Sejarah tentang awal mula terjadinya peristiwa maulid menurut yang disepakati para sejarawan adalah bahwa orang yang pertama kali mengadakan maulid yaitu Al Muiz Liddinillah al-Abidi. Dan dia memiliki catatan sejarah yang buruk, yakni sangat dekat de-ngan orang Yahudi dan Nashrani serta jauh dari kaum Muslimin, dan dia mengubah lafal adzan syar’i. Dialah orang yang pertama kali menyeru dalam adzan dengan kalimat “hayya ‘ala khairil ‘amal.”
Telah berulangkali timbul pertanyaan tentang hukum memperingati maulid Nabi saw, berdiri dan mengucapkan salam kepada beliau dalam acara itu, serta berbagai hal yang dilakukan pada waktu acara maulid.
Jawabnya: tidak boleh mengadakan kumpul-kumpul memperingati kelahiran Rasulullah saw, juga selain beliau. Karena hal itu merupakan bid’ah (perbuatan baru) dalam agama. Rasulullah saw belum pernah mengerjakannya. Begitu pula khulafa’ ra-syidin, para sahabat dan tabi’in, yang me-reka itu adalah generasi terbaik, yang lebih mengerti tentang sunnah, lebih mencintai Rasulullah saw dan mengikuti syari’at daripada generasi setelahnya.
Rasulullah saw bersabda:
“Barangsiapa mengada-adakan (se-suatu hal baru) dalam urusan (agama) kami, yang bukan merupakan ajarannya, maka akan tertolak”. (Muttafaq ‘Alaih).
Dalam hadits lain beliau bersabda: “Kami semua harus berpegang teguh pada sunnahku (setelah al-Quran) dan sunnah khulafa’ rasyidin yang mendapat petunjuk Allah sesudahku. Berpeganglah dengan sunnah itu dan gigitlah dengan gerahammu sekuat-kuatnya, serta jauhilah perkara yang diada-adakan (dalam agama), karena setiap perkara yang diada-adakan itu adalah bid’ah, dan setiap bid’ah itu sesat.” (HR Abu Dawud dan Tirmidzi).
Dalam kedua hadits ini kita dapatkan suatu peringatan keras, yaitu agar kita berwaspada, jangan sampai mengadakan dan mengerjakan perbuatan bid’ah apapun.
Firman Allah swt dalam kitabNya:
“... apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.” {Qs. Al-Hasyr (59) : 7).
“... Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih.” { Qs. An-Nur (24) : 63}.
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.” {Qs. Al-Ahzab (33): 21}.
“orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.” {Qs. At-Taubah (9) : 100}.
“... pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu ...” {Qs. Al-Maidah (5) : 3}.
Dan masih banyak lagi ayat-ayat semakna dengan ini. Dengan demikian, me-ngada-adakan sesuatu hal baru dalam agama seperti peringatan maulid, berarti belum menyempurnakan agamaNya buat umat ini, berarti juga Rasulullah saw belum menyampaikan apa-apa yang mesti di-kerjakan umatnya, sehingga datang orang-orang yang kemudian mengadakan sesuatu hal baru yang tidak diperkenankan oleh Allah, dengan anggapan bahwa cara tersebut merupakan sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah. Tidak diragukan lagi, bahwa hal ini mengandung bahaya besar, lantaran menentang Allah swt dan RasulNya saw. karena sesungguhnya Allah telah menyempurnakan agama ini bagi hamba-Nya, dan telah mencukupkan nikmat-Nya untuk mereka.
Rasulullah saw telah menyampaikan risalah secara keseluruhan. Tidak ada suatu jalan menuju surga dan menjauhkan dari neraka; kecuali telah beliau terangkan kepada umat sejelas-jelasnya. Sebagaimana disebutkan dalam hadits shahih, dari Abdullah bin Amr ra, Rasulullah saw bersabda;
“Tidaklah Allah mengutus seorang Nabi melainkan wajib baginya menunjukkan umatnya kebaikan yang diketahuinya untuk mereka, dan memperingatkan mereka dari kejahatan yang diketahuinya untuk mereka. (HR. Muslim).
Tidak dapat dipungkiri bahwasannya nabi Muhammad saw adalah nabi termulia dan terakhir, nabi yang paling sempurna penyampaian dan ketulusannya. Seandainya peringatan maulid itu betul-betul datang dari agama yang diridhai Allah, niscaya Rasulullah saw menerangkan kepada umatnya, atau beliau menjalankan semasa hidupnya, atau paling tidak dikerjakan oleh para sahabat.
Tetapi karena semua itu belum terjadi, maka jelaslah hal itu bukan dari ajaran Islam sama sekali dan merupakan suatu hal yang diada-adakan (bid’ah), yang telah diperingatkan oleh Rasulullah saw agar dijauhi umatnya, sebagaimana sudah dijelaskan dalam dua hadits di muka, dan masih banyak lagi hadits-hadits lain yang senada dengan hadits tersebut, seperti sabda beliau dalam suatu khutbah Jum’at:
“Adapun sesudahnya; sungguh, sebaik-baik perkataan ialah kitab Allah (al-quran), sebaik-baik jalan hidup ialah jalan Muhammad saw, dan seburuk-buruk perkara (dalam agama) ialah yang diada-adakan (bid’ah), sedangkan setiap bid’ah itu kese-satan”. (HR. Muslim).
Masih banyak lagi ayat-ayat al-Qur’an dan hadits-hadits yang menjelaskan masalah ini. Berdasarkan dalil-dalil tersebut dan selainnya, beberapa ulama’ dengan tegas mengingkari peringatan maulid dan memperingatkan agar dijauhi. Namun, sebagian muta’akhirin (orang-orang yang datang kemudian) menyalahinya, yaitu dengan membolehkan hal itu selama tidak mengandung suatu kemungkaran, seperti ghuluw (sikap berlebihan) terhadap Rasulullah saw, ikhtilath (bercampurnya) antara pria dan wanita (bukan mahram), pemakaian alat-alat musik, dan lain sebagainya yang dilarang syari’at. Mereka beranggapan bahwa semua itu merupakan bid’ah hasanah. Padahal kaidah syari’at menyatakan bahwa segala sesuatu yang diperselisihkan oleh manusia hendaklah dikembalikan kepada al-Quran dan sunnah Rasulullah saw.
Bersambung .....
Referensi :
1. Waspada terhadap bid’ah, Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, al-Haramain Islamic Foundation dan Yayasan al-Sofwa.
2. Sirotolmustaqim (jalan yang lurus), Lajnah Ilmiyah HASMI, pustaka MIM.
3. Buletin Nurul Haq edisi ke: 17 , 28 Desember 2007.
4. Larangan Nuzulul Qur’an, Maulud Nabi dan Isra Miraj, Situs: Senin, 29 Okt 07 08:02 WIB Ahmad Sarwat, Lc.
5. Buletin dengan judul “Indama Kunta Shufiya?”, diterjemahkan oleh: Kholif Abu Ahmad.
06 April 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar