12 April 2011

SUMBER AGAMA ISLAM

A. Sumber agama Islam dengan segala segi-nya adalah wahyu Allah swt dalam bentuk al-Qur’an al-Karim dan Hadits yang shahih (as-Sunnah).

Sumber ini merupakan prinsip yang sangat penting sekali, bahwa satu-satunya sumber yang mutlak benar dalam Islam adalah wahyu Allah swt yang berbentuk al-Qur’an dan as-Sunnah, yang pemahaman terhadap keduanya harus disandarkan kepada murod (maksud) yang dikehendaki Allah swt dan Rasul-Nya saw.

Dalil prinsip ini adalah firman Allah swt:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الأمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلا (٥٩)

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (-Nya), dan ulil amri diantara kalian. Kemudian jika kalian berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (al-Qur’an) dan Rasul (sunnah-nya), jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu adalah lebih utama (bagi kalian) dan lebih baik akibatnya.” [QS. an-Nisa’ (4): 59]

Dan tidakkah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi me-reka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.” [QS. al-Ahzab (33): 36]

Sesungguhnya al-Qur’an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang mukmin yang mengerjakan amal soleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar.” [QS. al-Isro’(17): 9]

“.... Apa yang diberikan Rasul kepada kalian, maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagi kalian, maka tinggalkanlah dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya.” [QS. al-Hasyr (59): 7]

“Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, se-sungguhnya ia telah menaati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara mereka.” [QS. an-Nisa’ (4): 80]

“Katakanlah :‘Jika kalian benar-benar mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian...”[QS. Ali ‘Imron (3): 31]

“Dan ikutilah apa yang diwahyukan Robbmu kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan.” [QS. al-Ahzab (33): 2]

“Dan ikutilah apa-apa yang diwahyukan kepadamu dan bersabarlah hingga Allah memberi keputusan dan Dia adalah Hakim yang sebaik-baiknya.” [QS. Yunus (10): 109]

Rasulullah saw bersabda:
“Hendaklah kalian berpegang teguh kepada sunnahku dan sunnah para khalifah yang telah mendapat petunjuk setelahku. Gigitlah hal tersebut dengan gigi geraham kalian.” {HR. Abu Dawud (No: 3607), Tirmidzi (No: 2678) ia berkata: Ini Hadits hasan shahih, dan Ibnu Majah (No: 43), serta dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahih Sunan Ibnu Majah (No: 40-41)}

“Sesungguhnya aku tinggalkan kalian di atas sesuatu yang putih, yang malamnya seper-ti siang. Tidak ada yang menyimpang darinya kecuali orang yang celaka.” {HR. Ibnu Majah No:41, dan Ibnu Abi ‘Ashim 1/27, serta dishahihkan oleh syeikh al-Albani dalam Silsilah Al-Ahaadits Ash Shahihah No:937}

“Telah aku tinggalkan untuk kalian dua pusaka, yang kalian tidak akan tersesat selama kalian berpegang teguh pada keduanya, yaitu kitabulloh (al-Qur’an) dan sunnahku, keduanya tidak akan berpisah hingga mendatangi haud (telaga Rasulullah pada hari kiamat)”. (HR. Hakim, dan dishahihkan oleh al-Albani)

Muslim bin Syihab Az Zuhri (Imam az-Zuhri) –rahimahullah- berkata:
Risalah berasal dari Allah, kewajiban Rasulullah adalah menyampaikan dan kewajiban kita adalah taslim (menerima dengan totalitas (mutlak)).” (HR. Al Bukhari dalam Kitab At Tauhid dalam Shahihnya: 13/503 Al Fath)

al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah saw, ke-duanya adalah wahyu dari Allah swt. Al-Qur’an adalah wahyu dari Allah swt, baik lafaz (hu-ruf-huruf) maupun makna atau kandungannya. Sedangkan Sunnah Rasulullah saw, makna dan kandungannya adalah wahyu dari Allah swt yang disampaikan kepada kita dengan lafaz dan penerapan dari Rasulullah saw. Keduanya berasal dan datang dari Allah swt, dan keduanya dijaga oleh Allah swt.

Allah swt berfirman:
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” [QS. al-Hijr (15): 9]
“... Dan Allah telah menurunkan kepadamu al-Kitab dan al-hikmah serta mengajarkan kepa-damu apa yang belum kamu ketahui. Sesungguhnya karunia Allah kepadamu sangat besar.” [QS. an-Nisa’ (4): 113]

Imam Syafi’i -rahimahulloh- berkata:
“al-Hikmah dalam ayat ini artinya adalah as-Sunah”
“Ucapan itu tiada lain adalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” [QS. an-Najm (53): 4]

Rasulullah saw bersabda:
“Ketahuilah, sesungguhnya aku diberikan al-Qur’an dan yang semisalnya (Sunnah) bersama-sama dengannya.” (HR.Abu Dawud no: 4604, Ahmad 4/130, Ibnu Hibban: 11 dan Tirmidzi no: 2666,dia berkata: ini hadits hasan gharib dari jalan tersebut, serta dishahihkan oleh al-Albani dalam shahih Ibnu Majah No: 12)

Hasan bin Athiyyah –rahimahullah- berkata:
Jibril turun kepada Rasulullah membawa Sunnah sebagaimana dia turun membawa al-Qur’an. Dan dia (Jibril) pun mengajarkan kepada beliau Sunnah sebagaimana mengajarkan al-Qur’an.” (HR. Abu Daud dalam Al Marasil No: 536, Syaikh Syu’aib Al Arna’uth berkata: Rijalnya tsiqot (Para perawinya terpercaya), perawi Syaikhain)

Ibnu Hazm rahimahullah berkata:
“Telah shah bahwa semua kalam Rasulullah saw tentang dien, adalah wahyu dari Allah swt. Tidak ada perbedaan pendapat di kalangan ahli bahasa dan syari’ah bahwa setiap wahyu yang diturunkan oleh Allah swt adalah dzikir (peri-ngatan) yang diturunkan” (Al Ihkam Fi Ushul Al Ahkam: 1/135)

Pengikutan kepada keduanya (al-Qur’an dan as-Sunnah) adalah pengikutan kepada khabar dari Allah swt dan tuntunan-Nya. Tidak ada sesuatupun yang boleh menyaingi dan menan-dingi keduanya.

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” { QS. Al Hujuraat (49) :1}

Tiada pertentangan diantara keduanya (al-Qur’an dan as-Sunnah). Kalau terbayangkan ada nya pertentangan, maka hal itu dikarenakan oleh kesalahpahaman (yang bisa disebabkan oleh banyak hal, faktor paling utama adalah kejahilan) atau karena hadits yang tidak shahih yang dijadikan sebagai sumber rujukan.

Allah swt berfirman:
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan al-Qur’an? Kalau kiranya al-Qur’an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.”[QS. an-Nisa’ (4): 82]

Al-Qur’an dan as-Sunnah telah mencakup seluruh masalah keagamaan dalam Islam, maka keduanya telah mencakup seluruh segi dalam kehidupan umat manusia.

Allah swt berfirman:
...Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kalian agama kalian dan telah Ku-cukupkan kepada kalian nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama kalian...” [QS. al-Ma’idah (5): 3]

lihat pula QS.An Nahl [16]: 89

Semua isi al-Qur’an dan as-Sunnah adalah haqq (benar) dan tidak mengandung kebatilan sedikitpun. Allah swt berfirman:
Yang tidak datang kepadanya (al-Qur’an) kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari (Robb) Yang Maha bijaksana lagi Maha terpuji.”[QS.Fushshilat (41): 42]

B. Tidak ada pertentangan Antara Wahyu dan akal
Akal adalah suatu perangkat untuk berpikir dan memahami, sebagaimana mata adalah alat untuk melihat. Akan tetapi mata yang sehat tidak dapat melihat sesuatu jika tidak mendapat cahaya matahari atau lampu. Begitu pula de-ngan akal yang sehat, ia tidak akan terbimbing dan tidak dapat menempuh jalan yang benar jika tidak mendapatkan pancaran cahaya ke-imanan dan al-Qur’an. Oleh karena itu, akal sangat butuh kepada petunjuk wahyu. Wahyu dari Allah swt tidak ada yang bertentangan dengan akal yang jernih. Akal yang bersih pasti sesuai dan selaras dengan nash yang shahih. Tidak akan pernah terjadi pertentangan (kontradiksi) antara nash yang shahih dengan akal yang bersih. Kalau seolah-olah terjadi pertentangan antara keduanya, maka yang harus didahulukan adalah nash yang shahih, karena ia adalah wahyu dari Allah swt yang kebenaran nya bersifat pasti.

Kalau terjadi anggapan seakan-akan ada pertentangan antara keduanya, maka hal ini disebabkan oleh ketidakjernihan akal yang terkotori hawa nafsu, kelemahan atau kejahilan. Dalam keadaan seperti ini, maka wahyu harus didahulukan atas akal.

Dalam mensikapi akal, manusia terbagi dalam 3 (tiga) golongan, yaitu:
Pertama, golongan yang sangat mengagungkan akal dan menganggapnya sebagai asal atau pilar dari semua ilmu.

Golongan ini sering disebut dengan de-ngan al-Mutakallimin (ahli kalam) yang [tidak perlu di tulis: terdiri dari kalangan Mu’tazilah, Asy’ariyah, dan siapa saja yang mengikuti manhaj mereka]. Mereka berpendapat bahwa hujjah- hujjah yang berasal dari akal adalah qot’i (pasti) kebenarannya, sedangkan hujjah-hujjah yang berasal dari wahyu, kebenarannya bersifat zonni (dugaan). Oleh karena itu, jika antara keduanya terdapat pertentangan (menurut anggapan mereka), maka yang harus didahulukan adalah hujjah-hujjah akal. Demikianlah mereka menempatkan akal sebagai asal (dalil) bagi segala sesuatu, sedangkan keimanan dan al-Qur’an harus mengikuti akal.

Kedua
, golongan yang meremehkan akal dan bahkan melecehkannya

Pendapat ini muncul dari kalangan Mutasowwifah (ahli tasawuf). Mereka beranggapan bahwa pemikiran yang bersumber dari akal yang bersih bisa saja keliru. Oleh karena itu, mereka sangat memuji seorang sufi yang telah mencapai derajat sakran (mabuk) dan hilangnya tamyiz (akal sehat), serta juga memuliakan orang-orang yang dungu. Demikianlah mereka berpendapat bahwa maqam (derajat) yang tinggi dan ihwal yang terpuji tidak bisa diraih kecuali dengan disertai hilangnya akal.

Ketiga
, golongan yang menghormati akal sehat dan menganggapnya sebagai suatu karunia
Allah swt yang dengannya Allah swt memuliakan manusia dari sekalian makhluk yang lain, akan tetapi tidak sampai berlebih-lebihan dalam memposisikan akal.

Referensi :
1. Al-Qur’an.
2. Al-Hadits: a. Sunan Abu Daud, Imam Ahmad, Ibnu Hibban, At Thirmidzi, Ibnu Majah,
Ibnu Abi Ashim, b. Shahih Al Bukhari.
3. Ahlussunnah wal Jama’ah, Pustaka Al-Faruq. (dengan segala sumber).
4. Syarh Kitab at Tauhid min Shahih Imam Bukhori, al Ghunaimi.
5. Ahlussunnah wal Jama’ah Ma’alimil Intilaq Qubro, M. Al Mishri.
6. Al Ihkam Fi Ushul Al Ahkam.
7. ilsilah Al Ahaadits Ash Shahihah, oleh: Muhammad Nasharuddin Al-Albani.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar