhari dalam Shahih Bukhari).
  3. Nabi saw melakukan pergaulan sosial secara baik dengan komunitas Yahudi yang tinggal di Khaibar dan Nasrani yang tinggal di Najran; bahkan salah seorang mertua Nabi yang bernama Huyay bin Ahthab adalah tokoh Yahudi Bani Quradzah (Sayyid bani Quraizah). (HR. al-Bukhari dan Muslim).
(Disadur dari Keputusan Fatwa Majelis Ulama Indonesia No. : 7 / MUNAS VII / MUI / 11 / 2005)

Referensi : Fatwa MUI, antara yang menerima & yang menghina, Pustaka Umat, Jakarta.