06 April 2011

Iman Kepada Hari Akhir

Hari Akhir adalah hari Kiamat yang dihari itu seluruh manusia dibangkitkan untuk dihisab dan diberi balasan. Dikatakan hari akhir karena tidak ada hari setelahnya, dimana setiap penghuni Surga akan menetap di Surga dan ahli Neraka menetap di Neraka. Beriman kepada hari Akhir mengandung empat unsur:

Pertama, Beriman kepada hari kebangkitan, yaitu saat dihidupkannya orang-orang mati tatkala ditiup sangkakala kedua. Seluruh manusia bangkit menghadap Allah tanpa alas kaki, tanpa mengenakan pakaian serta tidak berkhitan. Allah swt berfirman:
“(Yaitu) pada hari Kami gulung langit seba-gai menggulung lembaran-lembaran kertas. Seba-gaimana Kami telah memulai panciptaan pertama Begitulah Kami akan mengulanginya. Itulah suatu janji yang pasti Kami tepati; Sesungguhnya Kamilah yang akan melaksanakannya”. {Qs. Al-Anbiyaa’ (21) : 104}.
Hari kebangkitan benar adanya berdasarkan dalil-dalil dari al-Qur’an dan as-Sunnah serta Ijma’ kaum muslimin.
Firman Allah swt:
“Kemudian sesudah itu sesungguhnya kamu sekalian benar-benar akan mati, kemudian kamu sekalian benar-benar akan dibangkitkan (dari kuburmu) di hari Kiamat.” {Qs. Al-Mu’minun (23) :15-16}.
Nabi saw bersabda: “manusia dikumpulkan di hari Kiamat tanpa alas kaki dan tidak berkhitan.” (Muttafaq’alaih: HR Bukhori {dalam kitab “Perbudakan”, Bab “Bagaimana Keadaan di Mahsyar”}; Muslim {Kitabul Jannah, Bab “Dunia dan keterangan tentang Mahsyar pada hari Kiamat”}).
Umat Islam sepakat akan terjadinya hari Kebangkitan, ini sejalan dengan hikmah dijadikannya tempat kembali bagi manusia. Di sana mereka diberi balasan atas kewajiban yang dibebankan kepada mereka melalui lisan para rasul. Firman Allah kepada Nabi saw: “Sesungguhnya yang mewajibkan atasmu (melaksanakan
hukum-hukum) Al-Qur’an benar-benar akan mengembalikan kamu ke tempat kembali. ...” {Qs. Al-Qashash (28) : 85}.
{Lihat Qs. Al-Mu’minuun (23) : 115 ; Qs. Ar-Rum (30) : 27 ; Yasin (36) :79 ; Fushshilat (41) : 39; Qaaf (50) : 9-11}.
Dan kitab-kitab samawi sepakat terhadap akan adanya hari Kebangkitan. Adapun secara fakta, Allah telah memperlihatkan kepada hambanya orang mati dihidupkan di dunia ini. Di dalam Qs. Al-Baqarah ada Lima contoh tentang itu:
“Dan (ingatlah), ketika kamu berkata: “Hai Musa, Kami tidak akan beriman kepadamu sebelum Kami melihat Allah dengan terang *), karena itu kamu disambar halilintar, sedang kamu menyaksikannya**)”.setelah itu Kami bangkitkan kamu sesudah kamu mati, supaya kamu bersyukur”. {Qs. Al-Baqarah (2) : 55-56}.
*) Maksudnya: melihat Allah dengan mata kepala.
**) Karena permintaan yang semacam ini menunjukkan keingkaran dan ketakaburan mereka, sebab itu mereka disambar halilintar sebagai azab dari tuhan.
“Dan (ingatlah), ketika kamu membunuh seorang manusia lalu kamu saling tuduh menuduh tentang itu. Dan Allah hendak menyingkapkan apa yang selama ini kamu sembunyikan. Lalu Kami berfirman: “Pukullah mayat itu dengan sebahagian anggota sapi betina itu!” Demikianlah Allah menghidupkan kembali orang-orang yang telah mati, dam memperlihatkan padamu tanda-tanda kekuasaanNya agar kamu mengerti *)”. {Qs. Al Baqarah (2) : 72-73}.
*) Menurut jumhur mufassirin ayat ini ada hubungannya dengan peristiwa yang dilakukan oleh seorang dari Bani Israil. Masing-masing mereka tuduh-menuduh tentang siapa yang melakukan pembunuhan itu. Setelah mereka membawa persoalan itu kepada Musa a.s., Allah menyuruh mereka menyembelih seekor sapi betina agar orang yang terbunuh itu dapat hidup kembali dan menerangkan siapa yang membunuhnya setelah dipukul dengan sebahagian tubuh sapi itu.
“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang ke luar dari kampung halaman mereka, sedang mereka beribu-ribu (jumlahnya) karena takut mati; Maka Allah berfirman kepada mereka: “Matilah kamu” *), kemudian Allah menghidupkan mereka. Sesungguhnya Allah mempunyai karunia terhadap manusia tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur.” {Qs. Al Baqarah (2) : 243}.
*) Ahli tafsir seperti Al-Thabari dan Ibnu Katsir mengartikan mati di sini dengan mati yang sebenarnya;
“Atau Apakah (kamu tidak memperhatikan) orang yang melalui suatu negeri yang (temboknya) telah roboh menutupi atapnya. Dia berkata: “Bagaimana Allah menghidupkan kembali negeri ini setelah hancur?” Maka Allah mematikan orang itu seratus tahun, kemudian menghidupkannya kembali. Allah bertanya: “Berapakah lamanya kamu tinggal di sini?” ia menjawab: “Saya tinggal di sini sehari atau setengah hari.” Allah berfirman: “Sebenarnya kamu telah tinggal di sini seratus tahun lamanya; lihatlah kepada makanan dan minumanmu yang belum lagi beubah; dan lihatlah kepada keledai kamu (yang telah menjadi tulang belulang); Kami akan menjadikan kamu tanda kekuasaan Kami bagi manusia; dan lihatlah kepada tulang belulang keledai itu, kemudian Kami menyusunnya kembali, kemudian
Kami membalutnya dengan daging.” Maka tatkala telah nyata kepadanya (bagaimana Allah menghidupkan yang telah mati) diapun berkata: “Saya yakin bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” {Qs. Al-Baqarah (2) : 259}.
“Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata: “Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang mati.” Allah berfirman: “Belum yakinkah kamu?” Ibrahim menjawab: “Aku telah meyakinkannya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan imanku) Allah berfirman: “(Kalau demikian) ambillah empat ekor burung, lalu cincang-lah semuanya olehmu. (Allah berfirman): “Lalu letakkan diatas tiap-tiap satu bukit satu bagian dari bagian-bagian itu, kemudian panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera.” dan ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” {Qs. Al Baqarah (2) : 260}.
Contoh lain yaitu mu’jizat Nabi Isa as adalah bisa menghidupkan kembali orang yang sudah mati dari kubur atas izin Allah.
Contoh-contoh diatas merupakan tanda kebesaran dan kekuasaan Allah swt. Berbeda dengan apa yang telah dilakukan oleh dukun-dukun (atau tukang obat) yang memiliki kemampuan untuk menyatukan leher yang telah digorok, karena dukun tersebut tidak dapat menjalankan prakteknya (secara berulang-ulang atas kemauannya) kecuali dengan bantuan syaitan walaupun mereka mengatakan “ini semua atas pertolongan Allah” atau perkataan lainnya yang berbau islam. (Jauhi!!, Jangan ditonton pertunjukkan mereka).

Kedua, beriman kepada hisab (perhitu-ngan) dan jaza’ (pembalasan). Di saat itu seluruh amal manusia diperhitungkan dan akan dibalas sesuai dengan amal masing-masing. Adanya perhitungan dan pembalasan ini berdasarkan dalil dari al-Qur’an, as-Sunnah dan ijma’ umat Islam.
Firman Allah: “Sesungguhnya kepada Kami-lah mereka kembali, kemudian sesungguhnya kewajiban Kami-lah menghisab mereka”. {Qs. Al-Ghasyiyah (88) : 25-26}. {lihat pula Qs.Al-An’aam (6) : 160 ; Al-Anbiyaa’(21) : 47}.
Diriwayatkan dari Ibnu Umar ra, sesungguhnya
Nabi saw bersabda: “Sesungguhnya Allah mendekatkan orang mu’min lalu meletakkan di atasnya perlindungan-Nya dan menutupi-nya, lalu Allah berfirman: ‘Adakah kamu tahu dosa ini? Adakah kamu tahu dosa ini?’ maka ia menjawab: ‘Benar, wahai Tuhanku!’ setelah ia mengetahui semua dosa-dosanya dan ia menyangka telah celaka, Allah berfirman:
‘Telah Aku tutupi di dunia dan Aku akan ampuni bagimu pada hari ini’. Lalu diberikan buku catatan kebaikannya. Adapun orang-orang kafir dan munafik mereka dipanggil di depan para makhluk: ‘Mereka inilah yang telah mendustakan Tuhan mereka, ketahuilah laknat Allah atas orang-orang yang zhalim’.” (Muttafaq alaih: diriwayatkan Bukhori, {kitab: “kedzaliman”, Bab Firman Allah “Ketahuilah bahwa laknat Allah atas orang-orang yang dzalim”}, dan Muslim {Kitabut Taubah, Bab: “Diterimanya Taubat Pembunuh Meski Telah Berulang kali membunuh”}).
Nabi saw bersabda dalam hadits shohih :
“Barangsiapa ingin berbuat satu kebaikan lalu ia mengerjakannya, maka Allahmencatatnya sepuluh kebajikan hinga tujuh ratus kali lipat, hingga berlipatganda, dan sesungguhnya barangsiapa berkehendak mengerjakan kejahatan lalu ia mengerjakannya, maka Allah hanya mencatatnya sebagai satu kejahatan.” (HR. Bukhori {kitab “Perbudakan”, Bab “barangsiapa berkehendak melakukan kebajikan atau kejahatan”} dan Muslim {Kitabul Iman, Bab “peristiwa Isra’nya Nabi saw ke langit”}).
Semua umat Islam sepakat adanya hi-sab dan pembalasan. Dan ini adalah hikmah Allah menurunkan kitab-kitab, mengutus para rasul, mewajibkan semua manusia menerima apa yang dibawa oleh para rasul, mewajibkan apa yang wajib bagi mereka, serta mewajibkan perang terhadap orang-orang yang membangkangnya, sekaligus dihalalkan darah anak-anaknya, istri-istrinya dan harta bendanya.
Seandainya tidak ada pembalasan maka semua hal tersebut di atas hanya permainan belaka. Dan ini tidak mungkin terjadi pada Dzat Allah yang Maha Bijaksana dalam me-ngurus segala sesuatu. Firman Allah: “Maka sesungguhnya Kami akan menanyai umat-umat yang telah diutus rasul-rasul kepada mereka dan se-sungguhnya Kami akan menanyai (pula) rasul-rasul (Kami). Maka sesungguhnya akan Kami kabarkan kepada mereka (apa-apa yang telah mereka perbuat) sedang (Kami) mengetahui (keadaan mereka), dan sekali-sekali Kami tidak jauh (dari mereka)” {Qs. Al-A’raaf (7) :6-7}.

Ketiga, beriman kepada adanya Surga dan Neraka, bahwa keduanya adalah tempat kembali yang abadi bagi manusia. Surga adalah tempat yang penuh dengan kenikmatan, disiapkan untuk orang-orang beriman dan bertakwa. Mereka itulah yang melaksanakan perintah Allah dan rasulNya dengan penuh keimanan dan keikhlasan {lihat Qs. Al-Bayyinah (98) : 7-8}. Di Surga tersebut terdapat bermacam-macam kenikmatan yang “Tidak pernah dilihat oleh mata, tidak pernah didengar oleh telinga, dan tidak pernah pula terlintas dalam hati manusia.”
Adapun neraka adalah tempat berbagai macam adzab yang disediakan Allah bagi orang-orang kafir dan dzalim yang tidak mempercayai keberadaanNya dan mendurhakai rasul-rasulNya, di dalamnya terdapat berbagai macam adzab dan siksa yang kepedihannya tak pernah terlintas dalam benak manusia. {lihat Firman Allah: Qs. Ali Imran (3) : 131 ; Al-Kahfi (18) : 29 ; Al-Ahzab (33) : 64-66}.

Keempat, termasuk rangkaian iman kepada
Hari Akhir adalah mengimani segala sesuatu yang terjadi setelah kematian, seperti:
a. Fitnah kubur, yaitu pertanyaan yang diajukan kepada orang mati setelah dikubur, pertanyaan tersebut tentang Tuhannya, agama dan Nabinya. Bagi yang beriman, Allah akan meneguhkannya dengan ucapan dan jawaban yang benar dan ia dengan lancar menjawab; “Robbku adalah Allah, Agamaku Islam dan Nabi-ku Muhammad”. Bagi orang-orang zhalim, Allah akan menyesatkannya dan ia berkata: “Ha…, ha…, saya tidak tahu!” adapun orang-orang munafik atau yang ragu ia menjawab: “Saya tidak tahu saya hanya mendengar orang berkata se-suatu lalu saya menirukannya.”
b. Siksa dan nikmat kubur. Adzab (siksa) dan ni’mat kubur adalah haq, dimana setiap manusia setelah merasakan kematian akan dihadapkan kepadanya salah satu dari kedua hal tersebut, dan hal itu tergantung pada amal perbuatan yang dikerjakan sewaktu hidupnya. Siksa kubur diperuntukkan bagi orang zhalim dan orang-orang munafik serta orang kafir. Firman Allah;
“... Alangkah dahsyatnya Sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim berada dalam tekanan sakaratul maut, sedang Para Malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata) : “Keluarkanlah nyawamu” di hari ini kamu dibalas dengan siksa yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayatNya.” {Qs. Al-An’am (6) : 93}.
Firman Allah yang ditujukan kepada pengikut Fir’aun: “Kepada mereka dinampakkan Neraka pada pagi dan petang dan pada hari terjadinya Kiamat, (dikatakan kepada malaikat); ‘Masukkanlah fir’aun dankaumnya ke dalam adzab yang sangat keras’.” {Qs. Al-Mukmin (40) : 46}. {Lihat Qs. Al-Mu’minun (23): 100}.
Dalam shahih Muslim dari Zaid bin Tsabit dari nabi saw, beliau bersabda: “seandainya kamu tidak saling mengubur mayat, maka saya memohon kepada Allah agar diperdengarkan kepada kalian siksa kubur seperti yang saya dengar.” Kemudian beliau menghadapkan wajahnya lalu bersabda: “Berlindunglah kepada Allah dari Api Neraka.” Mereka menjawab (berdoa): “Kami berlindung kepada Allah dari Api Neraka.” Lalu beliau
bersabda: “Berlindunglah kepada Allah dari siksa kubur.” Mereka menjawab: “Kami berlin-dung kepada Allah dari siksa kubur.” Beliau bersabda:
“Berlindunglah kalian kepada Allah dari fitnah yang zhahir (tampak) dan yang batin (tidak tampak).” Mereka menjawab: “Kami berlin-dung kepada Allah dari fitnah zahir dan batin.” Beliau bersabda: “Berlindunglah kalian kepada Allah dari fitnahnya Dajjal.” Mereka menjawab: “Kami berlindung kepada Allah dari fitnahnya Dajjal.”(HR. Muslim, kitab “Surga, sifat kenikmatannya bagi penghuninya”, Bab “Ditampakkannya kepada mayat tempat tinggalnya di surga atau di neraka).
Adapun kenikmatan alam kubur hanya diperuntukkan bagi orang-orang mu’min yang jujur. Firman Allah: “Sesungguhnya orang-orang yang me-ngatakan: ‘Tuhan kami ialah Allah’, kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): ‘janganlah kamu merasa takut dan janganlah merasa sedih dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) Surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu’.” {Qs. Fushshilat (41) : 30}. {Lihat pula Qs. Al-Waaqi’ah (56) : 83-89}.
Diriwayatkan dari al-Bara’ bin Azib ra, se-sungguhnya Nabi saw bersabda: “Apabila seorang mu’min selesai menjawab pertanyaan dua malaikat di dalam kubur, ada suara yang memanggil dari langit: ‘Sesungguhnya hamba-Ku telah berkata jujur, hamparkan baginya permadani Surga dan pakaikanlah pakaian dari Surga serta bukakanlah untuknya pintu menuju Surga’. Maka didatangkan untuknya angin yang sepoi-sepoi serta keharuman (surga) dan dilapangkan kuburnya sejauh matanya memandang.” (dalam hadits yang panjang (HR. Ahmad {4/287}, Abu Daud, Kitabus
Sunnah, bab “Permasalahan adzab kubur”, al-Haitsami dalam kitab “Majma’uz Zawa’id”, 3/49-50, Abu Nu’aim dalam kitab “al-Hilyah”, 8/10,Ibnu Abi Syaibah dalam kitab “al-Mushannaf”, 3/374, dan al-Aajurri dalam kitab “asy-Syari’ah” hal.327, al-Haitsami berkata: “Diriwayatkan oleh Ahmad, dan rijalnya adalah rijal Shahih Muslim.”)).
Ada kelompok sesat yang mengingkari adanya siksa kubur dan kenikmatannya. Mereka menggunakan akal mereka untuk berusaha meniadakan apa yang ada di dalam dalil baik dalam al-Qur’an maupun as-Sunnah as-Shohih (sikap kita seharusnya menggunakan (menghormati) akal dengan tetap berdalil kepada keduanya tanpa adanya nash yang dibuang atau tidak boleh hanya menggunakan dalil sebagian dan meninggalkan sebagian yang lain, serta tetap berada kepada pemahaman para Sahabat ra). Mereka (kelompok yang menolak) beranggapan bahwa hal tersebut tidak mungkin karena bertentangan dengan realita yang ada. Mereka berkata: “Seandainya orang mati tersebut kita keluarkan dari kuburnya maka kita temui seperti sediakala sebelum ia dikubur. Tidak kita dapatkan perubahan penyempitan atau pelebaran kuburan sedikitpun.”
Anggapan seperti itu batil dan sesat menurut dalil syar’i, inderawi dan logika. Mengenai dalil syar’i telah kami paparkan secara panjang lebar diatas.
Dalam shahih al-Bukhari dari hadits Ibnu Abbas ra, ia berkata: “Nabi saw pernah keluar ke salah satu kebun di Madinah, lalu beliau mendengar dua orang sedang disiksa di dalam kuburnya. Ia sebutkan hadits yang bunyinya: “Orang pertama disiksa karena tidak menjaga percikan kencingnya dan yang lainnya suka menyebar fitnah.” (HR. Bukhari: ‘kitabul wudhu’, dan Muslim: ‘Kitabuth Thoharoh”).
Adapun dalil inderawi menunjukkan bahwa orang tidur terkadang bermimpi menempati suatu tempat yang luas dan nyaman atau me-nempati tempat yang sempit sangat menakutkan dan menggelisahkan, dan mungkin ia terbangun ketakutan dari yang ia lihat dalam mimpinya. Sementara ia ditempat tidur di dalam kamarnya dalam posisi semula. Tidur adalah saudara kematian.
Karena itu Allah menyebutnya dengan kata wafat. Firman Allah dalam Al- Quran yang artinya:
“Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; Maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditetapkan *). Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda- tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir”. {Qs. Az-Zumar (39) : 42}.
*) Maksudnya: orang-orang yang mati itu rohnya ditahan Allah sehingga tidak dapat kembali kepada tubuhnya; dan orang-orang yang tidak mati hanya tidur saja, rohnya dilepaskan sehingga dapat kembali kepadanya lagi.
Secara logika banyak orang yang bermimpi sesuatu yang menjadi kenyataan atau melihat suatu yang nyata. Seperti mimpi melihat Nabi Muhammad saw, persis dengan sifatnya. Barangsiapa mimpi melihat Nabi maka ia telah melihatnya secara hak. Sementara ia di atas tempat tidurnya yang jauh dari sesuatu yang dilihatnya, jika hal itu terjadi di dunia maka bukanlah hal yang mustahil akan terjadi dalam alam Akhirat.
Adapun alasan ingkarnya mereka, seandainya mayat dikeluarkan dari kuburnya maka tidak kita dapati perubahan terhadap sempit dan luasnya kuburan tersebut, jawaban bagi mereka sebagai berikut:
Pertama, anggapan dan alasan diatas adalah keraguan-keraguan yang timbul dari rekaan akal murni yang tidak boleh dipakai untuk menentang apalagi menolak dalil-dalil syar’i. Jika kita mau merenungkan dalil-dalil syar’i yang ada, niscaya hilanglah keragu-raguan seperti itu sebab alasan dan anggapan yang mereka buat itu tidak benar. “Berapa banyak orang yang mencaci pendapat yang benar, dikarenakan pemahamannya yang keliru.”
Kedua, alam kubur termasuk alam ghaib yang tidak bisa dibuktikan hakekatnya dengan panca indera. Jika bisa disaksikan dengan panca indera maka hilanglah faedah keimanan terhadap sesuatu yang ghaib dan akan sama saja orang beriman dan orang yang ingkar tentang masalah ghaib. (hal ghaib yang tahu hanya Allah, sedangkan keterangan-keterangan yang telah diberikan kepada kita berupa nash syar’i maka kita harus merimanya tanpa bertanya bagaimana hakekatnya).
Ketiga, siksa dan nikmat kubur, sempit dan lebarnya alam kubur hanya dirasakan orang yang meninggal saja seperti orang yang bermimpi melihat sesuatu yang menyenangkan atau menyedihkan.
Bagi orang lain dia tidak mengalami perubahan dan kejadian apa-apa, bahkan ia tetap di tempat tidurnya. Seperti yang terjadi pada diri Nabi saw disaat beliau menerima wahyu ditengah-tengah para sahabatnya. Beliau mendengarkan turunnya wahyu, tetapi para sahabat yang ada disekitarnya tidak mendengar, bahkan malaikat tersebut datang menyerupai laki-laki untuk memperdengarkan wahyu kepada Nabi saw, sementara para sahabat di sekitarnya tidak melihat malaikat tersebut dan tidak mende-ngarkan suara apapun.
Keempat, daya nalar dan penangkapan makhluk sangat terbatas, sebatas yang diberikan oleh Allah yang tidak mungkin bisa menangkap segalayang ada. Langit yang tujuh, bumi beserta isinya dan segala sesuatu yang ada bertasbih kepada Allah secara hakiki, terkadang tasbih tersebut diperdengarkan kepada sebagian makhluknya, akan tetapi kita tidak dapat mendengarkannya. {lihat Qs.Al-Israa’(17):44; Qs.Al-A’raaf (7): 27}.
Rosululloh saw bersabda:
“Bilamana seorang hamba diletakkan dalam kuburnya, kemudian sahabat-sahabatnya berpa-ling darinya, sesungguhnya ia mendengar suara sandal mereka, maka setelah itu datanglah kepadanya dua malaikat, kemudian mereka berdua mendudukkannya, maka mereka berdua berkata: apa yang engkau katakan tentang laki-laki yang bernama Muhammad? Adapun orang-orang mu’min, ia akan berkata: aku bersaksi sesungguhnya ia adalah hamba Allah dan Rosul-Nya. Maka dikatakan kepadanya: lihatlah tempatmu di neraka yang mana Allah telah menggantikannya dengan syurga, kemudian dia melihat kedua tempat itu. Adapun orang-orang munafik dan orang-orang kafir maka dikatakan kepadanya: Apa yang engkau katakan tentang laki-laki ini? Maka ia berkata: Tidak tahu, aku mengatakannya seperti perkataan orang-orang, maka dikatakan: Engkau tidak tahu dan engkau berpaling. kemudian ia dipukul dengan palu yang terbuat dari besi maka ia menjerit dengan jeritan yang didengar semua makhluk di sekitarnya kecuali jin dan manusia.” (HR. Bukhori:1285, Muslim:5115, Nasa’i: 2022, Abu Daud: 2812, Ahmad no.11823).
Doa Rosululloh saw setelah tasyahud akhir:
“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari siksa kubur, fitnah al-Masih ad-Dajjal serta fitnah kehidupan dan kematian.” (HR. Bukhori no:789, Muslim no. 925, Abu Daud no.746, an-Nasa’i: 5377, Ibnu Majah: 3828 dan Ahmad).
Jika manusia tidak mampu menangkap seluruh yang ada di alam semesta maka mereka tidak boleh mengingkari masalah-masalah ghaib yang tidak bisa ditangkap oleh panca indera.
Kami (penerbit) dalam mengeluarkan bulletin ini, berharap kepada saudara-saudaraku seislam, yaitu beriman kepada hari Akhir membuahkan hasil yang mulia:
Pertama: senang dan tekun menjalankan ketaatan serta mengharapkan pahala untuk persiapan hari pembalasan.
Kedua: takut dan gelisah disaat bermaksiat karena suatu siksaan yang sangat pedih di hari Pembalasan.
Ketiga: hiburan bagi mukmin yang tidak sempat mendapatkan kenikmatan dunia, sebagai gantinya ia punya harapan yang akan ia peroleh di hari Akhirat berupa kenikmatan dan balasan pahala. Wallohu’alam. --------------------------

Referensi:
1. Ulasan tuntas tentang tiga prinsip pokok, syaikh Muhammad bin shalih al-Utsaimin, yayasan al-Sofwa.
2. Dinul Islam, silsilah Tarbiyyah Sunniyyah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar