07 April 2011

Negara Dalam Islam (bagian ke-1)

Yang dimaksud dengan kata “Negara” adalah (dalam batas sesederhana mungkin):
“Satu-satunya kekuatan yang teratur dan terpimpin dalam teritorial tertentu, yang me-nguasai segala sesuatunya dan mengurus seluruh masalah pada batas teritorial tersebut”.
Kebutuhan manusia sebagai makhluk so-sial terhadap adanya Negara adalah kebutuhan yang tidak ada perselisihan padanya di antara orang-orang yang berakal. Seperti halnya pri-badi seorang manusia, maka Negara pun terbagi atas dua macam utama, yaitu Negara Islam dan Negara Kafir (non Islam).
Negara Islam adalah “Negara yang menegakkan syari’ah tauhid (syari’ah Islam) sebagai satu-satunya syari’ah yang dijadikan pedoman dan payung hukum di Negara tersebut”. Penegakkan syari’ah yang dimaksud adalah “Penegakkan secara menyeluruh di seluruh bidang kehidupan”.
Sedangkan Negara non Islam adalah “ Negara yang menegakkan selain hukum Alloh swt pada batas territorial kekuasaannya, baik sebagai satu-satunya hukum maupun sebagai pendamping hukum Alloh swt, terlepas dari agama penguasanya atau mayoritas penduduknya”. {Catatan: Kenon-Islaman sebuah Negara tidak sama sekali menunjukkan kekafiran penduduknya secara keseluruhan, hal ini mempunyai tafsil (rincian) yang luas}. (Kitab Ahamiyyah al-Jihad, Ali bin Nafi’ al-Ulyani, h.362-370 dan kitab al-Ghuluw Fi ad Dien, Abdur Rahman bin Mu’alla al-Luwaihiq, h.330-337).
Ibnu Qoyyim mengatakan : “Darul Islam adalah negeri yang dihuni orang Islam dan berlaku didalamnya hukum Islam. Selama hukum Islam tidak ditegakkan didalamnya, maka tidak dinamakan Darul Islam.”
Mayoritas Ulama Fiqh berpendapat : “Jika yang berlaku dalam sebuah negara adalah hukum kafir dan syariat Islam tidak dijadikan undang-undang, maka negeri tersebut adalah Darul Kufr, meskipun mayoritas penduduknya muslim.” (Ushuludin al Bashaladin, 380, Ahkamu Ahlidz Dzimmah, Ibnu Qoyyim).
Posisi dan peranan Negara Islam sangat penting sekali dalam Islam, sampai-sampai al-Qurtubi dalam bukunya “al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an”, menyebutnya sebagai salah satu rukun dari rukun-rukun agama.
Saudaraku,… untuk lebih menyelami lagi tentang pentingnya posisi dan peranan Negara Islam dalam Dien Islam, mari kita simak pasal-pasal berikut ini:
1. Islam mempunyai hukum-hukum yang penegakkannya memerlukan kekuatan sulthon (Imam) dan penegakkan hukum-hukum Alloh ? adalah hak dari hak-hak uluhiyyah, yaitu hak-hak tauhid. Dari sini kita bisa melihat hubungan keberadaan Negara dengan penegakkan tauhidulloh yang Maha Agung.
“Sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Alloh mengetahui siapa yang menolong (agama)Nya dan rasul-rasul-Nya padahal Alloh tidak dilihatnya. Sesungguhnya Alloh Maha kuat lagi Maha Perkasa”. {Qs. Al-Hadid (57) : 25}.
2. Islam mewajibkan amar ma’ruf nahi munkar. Banyak sekali pasal-pasal dari kewajiban ini yang tidak mungkin dilakukan tanpa imam (dan Negara). Kalau kewajiban ini ditinggalkan, terjadilah kerusakan yang berat sekali dalam kehidupan dunia dan kehidupan ber-agama. Alloh swt berfirman, yang artinya:
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Alloh. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik”. {Qs. Ali Imron (3) : 110}. Lihat pula {Qs. Al-A’roof (7) : 157} {Qs. Ali Imron (3) : 104}.
3. Negara Islam berkewajiban melindu-ngi kaum muslimin dari gangguan dan serangan kaum kafir yang memang sangat membenci me-reka. Kalau Negara Islam tidak ada, maka kaum kafir yang mempunyai Negara itu akan dengan mudah menghancurkan kaum muslimin, baik dari segi keagamaan mereka maupun dari segi fisik mereka. Alloh swt berfirman :
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu sehingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Alloh Itulah petunjuk (yang sebenarnya)”.
Dan Sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, Maka Alloh tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu”. {Qs. Al-Baqoroh (2) : 120}. Lihat pula {Qs. At-Taubah (9) : 8} {Qs. At-Taubah (9) : 10} {Qs. Al-Anfal (8) : 60}.
Semua yang kita sebutkan tadi hanyalah sebagian dari hal-hal yang menunjukkan pentingnya peranan Negara dalam mendirikan Islam, yang mana semuanya termasuk dalam kaidah yang sudah disepakati: “Sesuatu yang menyebabkan suatu kewajiban tidak terwujud kecuali dengannya, maka sesuatu itupun jadi wajib”.
Al-Mawardi berkata: “Al-Imamah (kepemimpinan yaitu pimpinan Negara Islam) dijadikan sebagai penerus (yang mewakili) Nubuwwah (Tugas kenabian) dalam penjagaan agama dan pe-ngurusan dunia. Pengangkatan orang yang menjalankannya (yaitu: menjalankan kepemimpinan atau pemimpin) hukumnya adalah wajib menurut Ijma’”. (al-Ahkam as-Sulthonniyyah: 5).
Ibnu Taimiyyah berkata: “Wajib kita ketahui bahwa kepemimpinan yang mengurus urusan-urusan manusia adalah salah satu kewajiban agama yang sangat besar, bahkan tidak akan tegak agama dan kehidupan dunia kecuali dengan tegaknya kepemimpinan itu” (as-Siyasah asy-Syar’iyyah: 116).
Berkata al-Jurjani di dalam kitab Syarah al-Mawaqif : “Pengangkatan imam (pemimpin) adalah sebagian dari maslahat muslimin yang tertinggi dan bagian dari tujuan-tujuan agama yang teragung”.
Ketika kita diperintahkan Alloh swt untuk memasuki Islam, kita diperintahkan untuk memasukinya secara sempurna.
Alloh swt berfirman, yang artinya : “ Hai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kalian turuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” {Qs. Al-Baqoroh (2) : 208}. Lihat pula {Qs. Al-Baqoroh (2) : 85}.
Dari ayat diatas (terjemahan) kita pahami bahwa semua sisi kehidupan kita harus Islami, baik kehidupan pribadi, kehidupan keluarga, masyarakat, ekonomi, politik dan seluruh kehidupan berbangsa dan bernegara harus tunduk pada kedaulatan Islam, kedaulatan Alloh swt (bukan kepada kedaulatan rakyat dan lainnya).

Apakah yang terjadi bila Negara Islam tidak ada?
Kerusakan agama dan dunia, aqidah dan akhlaq terancam, syirik dan bid’ah merajalela, tauhid dan sunnah terpuruk, da’wah tertindas dan kesesatan menguat serta jiwa dan kehormatan kaum muslimin terancam. Semua itu mengundang bahaya yang lebih besar lagi yaitu kemurkaan Alloh swt.
“Dan orang-orang yang mengingkari janji dengan Alloh setelah diikrarkannya (dengan teguh) dan memutuskan apa-apa yang Alloh perintahkan agar dihubungkan dan Mengadakan kerusakan di muka bumi, orang-orang Itulah yang memperoleh laknat (kutukan) dan bagi mereka sejelek-jelek tempat kembali (Jahannam).” {Qs. Ar-Ra’ad (13) : 25}.
Bagaimana Sikap kita terhadap suatu Negara:
Saudaraku…Dalam realita kehidupan, ahlus Sunnah melalui ahwal (keadaan) serta tahapan yang berbeda-beda, baik yang sudah terjadi di masa lalu maupun yang akan dilalui pada masa mendatang. Ahwal (keadaan) dan tahapan itu ringkasnya adalah sebagai berikut:
1. Adanya Khilafah Islamiyah (yang berdiri di atas manhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah) se-perti zaman Khulafa ar-Rosyidin, yaitu zaman pemerintahan Abu Bakar ash-Shiddiq, ‘Umar bin al-Khotthob, ‘Utsman bin ‘Affan dan ‘Ali bin Abi Tholib ?. Maka kewajiban muslimin pada saat ini adalah mendukung Negara dan menta’ati Imam.
2. Adanya satu Negara Islam atau lebih (beberapa Negara yang menerapkan hukum Islam) dibatas teritorial-teritorial tertentu, tetapibelum mencapai Khilafah Islamiyah total karena halangan-halangan tertentu dan imam Negara ini adalah seorang sunni (ahlus sunnah wal jama’ah), maka kewajiban seorang muslim di dalam lingkungan Negara itu sama seperti keadaan pertama, yaitu mendukung dan menta’atinya.
3. Adanya Negara Islam tetapi Imamnya bid’i (ahlul bid’ah). Kewajiban muslimin pada saat ini adalah mentaati imam pada selain bid’ahnya dan mendukung Negara serta mendakwahkan imam ke sunnah kalau imam tidak bisa diganti tanpa fitnah yang lebih kecil dari fitnah bid’ahnya. Catatan: Tentunya Negara Islam adalah Ne-gara yang menerapkan hukum-hukum Islam di atas manhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Tetapi imam bisa saja berubah menjadi bid’i seperti terjadi pada khilafah islamiyah pada zaman al-Ma’mun yang diteruskan oleh beberapa adiknya. Sedangkan Negara syi’ah Iran pada zaman ini bukanlah Negara Islam, sebab syi’ah mereka bukanlah Islam.
4. Tidak adanya Negara Islam. Tetapi ada jama’ah Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang dipimpin oleh sekelompok ulama sunnah dalam satu wadah Ahlul Hal wal ‘Aqdi. Yaitu sekelompok ulama dan tokoh ummat ahlus Sunnah wal Jama’ah yang dikenal keagamaannya, akhlaknya, dan ilmunya yang diberi amanah memusyawarahkan maslahat umat, baik dalam masalah agama maupun dunia. (lihat kitab: “Wadzifah al-Hakim fi ad-Daulah al-Islamiyyah”, karya Dr. ‘Arif Kholil Muhammad Abu ‘Ied: 265-268). Maka kewajiban kaum muslimin adalah menta’ati Ahlul Hal wal Aqdi dan ikut bersama mereka memperjuangkan berdirinya Negara Islam atau Khilafah Islamiyah (Khilafah Islamiyah adalah bentuk tersempurna/gabungan dari Negara Islam).
5. Tidak adanya Negara Islam dan tidak adanya Ahlul hal wal ‘Aqdi, maka kewajiban Ahlus Sunnah adalah berjuang mendirikan Negara Islam dengan tetap menghargai petunjuk-petunjuk kaum ulama Ahlus Sunnah yang berjuang untuk maslahat umat dan menta’ati ijma’ mereka. (kitab Ma’alim al-Intilaqoh al-Kubro, Abdul Hadi al-Mishri, h.181-184).

Referensi : Buku Da’watuna, Hasmi. Dengan catatan kaki:
1. Ahamiyyah al-Jihad, Ali bin Nafi’ al-Ulyani.
2. Al-Ghuluw Fi ad-Dien, Abdur Rahman bin Mu’alla al-Luwaihiq.
3. Al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, al-Qurtubi.
4. Wadzifah al-Hakim fi ad-Daulah al-Islamiyyah, Dr. ‘Arif Kholil Muhammad Abu ‘Ied.
5. Ma’alim al-Intilaqoh al-Kubro, Abdul Hadi al-Mishri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar