22 April 2011

Hari Raya Antara Toleransi dan Kekafiran

Saudaraku,… diantara sekian banyak ni’mat yang Alloh swt anugerahkan kepada kita yang patut kita syukuri adalah nikmatnya berhari raya (Idul Adha kemarin).

Islam menetapkan bahwa merayakan hari raya merupakan suatu bentuk aqidah, ibadah dan syi’ar. Karena tidaklah seseorang merayakan hari raya kecuali ia meyakini bahwa pada hari itu ada sesuatu yang istimewa hingga patut dirayakan. Sedangkan Islam telah menetapkan hari raya bagi umatnya menurut al-Qur’an dan Sunnah yang shahih yaitu Idhul Fithri dan Idhul Adha dan tidak ada hari raya kecuali dua hari raya tersebut.

Namun masa telah berganti dan waktu telah berlalu, seiring berjalannya masa, umat Islam yang memegang teguh akidahnya mulai memudar hingga bisa kita temui sampai saat ini hal itu telah berubah.

Sebagian kaum Muslimin telah terperangkap dengan dalih atas nama toleransi dalam beragama hingga mengorbankan akidahnya dengan bersama-sama merayakan hari raya kaum kafir.

Saudaraku kaum muslimin…

Merayakan hari raya bukanlah hanya sekedar kebiasaan iseng-iseng saja, atau mencari kesenangan yang dilakukan sebagian orang. Namun lebih dari itu, karena pada dasarnya tidaklah seseorang merayakannya kecuali ia yakin bahwa hari itu adalah hari yang sangat berharga dan patut dirayakan. Mungkin saja di hari itu ada sebuah kejadian atau peristiwa dimana hari itu sangat berharga dan akan terus selalu dikenang oleh orang-orang yang merayakannya.

Pada bulan ini kita dihadapkan pada dua peristiwa dimana orang-orang kafir akan merayakannya. Ya, ia adalah Natal dan Tahun Baru Masehi.

Bagi sebagian orang dan khususnya bagi remaja mungkin telah jauh-jauh hari telah mempersiapkan acara untuk merayakan hari ini dengan berbagai macam hiburan yang menyenangkan. Tapi tahukan anda, siapakah diantara mereka yang merayakannya? Ya diantara
mereka adalah remaja-remaja Muslim yang kesenangannya meniru budaya kaum kafir.

Wahai ayah dari anak-anak kaum muslimin, tahukah anda bahwa perayaan Natal dan Tahun Baru adalah hari raya dan syiar-nya orang-orang kafir? Mereka mengemas acara kesyirikan mereka dengan berbagai rupa agar kaum muslimin mau, tertarik dan ikut merayakan bersamanya. Paling tidak yang mereka inginkan adalah ucapan selamat yang terlontar dari bibir kaum muslimin sebagai bentuk toleransi beragama.

Sehingga barangsiapa telah mengucapkan selamat kepadanya, maka secara langsung atau tidak, kaum muslimin yang mengucapkannya telah merestui dan meridhoi secara lisan agama mereka yang bathil sehingga ia pun terjebak dalam kekafiran dengan melakukan kesyirikan. Itulah se-sungguhnya tujuan dari orang-orang kafir.

Saudaraku,…. Perayaan tahun Baru pada tanggal 1 Januari ternyata telah dilakukan oleh kaum pagan Persia yang beragama Majusi (mereka para penyembah api), mereka menjadikan tanggal 1 Januari sebagai hari raya mereka yang dikenal dengan hari Nairuz atau Nurus.

Penyebab mereka menjadikan hari tersebut sebagai hari raya adalah, ketika raja mereka, ‘Tumarat’ wafat, ia digantikan oleh seorang yang bernama ‘Jamsyad’, yang ketika ia naik tahta ia merubah namanya menjadi ‘Nairuz’ pada awal tahun. ‘Nairuz’ sendiri berarti tahun baru. Kaum Majusi juga meyakini, bahwa pada tahun baru itulah, Tuhan menciptakan cahaya sehingga memiliki kedudukan Tinggi.

Kisah perayaan mereka ini direkam dan diceritakan oleh Al-Imam An-Nawawi dalam Kitabnya yang berjudul Nihayatul ‘Arob dan al-Muqrizi dalam al-Khuthoth wats Tsar. Di dalam perayaan itu, kaum Majusi menyalakan api dan mengagungkannya karena mereka adalah penyembah api. Kemudian orang-orang berkumpul di jalan-jalan, halaman dan pantai, mereka bercampur baur antara lelaki dan wanita, saling mengguyur sesama mereka dengan air dan khomr (minuman keras). Mereka berteriak-teriak dan menari-nari sepanjang malam. Orang-orang yang tidak turut serta merayakan hari Nairuz ini, mereka siram dengan air bercampur kotoran.
Semuanya dirayakan dengan kefasikan dan kerusakan.

Pesta tahun Baru sendiri, merupakan syi’arnya kaum Yahudi yang dijelaskan di dalam Taurot mereka, yang mereka sebut dengan awal Hisya atau pesta awal bulan, yaitu hari pertama tasyrin, yang mereka anggap sama dengan hari Raya Idhul Adha-nya kaum Muslimin. Mereka mengklaim bahwa pada hari itu, Alloh  memerintahkan Ibrohim  untuk menyembelih Ishaq  yang lalu ditebus dengan seekor kambing yang gemuk.

Kemudian datanglah kaum Nasrani mengikuti jejak orang-orang Yahudi. Mereka berkumpul pada malam awal tahun Miladiyah.

Dalam perayaan ini mereka melakukan do’a dan upacara khusus dan begadang hingga tengah malam. Mereka habiskan malam mereka dengan menyanyi-nyanyi, menari-nari, makan-makan, dan minum-minum sampai menjelang detik-detik akhir pukul 12 malam. Lampu-lampu dimatikan dan setiap orang memeluk orang yang ada di sam-pingnya, sekitar 5 menit. Semuanya mereka atur, bahwa di samping pria haruslah wanita. Kadang-kadang mereka saling tidak mengenal dan setiap orang sudah tahu bahwa orang lain akan memeluknya ketika lampu dipa-damkan. Mereka memadamkan lampu itu bukannya untuk menutupi aib, namun untuk menggambarkan akhir tahun mulainya tahun baru. Bahkan ada pula yang merayakannya dengan meniup terompet yahudi serta de-ngan membakar kembang api dengan harga yang sangat tinggi.

Kini, perayaan ini telah menjadi suatu trend tersendiri. Muda, tua, pria, wanita, anak-anak, dewasa, muslim, kafir, semuanya berkumpul untuk merayakan tahun baru. Segala bentuk acara untuk menyambut pe-rayaan ini bermacam-macam. Ada yang sarat dengan kesyirikan, ada lagi yang sarat de-ngan kemaksiatan, dan kefasikan, dan ada lagi yang sarat dengan kebid’ahan semuanya bercampur menjadi satu.

Kesyirikan menjamur bagaikan jamur di musim hujan, para dukun dan paranormalpun laris manis kebanjiran order untuk memberikan ramalan tentang kejadian baik atau buruk di tahun berikutnya. Bahkan tidak tanggung-tanggung mereka di dukung media massa se-perti TV dan sebagainya membuat kesyirikan massal dengan menayangkan hasil ramalan-ramalan para dukun dan paranormal tersebut.

Ada lagi yang sarat dengan kemaksiatan dan kefasikan. Mulai dari pentas musik akhir tahun yang menghadirkan wanita-wanita telanjang tidak punya malu yang bergoyang-goyang dan menari-nari merusak moral, sampai acara minum-minuman keras, narkoba dan seks bebas. Wal iyadzubillah.

Inilah realita yang ada saat ini, dimana kaum muslimin yang bodoh ilmu agama pun tak mau ketinggalan mengikuti para pendahulunya dengan merayakan hari raya kaum kafir. maka tidak aneh negeri kita Indonesia, di timpa bencana yang berkepanjangan, di adzab oleh Alloh .

Alloh  berfirman:
“…Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu” {Qs. Al-Maidah (5) : 3}.

Islam adalah dien yang sempurna yang Alloh  anugerahkan. Maka tidaklah patut bagi seorang muslim mencari-cari dan meniru-niru hari raya orang lain yang sudah jelas-jelas sebagai syi’ar-nya orang-orang kafir.

Rosululloh  bersabda, “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk
golongan mereka”.

Ketahuilah saudaraku perkara ini bukanlah hanya perkara mu’amalah semata namun semua ini adalah akidah yang harus kita pegang dengan kokoh. Sesungguhnya urusan aqidah bukanlah urusan sekunder sehingga kita boleh menunda atau mengakhirkannya. Tapi aqidah merupakan asas yang menopang bagian agama keseluruhannya. Maka Islam adalah akidah yang melahirkan syari’at sedangkan syari’at itu mengatur urusan kehidupan dunia. Alloh  tidak menerima pengamalan syari’at suatu kaum sehingga akidah mereka itu benar.

Saudaraku, sudah menjadi kewajiban kita bersama, menjaga keluarga dan saudara kita agar terhindar dari hal ini dan tidak menganggap remeh perkara tersebut. Akhirnya Alloh -lah yang kita mintai pertolonganNya untuk memuliakan kaum muslimin, menganugerahkan kekuatan untuk menetapi jalanNya yang lurus dalam beragama, dan menolong mereka dalam menghadapi musuh. Sesunguhnya Alloh  Maha Kuat dan Maha Perkasa. ---------

Referensi: UMMATie, Majalah E. 03/ Thn.III November 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar