Ta’rif Shilaturrahmi
Shilat yang berasal dari kata washal adalah lawan kata dari Al Hijraan yaitu perpisahan. Shilat -sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Al Atsiir- adalah kinayah (sebutan) untuk perbuatan baik yang ditujukan kepada para kerabat di kalangan orang yang senasab (seketurunan) dan hubungan kemertuaan serta perbuatan kasih sayang. Lemah lembut dan penjagaan terhadap me-reka. Qath’u Ar rahmi (memutus silaturahmi) adalah lawanan semua itu. Dalam bahasa Arab dikatakan: seakan-akan dengan berbuat baik kepada mereka dia telah menyambung hubungan kekerabatan dan kemertuaan antara dirinya dan mereka.” (An Nihaayah 5/ 191-192).
Sedangkan tentang rahim yang wajib disambung, para ulama berbeda pendapat. Dikatakan oleh sebagian ulama: adalah setiap rahim yang diharamkan, dimana jika yang satu laki-laki dan yang lain perempuan, maka diharamkan menikahinya. Atas dasar ini, anak-anak saudara ibu dan anak-anak saudara ayah tidak masuk dalam kategori rahim. Pendapat yang tepat adalah bahwa rahim disebut untuk seluruh kerabat, yaitu orang yang memiliki hubungan nasab antara dia dan mereka, baik dia mewarisinya atau tidak, dan baik satu mahram atau tidak.(Lihat Syarh Muslim, An Nawawi 16/133 dan Fathul Baary 10 / 414).
Hal tersebut didasarkan pada beberapa dalil, diantaranya ialah:
1. Allah swt berfirman:
“Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu): janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat kebaikanlah kepada ibu bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling.” (QS. Al Baqarah [2] : 83).
Ayat ini dan ayat-ayat sejenisnya menyebutkan kerabat secara umum, tanpa diikat oleh satu sifatpun.
2. Dari Abu Hurairah ra bahwa dia berkata:
seorang laki-laki berkata: “Ya Rasulullah, Siapakah orang yang pa-ling berhak mendapatkan persahabatan?”. Beliau bersabda: “Ibumu, kemudian Ibumu, kemudian Ibumu, kemudian ayahmu, kemudian yang lebih rendah demi yang lebih rendah.” (HR. Muslim: No.2548)
Sabda beliau “kemudian yang lebih rendah demi yang lebih rendah” adalah dalil tentang keumuman kerabat. Persaudaraan diantara muslim tidak kenal batas wilayah dan teritorial, tidak membedakan warna kulit dan kedudukan melewati batas negara dan bangsa. Karena pada hakekatnya diantara orang-orang yang beriman itu adalah saudara, sebagaimana ditegaskan oleh Allah dalam Al Qur’an:
“Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” (QS Al Hujurat [49] : 10).
Rasa persadaraan dan menyambung tali silaturrahim di antara sesama muslim pernah dicontohkan oleh Rasulullah saw ketika hijrah ke Madinah. Beliau mempersaudarakan kaum Muhajirin dari kota Makkah dengan kaum Anshor di Madinah, bahkan tidak sedikit dari sahabat-sahabat Anshor yang memiliki dua orang istri lalu menceraikan satu istrinya, lalu minta pada sahabat Muhajirin untuk menikahinya sekaligus diberi rumah dan bekal untuk berdagang di Kota Madinah, karena para sahabat Muhajirin meninggalkan kota Mekkah tidak membawa bekal sedikitpun kecuali hanya untuk perjalanan, mereka hanya membawa Iman pada Allah dan Rasul-Nya saja. Para sahabat baik dari kaum Muhajirin dan Anshor patuh dan taat pada Allah dan Rasul-Nya sehingga amal perbuatannya se-suai dengan sunnah Rasulullah saw. Dimana beliau pernah bersabda dalam sebuah hadits dari Said Al Hudry:
“Seorang muslim itu saudara muslim yang lain, tidak boleh mendholiminya, tidak boleh meninggalkan dalam keadaan tidak selamat (dari musibah atau orang yang mencelakainya). Dan barangsiapa yang membantu kebutuhan saudaranya, maka Allah akan membantunya, siapa saja yang membebaskan seorang muslim dari sebuah kesulitan, maka Allah akan membebaskannya dari kesulitan dari beberapa kesulitan pada hari kiamat nanti”. (HR. Bukhari).
Demikianlah kehebatan ajaran Rasulullah pada umat islam dan langsung dipraktekkan dalam kehidupan bermasyarakat oleh para sahabat Nabi dan langsung mendapat bim-bingan dari Rasulullah sendiri.Alangkah indahnya hidup ini jika kita sesama muslim bisa bersatu padu laksana saudara seperti diteladankan oleh para sahabat terdahulu.
Perintah Shilaturrahmi
Allah swt berfirman:
“... dan bertakwalah kepada Allah yang de-ngan (mempergunakan) nama-Nya kamu sali-ng meminta satu sama lain *), dan (peliharalah) hubungan silaturrahim ...” (QS. An Nisa’ [4] : 1).
*) Menurut kebiasaan orang Arab, apabila me-reka menanyakan sesuatu atau memintanya kepada orang lain mereka mengucapkan nama Allah seperti :As aluka billah artinya saya bertanya atau meminta kepadamu dengan nama Allah.
Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Takutlah memutuskan (shilaturrahmi), akan tetapi berbakti dan sambunglah (shilaturrahmi). Demikian yang dikatakan oleh Ibnu Abbas, Ikrimah, Mujahid, Al Hasan, Adh Dhahhak, Ar Rubayyi dan bukan hanya satu orang ulama”. (Tafsiir Ibnu Katsiir, 1/ 448).
Allah swt berfirman:
“Adakah orang yang mengetahui bahwasanya apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itu benar sama dengan orang yang buta? hanyalah orang-orang yang berakal saja yang dapat me-ngambil pelajaran, (yaitu) orang-orang yang memenuhi janji Allah dan tidak merusak perjanjian, dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan, dan mereka takut kepada Tuhannya dan takut kepada hisab yang buruk.” (QS. Ar Ra’du [13] :19-21).
Menurut Dr. Sulaiman Abdullah Al Asyqar “Dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan” adalah seperti shilatur-rahmi”. (Zubdat At Tafsiir, hal: 325). (Lihat catatan kaki DepAg dalam tarjamah Al Qur-an: “Yaitu Mengadakan hubungan silaturahim dan tali persaudaraan.”)
Allah swt berfirman:
“Maka Apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan?. Me-reka Itulah orang-orang yang dila’nati Allah dan ditulikan-Nya telinga mereka dan dibutakan-Nya penglihatan mereka. (QS. Muhammad [47] : 22-23).
Di dalam ayat ini shilaturrahmi dijadikan kesempurnaan iman yang dapat mempersatukan kalimat dan membantu kebaikan di muka bumi.
Dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah saw bersabda:
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka sambunglah rahimnya”. (HR. Al Bukhari: No. 6138)
Dari Jubair bin Muth’am ia berkata, Rasulullah saw bersabda: “Tidaklah akan masuk surga orang yang memutuskan silaturrahim.” (Bukhari Muslim)
Betapa Rasulullah mengajarkan utama-nya persaudaraan dan bahayanya pemutusan perhubungan sesama mukmin. Oleh karena itu, jalinlah shilaturrahmi.
Hakekat Shilaturrahmi
Nabi saw tidak memerintahkan diputusnya shilaturrahmi sedikitpun, bahkan beliau menyerukan shilaturrahmi, sekalipun orang yang disambungnya memberikan kemurkaan dan keburukan. Beliau pun mengisyaratkan bahwa yang lebih utama justru menyambung shilaturrahmi kerabat yang berbuat buruk tersebut. Karena, hal tersebut lebih jelas dalam kebaikan dan tidak merusak orang-orang yang diperintahkan oleh Syar’i.
Nabi saw bersabda:
“Shilaturrahmi bukanlah dengan balas membalas. Akan tetapi, shilaturahmi adalah orang yang rahimnya diputus, lalu dia menyambungnya”. (HR. Al Bukhari: No. 5991).
Penjelasan Hadits ini adalah perkataan Umar bin Khaththab ra: “Shilaturrahmi bukanlah engkau menyambung kerabat yang menyambung shilaturrahmi, karena hal itu adalah balasan (qishash). Akan tetapi, shilaturrahmi adalah engkau menyambung kerabat yang memutuskan hubungan denganmu”. (Ditakhrij oleh Abdurrazzak dalam “Jaami Ma’mar” : No. 19629 dan 20232 dengan isnad yang tidak shahih, akan tetapi maknanya shahih).
Maka, dalam hal ini terdapat tiga derajat dalam hubungannya dengan shilaturrahmi: “Al Waashil, Al Mukaafi dan Al Qaathi”.
Al Waashil adalah: “Orang yang selalu mengutamakan kerabatnya dan tidak butuh diutamakan kerabatnya”. (ini adalah derajat yang terbaik).
Al Mukaafi adalah: “Yang memberi tidak lebih dari apa yang diterima”.
Al Qaathi’ adalah: “Orang yang selalu minta diutamakan kerabatnya dan tidak suka mengutamakan kerabatnya”.(ini adalah derajat yang terburuk).
Keutamaan Shilaturahmi
1. Shilaturrahmi merupakan salah satu sarana bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah swt.
Abu Hurairah ra berkata : Rasulullah saw bersabda:
“Sesungguhnya Allah telah menciptakan makhlukNya, hingga Dia telah menyelesai-kan semua itu, rahimpun tegak berdiri dan berkata: ‘ini adalah maqam orang yang berlindung dari memutuskannya’. Allah berfirman: ‘ya, Tidakkah engkau ridha aku menyambung orang yang menyambungmu dan memutuskan orang yang memutus- Muhammad?” Rahim menjawab: tentu” Allah pun berfirman : itulah bagimu”. Kemudian Rasulullah saw membaca:
(22) Maka Apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan?
(23) mereka Itulah orang-orang yang dila’nati Allah dan ditulikan-Nya telinga mereka dan dibutakan-Nya penglihatan me-reka.
(24) Maka Apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran ataukah hati mereka terkunci? (QS Muhammad: 22-24). (Hr. Al Bukhari : No.5987 dan Muslim: No. 2554)
2. Shilaturrahmi merupakan salah satu sebab turunnya rahmat dari Allah swt.Abdurrahman bin ‘Auf ra berkata: aku mendengar Rasulullah saw bersabda:
“Allah ‘Azza wa Jalla berfirman: Aku adalah Allah, dan Aku adalah Ar Rahmaan (Maha Pengasih). Aku telah menciptakan rahim dan Aku ambil dia dari salah satu nama-Ku. Barangsiapa yang menyambungnya, maka aku akan menyambungnya (dengan rahmatKu) dan barangsiapa yang memutuskannya, maka Aku memutuskannya (dari rahmat-Ku)”. (HR. Abu Daud : No.1695, Ibnu Hibban: No. 443, dan Al Hakim: 4/157).
3. Mendapatkan khabar gembira dengan memasuki Jannah, jika dilaksanakan dengan kewajiban yang lain.
Dari Abu Ayyub Al Anshari bahwa seorang Arab desa menemui Nabi saw, lalu meraih tali kekang unta beliau dan bertanya: “Ya Rasulullah, beritahukanlah kepadaku tentang satu perkara yang dapat memasukkan aku ke dalam surga dan menyelamatkan aku dari api neraka?” Lalu beliau memandang wajah shahabat-shahabatnya dan menahan untanya, lalu beliau bersabda:
“Sesungguhnya dia diberikan taufik dan hidayah. Janganlah engkau menyekutukan Allah sedikitpun, mendirikan shalat, menu-naikan zakat dan bershilaturahmi. Biarkanlah unta itu”. (HR. Muslim: No.13, Al Bukhari dalam “Al Adab Al Mufrad”: No.49, Ahmad: 5/417 dan Ibnu Hibban : No.437)
4. Shilaturrahmi dapat menghapuskan dosa.
Dari Ibnu Umar ra bahwa seorang laki-laki mendatangi Nabi saw dan bertanya: “Ya Rasulullah, saya menderita dosa besar, apakah saya dapat bertaubat?” Beliau menjawab: “Apakah engkau memiliki Ibu?” Laki-laki itu menjawab: “Tidak”. Beliaupun bertanya kembali: “apakah engkau memiliki paman?” laki-laki itu menjawab: “ya”. Maka, Rasul menjawab: “berbaktilah kepadanya”. (HR. Ahmad: 2/13 dan At Tirmidzi: No.1968)
5. Shilaturrahmi menyebabkan keluasan rizki dan panjang umur.
Dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah saw bersabda:
“Barangsiapa yang senang diluaskan rizkinya oleh Allah dan dipanjangkan umurnya, maka sambunglah rahimnya”. (HR. Al Bukhari: No. 5985)
Perbaiki Hubungan Silaturrahmi
Dari Ibnu Umar ia berkata, Rasulullah saw bersabda: “Bukanlah orang yang menyambung silaturrahim itu orang yang hanya memenuhi kebutuhan saudaranya. Tetapi yang disebut orang yang menyambung tali shilaturrahmi itu ialah orang yang menyambung tali silaturrahmi setelah terputusnya.” (Jami’ Bukhari).
Alangkah tulusnya hati orang yang mendahului mendatangi saudaranya yang telah memutuskan tali shilaturrahmi kepadanya. Diturunkannya rasa tinggi hati dan gengsi-nya, ia datangi dengan berendah hati karena semata-mata berharap ridho-Nya. Kita, mudah-mudahan termasuk diantara orang-orang yang selalu berusaha menyambung tali persaudaraan dan terus menerus memperbaikinya. Karena diantara ciri-ciri pengikut Rasulullah saw itu ialah adanya sifat ruhama atau kasih sayang diantara sesama mukmin. Dalam sebuah hadits disebutkan, bahwa orang yang menyambung tali silaturrahim akan masuk surga:
“Hai manusia, tebarkan kesalamatan (kedamaian), sambunglah persaudaraan (silaturrahim), berilah makanan, dan sholatlah pada waktu malam hari sedangkan manusia tidur, maka kamu akan masuk surga dengan selamat”. (HR. Tirmidzi).
Sudahkah kita dan para pemimpin bangsa ini menebarkan kedamaian, kesejahteraan pada rakyat? Bukan justru membuat ke-onaran dan mengadu domba antar umat dan kelompok hanya demi menuruti ambisi dan kepentingan sesaat saja? Wallahu a’lam!.
referensi:
1. An Nihaayah
2. Fathul Baary
3. Syarh Muslim, An Nawawi
4. Tafsiir Ibnu Katsiir,
5. Zubdat At Tafsiir,
6. Jaami Ma’mar
7. Al Adab Al Mufrad
8. Hadits-Hadits Sumber Inspirasi setiap hari, M. Mukhliansyah, Media Universal.
9. Adab dan Akhlak, LPD Al Huda Bogor- Indonesia
10. 25 Calon Penghuni Surga: Bab 18, Drs. Imam Bashori As Sayuthi, Mitra Ummat
06 April 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar