16 April 2011

Kesalahan Yang Sering Dilakukan di Bulan Ramadhan (2)

Pada bulan Ramadhan ini Allah mencurahkan kebaikanNya untuk segenap hamba-hambaNya yang beriman. Di bulan Ramadhan, kedermawanan Nabi saw lebih deras dari hembusan angin. Para Sahabat dan As-Salafus Shalih terdahulu selalu berlomba-lomba menumpuk kebaikan dan amal ibadah di dalamnya. Namun saat ini, kondisi umat Islam sungguh memilukan, mayoritas mereka tak saja lemah untuk diajak ber-fastabiqul khairat (berlomba-lomba dalam kebaikan) di bulan penuh kemuliaan ini, tapi mereka selalu saja –hampir sepanjang tahun- tak siap dengan amalan-amalan yang semestinya mereka lakukan secara benar. Karena itu, redaksi Nurul Haq berikut ini menyajikan tulisan tentang berbagai kesalahan yang sering dilakukan di bulan Ramadhan.

Ditulis oleh seorang ulama yang memiliki perhatian khusus terhadap bulan Ramadhan, di antaranya beliau juga menulis buku “Risalah Ramadhan” (telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, cet. Darul Haq), beliau adalah Syaikh Abdullah bin Jarullah bin Ibrahim al-Jarullah. Berikut ini adalah bagian terakhir dari dua tulisan (lanjutan Buletin Nurul Haq edisi 052).

12. Tergesa-gesa dalam sholat.
Sebagian imam-imam masjid dalam shalat tarawih amat tergesa-gesa dalam shalatnya. Mereka melakukan gerakan-ge-rakan dalam shalatnya dengan amat cepat, sehingga menghilangkan maksud shalat itu sendiri. Mereka dengan cepat membaca ayat-ayat suci al-Quran, padahal semestinya ia membaca secara tartil. Mereka tidak thuma’ninah (tenang) ketika ruku’, sujud, bangun dari ruku’ dan ketika duduk antara dua sujud, ini adalah tidak boleh dan shalat menjadi tidak sempurna karenanya.

Seyogyanya setiap imam thuma’ninah ketika berdiri, duduk, ruku’, sujud, bangun dari ruku’ dan ketika duduk antara dua sujud.

Rasulullah saw bersabda kepada orang yang tidak thuma’ninah dalam shalatnya, artinya:

Kembalilah, lalu shalatlah karena se-sungguhnya engkau belum shalat.” (Muttafaq Alaih).

Dan seburuk-buruk pencuri adalah orang yang mencuri shalatnya. Yakni ia tidak me-nyempurnakan ruku’, sujud dan bacaan dalam shalatnya. Shalat adalah timbangan, barangsiapa menyempurnakan timbangannya maka akan disempurnakan untuknya. Sebaliknya, barangsiapa curang maka Neraka Wail-lah bagi orang-orang yang curang.

13. Tidak memperhatikan sunnah.
Adalah sunnah setelah salam dari shalat witir mengucapkan:



Maha suci Tuhan Yang Maha Menguasai dan Mahasuci.” Sebanyak tiga kali. Ini berdasarkan hadits riwayat Abu Daud dan Nasa’i dengan sanad shahih. Tetapi, banyak orang yang tidak mengucapkannya. Untuk itu, para imam dan penceramah perlu mengingatkan jama’ahnya dalam masalah ini.

14. Mendahului Imam.
Banyak didapati para makmum mendahului imam dalam shalat tarawih dan shalat-shalat lainnya, baik dalam memulai gerakan ketika ruku’, sujud, berdiri atau duduk. Ini adalah tipu daya setan dan salah satu bentuk peremehan terhadap masalah shalat.

Ada empat kondisi antara makmum dengan imamnya dalam shalat jama’ah. Satu daripadanya dianjurkan dan tiga kondisi lainnya dilarang. Tiga kondisi yang dilarang itu adalah makmum mendahului imam, menye-lisihi (terlambat dari pada)nya dan menyamai (berbarengan dengan)nya. Adapun satu kondisi yang dianjurkan bagi makmum yaitu mengikuti imam. Dalam shalatnya, para makmum dianjurkan langsung mengikuti pekerjaan-pekerjaan shalat imamnya. Jadi, makmum tidak boleh mendahului gerakan-gerakan imam, juga tidak boleh membarengi atau terlambat daripadanya.

Orang yang mendahului gerakan imam, shalatnya adalah batal. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah saw: “Tidakkah takut orang yang mengangkat kepalanya sebelum imam, Allah mengubah kepalanya menjadi kepala keledai atau mengubah rupanya menjadi rupa keledai?” (Muttafaq Alaih).

Hal ini disebabkan oleh shalatnya yang jelek sehingga ia tidak mendapatkan pahala daripadanya. Seandainya dia dianggap telah shalat tentu ia diharapkan mendapatkan pahala. Dan tak diragukan lagi, pengubahan Allah terhadap kepalanya menjadi kepala keledai adalah salah satu bentuk siksaanNya.

15. Makmum membaca mushaf.
Sebagian makmum ada yang membawa mushaf al-Qur’an ketika shalat tarawih, mereka mengikuti bacaan imam dengan melihat mushaf al-Qur’an. Pekerjaan ini adalah tidak disyari’atkan dan juga tidak didapatkan dalam amalan para salaf. Ia tidak boleh dilakukan kecuali bagi orang yang ingin membetulkan imam jika salah.

Yang diperintahkan kepada makmum adalah mendengarkan bacaan imam dengan diam. Hal ini berdasarkan firman Allah,



“Dan apabila dibacakan al-Qur’an maka dengarkanlah baik-baik dan perhatikanlah de-ngan tenang agar kamu mendapat rahmat.” (al-A’raf [7]: 204).

Imam Ahmad berkata: “Banyak orang sepakat bahwa ayat ini maksudnya adalah ketika dalam keadaan shalat”. Lalu, Syaikh Abdullah bin Abdurrahman al-Jibrin juga telah mengingatkan dalam “At-Tanbiihat ‘Alal Mukhaalafati Fis Shalah”, beliau berkata:

sesungguhnya pekerjaan ini (makmum membaca mushaf al-Qur’an ketika shalat) menjadikan makmum tidak khusyu’ dan tadabbur dalam shalatnya, karena itu ia termasuk pekerjaan sia-sia.”

16. Memendekkan bacaan shalat.
Sebagian besar imam-imam masjid dalam shalat-shalat yang disyari’atkan tidak memanjangkan bacaan seperti ketika shalat tarawih dan shalat kusuf (gerhana), mereka tidak memanjangkan bacaan bahkan sebagiannya melakukan ruku’, sujud, bangun dari ruku’ dan duduk antara dua sujud dengan sangat cepat.

Shalat yang disyari’atkan adalah shalat yang sesuai dengan teladan dan petunjuk Nabi saw. adapun ukuran ruku’ dan sujud Rasulullah saw adalah tak jauh berbeda dengan saat beliau berdiri. Dan bila Rasulullah saw mengangkat kepalanya dari ruku’, beliau diam berdiri (lama) sehingga seorang sahabat berkata beliau telah lupa. Dan jika beliau mengangkat kepalanya dari sujud beliau duduk lama sehingga ada sahabat yang berkata Rasulullah saw telah lupa. Al-Bara’ bin Azib radhiallahu anhu berkata: “Aku shalat bersama Nabi saw maka aku dapati berdiri-nya, ruku’nya, sujudnya dan duduknya antara dua sujud hampir sama (antara semuanya). Dalam riwayat lain disebutkan: “Tidaklah (beliau) berdiri kecuali hampir sama dengan duduknya.”

Maksudnya, bila Rasulullah saw memanjangkan berdirinya, maka beliau juga memanjangkan ruku’, sujud dan duduk antara dua sujud. Sebaliknya, jika beliau meri-ngankan berdirinya (tidak terlalu lama) maka beliau juga meringankan ruku’, sujud dan duduk antara dua sujud.

Akhirnya, semoga uraian ini menjadi bahan renungan kita bersama di bulan yang mulia dan suci ini, sekaligus bisa menghantarkan kita mengarungi kehidupan di bulan Ramadhan –baik dalam ibadah maupun kehidupan sehari-hari- sebagaimana yang dituntunkan nabi saw.

Mudah-mudahan Allah meneguhkan iman Islam kita, mengampuni kita, orang tua kita dan segenap kaum muslimin. Amin....

Referensi : YAYASAN AL-SOFWA Po.Box 7805 / 13708 JATCC JAKARTA 13340

Tidak ada komentar:

Posting Komentar