13 April 2011

DO’A BERSAMA KAFIRIN

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ (٦٠)


Dan Tuhanmu berfirman: Berdo’alah kepada-Ku niscaya akan Kukabulkan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.” [QS Al Mu’min (40):60].

Do’a atau permintaan hamba kepada Allah swt merupakan suatu ibadah. Suruhan untuk berdo’a itu ada dalam Al-Qur’an dan Hadits sebagaimana disebutkan dalam firman Allah di atas.

Penegasan bahwa do’a dalam Islam itu termasuk ibadah adalah sabda Nabi saw:
“Do’a itu adalah ibadah, seraya Nabi saw membaca firman Allah: “Berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan Kukabulkan bagimu.” (HR. Abu Dawud)

Juga sabda Nabi saw:
“Do’a itu sumsum ibadah”. A Hassan ‘ulama Indonesia menjelaskan, maksud Hadits itu bahwa ibadat itu umpama daging, darah dan tulang tetapi do’a itu umpama sumsum yang di dalam tulang. Menurut ‘ulama ini, do’a yang dimaksudkan dalam agama, ialah meminta dengan hati yang ikhlas kepada Allah, dengan keyakinan, bahwa Allah akan mengabulkan permintaannya itu. Meminta itu janganlah keluar daripada peraturan dan sebab - sebab yang telah diatur oleh Allah.

Adab berdo’a

Ada ayat-ayat al-Qur’an dan Hadits Nabi saw yang memberikan tuntunan adab berdo’a. Di antaranya, Allah swt berfirman:

Serulah Tuhan kamu dengan merendahkan diri dan suara yang lembut, karena sesungguhnya Dia tidak suka kepada orang-orang yang melewati batas.” [QS. Al-A’raf (7): 55].

Ustadz Umar Hubeis mengutip Al-Alusi yang meriwayatkan dalam tafsir Rukhul Ma’ani, bahwa para Muslimin dahulu bersungguh- sungguh bila berdo’a, namun suara mereka nyaris tidak terdengar. Mereka berdo’a dengan lemah lembut, hanya Tuhan mereka yang mendengar. Allah memuji hambaNya, Nabi Zakaria dengan firmanNya: Tatkala ia berdoa kepada Tuhannya de-ngan suara yang lembut, [QS.Maryam (19):3].

Abu Musa r.a meriwayatkan bahwa sahabat Rasulullah saw waktu ghazwat (perang) Khaibar dalam suatu perjalanan mereka berdo’a dan berdzikir dengan suara nyaring dan keras. Lalu Rasulullah saw melarang dengan sabdanya:

Wahai umat manusia, kasihanilah di-rimu dan rendahkanlah suaramu, kamu tidak menyeru Tuhan yang tuli atau yang gaib (jauh), sesungguhnya kamu menyeru Tuhan yang Pendengar, dekat, dan Dia menyertai kamu.” (Hadits Muttafaq ‘alaih).

Orang yang berdo’a kepada Allah swt dengan ikhlas, khusyu’, tidak teriak-teriak sebagaimana telah diatur dalam ayat-ayat dan Hadits tersebut di atas, disertai ke-imanan dan amal shaleh, do’anya akan Allah kabulkan. Sebaliknya, kalau kufur maka adzab yang keraslah baginya.

Dan Dialah yang menerima taubat dari hamba-hamba-Nya dan memaafkan kesala-han-kesalahan dan mengetahui apa yang kamu kerjakan, dan Dia mengabulkan (do’a) orang-orang yang beriman serta mengerjakan amal yang shaleh dan menambah (pahala) kepada mereka dari karuniaNya. Dan orang-orang yang kafir bagi mereka adzab yang sangat keras.” [QS. As Syuura (42) :25,26).

Do’a Kafirin dan Iblis

Meskipun demikian, Allah yang Maha Rahman (pemurah) juga mengabulkan do’a-do’a orang kafir, musyrik ataupun fasiq; hanya saja terbatas di dunia ini kepada orang mukmin, juga kepada kafirin, musrikin, munafiqin, fasiqin, dhalimin dsb.

Muhammad Adh-Dhubai’i meringkas kitab ibnu Taymiyah Iqtidhous Shiroothil Mustaqiem, menjelaskan diterimanya do’a mukminin (untuk dunia dan akhirat), juga do’a musyrikin, fasiqin untuk di dunia saja.

Dan apabila manusia ditimpa bahaya dia berdo’a kepada Kami dalam keadaanberbaring, duduk, atau berdiri, tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu dari padanya, dia (kembali) melalui (jalan yang sesat) seolah-olah dia tidak pernah berdo’a kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya.......” (QS.Yunus (10): 12)

“Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka jahannam, dia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir.”[Al Israa’(17): 18]

lebih dari itu semua, do’a iblis yang jelas-jelas terkutuk pun di kabulkan. Lihat: QS (15): Al Hijr: 39-43.

Do’a saling melaknat

Do’a orang mukmin dikabulkan untuk dunia dan akhirat, sedang do’a non mukmin termasuk iblis-syetan hanya untuk di dunia. Lantas, bolehkah berdo’a bersama pengikut- pengikut syetan itu?

Dalam Al-Quran dan Hadits, do’a bersama antara mu’minin (Nabi dan ummat Islam) di satu pihak dan Ahli Kitab ataupun musyrikin di lain pihak; justru merupakan do’a ancaman, saling melaknat untuk adu kebenaran, yang disebut mubahalah. Yakni; masing-masing pihak di antara orang-orang yang berbeda pendapat berdo’a kepada Allah dengan bersungguh-sungguh agar Allah
menjatuhkan la’nat kepada pihak yang berdusta. Nabi mengajak utusan Nasrani Najran bermubahalah tetapi mereka tidak berani dan ini menjadi bukti kebenaran Nabi Muhammad saw.

Do’a ancaman
Do’a jelas diperintahkan bagi mukminin. Namun dalam Al-Quran, perintah do’a itu kalau ditujukan kepada Ahli Kitab justru berupa ancaman, bahkan mubahalah.

*) Mubahalah : Masing-masing pihak diantara orang - orang yang berbeda pendapat berdo’a kepada Allah dengan sungguh - sungguh, agar Allah menjatuhkan laknat kepada pihak yang berdusta.

Katakanlah: “Hai orang-orang yang menganut agama Yahudi, jika kamu mendak-wakan bahwa sesungguhnya kamu sajalah kekasih Allah bukan manusia-manusia yang lain, maka harapkanlah kematianmu, jika kamu adalah orang-orang yang benar.” [QS. Al-Jumu’ah (62) : 6).

Siapa yang membantahmu tentang kisah ‘Isa setelah datang ilmu (yang meyakin-kan kamu), maka katakanlah (kepadanya): Marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, isteri-isteri kami dan isteri-isteri kamu, diri kami dan diri kamu, kemudian marilah kita bermubahalah kepada Allah dan kita minta supaya la’nat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang berdusta.” [QS.Ali Imran (3) : 61)

Ibnu Katsir menjelaskan, suruhan Allah kepada Yahudi agar minta mati di Surat Al Jumu’ah : 2, Al Baqarah 94, itu juga mubahalah; kalau memang orang Yahudi itu menganggap dalam hidayah Allah, sedang Muhammad itu dianggap dalam kesesatan, maka mintakan mati atas yang sesat dari kedua golongan itu, kalau memang Yahudi menganggap diri mereka benar. Ternyata Yahudi tak berani.

Demikian pula ancaman terhadap orang-orang musyrik di Surat Maryam ayat 75, agar musyrikin bermubahalah dengan Nabi saw sekeluarganya.

Dari Ibnu Abbas: Abu Jahal la’natullah berkata; “bila aku melihat Muhammad di sisi Ka’bah pasti aku datangi dia sehingga aku injak atas lehernya”. Ibnu Abbas berkata: Bersabda Rasulullah saw; “Kalau ia (Abu Jahal) berbuat pasti malaikat akan mengambilnya (mengadzabnya) terang-terangan, dan seandainya orang-orang Yahudi mengharapkan mati pasti mereka mati dan mereka melihat tempat-tempat mereka dari neraka, dan seandainya mereka yang bermubahalah dengan Rasulullah saw keluar pasti mereka kembali tidak menemukan keluarganya dan tidak pula hartanya.” (HR. Bukhari, Tirmidzi, Nasa’i).

Wallahu a’lam bis shawaab.

H. Hartono Ahmad Jaiz

Maraji’:
  • Tafsir Rukhul Ma’ani
  • Iqtidhous Shiroothil Mustaqiem, Ibnu Taymiyah.
  • Buletin DDII (Dewan Dakwak Islamiah Indonesia), No. 47 Th.XXV , Jum’at ke-3 Sya’ban 1419 H/ Nopember 1998 M

Tidak ada komentar:

Posting Komentar