16 April 2011

Keutamaan Puasa Enam Hari di Bulan Syawal

Abu Ayyub al-Anshari rodhiallohu ‘anhu meriwayatkan, Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Barangsiapa berpuasa penuh di bulan Ramadhan lalu menyambungnya de-ngan (puasa) enam hari di bulan Syawal, maka (pahalanya) seperti ia berpuasa selama satu tahun (seumur hidup).” (HR. Muslim 1984, ahmad 5/417, Abu Daud 2433, at-Turmudzi 1164).

Imam Ahmad dan an-Nasa’i, meriwayatkan dari Tsauban, Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Puasa Ramadhan (ganjarannya) sebanding dengan (puasa) sepuluh bulan, sedangkan puasa enam hari (di bulan Syawal, pahalanya) sebanding dengan (puasa) dua bulan, maka itulah bagaikan berpuasa selama setahun penuh.
” (HR. Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban dalam “Shahih” mereka.)

Dari Abu Hurairoh rodhiallohu ‘anhu, Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam ber-sabda:
Barangsiapa berpuasa Ramadhan lantas disambung dengan enam hari di bulan Syawal, maka ia bagaikan telah berpuasa selama setahun.” (HR. al-Bazzar). {al Mundziri berkata: “Salah satu sanad yang beliau miliki adalah shahih.”}

Puasa 6 hari di bulan Syawal, caranya boleh berturut-turut (Imam Ibnul Mubarok sesuai HR. Turmdzi) atau berselang-se-ling yang penting masih dibulan Syawal (Imam Ibnu Abdil Barr sesuai HR. Nasa’I dari Aisyah). Waktunya boleh langsung, sehari setelah Idul Fithri (Imam as-Subki). Boleh juga tidak langsng, karena dipakai untuk qadha puasa dan udzur lain (Jumhur Fuqaha).

Pahala puasa Ramadhan yang dilanjutkan dengan puasa enam hari di bulan Syawal menyamai pahala puasa satu tahun penuh, karena setiap hasanah (kebaikan) diganjar sepuluh kali lipatnya (1bulan x 10 = 10 bulan, dan 6 hari di bulan Syawal x 10 = 2 bulan), sebagaimana telah disinggung dalam hadits Tsauban di muka.

Membiasakan puasa setelah Ramadhan memiliki banyak manfaat, diantaranya:

1. Puasa enam hari di bulan Syawal setelah Ramadhan, merupakan pelengkap dan penyempurna pahala dari puasa setahun penuh.

2. Puasa Syawal dan Sya’ban bagaikan shalat sunnah rawatib, berfungsi sebagai penyempurna dari kekurangan, karena pada hari kiamat nanti perbuatan-perbuatan fardhu akan disempurnakan (dilengkapi) dengan perbuatan-perbuatan sunnah. Sebagaimana keterangan yang datang dari Nabi saw di berbagai riwayat. Mayoritas puasa fardhu yang dilakukan kaum muslimin memiliki kekurangan dan ketidaksempurnaan, maka hal itu membutuhkan sesuatu yang menutupi dan menyempurnakannya.

3. Membiasakan puasa setelah Ramadhan menandakan diterimanya puasa Ramadhan, karena apabila Allah Ta’ala menerima amal seorang hamba, pasti Dia menolongnya dalam meningkatkan perbuatan baik setelahnya. Sebagian orang bijak mengatakan: “Pahala amal kebaikan adalah kebaikan yang ada sesudahnya”.

Oleh karena itu barangsiapa mengerjakan kebaikan kemudian melanjutkannya dengan kebaikan lain, maka hal itu merupakan tanda atas terkabulnya amal pertama. Demikian pula sebaliknya, jika seseorang melakukan suatu kebaikan lalu diikuti dengan yang buruk maka hal itu merupakan tanda tertolaknya amal yang pertama.

4. Puasa Ramadhan –sebagaimana disebutkan di muka- dapat mendatangkan maghfiroh atas dosa-dosa masa lalu. Orang yang berpuasa Ramadhan akan mendapatkan pahalanya pada hari Raya ‘Idul Fitri yang merupakan hari pembagian hadiah, maka membiasakan puasa setelah ‘Idul Fitri merupakan bentuk rasa syukur atas nikmat ini. Dan sungguh tak ada nikmat yang lebih agung dari pe-ngampunan dosa-dosa.

Oleh karena itu termasuk sebagian ungkapan rasa syukur seorang hamba atas pertolongan dan ampunan yang telah dianugerahkan kepadanya adalah dengan berpuasa setelah Ramadhan. Tetapi jika ia malah menggantinya dengan perbuatan maksiat maka ia termasuk kelompok orang yang membalas kenikmatan dengan kekufuran. Apabila ia berniat pada saat melakukan puasa untuk kembali melakukan maksiat lagi, maka puasanya tidak akan terkabul, ia bagaikan orang yang membangun sebuah bangunan megah lantas menghancurkannya kembali. Allah Ta’ala berfirman:

وَلا تَكُونُوا كَالَّتِي نَقَضَتْ غَزْلَهَا مِنْ بَعْدِ قُوَّةٍ أَنْكَاثًا تَتَّخِذُونَ أَيْمَانَكُمْ دَخَلا بَيْنَكُمْ أَنْ تَكُونَ أُمَّةٌ هِيَ أَرْبَى مِنْ أُمَّةٍ إِنَّمَا يَبْلُوكُمُ اللَّهُ بِهِ وَلَيُبَيِّنَنَّ لَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ (٩٢)

Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat menjadi cerai berai kembali....” (an Nahl [16] : 92)

5. Dan diantara manfaat puasa enam hari bulan Syawal adalah amal-amal yang dikerjakan seorang hamba untuk mendekatkan diri kepada Tuhannya pada bulan Ramadhan tidak terputus dengan berlalunya bulan mulia ini, selama ia masih hidup. Orang yang setelah ramadhan berpuasa bagaikan orang yang cepat-cepat kembali dari pelariannya, yakni orang yang baru lari dari peperangan fi sabilillah lantas kembali lagi. Sebab tidak sedikit manusia yang berbahagia dengan berlalunya Ramadhan sebab mereka merasa berat, jenuh dan lama berpuasa Ramadhan.

Barangsiapa merasa demikian maka sulit baginya untuk bersegera kembali melaksanakan puasa, padahal orang yang bersegera kembali melaksanakan puasa setelah ‘Idul Fitri merupakan bukti kecintaannya terhadap ibadah puasa, ia tidak merasa bosan dan berat apalagi benci.

Seorang Ulama salaf ditanya tentang kaum yang bersungguh-sungguh dalam ibadahnya pada bulan Ramadhan tetapi jika Ramadhan berlalu mereka tidak bersungguh- sungguh lagi, beliau berkomentar:

Seburuk-buruk kaum adalah yang tidak mengenal Allah secara benar kecuali di bulan Ramadhan saja, padahal orang shalih adalah yang beribadah dengan sungguh-sungguh di sepanjang tahun.”

Oleh karena itu sebaiknya orang yang memiliki hutang puasa Ramadhan memulai membayarnya di bulan Syawal, karena hal itu mempercepat proses pembebasan dirinya dari tanggungan hutangnya.

Kemudian dilanjutkan dengan enam hari puasa Syawal, dengan demikian ia telah melakukan puasa Ramadhan dan mengikutinya dengan enam hari di bulan Syawal.

Ketahuilah, amal perbuatan seorang mukmin itu tidak ada batasnya hingga maut menjemputnya. Allah Ta’ala berfirman:

“Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal)” (al-Hijr [15]:99).
(Lihat Lathaa’iful Ma’aarif, oleh Ibnu Rajab, halaman. 232-236)

Dan perlu diingat pula bahwa shalat-shalat dan puasa sunnah serta sedekah yang dipergunakan seorang hamba untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala pada bulan Ramadhan adalah disyari’atkan sepanjang tahun, karena hal itu mengandung berbagai macam manfaat, di antaranya: ia sebagai pelengkap dari kekurangan yang terdapat pada fardhu, merupakan salah satu faktor yang mendatangkan mahabbah (kecintaan) Allah kepada hambaNya, sebab terka-bulnya doa, demikian pula sebagai sebab dihapusnya dosa dan dilipatgandakannya pahala kebaikan dan ditinggikannya kedudukan.

Hanya kepada Allah tempat memohon pertolongan, shalawat dan salam semoga tercurahkan selalu keharibaan Nabi, segenap keluarga dan sahabatnya.

Referensi:
  1. Risalah Ramadhan, Abdullah bin Jarullah bin Ibrahim al-Jarullah, al-Sofwa.
  2. Lathaa’iful Ma’aarif, oleh Ibnu Rajab, halaman. 232-236
  3. Puasa Syawal, puasa seumur hidup. Buletin Dakwah No.42 Thn. XXXIV Jum’at ke 3, 19 oktober 2007 M.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar