(Fatawa Islamiyah, 2/99, Syaikh Ibnu Baz) Bagaimana hukum membayar zakat fitrah de-ngan uang karena ada yang mengatakan bolehnya hal ini?
Tidak luput dari pengetahuan setiap muslim, bahwa rukun terpenting agama Islam yang lurus ini adalah syahadat (persaksian) bahwa tidak ada sesembahan yang haq selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, sedang konsekuensi persaksian bahwa Muhammad utusan Allah adalah; tidak beribadah kepada Allah kecuali dengan cara yang disyari’atkan oleh Rasulullah saw. Zakat fitrah adalah ibadah menurut ijma’ kaum Muslimin, sedangkan semua ibadah itu sifatnya tauqifi (harus sesuai dalil), maka seseorang tidak boleh beribadah kepada Allah dengan suatu ibadah kecuali bersumber dari pembuat syari’at yang telah disebutkan Allah swt yang artinya:“ Dan Tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanya lah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)”. (an Najm [53]: 3-4)
dan beliau pun telah bersabda,“Barangsiapa mengada-ngada perkara baru dalam urusan (agama) kami ini yang bukan (bagian) darinya, maka hal itu tertolak.” {HR. al-Bukhari (2697) dan Muslim (1718)}.
“Barangsiapa melakukan suatu amal yang tidak kami perintahkan, maka hal itu tertolak.” {HR. Muslim (1718) (18)}.
Sementara itu, beliau saw telah mensyariatkan zakat fitrah sebagaimana yang disebutkan dalam hadits-hadits shahih, yaitu satu sha’ makanan pokok atau kurma atau gandum atau anggur kering atau tepung. Telah diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Imam Muslim rohimahulloh, dari Abdullah bin Umar ra., ia berkata, “Rasulullah saw telah mewajibkan zakat fitrah sebanyak satu sha’ kurma atau satu sha’ gandum atas setiap budak dan orang merdeka, laki-laki dan perempuan, anak-anak dan dewasa dari kalangan kaum muslimin. Dan beliau memerintahkan untuk ditunaikan sebelum orang-orang berangkat untuk shalat (Id).” {HR. al-Bukhari (1503) dan Muslim (984)}.
Diriwayatkan pula oleh keduanya dari Abu Sa’id ra., bahwa ia berkata, “Kami menunaikannya (zakat) pada masa Nabi saw berupa satu sha’ makanan atau satu sha’ kurma atau satu sha’ gandum atau satu sha’ anggur kering.” {HR al-Bukhari (1506)}.
Dalam riwayat lain disebutkan, “atau satu sha’ tepung.” {HR. al-Bukhari (1503) dan Muslim (984)}.
Abu Said berkata: “Adapun saya masih tetap mengeluarkan zakat fitrah seperti yang aku keluarkan pada zaman Rasulullah saw” dan dalam riwayat Abu daud disebutkan, “Aku selamanya tidak megeluarkan kecuali satu sha’.” (HR. al-Bukhari, Muslim, Abu Daud, an-Nasa’i dan Ibnu Majah)
Inilah Sunnah Muhammad saw dalam hal zakat fitrah. Dan sebagaimana diketahui, bahwa ketika disyariatkannya zakat fitrah dan ketika ditunaikannya kewajiban ini, pada saat itu telah ada uang dinar dan dirham dikalangan kaum Muslimin, terutama masyarakat Madinah. Kedua mata uang ini merupakan alat tukar yang berlaku saat itu, namun beliau tidak menyebutkannya ketika menetapkan zakat fitrah. Jika itu boleh untuk zakat fitrah, tentu beliau menjelaskannya, karena tidak boleh menangguhkan penjelasan ketika penjelasan itu dibutuhkan. Dan seandainya itu terjadi, tentunya para sahabat ra melakukannya.
Sementara dalam zakat binatang ternak boleh dengan nilainya tapi dengan syarat tidak adanya binatang yang wajib dikeluarkannya.
Demikian, sebagaimana telah disebutkan tadi, bahwa dasar semua ibadah adalah tauqif (tidak boleh melakukannya kecuali ada dalilnya).
Kami tidak menemukan seorang sahabat pun yang membayar zakat fitrah dengan uang, sementara mereka itu adalah manusia yang paling antusias dalam mengamalkannya. Seandainya ada yang melakukan di antara mereka, tentu akan sampai beritanya kepada kita, sebagaimana sampainya berita tentang perkataan dan perbuatan mereka yang berkenaan de-ngan perkara-perkara syari’at. Allah telah berfirman yang artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu …” (QS. al Ahzab [33]: 21).
(lihat pula QS. At-Taubah [9]: 100).Dari yang kami sebutkan tadi dapat disimpulkan, bahwa membayar zakat fitrah dengan uang tidak boleh, tidak membebaskan orang yang melakukannya (dari kewajiban membayar zakat fitrah) karena menyelisihi dalil-dalil syariat yang disebutkan tadi. Semoga Allah menunjuki kita dan semua kaum Muslim untuk memahami agamaNya dan teguh dalam menjalankannya serta waspada terhadap setiap yang menyelisihi syari’atNya. Sesungguhnya Allah MahaBaik lagi Maha Mulia. Shalawat dan salam semoga dicurahkan kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan para sahabatnya. ( Fatawa Islamiyah, 2/99, Syaikh Ibnu Baz).
Dalam Syarah Muslim VII: 60 Imam Nawawi menegaskan, “Menurut mayoritas fuqaha tidak boleh mengeluarkan zakat fitrah dengan harganya (bukan berupa makanan pokok).”
Menurut ‘Abdul ‘Azhim bin Badawi al-Khalafi, pendapat Imam Abu Hanifah rahimahullah yang membolehkan mengeluarkan zakat dengan harganya tertolak, karena ayat Qur’an mengatakan yang artinya:“dan Rabbmu tidak pernah lupa. (QS. Maryam [19]: 64).
Andaikata mengeluarkan zakat fitrah de-ngan harganya atau uang dibolehkan dan dianggap mewakili, sudah barang tentu Allah Ta’ala dan Rasul-Nya menjelaskannya. Oleh karena itu, kita wajib mencukupkan diri dengan nash-nash syar’i, tanpa memalingkan (maknanya) dan tanpa pula memaksakan diri untuk mentakwilkan.
Yang shahih untuk zakat fitrah adalah makanan pokok setempat, bukan mata uang (karena zaman Nabi sudah terdapat mata uang) kecuali ada penghalang. Lebih baik di masjid-masjid setempat atau di tempat kepengurusan zakat disediakan tempat khusus untuk penukaran mata uang dengan makanan pokok. (De-ngan catatan: penukaran tidak didalam masjid) karena apabila mengeluarkan zakat fitrah dengan menggunakan mata uang dikhawatirkan zakat tersebut tidak sah. Jadi sunnahnya adalah dengan makanan pokok.
sumber:
sumber:
- Terjemah Bulughul Marom, pustaka Imam Adz-Dzahabi;
- Al-Wajiz, ‘Abdul ‘Azhim bin Badawi al-Khalafi., pustaka as-Sunnah;
- Fatwa-fatwa Terkini, Darul Haq; 5.Ensiklopedia Bid’ah (kumpulan Fatwa), Hammud bin Abdullah al-Mathar, Darul Haq..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar