06 April 2011

IMAN ADALAH QAWL (PERKATAAN) DAN AMAL (PERBUATAN) (bagian 1)

Iman syar’iy atau iman dalam arti syar’i terdiri dari qawl (perkataan)dan ‘amal (perbuatan). Yang dimaksud perkataan adalah qawl al-qalb (perkataan hati) dan qawl al-lisan (perkataan lisan). Sedangkan yang dimaksud dengan perbuatan adalah ‘amal al qalb (perbuatan hati) dan ‘amal al jawarih (perbuatan anggota badan). Jadi iman memiliki dua aspek, yaitu aspek hati dan aspek anggota badan (termasuk lisan), kecuali kalau yang tidak ada adalah sisi anggota badan dikarenakan ketidak sanggupan, seperti orang bisu, yang tidak mungkin sanggup untuk bersyahadat. Aspek hati ada dua bagian, yaitu perkataan hati dan perbuatan hati. Demikian pula aspek anggota badan, berupa perkataan lisan dan perbuatan anggota badan. Empat bagian tersebut semuanya adalah iman. Manakala keempat bagian tersebut ada pada diri seseorang, maka setiap bagiannya dinamakan iman, sebagaimana keseluruhannya pun dinamakan iman. Dan pelakunya dinamakan mu’min (orang yang beriman).
Yang dimaksud dengan perkataan hati adalah ilmu yang diketahui dan diyakini oleh hati. Dalam diri orang yang beriman, perkataan hati ini akan melahirkan pekerjaan (perbuatan) hati, yaitu ketundukan kepada Allah swt, takut dan cinta kepada Nya, dan lain sebagainya yang termasuk amal perbuatan hati. Apabila perkataan hati tidak dapat melahirkan amal perbuatan hati seperti tadi, maka iman pun tidak akan terwujud, dan orang tersebut tidak dinamakan sebagai orang yang beriman.
Kemudian, apabila perbuatan hati terwujud, maka tidak boleh tidak, perkataan lisan dan perbuatan anggota badan pun akan terwujud pula. Hal ini adalah suatu kepastian yang tidak akan pernah diragukan oleh setiap orang yang berakal. Apabila perkataan lisan dan perbuatan anggota badan tidak terwujud, maka dapat dipastikan bahwa perbuatan hati tidak terlahirkan. Dengan demikian, perkataan hatinya tidak ada gunanya, dan pemiliknya pun bukanlah orang yang beriman.
Hal demikian terjadi pada Iblis yang mengetahui serta mengakui keesaan dan uluhiyyah Allah swt, tetapi tidak terlahirkan padanya perbuatan hati, seperti tunduk kepada- Nya dan lainnya. Demikian pula dengan Fir’aun yang mengetahui kebenaran nabi Musa as, tetapi tidak terwujud padanya perbuatan hati yang merupakan tuntutan dari pengetahuannya tersebut.
Imam al-Bukhariy-Rahimahullah- berkata:
“Telah kutemui lebih dari seribu ulama di banyak negeri, tidak satu pun dari mere-ka yang berselisih bahwa iman adalah qawl wa ‘amal (perkataan dan perbuatan), bisa bertambah dan juga bisa berkurang.” {Imam al-Lalika’iy, Syarh Ushul I’tiqad Ahl as-Sunnah wa al-Jama’ah (Riyadh: Dar Thayyibah), 5/886 dan Imam Ibnu Hajar al-‘Asqalaniy, Fath al-Bari (Beirut: Dar al-Ma’rifah),1/47}

Iman dari segi hati
Asal atau dasar iman ada di dalam hati. Kemudian akibat dari keberadaannya, maka lahirlah perkataan dan amal perbuatan iman yang zhahir (tampak).
Ayat-ayat yang menunjukkan bahwa dasar iman ada dalam hati di antaranya:
“Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah Dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir Padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, Maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar”. (QS. an-Nahl (16) : 106)
“Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, Sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Mereka Itulah orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka de-ngan pertolongan yang datang daripada-Nya. dan dimasukan-Nya mereka ke dalam surga yang me-ngalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan mereka pun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)- Nya. Mereka Itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa Sesungguhnya hizbullah (golongan Allah) itu adalah golongan yang beruntung”. (QS. al Mujadilah (58) : 22).
“Dan ketahuilah olehmu bahwa di kalanganmu ada Rasulullah. kalau ia menuruti kemauanmu dalam beberapa urusan benar-benarlah kamu mendapat kesusahan, tetapi Allah menjadikan kamu ‘cinta’ kepada keimanan dan menjadikan keimanan itu indah di dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan. Mereka Itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus”, (QS. al Hujurat (49) : 7)
“Orang-orang Arab Badui itu berkata: “Kami telah beriman”. Katakanlah: “Kamu belum beriman, tapi Katakanlah:”Kami telah tunduk” karena iman itu belum masuk kedalam hatimu; dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikitpun pahala amalanmu; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. al Hujurat (49): 14).
Tanpa ada wujud iman dalam hati, maka tidak akan ada amal dan perkataan iman yang zhahir. Demikian pula sebaliknya, tidak adanya amal dan perkataan iman yang zhahir adalah menjadi dalil (bukti) akan tidak adanya iman dalam hati.
Rasulullah saw bersabda:
“Ketahuilah, sesungghnya dalam tubuh terdapat segumpal daging. Apabila dia baik, maka baiklah seluruh jasadnya. Dan bila rusak, maka rusaklah seluruh jasadnya. Ketahuilah, segumpal daging tersebut adalah hati.” (HR. al-Bukhariy:52 dan Muslim: 1599)
Syaikh Islam ibnu Taymiyyah –Rahimahullah- berkata:
“Apabila hati adalah hati yang shaleh karena berisikan ilmu dan perbuatan hati, maka pastilah anggota badan pun akan shaleh, karena akan melahirkan perkataan zhahir dan amal yang dilandasi oleh asal iman...” {Syaikh Islam ibnu Taymiyyah, al Iman (Beirut: al-Maktab al Islamiy 1402 H), 176}
Imam al Marwaziy –Rahimahullah- berkata:
“Dalil bahwasannya hanya sebatas ilmu dan kepercayaan saja tidak akan berguna bagi pelakunya adalah firman Allah tentang perkataan Iblis:
“...Menjawab iblis “Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah”.(Qs. al-A’raf (7): 12]
“Iblis menjawab: “Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya,” (QS. Shaad (38) : 82).
Dalam ayat tersebut Allah mengabarkan bahwa Iblis mengetahui bahwa Allah-lah yang menciptakannya. Tetapi dia menolak untuk tunduk kepada perintah-Nya agar sujud kepada Adam as, maka kepercayaan dan ilmunya tidak berguna baginya, karena tidak adanya ketundukan.
Dalil lainnya adalah persaksian Allah atas keadaan hati sebagian kaum Yahudi yang sesungguhnya mereka telah mengetahui kedatangan Nabi dan risalah yang dibawanya seperti mereka mengetahui keadaan anak-anak mereka sendiri, yaitu:
“....Maka setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui, mereka lalu ingkar kepadanya....” (QS. Al Baqarah (2) : 89)
“Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri Al kitab (Taurat dan Injil) Me-ngenal Muhammad seperti mereka Mengenal anak-anaknya sendiri. dan Sesungguhnya sebahagian diantara mereka Menyembunyikan kebenaran,Padahal mereka mengetahui. (QS. Al Baqarah (2) : 146).
Di sini Allah menjelaskan bahwa sebagian Yahudi telah mengetahui kebenaran kenabian Rasulullah, tetapi hal ini tidak menjadikan mereka sebagai orang-orang beriman, karena pengetahuan mereka tidak direalisasikan dengan ketundukan dan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya.” (Imam Muhammad bin Nashr al-Marwaziy, Ta’dzim Qadr ash-Shalah (Madinah: Maktabah ad-Dar, 1406 H), 2/696-698.)

Referensi :
1. Nawaqidh al-Iman al-I’tiqadiyyah wa Dhawabith at Takfir ‘Inda as-Salaf, Syaikh Dr. Muhammad bin Abdillah bin ‘Aliy al-Wuhaybiy,(Riyadh: Dar al Muslim, 1416 H), 1/31-195.
2. Nawaqidh al-Iman al-Qawliyyah wa al-‘Amaliyyah, Syaykh Dr. ‘Abd al-Aziz bin Muhammad al-‘Abd al-Lathif, (Riyadh: Dar al-Wathan, 1415 H)
3. Al-Iman-Arkanuhu, Haqiqatuhu, Nawaqiduhu, Syaykh Dr. Muhammad Na’im Yasin, (Mesir: Maktabah as-Sunnah, 1412 H), 221 hal.
4. Al-Iman- Haqiqatuhu, Khawarimuhu, Nawaqidhuhu ‘Inda Ahl as Sunnah wa al-Jama’ah, Syaykh Abdullah bin ‘Abd al-Hamid al-Atsariy, (Riyadh: Madar al-Wathan, 1424 H), 346 hal.
5. Fath al-Bari, Imam Ibnu Hajar al-‘Asqalaniy (Beirut: Dar al-Ma’rifah),1/47
6. Syarh Ushul I’tiqad Ahl as-Sunnah wa al-Jama’ah, Imam al-Lalika’iy (Riyadh: Dar Thayyibah)
7. Iman menurut Ahlussunnah wal Jama’ah, silsilah Tarbiyyah Sunniyyah, Hasmi.
8. Al Iman, Syaykh Islam ibnu Taymiyyah, Beirut: al-Maktab al Islamiy 1402 H), 176
9. Ta’dzim Qadr ash-Shalah, Imam Muhammad bin Nashr al-Marwaziy, Madinah: Maktabah ad-Dar, 1406 H, 2/696-698

Tidak ada komentar:

Posting Komentar