28 April 2011

Alat Musik Haram ? (bagian 1)

Saudaraku, pada edisi kali ini kita akan membahas seputar lagu (nyanyian) dan alat musik yang sering kita lihat di lingkungan kita bersama, dari kala-ngan anak-anak remaja sampai orang dewasa.

Oleh karena itu kami akan memaparkan fatwa dari syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz yaitu sebagai berikut:

Sesungguhnya mendengarkan lagu-lagu (yang jauh dari keislaman dan disertai alat musik) itu adalah haram dan suatu kemungkaran.

Dan juga termasuk salah satu penyebab penyakit hati, kekerasan hati dan berpalingnya ia dari dzikir kepada Alloh dan sholat. (dan ini adalah bid’ah, menyerupai apa yang dilakukan oleh kaum sufi dan agama kristen, mereka bernyanyi dan menari-nari di tempat peribadatan, karena itu harus dihindari-red).

Sebagian ulama menafsirkan firman Alloh :

“dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Alloh tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Alloh itu olok-olokan. mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan.” {QS. Luqman (31) : 6}.

Bahwa yang dimaksud dengan “perkataan yang tidak berguna (perkataan yang tidak bermanfaat/ sia-sia, yang menjadikan suatu kemaksiatan -pen)” dalam ayat ini adalah lagu-lagu. Abdullah bin Mas’ud . bersum-pah bahwa yang dimaksud dengan “perkataan yang tidak berguna” di sini adalah lagu-lagu. Dan bila lagu-lagu ini disertai dengan alat-alat musik seperti biola, gitar, gendang dan lain sebagainya, maka keharamannya semakin tegas. Sebagian ulama menyebutkan bahwa lagu-lagu yang disertai dengan alat-alat musik, hukumnya haram berdasarkan Ijma’ ulama. Jadi kita harus berhati-hati dari perbuatan itu.

Dan disebutkan dalam Shahih Bukhari beliau berkata : telah berkata Hisyam bin Ammar: telah menceritakan kepada kami Shidqah bin Khalid, kemudian beliau menyebutkan sanadnya hingga Abi Malik Al-Asy’ari , bahwa dia mendengar Nabi bersabda:

Artinya : Sungguh akan ada hari bagi kalangan umat kaum yang menghalalkan perzinaan, sutera, minuman keras, dan alat-alat musik. (HR. Al Bukhari dalam Shahihnya).

Saya berwasiat kepadamu dan kepada yang lain untuk mendengarkan siaran al-Qur’an Karim, ceramah-ceramah, dan siaran religious (keislaman) lainnya, karena banyak mengandung manfaat serta menyibukkan diri dari mendengarkan lagu dan alat musik.

Adapun yang disyari’atkan dalam resepsi pernikahan adalah memukul dup (rebana) yang disertai dengan lagu biasa (syair islami) yang tidak mengajak kepada sesuatu yang diharamkan dan tidak pula pujian terhadap sesuatu yang haram, yang dirayakan (diadakan) pada suatu malam khusus untuk (pihak) wanita (dan dimainkan oleh anak-anak-red), dengan tujuan mengumumkan pernikahan itu dan untuk membedakannya dengan pernikahan yang tidak syar’i sebagaimana yang dijelaskan dalam hadits shohih tentang itu dari Rosululloh .

Adapun Thubl (gendang) tidak boleh dipukul pada saat pesta perkawinan, cukup dup (rebana) saja. Dan juga tidak boleh menggunakan pembesar suara dalam mengumumkan suatu pernikahan, dan juga tidak boleh melantunkan lagu-lagu yang dianggap biasa tetapi mengandung fitnah besar, akibat yang jelek dan gangguan kepada orang-orang muslim.

Dan juga tidak boleh terlalu lama, tetapi cukup bahwa pernikahan itu telah diketahui oleh umum. Karena dengan memperpanjang waktu pesta itu hingga larut malam, akan memperlambat seseorang sholat subuh atau ketiduran lalu tidak menunaikannya tepat pada waktunya, dan ini termasuk pelanggaran besar dan perbuatan orang-orang munafiq.

Berikut ini adalah dalil-dalil yang menunjukkan haramnya lagu yang disertai alat musik yang dinukil dari perkataan dan pendapat Salafus Sholeh (orang-orang sholeh dulu) –semoga Alloh meridhoi mereka semua-:

  • Abu Bakar ash-Shiddiq berkata: “lagu dan musik adalah seruling setan”.
  • Imam Malik bin Anas berkata: “Lagu-lagu itu hanya dilakukan oleh orang-orang fasik di antara kita”.
  • Orang-orang Syafi’iyah (pengikut mazhab Syafi’i) mempersamakan lagu dengan kebatilan dan kerusakan umat.
  • Imam Ahmad –semoga Alloh merahmatinya- berkata: “lagu itu menimbulkan kemunafikan dalam hati, jadi saya tidak tertarik”.
  • Sahabat-sahabat Imam Abu Hanifah –semoga Alloh merahmati mereka- berkata: “menyimak lagu adalah suatu kefasikan”.
  • Umar bin Abdul Aziz berkata: “lagu itu awalnya dari setan dan akhirnya dapat murka Alloh”.
  • Imam Qurthubi berkata: “lagu itu dilarang berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunnah”.
  • Imam Ibnu Sholah berkata: “Lagu yang disertai alat (musik) diharamkan berdasarkan ijma’ (kesepakatan ulama)”.
Demikianlah Fatwa dari Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, –semoga Alloh merahmatinya-

Saudaraku, adapun sya’ir islami atau nasyid (tanpa disertai alat musik) maka ini diperbolehkan. Hal ini Lebih baik lagi kalau diwilayah-wilayah peperangan yaitu untuk membantu mengobarkan keberanian dan semangat jihad di jalan Alloh , maka hal ini adalah baik.

Ibnu Qoyyim al Jauzi dalam kitabnya yaitu Zadul Ma’ad menerangkan bahwa Rosululloh memiliki para penyair. Di antara para penyair beliau yang teguh membela Islam adalah Ka’ab bin Malik, Abdullah bin Rawahah, dan Hassan bin Tsabit.

Yang paling keras diantara mereka kepada orang-orang kafir adalah Hassan bin Tsabit dan Ka’ab bin Malik, mengecam atas kekufuran dan kesyirikan mereka.

Selain itu, beliau juga memiliki orang-orang yang gemar berdendang di hadapan beliau saat safar. Diantara mereka adalah Abdullah bin Rawahah, Anjasyah, Amir bin al-Akwa’ dan pamannya Salamah bin al-Akwa’.

Dalam Shohih Muslim diriwayatkan, “dulu Rosululloh mempunyai para pedendang yang bagus suaranya”

Suatu ketika, Rosululloh pernah berkata kepadanya, “Pelan-pelan wahai anjasyah. Jangan sampai engkau pecahkan kaca-kaca.”

(Maksudnya adalah wanita-wanita yang lemah).

Jadi, syair/ nasyid diperbolehkan dalam Islam.

Saudaraku, jika sudah tahu kalau alat musik itu haram hukumnya, maka tinggalkanlah. Keharaman ini tidak dapat diragukan lagi. Nalarnya, bahwa segala alat musik merupakan alat hiburan atau permainan, dan hal ini tidak diperselisihkan di antara para ahli bahasa. Seandainya hal itu halal (diboleh-kan), tentu Rosul tidak akan mencela tindakan menghalalkan hal tersebut, dan tidak mensandingkan dengan khamr dan perzinaan. Sebenar-benar dan sebaik-baik perkataan adalah kalamulloh (al-qur’an) dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad (as-sunnah) oleh karena itu ja-ngan jauhkan anak-anak kita dari keduanya dengan membiarkannya terlena dengan alat musik seruling setan. Kami sengaja mengungkapkannya (bahwa alat musik haram) karena kebenaran mesti disampaikan dan agar para Ahlul Qur’an mendapat kepuasan, di sam-ping agar orang-orang yang suka mendengarkan suara setan itu dapat tergugah hatinya.

Bersambung…………….


Referensi :
  1. Artikel fatwa Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz dengan judul: hukum-hukum lagu (al-ginã u), fotografi, mencukur jenggot, merokok dan narkoba, isbal bagi laki-laki. Penerbit: Darul Qosim,Saudi Arabia, Riyadh.
  2. Fatawa fadhilah Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, 1/134 dalam buku: ensiklopedi Bid’ah, Darul Haq.
  3. Zadul Ma’ad, Ibnu Qoyyim al-Jauziyah, Pustaka al-Kautsar.
  4. Al Kalam ‘ala Masalitis Sama”, ditahqiq oleh Syaikh Rasyid Abdul Haziz Al Hamd.
  5. Kitab Ighotsatul Lahfan, Menyelamatkan Hati dari Tipu Daya, karya Ibnul Qayyim Al-Jauziyah.
-------------------------------------------------------------

Telah menceritakan kepada kami ‘Ali bin Hujr telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Yazid Al Washiti telah menceritakan kepada kami Mustalim bin Sa’id dari Rumaih Al Judzami dari Abu Hurairah berkata: Rasulullah bersabda:

“Jika harta rampasan perang dimonopoli oleh kelompok tertentu, amanat dijadikan harta rampasan, zakat dijadikan sebagai denda, yang dipelajari selain agama, seorang suami tunduk kepada istrinya, durhaka kepada ibunya, akrab dengan sahabatnya, menjauh dari bapaknya, suara suara mengeras di masjid masjid, pemimpin suatu kabilah adalah orang yang fasik di antara me-reka, pemimpin suatu kaum adalah orang yang paling hina di antara mereka, seseorang dihormati karena dikhawatirkan kejahatannya, bermunculannya para wanita penyanyi dan alat alat musik, meminum khamar dan orang yang terakhir dari Ummat ini melaknat orang orang pendahulu, maka tunggulah saat itu akan datangnya angin merah, gempa, longsor, digantinya rupa, lemparan dan tanda tanda kiamat yang susul-menyusul seperti susunan perhiasan yang usang yang terputus talinya kemudian susul-menyusul.” Abu Isa berkata: dalam hal ini ada hadits serupa dari ‘Ali, dan ini adalah hadits gharib kami tidak mengetahuinya kecuali jalur sanad ini.
(Kitab Tirmidzi, Hadits No. 2137).

3 komentar:


  1. Diriwayatkan dari Ibnu Juraij bahwa Rasulullah saw. memperbolehkan mendengarkan sesuatu. Maka ditanyakan kepada beliau: “Apakah yang demikian itu pada hari kiamat akan didatangkan dalam kategori kebaikan atau keburukan?” Beliau menjawab, “Tidak termasuk kebaikan dan tidak pula termasuk kejelekan, karena ia seperti al laghwu, sedangkan Allah berfirman:

    “Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah) …” (Al Ma’idah: 89)

    Imam Al Ghazali berkata: “Apabila menyebut nama Allah Ta’ala terhadap sesuatu dengan jalan sumpah tanpa mengaitkan hati yang sungguh-sungguh dan menyelisihinya karena tidak ada faedahnya itu tidak dihukum, maka bagaimana akan dikenakan hukuman pada nyanyian dan tarian?”

    Saya katakan bahwa tidak semua nyanyian itu laghwu, karena hukumnya ditetapkan berdasarkan niat pelakunya. Oleh sebab itu, niat yang baik menjadikan sesuatu yang laghwu (tidak bermanfaat) sebagai qurbah (pendekatan diri pada Allah) dan al mizah (gurauan) sebagai ketaatan. Dan niat yang buruk menggugurkan amalan yang secara zhahir ibadah tetapi secara batin merupakan riya’. Dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda:

    “Sesungguhnya Allah tidak melihat rupa kamu, tetapi ia melihat hatimu.” (HR Muslim dan Ibnu Majah)

    Baiklah saya kutipkan di sini perkataan yang disampaikan oleh Ibnu Hazm ketika beliau menyanggah pendapat orang-orang yang melarang nyanyian. Ibnu Hazm berkata: “Mereka berargumentasi dengan mengatakan: apakah nyanyian itu termasuk kebenaran, padahal tidak ada yang ketiga? [Maksudnya, tidak ada kategori alternatif selain kebenaran dan kesesatan] Allah SWT berfirman:

    “… maka tidak ada sesudah kebenaran itu, melainkan kesesatan …” (Yunus, 32)

    Maka jawaban saya [Ibnu Hazm], mudah-mudahan Allah memberi taufiq, bahwa Rasulullah saw. bersabda:

    “Sesungguhnya amal itu tergantung pada niat, dan sesungguhnya tiap-tiap orang (mendapatkan) apa yang ia niatkan.”

    Oleh karenanya barangsiapa mendengarkan nyanyian dengan niat mendorongnya untuk berbuat maksiat kepada Allah Ta’ala berarti ia fasik, demikian pula terhadap selain nyanyian. Dan barangsiapa mendengarkannya dengan niat untuk menghibur hatinya agar bergairah dalam menaati Allah Azza wa Jalla dan menjadikan dirinya rajin melakukan kebaikan, maka dia adalah orang yang taat dan baik, dan perbuatannya itu termasuk dalam kategori kebenaran. Dan barangsiapa yang tidak berniat untuk taat juga tidak untuk maksiat, maka mendengarkan nyanyian itu termasuk laghwu (perbuatan yang tidak berfaedah) yang dimaafkan. Misalnya, orang yang pergi ke taman sekadar rekreasi, atau duduk di pintu rumahnya dengan membuka kancing baju, mencelupkan pakaian untuk mengubah warna, meluruskan kakinya atau melipatnya, dan perbuatan-perbuatan sejenis lainnya.” (Ibu Hazm, al-Muhalla)

    Adapun hadits-hadits yang dijadikan landasan oleh pihak yang mengharamkan nyanyian semuanya memiliki cacat, tidak ada satu pun yang terlepas dari celaan, baik mengenai tsubut (periwayatannya) maupun petunjuknya, atau kedua-duanya. Al Qadhi Abu Bakar Ibnu Arabi mengatakan di dalam kitabnya Al Hakam: “Tidak satu pun hadits sahih yang mengharamkannya.” Demikian juga yang dikatakan Imam Al Ghazali dan Ibnu Nahwi dalam Al Umdah. Bahkan Ibnu Hazm berkata: “Semua riwayat mengenai masalah (pengharaman nyanyian) itu batil dan palsu.”

    BalasHapus
  2. Harus dilihat konteks dan suasana apa pada jaman itu..jaman dulu banyak hadis dan ayat turun pada suasana perang, jadi semua harus serius..Sepakat semua amalan tergantung niat..janganlah sesorang megharamkan apa yang dihalalkan karena itu juga akan kena laknat..

    BalasHapus
  3. @uang gratis
    nyanyian=syair=nasyid.
    itu diperbolehkan jika tidak disertai dengan alat musik. jika hal itu dapat mendorongnya untuk berbuat ketaatan kepada Alloh Ta'ala bukan menuju maksiat kepada Allah Ta’ala. atau nasyid (nyanyian/syair) tersebut bertujuan untuk membangkitkan semangat menegakkan kalimat Tauhid.

    adapun alat musik= harom. kecuali kondisi tertentu, dan disertai dengan aturan-aturan islami. seperti resepsi pernikahan, hari raya (itupun juga bukan dengan pawai memukul bedug).

    @slamet budiman, na'am. tidak boleh mengharamkan apa yg dihalalkan, dan tidak boleh menghalalkan apa yg diharamkan. kalau dalilnya haram ya haram. kalau halal ya halal. I seluruh aktifitas seorang muslim dinilai ibadah oleh Alloh jika aktifitas tersebut sesuai dengan syari'at dan diridhoi oleh Alloh swt. I seluruh kegiatan harian kita boleh dikerjakan kecuali ada dalil yang melarang (maka jatuhnya bisa harom, minimal makruh, jika kita mengerjakan apa yang dilarang oleh Alloh). I adapun ibadah, seluruh peribadatan itu harom dilakukan kecuali ada dalil yang memerintahkan.

    dalam urusan syari'at itu harus serius, kaffah (keseluruhan) /tidak setengah-setengah.

    @seluruh kaum muslimin, jika anda penggemar musik, janganlah anda mencoba-coba mencari dalil pembelaan terhadap kemaksiatan yang anda sukai itu. berusaha meninggalkan, raih pahala berlimpah atas perjuangan anda. dan insya Alloh akan diganti oleh Alloh dengan manisnya iman.

    @untuk kaum muslimin yang sudah meninggalkan alat musik, jangan berlaku kasar terhadap saudara muslim yg masih "pecinta musik", sebab bagaimanapun keadaan mereka, mereka masih saudara seislam kita (selama mereka tidak melakukan pembatal keislaman). nasehatilah mereka dengan cara yang baik.

    BalasHapus