13 April 2011

MENGINGAT ADZAB DAN NIKMAT KUBUR

وَمِمَّنْ حَوْلَكُمْ مِنَ الأعْرَابِ مُنَافِقُونَ وَمِنْ أَهْلِ الْمَدِينَةِ مَرَدُوا عَلَى النِّفَاقِ لا تَعْلَمُهُمْ نَحْنُ نَعْلَمُهُمْ سَنُعَذِّبُهُمْ مَرَّتَيْنِ ثُمَّ يُرَدُّونَ إِلَى عَذَابٍ عَظِيمٍ (١٠١)

“Nanti mereka akan Kami siksa dua kali kemudian mereka akan dikembalikan kepada adzab yang besar." (At Taubah: 101).

Patuh kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah suatu keharusan, karena disitulah jalan keselamatan dan kebahagiaan. Tanpa adanya kepatuhan, berarti celaka dan sengsara. Di sisi lain setan bersikeras mengupayakan agar banyak manusia yang menjadi temannya kelak di neraka. Untuk itu setan terus berusaha membujuk manusia agar keluar dari keta’atan dan kepatuhan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Jadi seyogyanya manusia berusaha mempertahankan dan meneguhkan keta’atan dan kepatuhan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Banyak sekali faktor yang bisa membawa kepada keta’atan dan meneguhkan kepatuhan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala diantaranya adalah mengingat adzab kubur dan nikmatnya yang Insya Allah akan dibahas dalam kesempatan kali ini didasarkan kepada ayat-ayat Al-Qur’an, hadits-hadits shahih dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan pendapat para ulama.

Orang mukmin meyakini bahwa alam kubur, siksa di dalamnya dan pertanyaan dua malaikat adalah benar berdasarkan dalil-dalil wahyu. Salah satu contoh dalilnya Allah Subhanahu wa Ta’ala menerangkan dalam Al-Qur-an:

“.... Fir’aun beserta kaumnya dikepung oleh adzab yang sangat buruk. Kepada me-reka dinampakkan neraka pada pagi dan pe-tang, dan pada hari terjadinya Kiamat. (Dikatakan kepada malaikat): “Masukkanlah Fir’aun dan kaumnya ke dalam adzab yang sangat keras.” (Al-Mu’min {Ghafir}: 45-46).

Dari al-Barra bin ‘Azib Radhiyallahu ‘Anhu dari Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Allah meneguhkan orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh”. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “ayat ini diturunkan untuk menerangkan tentang siksa kubur,. Orang beriman ditanya, “Siapa Rabbmu?” Orang itu menjawab, “Rabbku Allah dan Nabiku Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam”, Itulah yang dimaksud dari firman Allah,” Allah meneguhkan orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan akhirat.” (Ibrahim: 27). (HR. al-Bukhari dan Muslim).

Dari Anas Radhiyallahu ‘Anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ber-sabda:
Seandainya kalian tidak saling me-nguburkan, niscaya aku memohon kepada Allah agar memperdengarkan siksa kubur kepada kalian”. (HR.Muslim)

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda “Jika mayat telah dikuburkan, datang kepadanya dua orang malaikat yang hitam kebiru-biruan, salah satunya bernama Munkar, sedang yang lainnya bernama Nakir, keduanya berkata, “Apa yang engkau katakan tentang lelaki ini (Muhammad)?” Orang itu menjawab: “Dia adalah hamba Allah dan Rasul-Nya. Aku bersaksi bahwa tidak ada Rabb yang berhak disembah selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya”. Kedua malaikat itu kemudian berkata: “Kami telah mengetahui bahwa engkau akan berkata demikian”. Lalu dilapangkan kuburnya sebanyak 70 x 70 hasta, kemudian diterangkan cahaya baginya di dalam kuburnya, lalu dikatakan kepadanya: “Tidurlah!”. Orang itu berkata: “dapatkah aku kembali kepada keluarga-ku, agar aku dapat mengabarkan hal ini kepada mereka?”. Kedua malaikat itu berkata, “Tidurlah seperti tidurnya pengantin yang tidak akan terjaga (terusik) kecuali dibangunkan oleh keluarganya yang paling dicintainya”, hingga Allah membangkitkan ia dari pembaringannya itu. Sedangkan orang munafik akan berkata, “Aku mendengar orang-orang berkata sesuatu maka aku akan mengatakan seperti apa yang dikatakannya, Tidak tahu”. Lalu kedua malaikat itu berkata: “Kami telah mengetahui bahwa engkau akan menjawab demikian”. Dikatakan kepada bumi, “Himpitlah orang ini!”, maka bumi pun menghimpitnya sehingga tulang rusuknya saling beradu. Ia akan tetap disiksa hingga Allah Subhanahu wa Ta’ala membangkitkannya dari pembaringannya itu. (HR. At-Tirmidzi dan ia berkata, Hadits tersebut memiliki derajat hasan gharib).

Al-Hasan berkata, “Sesungguhnya kematian telah merusak kenikmatan para pencicipnya, maka hendaklah kamu cari kehidupan yang tidak ada kematian di dalamnya.”

Wahai saudaraku!
Bagaimana engkau sangat mengingin-kan kekekalan di dunia ini sedangkan Nabi yang terpilih diambil darinya?! Wahai orang yang bersusah hati, apakah engkau sangat menginginkan kekekalan setelah wafatnya tuan para rasul?! Tidakkah engkau me-ngambil pelajaran dari orang-orang yang dimakan itu. Oleh waktu pada masa-masa yang telah lalu?! Tidakkah engkau memikirkan orang-orang yang mati sebelum kamu, baik yang tua, paruh baya, pemuda, anak-anak, hingga janin yang masih dalam kandungan?! Tidakkah engkau mengambil pelajaran dari teman dekat, saudara, keluargamu, dan kerabatmu yang telah kamu kuburkan?! Demi Allah yang berkuasa atas dirimu, terimalah nasihat ini sebelum keri-ngatmu kering karena takut dan dirimu dalam keadaan sekarat dan merintih sedangkan orang-orang menangisimu dengan air mata yang bercucuran. Belilah dirimu hari ini selagi pasar masih berdiri dan masih memiliki harga karena esok adalah hari perhitungan yang tidak terdapat lagi harga di dalamnya.

Al-Faqih Abu Laits berkata, “setiap muslim wajib untuk memohon perlindungan kepada Allah dari siksa kubur dan mempersiapkan diri mereka sebelum memasuki liang kubur dengan amal perbuatan yang baik. Kadang-kadang manusia menganggap mudah suatu perkara selama mereka masih hidup di dunia, dan saat sudah masuk liang kubur, mereka berharap mendapatkan izin untuk melakukan satu kebaikan, tapi dia tidak di-izinkan, sehingga mereka terpuruk dalam kehinaan dan penyesalan”.

Sebaik-baik bekal adalah takwa

Tatkala Ali Radhiyallahu ‘Anhu kembali dari Shiffin dan menghadap ke arah pemakaman, ia berkata, “Wahai penghuni rumah yang sunyi, gersang, tandus dan tempat yang gelap gulita. Wahai penghuni tanah, Wahai penghuni tempat pengasingan, wahai penghuni tempat yang sunyi, kalian telah mendahului kami, dan kami pasti akan me-nyusul mengikuti. Tempat tinggal (yang kalian tinggalkan) telah ditempati, para isteri-isteri (yang kalian tinggalkan) telah dinikahi, dan harta-harta (yang kalian tinggalkan) telah dibagikan, inilah yang dapat kami kabari, lalu kabar apakah yang kalian miliki?! Kemudian Ali Radhiyallahu ‘Anhu berpaling kepada para sahabatnya seraya berkata, “Seandainya mereka diizinkan (dapat) berbicara, niscaya mereka akan mengabarkan kepada kalian bahwa sebaik-baiknya perbekalan (menuju akhirat) adalah taqwa”.

Ziarah Kubur
Ketahuilah semoga Allah menunjukkan kebaikan kepada kita bahwa menziarahi kubur merupakan obat yang paling mujarab untuk hati yang keras karena hal itu akan mengingatkan kita kepada maut (kematian) dan hari akhirat. Hal itu akan memendekan cita-cita, berlaku zuhud dan meninggalkan keinginan yang bersifat duniawi yang berlebihan.

Bagi orang yang ingin mengobati hati-nya dan mengikatnya dengan rantai yang kuat menuju ketaatan kepada Rabbnya, hendaklah ia memperbanyak untuk mengingat pemutus kenikmatan (maut), pemisah dari orang banyak, penyebab anak laki-laki dan perempuan jadi yatim, me-ngunjungi panti asuhan, banyak memperhatikan orang-orang yang tengah menghadapi sakaratul maut, dan berziarah kepada kuburan orang-orang muslim. Hal-hal tersebut merupakan sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kekerasan hati dan berlumuran dosa, agar menjadikan hal itu sebagai penawar bagi penyakit hati dan pelindung diri mereka dari bisikan dan godaan setan dan konco-konconya.

Jika mengingat maut telah bermanfaat baginya dan hatinya yang keras menjadi luluh, maka itulah yang baik dan jika sebaliknya berarti hatinya telah tertutup dan telah ditutupi oleh kotoran dan dorongan untuk melakukan dosa. Sesungguhnya menyaksikan sakaratul maut dan berziarah kepada kuburan orang-orang muslim lebih membekas dalam diri dibandingkan hanya sekedar mengingatnya, karena mengingat maut hanya memberikan dampak pegabaran bagi hati tentang apa yang akan ia jalani (hadapi), dan hanya membuatnya takut dan waspada, sedangkan dalam penyaksian sakaratul maut dan berziarah kepada kuburan orang-orang muslim terdapat realitas dan persaksian, sehingga hal itu lebih membekas di bandingkan dengan hanya sekedar mengingat maut.

Kepada mereka yang hendak melakukan ziarah kubur, hendaklah mereka melaksanakannya dengan adab yang baik dan dengan sepenuh hati, tidak hanya sekedar berziarah, karena jika demikian halnya maka tidak ada bedanya dengan hewan yang mendatangi makam dan kita berlin-dung kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dari perbuatan yang demikian. Mereka yang berziarah hendaklah meniatkan kunjungannya semata-mata karena Allah Subhanahu wa Ta’ala dan untuk memperbaiki kerusakan hati, selain untuk mengambil contoh (ibarat) dari orang-orang yang berada di balik gundukan tanah tersebut, dulunya adalah seorang panglima perang yang memimpin sejumlah pasukan dan laskar yang besar, atau mereka itulah orang-orang yang membuat kagum teman-teman dan kerabat dekatnya, dan bisa saja mereka adalah orang-orang kaya dan hartawan yang tidak pernah mengira kedatangan maut dan tak pernah membayangkan kengerian kubur yang datang dengan tiba-tiba.

Sesungguhnya Utsman bin ‘Affan Radhiyallahu
‘Anhu jika melewati sebuah kuburan, ia menangis hingga air matanya membasahi sebagian besar janggutnya, seraya berkata, “Aku mendengar Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata, “aku sama sekali tidak pernah melihat pemandangan yang lebih mengerikan dari pada kubur” dan aku mendengar beliau berkata, “Sesungguhnya kuburan adalah awal tempat di akhirat, jika seseorang selamat dari siksanya, maka sesudah itu akan lebih mudah, dan jika ia tidak selamat, maka sesudahnya akan lebih dahsyat”

Sumber:

Buletin dakwah: Al WAFA’ thn I No.6/ Jum’at/ 14 Rabi’uts Tsani 1427 H-12 Mei 2006 M
Kitab Minhajul Muslim, karya abu Bakr Jabir Al-Jazairi Asbab ats-Tsabat ‘ala Tha’atillah Allah Subhanahu wa Ta’ala, karya Husain bin ‘Ali Asy-Syamiri. Cetakan pertama 2004

Tidak ada komentar:

Posting Komentar