Definisi
Riddah dan irtidad menurut al-Raghib, adalah, “Al-ruju’ fi al-thariq al-ladziy jaa minhu” (Kembali ke jalan dimana ia datang). Akan tetapi lafadz riddah khusus untuk kekafiran, sedangkan kata irtidad mencakup kekafiran maupun yang lain (Imam asy-Syaukani, Nail al-Authar, Kitab al-Riddah). Kedua lafadz itu disebutkan dalam al-Qur’an. Allah berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, barang siapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Maidah [5]: 54)
“Mereka tidak henti-hentinya memerangi kalian sampai mereka dapat mengembalikan kalian dari agamamu (kepada kekafiran) jika mereka sanggup.” (QS. Al-Baqarah [2]: 217).
“Musa berkata, ‘Itulah tempat yang kami cari.’ Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semua semula.” (QS. Al-Kahfi [18]: 64).
Macam Penyebab Riddah
Murtad dapat terjadi dengan salah satu dari tiga perkara berikut: Melalui perkataan, ucapan dan kata-kata, melalui perbuatan atau tingkah laku dan melalui i’tiqad, kepercayaan dan keyakinan dalam hati atau niat. Di bawah ini akan kita paparkan sebab-sebab tersebut:
a) Melalui Perkataan atau ucapan.
Murtad dapat jatuh dengan perkataan atau ucapan dan kata-kata. Apabila ucapan dan kata-kata tersebut menolak hukum-hukum Islam dan prinsip-prinsip ajaran Islam yang diketahui oleh semua orang atau kata-kata yang menghina tiap bagian dari ajaran Islam, hukum Islam, menghina Nabi Muhammad dan nabi-nabi lain, menghina Allah, dan sebagainya. Atau seseorang itu mengingkari wajib mengeluarkan zakat, wajib puasa, wajib sembahyang lima waktu, wajib haji dan lain-lain. Atau dia berkata minum arak tidak haram, berzina tidak mengapa, apalagi kalau suka sama suka, riba’ diharuskan (tidak haram), dikatakan Al-Qur’an bukan kalam Allah atau kata-kata yang merendahkan dan menghinakan sunnah Rasulullah, umpamanya apabila diterangkan kepadanya bahwa memotong kuku adalah Sunnah Rasulullah. Lantas dia menjawab, “Aku tidak akan memotong kuku, walaupun ia Sunnah Rasulullah (dengan niat mau menghina sunnah tersebut)”. Atau dia berkata, “Sekiranya Allah dan Rasulullah menyuruh aku kerjakan anu-anu, aku tidak akan melakukannya”. Semua kata-kata di atas adalah ucapan yang menghina / mengejek ajaran Islam, maka dengan kata-kata yang demikian itu seseorang dapat menjadi murtad.
Begitu juga kalau seseorang muslim menghalalkan hukum yang oleh Allah dan Rasul-Nya telah diharamkan, atau sebaliknya mengharamkan sesuatu yang halal yang telah disepakati oleh para ulama’. Seperti dia menghalalkan zina, menghalalkan liwat, menghalalkan minum arak, atau mengharamkan perkawinan, mengharamkan jual beli dan seterusnya. Maka sikap sedemikian dapat menjadikan murtad.
b) Melalui Perbuatan atau Tingkah Laku.
Apabila seseorang muslim melakukan suatu perbuatan atau tingkah laku yang dapat membatalkan imannya, maka orang itu menjadi murtad dengan sendirinya. Seperti sujud kepada berhala, matahari, bulan, manusia, kepada malaikat atau kepada makhluk lain atau melakukan ibadah terhadap selain daripada Allah. Seperti menyembah batu, pokok kayu dan lain-lain.
Begitu juga perbuatan-perbuatan yang menghinakan, merendahkan dan mempersendakan Islam. Seperti mencampakkan Al-Quran ke tempat-tempat kotor secara sengaja atau kitab-kitab hadits dan tafsir, atau menginjak-injaknya dengan niat menghina.
Begitu juga seseorang yang meninggalkan shalat Fardhu atau puasa Ramadhan dalam keadaan mengingkari wajibnya atau mengatakan ia tidak wajib, maka dia bisa terhukumi murtad karena dia mengingkari satu perkara yang telah disepakati, bahwa perkara itu adalah wajib atas setiap orang Islam. Tetapi kalau dia meninggalkan karena malas, sedangkan dia yakin shalat atau puasa itu wajib, maka ini ada beberapa perincian yang pembahasannya pernah diangkat pada beberapa edisi yang lalu.
c) Melalui Akidah atau Kepercayaan atau Niat.
Murtad karena akidah, kepercayaan atau niat akan berlaku apabila seorang muslim mengingkari dalam hatinya mengenai kebenaran ajaran Islam. Seperti dia yakin ajaran Islam sama saja dengan ajaran agama lain, atau yakin bahwa agama lain lebih baik dari agama Islam, dia yakin hukum hudud (jinayah Islam) tidak layak dilaksanakan sekarang dalam masyarakat modern.
Begitu juga apabila seseorang Islam yakin Allah tidak berkuasa atas sebagian atau seluruh makhluknya, Allah tidak mencipta alam ini, Allah lemah, mempunyai sifat sama seperti makhluk dan lain-lain lagi. Demikian juga jika seseorang itu percaya bahwa Nabi Muhammad bukan nabi akhir zaman, syariat dan ajaran Islam yang dibawa bukan untuk seluruh manusia, atau dia percaya hukum Islam yang dibawa oleh baginda adalah hukum-hukum lapuk, tidak sesuai dengan keadaan zaman. Dia menghina sebagian atau seluruh dari ajaran yang dibawa beliau. Dia beri’tiqad tidak ada dosa dan pahala, tidak ada syurga dan neraka, manusia tidak akan dibangkitkan sesudah mati, beri’tiqad agama orang kafir lebih baik dari agama Islam, atau berbolak-balik hati antara keinginan menukar agama pada masa akan datang dan lain-lain lagi dari keyakinan yang membuat seseorang murtad.
Hukum Orang Murtad
Kalau merujuk kepada hukum qishash yang asli dan murni dari syariah peninggalan Rasulullah, hukuman buat mereka yang murtad dari Islam adalah hukuman mati. Sa-yangnya, pelaksanaan syariat Islam di masa sekarang ini banyak yang mengalami distorsi di sana sini. Sehingga masih banyak hal yang masih perlu disempurnakan. Padahal tidak ada perbedaan pendapat di kalangan ulama, bahwa hukuman buat orang yang murtad adalah hukuman mati. Seba-gaimana sabda Rasulullah :
Dari Ibnu Mas’ud berkata bahwa Rasulullah bersabda, “Tidak halal darah seorang muslim yang mengucap tidak ada tuhan selain Allah dan bahwa aku Rasulullah, kecuali dengan satu dari tiga sebab. [1] tsayyib (orang yang sudah pernah menikah) bila berzina, [2] pembunuhan nyawa manusia, dan [3] orang yang meninggalkan agamanya dan meninggalkan jamaah.” (HR. Bukhari Muslim)
Maka seharusnya di dalam sistem hukum Islam yang konsisten, hukuman buat mereka yang murtad dari agama Islam adalah hukuman mati. Sebab secara tegas darahnya sudah dihalalkan oleh Allah dan rasul-Nya.
Mengapa Dihukum Mati?
Mungkin kalau sekilas mendengar bahwa orang murtad harus dihukum mati, banyak orang akan langsung menuduh bahwa kalau begitu hukum Islam kejam, tidak manusiawi, bahkan tidak memberikan ruang untuk bebas berpendapat. Atau macam-macam tuduhan lain lagi yang miring. Padahal ada sisi yang kurang dipahami selama ini, yaitu Islam tidak pernah memaksa seseorang untuk memeluk agama ini. Siapa pun berhak memilih dan menentukan apa agama yang mau dipeluknya, selama dia belum menjatuhkan pilihan dan memutuskan untuk masuk Islam. Sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-Baqarah [2] ayat ke 256
Kebebasan memilih ini berlaku selama seseorang belum menjatuhkan pilihan. Adapun orang yang sudah menjatuhkan pilihan dan sudah memeluk agama Islam sepenuh ke-sadarannya, sudah pernah beriman kepada Allah, para malaikat, para nabi, kitab-kitab suci, hari kiamat dan qadha serta qadar-Nya, maka tidak boleh lagi main-main.
Tidak ada lagi kesempatan untuk mempermainkan agama Allah ini, sebab sejak awal mestinya dia sudah tahu bahwa konsekuensi masuk agama Islam adalah sekali menetapkan pilihan, sudah tidak ada lagi kamus untuk gonta-ganti agama.
Dan tidak ada agama di dunia ini yang memberikan pilihan sebebas-bebasnya bagi orang untuk memeluknya, kecuali agama Islam. Benar-benar tidak ada paksaan, apalagi bujuk rayu yang menipu. Islam tidak pernah membenarkan cara-cara yang dipakai oleh para misionaris yang seringkali menipu orang agar mau masuk agama mereka. Setiap orang yang mau masuk Islam, sebelumnya wajib tahu semua kewajiban, larangan, pe-rintah dan pantangan yang harus ditaatinya. Sebab dalam syariat Islam tidak pernah berlaku kasta-kasta. Tidak ada kelas tertentu dalam menjalankan ibadah, sebagaimana di dalam katolik yang mengharamkan nikah buat para pendeta. Tidak ada ajaran yang dirahasiakan, sebagaimana apa yang dilakukan oleh para rahib dan agamawan.
Karena semua aturan dalam ber-Islam sudah jelas dan terang benderang, maka tidak akan ada lagi orang yang masuk Islam dengan niat hanya coba-coba atau main-main. Kalau masih belum mantap, maka tidak usah masuk Islam dulu, dari pada nanti besar resikonya.
Toh Allah tidak butuh orang masuk Islam, sebaliknya justru manusia-lah yang butuh masuk Islam. Bagi-Nya, bahkan semua manusia
kafir, tidak ada kerugian secuil pun. Nothing to loose, begitu kira-kira.
lihat:
1. Buletin Al Huda, Bogor.Edisi ke 8, 2008
2. Pembatal keislaman, Buletin Nurul Haq edisi ke-10, 28 syawal 1428 H,
3. Majalah Gerimis, edisi 8 thn.2, Agustus 2007.
4. Masalah-masalah penting dalam Aqidah islam, oleh: Syaikh Muhammad Jamil Zainu (guru di Dar al hadist Al khairiyah, Makkah Al mukarrammah)
5. Hal-hal yang membatalkan keislaman, oleh: Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz (Ketua Umum Departemen Riset, Fatwa, Dakwah dan Bimbingan Islam), Riyadh, K.S.A
6. Syarat- Syarat Iman, Syarat-Syarat Islam dan Pembatal-Pembatal Islam Oleh: Darul Qosim ,Daar Al- Gasem, Riyadh
7. Hal-hal yang membatalkan keislaman seseorang, divisi terjemahan kantor da’wah daerah Rawdhah, Riyadh, KSA.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar