29 November 2018
JIWA YANG MERDEKA, BEBAS & LEPAS
👣 Berdiri di atas kaki sendiri dengan selalu bergantung kepada Allah ta'ala, jauh lebih nikmat daripada mengharap belas kasih orang lain.
🤲 Berharap dan bermohon hanya kepada Allah subhanahu wa ta’ala; tidak meminta, mengeluh dan menceritakan kebutuhan kepada makhluk, adalah kemuliaan jiwa.
وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ
“Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah maka cukuplah Allah sebagai Penolongnya.”
[Ath-Tholaq: 3]
إِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلِ اللهَ، وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللهِ
"Jika kamu meminta maka mintalah kepada Allah, dan jika kamu memohon pertolongan maka mohonlah kepada Allah."
[HR. At-Tirmidzi dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu’anhuma, Ash-Shahihah: 2382]
☄ Adapun bergantung kepada selain Allah adalah kebodohan, dan meminta-minta kepada selain Allah adalah kehinaan, karena segala sesuatu selain Allah adalah makhluk yang lemah, yang juga butuh kepada Allah 'azza wa jalla.
✒ Editor : Admin Asy-Syamil.com
♻ Semoga bermanfaat.
Jazakumullahu khoiron.
TERIMALAH KEBENARAN DARI SIAPAPUN DATANGNYA, MESKIPUN KEBENARAN TERSEBUT DATANG DARI ANAK KITA
Alhamdulillah, semoga Alloh Subhanahu wa Ta'ala senantiasa memberikan petunjukNya kepada kita.
Yang wajib adalah menerima kebenaran dari orang-orang yang datang membawanya,
Kebenaran adalah sesuatu yang dicari oleh setiap mukmin, dari manapun datangnya dia akan terima, tanpa melihat kepada siapa yang datang membawanya, meskipun itu datangnya dari anak kita yang kecil..
Sebagian manusia Memiliki sifat sombong yang membawanya untuk enggan menerima nasihat, enggan menerima dakwah, karena dia memandang dirinya lebih afdhal dari seorang da'i (yang mendakwahinya), dan lebih afdhal dari orang yang mengajak pada perkara yang ma'ruf dan yang mencegah dari yang mungkar.
Allohu a'lam
MEMBACA TANPA MAKNA
Rasulullah ﷺ bersabda,
سيخرج أقوام من أمتي يشربون القرآن كشربهم اللبن .
"Akan datang suatu kaum dari umatku yang meminum Al Qur-an, sebagaimana mereka meminum susu."
📚 HR. Ath Thabarani dari Shahabat Uqbah bin Amir radhiyallahu 'anhu, dihasankan oleh Syaikh Al Albani rahimahullah.
PENJELASAN
Al Munawi rahimahullah mengatakan,
أي يسلقونه بألسنتهم من غير تدبر لمعانيه ولا تأمل في أحكامه بل يمر على ألسنتهم كما يمر اللبن المشروب عليها بسرعة.
Maksudnya, mereka membacanya dengan lisan mereka, tanpa merenungi maknanya dan memerhatikan hukum-hukumnya.
Al Qur-an hanya melewati lisan mereka seperti lewatnya susu yang diminum pada lisan tersebut.
📚 Faidhul Qadir
سيخرج أقوام من أمتي يشربون القرآن كشربهم اللبن .
"Akan datang suatu kaum dari umatku yang meminum Al Qur-an, sebagaimana mereka meminum susu."
📚 HR. Ath Thabarani dari Shahabat Uqbah bin Amir radhiyallahu 'anhu, dihasankan oleh Syaikh Al Albani rahimahullah.
PENJELASAN
Al Munawi rahimahullah mengatakan,
أي يسلقونه بألسنتهم من غير تدبر لمعانيه ولا تأمل في أحكامه بل يمر على ألسنتهم كما يمر اللبن المشروب عليها بسرعة.
Maksudnya, mereka membacanya dengan lisan mereka, tanpa merenungi maknanya dan memerhatikan hukum-hukumnya.
Al Qur-an hanya melewati lisan mereka seperti lewatnya susu yang diminum pada lisan tersebut.
📚 Faidhul Qadir
BATASAN BOLEHNYA AYAH MENGAMBIL HARTA ANAK
✍Syaikh Shalih bin Fauzan al Fauzan hafizhahullah
"Ulama membatasi bolehnya ayah mengambil harta anaknya tanpa ijinnya, selama hal itu tidak membahayakan anaknya dan sang anak tidak memerlukan harta itu. Yakni selama tidak berefek negatif terhadap anak dan anak tidak memerlukannya. Tetapi jika anak membutuhkan hartanya itu, maka ia lebih utama dengan harta itu daripada ayahnya. Atau ayahnya mengambil sesuatu yang membahayakan sang anak, maka tidak boleh hal itu bagi seorang ayah. Karena Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda: tidak boleh membahayakan atau memberi bahaya.
Pertanyaan:
Syaikh, semoga Allah Ta'ala memberi taufik kepada Anda. Tentang sabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam: engkau dan hartamu milik ayahmu. Apakah hadits ini juga mencakup ibu?
Jawaban:
Tidak, ini khusus untuk ayah. Adapun ibu, tidak termasuk.
📘Al Muntaqa Min Akhbar Sayyid al Mursalin
28 November 2018
POKOK-POKOK KESESATAN AQIDAH SYIAH
Oleh
Syaikh Dr. Muhammad bin Musâ Alu Nashr
Syiah dikenal dengan sebutan Rafidhah karena mereka menolak mengakui khilafah Abu Bakar Radhiyallahu anhu dan ‘Umar Radhiyallahu anhu bin Khaththab dan penolakan mereka atas sanjungan Zaid bin ‘Ali bin Husain terhadap dua orang terbaik umat itu. Mereka menyikapi jawaban Zaid bin Ali bin Husain dengan , “Rafadhnaka” yang artinya kami menolak jawabanmu. Akhirnya mereka dikenal dengan nama Rafidhah.
Rafidhah adalah salah satu sekte Syiah, dan memiliki banyak nama diantaranya al-Itsna ‘Asyariyah, Ja’fariyyah, Imamiyyah dan nama yang lainnya, akan tetapi hakikatnya sama. Apabila pada zaman ini disebutkan kata Syiah secara mutlak, maka tidak lain yang dimaksudkan adalah Rafidhah
Rafidhah memiliki keyakinan-keyakinan yang sangat bertentangan dengan Islam yang mereka jadikan sebagai dasar agama mereka. Di antara kerusakan keyakinan mereka adalah:
1. Al-Qur`ân yang dijamin keutuhan dan keasliannya oleh Allâh Azza wa Jalla telah banyak berkurang dan mengalami banyak perubahan. Bahkan menurut mereka, al-Qur`ân hanya sepertiga dari al-Qur`ân yang dipegang ‘Ali bin Abi Thâlib Radhiyallahu anhu yang mereka sebut dengan Mushaf Fâthimah yang turun temurun dibawa oleh para imam dan sekarang dibawa oleh Imam al-Muntazhar (imam yang mereka tunggu kedatangannya)?!!
2. Al-Qur`ân tidak bisa dipahami kecuali dengan penafsiran para imam dua belas.
3. Mereka melakukan ta’thîl (meniadakan) nama-nama dan sifat-sifat Allâh Azza wa Jalla sehingga dalam konteks ini mereka termasuk kaum Jahmiyyah.
4. Iman dalam pandangan mereka adalah mengenal dan mencintai para imam.
5. Mereka menafikan takdir sehingga mereka termasuk golongan Qadariyyah (kelompok yang tidak mengimani takdir).
6. Mereka meyakini Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam berwasiat kepada ‘Ali untuk menggantikannya sebagai khalifah sepeninggalnya.
7. Pengkafiran terhadap para Sahabat Nabi dan keyakinan bahwa para Sahabat Nabi telah murtad kecuali hanya beberapa orang saja dari mereka.
Tentang keyakinan ini, Imam Abu Zur’ah rahimahullah berkomentar untuk mendudukkan tujuan utama yang mereka bidik melalui pengkafiran umum terhadap Sahabat Nabi Radhiyallahu anhum : “Sesungguhnya tujuan mereka mencela para Sahabat Radhiyallahu anhum adalah untuk mendongkel al-Qur`ân dan Sunnah. Kalau pembawa dan penyampai agama ini adalah orang-orang yang murtad, bagaimana kita menerima apa yang mereka sampaikan. (Inilah tujuan mereka, red). Allâh Azza wa Jalla berfirman:
يُرِيدُونَ لِيُطْفِئُوا نُورَ اللَّهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَاللَّهُ مُتِمُّ نُورِهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ
Mereka ingin memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir benci [ash-Shaff/61:8]
Barangsiapa memiliki anggapan bahwa para Sahabat Radhiyallahu anhum telah murtad kecuali hanya beberapa yang hanya mencapai belasan orang saja atau kebanyakan merupakan orang-orang fasik setelah meninggalnya Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , maka tidak diragukan lagi akan kekufurannya karena telah mendustakan ayat-ayat al-Qur`ân yang menjelaskan keridhaan dan pujian Allâh Azza wa Jalla terhadap para Sahabat. Siapakah yang meragukan kekufuran keyakinan seperti ini?! Kekufuran orang yang meyakininya sudah pasti. Sesungguhnya anggapan ini juga mengharuskan bahwa penyampai al-Qur`ân dan Sunnah adalah orang-orang kafir dan fasik. (Berdasarkan keyakinan mereka yang rusak itu), firman Allâh berikut :
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia [Ali ‘Imrân/3:110]
Memberikan makna bahwa umat yang terbaik dan generasi pertama umat adalah orang-orang kafir dan fasik yang berarti bahwa umat ini adalah sejelek-jelek umat dan yang terjelek adalah generasi awalnya. Kekufuran keyakinan seperti ini sangat nyata dalam Islam”.[1]
8. Para imam dua belas mendapatkan wahyu dari Allâh Azza wa Jalla , sehingga kaum Syiah mendefinisikan Sunnah dengan istilah segala yang berasal dari orang ma’shûm (yang terjaga dari dosa dan kesalahan) baik berupa perkataan, perbuatan, ataupun taqrîr (pembenaran). Menurut mereka, hanya ‘Ali bin Abi Thâlib yang menguasai Sunnah-sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
9. Imâmah (kepemimpinan) kaum Muslimin hanya dipegang oleh Imam Dua Belas. Mereka mencela dan tidak mengakui khilafah Abu Bakar Radhiyallahu anhu dan ‘Umar Radhiyallahu anhu
Tentang keyakinan ini, Imam Syafi’i berkata, “Barangsiapa tidak mengakui khilafah (kepemimpinan) Abu Bakar Radhiyallahu anhu dan ‘Umar Radhiyallahu anhu, dia adalah seorang rafidhi”.
10. Para imam memiliki sifat ma’shûm, terjaga dari kesalahan mereka, tidak pernah lupa dan selalu mengetahui apa yang terjadi dan yang akan terjadi.
11. Para imam tidak akan mati kecuali dengan keinginan mereka.
12. Para imam akan bangkit dari kubur apabila mereka menghendaki, untuk menjumpai sebagian manusia. Keyakinan ini mereka sebut dengan akidah zhuhûr
13. Para imam dan wali lebih mulia daripada para nabi dan rasul.
14. Para imam akan kembali ke dunia setelah kematian mereka demikian pula Ahlussunnah. Mereka kemudian akan membalas para Sahabat, menyalib Abu Bakar Radhiyallahu anhu dan ‘Umar Radhiyallahu anhu dan menegakkan hukuman zina terhadap ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma – semoga Allâh Azza wa Jalla menghancurkan mereka-. Keyakinan ini mereka sebut dengan akidah ar-raj’ah
15. Kuburan para imam adalah tempat-tempat suci.
16. Keyakinan bada’ yaitu terkuaknya sesuatu bagi Allâh Azza wa Jalla setelah sebelumnya tersembunyi sehingga menyebabkan Allâh Azza wa Jalla menarik perkataan yang telah difirmankan atau perbuatan yang dilakukan. Maha suci Allâh Azza wa Jalla atas apa yang mereka katakan
17. Mereka berkeyakinan orang-orang di luar mereka adalah kafir, sama sekali tidak berhak untuk masuk surga
18. Mereka berkeyakinan bahwa seluruh kebaikan yang dilakukan oleh Ahlus Sunah akan diberikan untuk Syiah dan dosa-dosa Syiah akan dibebankan kepada Ahlussunnah. Ini yang mereka sebut dengan istilah ath-thînah
19. Kewajiban melakukan taqiyah, yaitu seorang penganut agama Syiah berkata dengan perkataan yang berbeda dengan apa yang dia yakini, atau menampakkan sesuatu yang berbeda dengan apa yang ada pada hatinya. Keyakinan taqiyah ini merupakan satu kewajiban bagi para penganut Syiah. Oleh karena itu, penganut Syiah mengerjakan shalat di belakang Ahlussunnah dalam rangka taqiyah (melindungi diri) dan pujian-pujian para imam mereka terhadap para Sahabat dilakukan dalam rangka menjalankan taqiyah
20. Imam yang kedua belas, Muhammad bin Hasan al-‘Asykari telah memasuki salah satu gua di daerah Samira tahun 260 H pada saat masih kecil. Ia telah menjadi seorang imam sejak kematian ayahnya sampai hari ini. Padahal fakta menyatakan bahwa Hasan al-Askari meninggal dalam keadaan mandul, tidak memiliki anak.
21. Halalnya darah dan kehormatan Ahlus Sunnah. Menurut mereka, boleh menggunjing, mencela bahkan melaknat Ahlus Sunnah.
22. Menghalalkan nikah mut’ah (kawin kontrak). Bahkan menurut mereka nikah mut’ah lebih utama daripada menjalankan shalat, puasa, dan haji
RENUNGAN
Setelah penyampaian keyakinan Syiah secara global ini, Syaikh Dr. Muhammad Musa Alu Nashr hafizhahullâh mengatakan: “Setelah pemaparan semua ini, bolehkan kita katakan bahwa Syiah adalah saudara-saudara kita atau mengatakan bahwa mereka adalah ahli tauhid?![2] . Mustahil, kalau keyakinan-keyakinan ini hanya sebuah aliran saja. Akan tetapi, itu merupakan sebuah agama tersendiri (Syiah). Syiah adalah sebuah agama. Dan agama Ahlussunnah adalah risalah yang dibawa oleh utusan Penguasa alam semesta, Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Aqidah mereka yang sesat ini tertulis di dalam kitab-kitab para agamawan mereka dan tidak perlu kita nukilkan omongan-omongan mereka karena hanya akan menyesakkan dada dan mengeruhkan pikiran. Orang-orang yang masih memiliki akal sehat dan pikiran yang lurus akan enggan mendengarkannya, apalagi sampai mau mengikuti mereka.
Allâh Azza wa Jalla telah mendatangkan dari kalangan Ahlussunnah, orang-orang (ulama) yang mematahkan syubhat mereka, menguliti kegelapan akidah mereka, menguak kesesatan dan kebodohan mereka, membantah kedustaan mereka, menjelaskan pengkaburan dan penipuan yang mereka lakukan, membuka kedok kepalsuan dan penyimpangan mereka, membersikan nama para Sahabat Rasulullah dari kedustaan dan celaan- celaan yang mereka lancarkan…
‘Ali bin Abi Thâlib Radhiyallahu anhu berkata:
لِيُحِبُّنِيْ رِجَالٌ يُدْخِلُهُمُ اللهُ بِحُبِّيْ النَّارَ وَيُبْغِضُنِيْ رِجَالٌ يُدْخِلُهُمُ اللهُ بِبُغْضِيْ النَّارَ
Sungguh akan ada orang-orang yang dimasukan oleh Allâh ke dalam neraka karena kecintaan mereka kepadaku. Dan sungguh akan ada orang-orang yang dimasukkan oleh Allâh ke dalam neraka karena kebencian mereka kepadaku [3]
(Diringkas dari al-Intishâr bi Syarhi ‘Aqîdati Aimmatil Amshâr, disyarah oleh Syaikh Dr. Muhammad bin Musâ Alu Nashr, ad-Darul Atsariyyah, Aman, Yordania, Cet. I Th. 2008, hlm. 341-348)
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 06/Tahun XIV/1431H/2010. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
_______
Footnote
[1]. Ash-Shârimul Maslûl hlm. 586-587
[2]. Syaikh Dr Muhammad bin Musa Alu Nashr mengatakan, “Akan tetapi, kita tidak boleh mengkafirkan kalangan awam mereka. Vonis pengkafiran ini terarah kepada para pemakai imamah (agamawan mereka), tokoh-tokoh yang menggiring orang-orang yang buta. Mereka ini lebih sesat dan lebih celaka. Sebab mengetahui (kebenaran), namun menyelewengkannya”. al-Intishâr bi Syarhi ‘Aqîdati Aimmatil Amshâr, hlm. 344
[3]. Diriwayatkan oleh Imam Ibnu Abi ‘Ashim no 983, ‘Abdullâh no. 1344, al-Ajurri no. 2087
Read more https://almanhaj.or.id/3630-pokok-pokok-kesesatan-aqidah-syiah.html
Lupa Membaca Basmallah Saat Makan
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
📖﷽
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
اِسْتَحْوَذَ عَلَيْهِمُ الشَّيْطٰنُ فَاَنْسٰٮهُمْ ذِكْرَ اللّٰهِ ۗ اُولٰٓئِكَ حِزْبُ الشَّيْطٰنِ ۗ اَ لَاۤ اِنَّ حِزْبَ الشَّيْطٰنِ هُمُ الْخٰسِرُوْنَ
"Setan telah menguasai mereka, lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah; mereka itulah golongan setan. Ketahuilah, bahwa golongan setan itulah golongan yang rugi."
(Q.S. Al-Mujadilah [58]: 19)
☘ Dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَذْكُرِ اسْمَ اللَّهِ تَعَالَى فَإِنْ نَسِىَ أَنْ يَذْكُرَ اسْمَ اللَّهِ تَعَالَى فِى أَوَّلِهِ فَلْيَقُلْ بِسْمِ اللَّهِ أَوَّلَهُ وَآخِرَهُ
“Apabila salah seorang di antara kalian makan, maka hendaknya ia menyebut nama Allah Ta’ala. Jika ia lupa untuk menyebut nama Allah Ta’ala di awal, hendaklah ia mengucapkan: 'Bismillaah awwalahu wa aakhirohu (dengan nama Allah pada awal dan akhirnya)'.”
(H.R. Abu Daud no. 3767 dan At Tirmidzi no. 1858)
25 November 2018
AL-GHURABA (ORANG-ORANG ASING) YANG PALING MULIA DAN PALING AFDHAL
📚 Bismillah...
💦 *Motivasi Pagi*
💬 Ibnu Rajab رحمه الله berkata,
"AL-GHURABA (orang-orang yang asing) ada dua macam:
1. Orang yang memperbaiki dirinya ketika terjadi kerusakan pada banyak manusia.
2. Orang yang memperbaiki apa yang telah dirusak (dirubah) oleh manusia (dari ajaran agama) dan inilah yang paling mulia dan paling afdhal."
📚 Kasyful Kurbah 320
•••●✿❁✿●•••
💦 *Motivasi Pagi*
💬 Ibnu Rajab رحمه الله berkata,
"AL-GHURABA (orang-orang yang asing) ada dua macam:
1. Orang yang memperbaiki dirinya ketika terjadi kerusakan pada banyak manusia.
2. Orang yang memperbaiki apa yang telah dirusak (dirubah) oleh manusia (dari ajaran agama) dan inilah yang paling mulia dan paling afdhal."
📚 Kasyful Kurbah 320
•••●✿❁✿●•••
23 November 2018
Bada asar sampai menjelang magrib adalah waktu terkabulnya doa..
📚 Bismillah...
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ㅤ
إِنَّ فِي الْجُمُعَةِ سَاعَةً لَا يُوَافِقُهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ يَسْأَلُ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ فِيهَا خَيْرًا إِلَّا أَعْطَاهُ إِيَّاهُ وَهِيَ بَعْدَ الْعَصْرِ
ㅤ
"Di hari Jumat terdapat suatu waktu, di mana jika ada seorang hamba muslim yang memanjatkan doa kepada Allah bertepatan dengan waktu tersebut, Allah akan memberi apa yang dia minta. Waktu itu adalah seteah asar."
(HR. Ahmad 7631 dan dinilai shahih Syuaib al-Arnauth).
Karna itu marilah luangkan waktu sejenak untuk memohon kebaikan dunia dan akhirat serta dijauhkan dari adzab neraka..
Disela-sela permohonan kita yang sangat banyak kepada Alloh pengabul doa, mohon selipkan doa untuk kebaikan kaum muslimin..
Khususnya mereka yang saat ini sedang berjuang meninggikan kalimatullah..
Terutama di Indonesia, yaitu mereka yang mendakwahkan kemurnian Islam dan mengingatkan bahaya kesyirikan dan kemaksiatan..
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ㅤ
إِنَّ فِي الْجُمُعَةِ سَاعَةً لَا يُوَافِقُهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ يَسْأَلُ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ فِيهَا خَيْرًا إِلَّا أَعْطَاهُ إِيَّاهُ وَهِيَ بَعْدَ الْعَصْرِ
ㅤ
"Di hari Jumat terdapat suatu waktu, di mana jika ada seorang hamba muslim yang memanjatkan doa kepada Allah bertepatan dengan waktu tersebut, Allah akan memberi apa yang dia minta. Waktu itu adalah seteah asar."
(HR. Ahmad 7631 dan dinilai shahih Syuaib al-Arnauth).
Karna itu marilah luangkan waktu sejenak untuk memohon kebaikan dunia dan akhirat serta dijauhkan dari adzab neraka..
Disela-sela permohonan kita yang sangat banyak kepada Alloh pengabul doa, mohon selipkan doa untuk kebaikan kaum muslimin..
Khususnya mereka yang saat ini sedang berjuang meninggikan kalimatullah..
Terutama di Indonesia, yaitu mereka yang mendakwahkan kemurnian Islam dan mengingatkan bahaya kesyirikan dan kemaksiatan..
22 November 2018
PEMBATAL KEISLAMAN #10: BERPALING DARI AGAMA ALLAH, TIDAK MEMPELAJARI DAN TIDAK BERAMAL DENGANNYA
Ada sebuah sikap berbahaya yang kadang-kadang dilakukan oleh seorang muslim, yakni sikap berpaling dari Islam. Kata berpaling disini adalah terjemahan dari kata al-I’radl. Sedang al-I’radl sendiri bisa berarti meninggalkan, menghalang-halangi, dan tidak menerima.
Sedangkan para ulama’ menjelaskan maksud berpaling disini, adalah enggan mempelajarinya dan tidak mengamalkannya. Tentang sikap berpaling ini Allah berfirman;
“Dan ia tidak mau membenarkan (Rasul dan Al Qur’an) dan tidak mau mengerjakan shalat, tetapi ia mendustakan (Rasul) dan berpaling (dari kebenaran),” (QS.Al-Qiyamah [75]: 31-32).
“...Dan orang-orang yang kafir berpaling dari apa yang diperingatkan kepada mereka” (QS. Al-Ahqaf [46]: 3).
Sikap berpaling ini bisa dikenali dengan beberapa indikasi, antara lain; Tidak mau memperhatikan ajaran Islam, tidak mempedulikannya, alergi berbicara tentangnya dan tidak memikirkannya.
Sikap inilah yang banyak terjadi di tengah umat Islam. Mereka menomorseribukan urusan agama. Seperti yang kerap terjadi, ketika sedang berdiskusi tentang suatu persoalan, lalu diingatkan tentang hukum syari’at maka dia katakan,
“Sudahlah, jangan bawa-bawa urusan agama di sini”.
Pernyataan tersebut menggambarkan bahwa mereka menganggap urusan agama adalah perkara langit, sementara mereka hidup di dunia yang jauh dari langit. Indikasi adanya sikap berpaling yang lain bisa kita temui dalam bentuk tidak mau mentaati perintah dan larangan, dan tidak mengamalkan kewajiban. Sikap ini membawa seseorang meninggalkan segala bentuk amal yang menjadikannya seperti seorang atheis.
Ada juga berpaling dari agama yang dilakukan dalam bentuk menghalang-halangi da’wah, atau enggan menerima hukum Islam. Sikap berpaling dari Islam ini dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu berpaling yang menyebabkan batalnya ke-islaman seseorang dan berpaling yang tidak menyebabkan batalnya keislaman.
Kita perlu membedakan sikap berpaling ini karena dalam realita kita dapatkan orang yang sama sekali tidak mau mendengar keterangan tentang agama. Tetapi ada juga orang yang sekedar mau mendengarkan, meskipun tidak menerimanya sebagai kebenaran. Dan ada orang yang mau mendengar, menerima sebagai kebenaran tetapi tidak mengamalkannya, atau “sami’na wa ‘ashaina” (kami mendengar tetapi kami tinggalkan). Dan juga ada orang yang mau mempelajari, menerima sebagai kebenaran, mengamalkan sebagian dan meninggalkan sebagian.
Sikap berpaling dari agama yang membatalkan keislaman adalah sikap berpaling yang sampai pada tingkatan tidak peduli terhadap agama, sebagaimana dikatakan oleh Ibnul Qayyim al-Jauziyah,
“Kufur karena berpaling dari Islam adalah seperti orang yang berpaling dengan pendengaran dan hatinya dari Rasulullah, sehingga ia tidak mempercayainya tetapi juga tidak mendustakannya, tidak memusuhinya dan tidak mendukungnya, dan tidak mempedulikan apa yang diajarkan beliau sama sekali”.
Tentang orang yang menjadi kafir karena berpaling itu Allah berfirman,
“Dan mereka berkata: “Kami telah beriman kepada Allah dan rasul, dan kami mentaati (keduanya).” Kemudian sebagian dari mereka berpaling sesudah itu, sekali-kali mereka itu bukanlah orang-orang yang beriman. Dan apabila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya, agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka, tiba-tiba sebagian dari mereka menolak untuk datang. Tetapi jika keputusan itu untuk (kemaslahatan) mereka, mereka datang kepada rasul dengan patuh. Apakah (ketidak datangan mereka itu karena) dalam hati mereka ada penyakit, atau (karena) mereka ragu-ragu ataukah (karena) takut kalau-kalau Allah dan rasul-Nya berlaku zalim kepada mereka? Sebenarnya, mereka itulah orang-orang yang zalim. Sesungguhnya jawaban orang-orang mu’min, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan.” “Kami mendengar dan kami patuh.” Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. An-Nur [24]: 47-51).
Lebih lanjut para ulama menjelaskan bahwa orang yang menjadi kafir karena berpaling dari Islam ini adalah berpalingnya dari iman, bisa berupa berpaling total bahkan hingga enggan mempelajari pokok-pokok agama seraya mengatakan,
“Saya tak mau belajar soal agama”…
“Saya tak mau mendengar soal agama sedikit pun...” atau ungkapan yang senada dengan hal itu.
Bisa juga termasuk ke dalam sikap berpaling ini adalah orang yang mau mendengar dan terkadang mengikuti majelis ta’lim, tetapi ia tidak menerima dan tidak membenarkan ajaran Islam.
Contohnya, ketika seorang muballigh menjelaskan tentang haramnya khamr lalu ada orang yang berkata,
“Yang begitu itu kan menurut Anda, padahal setiap orang kan punya hak asasi untuk menafsirkan sendiri-sendiri. Yang penting kan tidak mengganggu orang lain”.
Dan juga bisa termasuk ke dalam sikap berpaling dari agama meski tidak mengatakan apa-apa adalah ketika ia tidak mau mengamalkan ajaran agama sama sekali. Shalat tidak pernah, puasa tidak pernah, zakat tidak, apalagi naik haji. Syahadat pun hanya diucapkan ketika akan melakukan akad nikah, karena tradisi mengucap syahadat sebelum akad nikah.
Hal-hal semacam itu menyebabkan kekafiran, karena menurut Ahlus Sunnah wal Jama’ah, iman terdiri dari 3 hal, yaitu keyakinan di dalam hati, pernyataan di dalam lisan, dan amal perbuatan, baik amal hati, maupun amal anggota badan. Maka ketika ada amal anggota badan yang menunjukkan sikap berpaling dari Islam, cukuplah ia dinyatakan sebagai pelaku tindak kekufuran.
Imam Ahmad bin Hanbal mengatakan kepada al-Humaidi,
”Pernah ditanyakan kepadaku tentang pendapat masyarakat bahwa orang telah meyakini wajibnya shalat, puasa, zakat dan haji tetapi tidak mengamalkannya hingga mati, atau orang yang melakukan shalat dengan membelakangi qiblat sampai ia mati, ia tetap dikatakan mukmin selama tidak juhud (menolak ajaran Islam). Maka aku jawab, itu adalah kufur yang jelas, itu adalah kufur yang jelas, sebab ia tidak beramal sama sekali…”
Imam Abu Tsaur pernah ditanya,
“Apakah iman itu bisa bertambah dan berkurang?” maka ia menjawab, “Orang yang mengatakan bahwa amal bukan bagian dari iman, (sehingga iman tidak bertambah dan berkurang) adalah kaum Murji’ah, dan kami berpendapat bahwa orang yang tidak beramal sama sekali bukan orang muslim. Sebab sikap ini termasuk ke dalam sikap berpaling dari agama yang disebutkan oleh Allah di dalam al-Qur’an. Kami tidak mengatakan berpaling dari satu amal, seperti orang berpaling dan tidak mau berpuasa sehari di bulan Ramadlan, tidak demikian. Yang kami katakan adalah, orang yang tidak beramal sama sekali adalah kafir.”
Imam asy-Syaukani pernah ditanya, Apa hukum orang badui yang tidak mengamalkan Islam sama sekali selain mengucap dua kalimah syahadat, apakah dia kafir atau tidak? Dan apakah ada kewajiban kaum muslimin untuk memerangi mereka atau tidak?
Asy-Syaukani menjawab, “Orang yang meninggalkan keempat rukun Islam dan semua kewajiban-kewajiban lainnya, yang tersisa di dalam dirinya tinggal mengucap dua kalimah syahadat, maka tidak perlu diragukan lagi dia kafir. Karena ia kafir, maka halal darah dan hartanya.”
Dari penjelasan di atas bisa ditegaskan bahwa beriman yang benar menuntut adanya amal. Tanpa adanya amal sama sekali, maka imannya tidak sah. Sebab ada-nya amal menunjukkan kebenaran keyakinannya yang ada di dalam hati. Sedangkan tidak adanya amal menunjukkan tidak ada-nya keyakinan di dalam hati.
Antara keyakinan di hati dan amal ibarat lidah dan bibir. Untuk bisa berbicara dengan baik, tidak mungkin memisahkan antara keduanya. Wallahu’alam.
Referensi :
1. Buletin Al-Huda edisi ke-16, 2008.
2. Majalah Gerimis.
Sedangkan para ulama’ menjelaskan maksud berpaling disini, adalah enggan mempelajarinya dan tidak mengamalkannya. Tentang sikap berpaling ini Allah berfirman;
“Dan ia tidak mau membenarkan (Rasul dan Al Qur’an) dan tidak mau mengerjakan shalat, tetapi ia mendustakan (Rasul) dan berpaling (dari kebenaran),” (QS.Al-Qiyamah [75]: 31-32).
“...Dan orang-orang yang kafir berpaling dari apa yang diperingatkan kepada mereka” (QS. Al-Ahqaf [46]: 3).
Sikap berpaling ini bisa dikenali dengan beberapa indikasi, antara lain; Tidak mau memperhatikan ajaran Islam, tidak mempedulikannya, alergi berbicara tentangnya dan tidak memikirkannya.
Sikap inilah yang banyak terjadi di tengah umat Islam. Mereka menomorseribukan urusan agama. Seperti yang kerap terjadi, ketika sedang berdiskusi tentang suatu persoalan, lalu diingatkan tentang hukum syari’at maka dia katakan,
“Sudahlah, jangan bawa-bawa urusan agama di sini”.
Pernyataan tersebut menggambarkan bahwa mereka menganggap urusan agama adalah perkara langit, sementara mereka hidup di dunia yang jauh dari langit. Indikasi adanya sikap berpaling yang lain bisa kita temui dalam bentuk tidak mau mentaati perintah dan larangan, dan tidak mengamalkan kewajiban. Sikap ini membawa seseorang meninggalkan segala bentuk amal yang menjadikannya seperti seorang atheis.
Ada juga berpaling dari agama yang dilakukan dalam bentuk menghalang-halangi da’wah, atau enggan menerima hukum Islam. Sikap berpaling dari Islam ini dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu berpaling yang menyebabkan batalnya ke-islaman seseorang dan berpaling yang tidak menyebabkan batalnya keislaman.
Kita perlu membedakan sikap berpaling ini karena dalam realita kita dapatkan orang yang sama sekali tidak mau mendengar keterangan tentang agama. Tetapi ada juga orang yang sekedar mau mendengarkan, meskipun tidak menerimanya sebagai kebenaran. Dan ada orang yang mau mendengar, menerima sebagai kebenaran tetapi tidak mengamalkannya, atau “sami’na wa ‘ashaina” (kami mendengar tetapi kami tinggalkan). Dan juga ada orang yang mau mempelajari, menerima sebagai kebenaran, mengamalkan sebagian dan meninggalkan sebagian.
Sikap berpaling dari agama yang membatalkan keislaman adalah sikap berpaling yang sampai pada tingkatan tidak peduli terhadap agama, sebagaimana dikatakan oleh Ibnul Qayyim al-Jauziyah,
“Kufur karena berpaling dari Islam adalah seperti orang yang berpaling dengan pendengaran dan hatinya dari Rasulullah, sehingga ia tidak mempercayainya tetapi juga tidak mendustakannya, tidak memusuhinya dan tidak mendukungnya, dan tidak mempedulikan apa yang diajarkan beliau sama sekali”.
Tentang orang yang menjadi kafir karena berpaling itu Allah berfirman,
“Dan mereka berkata: “Kami telah beriman kepada Allah dan rasul, dan kami mentaati (keduanya).” Kemudian sebagian dari mereka berpaling sesudah itu, sekali-kali mereka itu bukanlah orang-orang yang beriman. Dan apabila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya, agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka, tiba-tiba sebagian dari mereka menolak untuk datang. Tetapi jika keputusan itu untuk (kemaslahatan) mereka, mereka datang kepada rasul dengan patuh. Apakah (ketidak datangan mereka itu karena) dalam hati mereka ada penyakit, atau (karena) mereka ragu-ragu ataukah (karena) takut kalau-kalau Allah dan rasul-Nya berlaku zalim kepada mereka? Sebenarnya, mereka itulah orang-orang yang zalim. Sesungguhnya jawaban orang-orang mu’min, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan.” “Kami mendengar dan kami patuh.” Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. An-Nur [24]: 47-51).
Lebih lanjut para ulama menjelaskan bahwa orang yang menjadi kafir karena berpaling dari Islam ini adalah berpalingnya dari iman, bisa berupa berpaling total bahkan hingga enggan mempelajari pokok-pokok agama seraya mengatakan,
“Saya tak mau belajar soal agama”…
“Saya tak mau mendengar soal agama sedikit pun...” atau ungkapan yang senada dengan hal itu.
Bisa juga termasuk ke dalam sikap berpaling ini adalah orang yang mau mendengar dan terkadang mengikuti majelis ta’lim, tetapi ia tidak menerima dan tidak membenarkan ajaran Islam.
Contohnya, ketika seorang muballigh menjelaskan tentang haramnya khamr lalu ada orang yang berkata,
“Yang begitu itu kan menurut Anda, padahal setiap orang kan punya hak asasi untuk menafsirkan sendiri-sendiri. Yang penting kan tidak mengganggu orang lain”.
Dan juga bisa termasuk ke dalam sikap berpaling dari agama meski tidak mengatakan apa-apa adalah ketika ia tidak mau mengamalkan ajaran agama sama sekali. Shalat tidak pernah, puasa tidak pernah, zakat tidak, apalagi naik haji. Syahadat pun hanya diucapkan ketika akan melakukan akad nikah, karena tradisi mengucap syahadat sebelum akad nikah.
Hal-hal semacam itu menyebabkan kekafiran, karena menurut Ahlus Sunnah wal Jama’ah, iman terdiri dari 3 hal, yaitu keyakinan di dalam hati, pernyataan di dalam lisan, dan amal perbuatan, baik amal hati, maupun amal anggota badan. Maka ketika ada amal anggota badan yang menunjukkan sikap berpaling dari Islam, cukuplah ia dinyatakan sebagai pelaku tindak kekufuran.
Imam Ahmad bin Hanbal mengatakan kepada al-Humaidi,
”Pernah ditanyakan kepadaku tentang pendapat masyarakat bahwa orang telah meyakini wajibnya shalat, puasa, zakat dan haji tetapi tidak mengamalkannya hingga mati, atau orang yang melakukan shalat dengan membelakangi qiblat sampai ia mati, ia tetap dikatakan mukmin selama tidak juhud (menolak ajaran Islam). Maka aku jawab, itu adalah kufur yang jelas, itu adalah kufur yang jelas, sebab ia tidak beramal sama sekali…”
Imam Abu Tsaur pernah ditanya,
“Apakah iman itu bisa bertambah dan berkurang?” maka ia menjawab, “Orang yang mengatakan bahwa amal bukan bagian dari iman, (sehingga iman tidak bertambah dan berkurang) adalah kaum Murji’ah, dan kami berpendapat bahwa orang yang tidak beramal sama sekali bukan orang muslim. Sebab sikap ini termasuk ke dalam sikap berpaling dari agama yang disebutkan oleh Allah di dalam al-Qur’an. Kami tidak mengatakan berpaling dari satu amal, seperti orang berpaling dan tidak mau berpuasa sehari di bulan Ramadlan, tidak demikian. Yang kami katakan adalah, orang yang tidak beramal sama sekali adalah kafir.”
Imam asy-Syaukani pernah ditanya, Apa hukum orang badui yang tidak mengamalkan Islam sama sekali selain mengucap dua kalimah syahadat, apakah dia kafir atau tidak? Dan apakah ada kewajiban kaum muslimin untuk memerangi mereka atau tidak?
Asy-Syaukani menjawab, “Orang yang meninggalkan keempat rukun Islam dan semua kewajiban-kewajiban lainnya, yang tersisa di dalam dirinya tinggal mengucap dua kalimah syahadat, maka tidak perlu diragukan lagi dia kafir. Karena ia kafir, maka halal darah dan hartanya.”
Dari penjelasan di atas bisa ditegaskan bahwa beriman yang benar menuntut adanya amal. Tanpa adanya amal sama sekali, maka imannya tidak sah. Sebab ada-nya amal menunjukkan kebenaran keyakinannya yang ada di dalam hati. Sedangkan tidak adanya amal menunjukkan tidak ada-nya keyakinan di dalam hati.
Antara keyakinan di hati dan amal ibarat lidah dan bibir. Untuk bisa berbicara dengan baik, tidak mungkin memisahkan antara keduanya. Wallahu’alam.
Referensi :
1. Buletin Al-Huda edisi ke-16, 2008.
2. Majalah Gerimis.
Pembatal Keislaman ke 9: Meyakini Bahwa Sebagian Manusia diberi Keleluasaan Untuk Keluar dari Syari’at Islam
Menjamurnya kelompok - kelompok yang membawa pemahaman “nyeleneh” saat ini seakan tak asing lagi bagi kita, baik yang hanya kita dengar, maupun yang dapat kita saksikan langsung. Dan mereka tidak sungkan-sungkan mengusung pemahaman nyeleneh tersebut atas nama Islam.
Kesemuanya dalam kondisi yang parah dan mengkhawatirkan, bahkan sampai ada yang parah sekali karena bisa menjerumuskan pengikutnya pada kekufuran. Akan tetapi sayangnya, justru yang parah sekali ini yang sangat menjamur, dan ini yang mesti kita waspadai. Kesesatan yang mereka sebarkan sudah melampaui batas kekufuran.
Mereka, diantara kelompok yang parah sekali itu, adalah yang hobi mengutak-atik agama Allah menurut selera akal mereka. Mereka, mendudukkan akal di atas wahyu mereka. Hujah yang sering mereka kemukakan adalah, “Muhammad adalah manusia biasa, karenanya, dia bisa salah.”
Pernyataan itu kemudian mereka belokkan dengan bahasa lain; diperbolehkan tidak mengikuti syari’at Muhammad. Dan mereka merusak sunnah-sunnah Nabi.
Propaganda yang gencar mereka gaungkan adalah konsep penyatuan agama-agama samawi, yaitu antara agama Islam, Kristen dan Yahudi. Jelas sekali, bahwa propaganda Semacam ini adalah bentuk kekufuran, langkah menuju dosa dan seruan kepada pemurtadan secara keseluruhan.
Propaganda tersebut sangat bertentangan dengan dasar-dasar akidah Islamiyah, merobek kehormatan para rasul dan kehormatan risalah Ilahi, membatalkan kebenaran Al-Qur’an, membatalkan fungsi Al-Qur’an yang menghapus kitab-kitab suci sebelumnya, membatalkan fungsi Dienul Islam yang menghapus syariat-syariat sebelumnya dan membatalkan status Muhammad Rasulullah sebagai rasul penutup yang membawa risalah terakhir.
Yang dijadikan alasan oleh kelompok-kelompok pengusung pemahaman ini hanya lah sebatas pemahaman bahwa Yahudi dan Kristen itu adalah Ahli kitab yang menyembah Tuhan yang sama sebagaimana yang disembah oleh Islam, yaitu Allah. Inilah yang mereka jadikan dalil. La haula wa la quwwata illa billah.
Bagaimana argumen lucu dan tak bermutu ini bisa dijadikan dalil oleh kelompok tersebut, padahal sebagian besar diantara mereka adalah orang-orang bergelar doktor jebolan luar negeri. Entah karena mungkin mereka belajar Islamnya dari negeri antah berantah, sehingga “Islamnya” pun menjadi antah berantah.
Tidak Berlakunya Syari’at Lain Setelah Rasulullah saw Diutus.
Yang dimaksud Ahli Kitab yang lurus dari kalangan Yahudi dan Nashrani yang diterima keimanannya adalah hanya mereka yang beriman kepada nabi mereka dan hidup sebelum diutusnya Rasulullah. Kita tahu Muhammad Rasulullah datang untuk seluruh umat, bukan sebagaimana rasul sebelumnya yang hanya datang untuk suatu kaum tertentu, sehingga kedatangan Rasulullah menasakh (mengganti) syariat (Injil, Taurat) yang dibawa rasul sebelumnya dan menggantikan dengan syariat yang dibawanya (Al-Qur’an).
Dengan demikian, di zaman sekarang ini, hanya tinggal Ahli Kitab yang telah menyimpang, walaupun mereka beragama dengan ikhlas, dermawan, berakhlak baik, bahkan tidak kawin (menghabiskan hidup-nya hanya untuk agamanya).
“Barangsiapa yang menta`ati Rasul itu, sesungguhnya ia telah menta`ati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling (dari keta`atan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka.” (QS. An-Nisaa [4]: 80).
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al-Ahzab [33]: 21).
“Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku (Muhammad), niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali ‘Imran [3]: 31)
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu’min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu’min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.” (QS. Al Ahzab [33]: 36).
Jangankan Ahli kitab, yang mengaku Islam (Muslim) pada saat dia beribadah tidak mengikuti contoh dari Rasulullah pun akan tertolak, meskipun dia Ikhlas. Kalau shalat Subuh dengan sengaja 4 rakaat, atau shalat Ashar tengah malam, maka tertolak bahkan berdosa.
“Aku tinggalkan kepada kalian dua perkara yang kalau kalian berpegang te-guh dengannya niscaya kalian tidak akan tersesat sepeninggalku selamanya, yaitu Kitabullah (Al-Qur’an) dan Sunnahku.” (HR. Hakim).
“Barang siapa yang berbuat sesuatu pada urusan kami (agama ini), yang bukan berasal dari kami maka tertolak.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Demikian juga dengan orang Kristen dan Yahudi, dia menyembah Allah dengan ikhlas, namun karena menolak syari’at yang dibawa Rasulullah, maka ditolak bahkan mereka kafir dan diperangi oleh Rasulullah. Hingga para sahabat pun melakukan ekspansi ke berbagai penjuru dunia, sampai ke Persia, Iraq, Spanyol dan Prancis.
Mereka tidak hanya mempunyai misi menggantikan agama Yahudi dan Kristen saja, tetapi mengantikan semua syari’at dengan satu-satunya syari’at yang diterima di sisi Allah, yaitu Al-Islam.
Sabda Rasulullah, “Tidaklah seorang di antara umatku, baik dia seorang Yahudi maupun Nasrani, mendengar tentang aku dan tidak beriman kepadaku, maka dia pasti masuk ke neraka” (HR. Muslim).
Referensi :
1. Buletin Al-Huda edisi ke-15, 2008.
PEMBATAL KEISLAMAN #8: MENOLONG DAN MEMBANTU ORANG KAFIR DALAM RANGKA MEMERANGI KAUM MUSLIMIN,
Dalam hitungan hari saja, dunia terperangah. Dan seolah tak pernah jemu, seluruh wajah dunia kembali menengok ke wilayah paling panas di seantero jagat: Palestina, Afghonistan, Rohingya, Iraq, Suriah, dan lainnya.
Nyawa begitu murah disana, Ada ratusan rudal mungkin yang dimuntahkan ke wilayah itu, hingga membuat ratusan nyawa tak berdosa melayang dari raganya, ribuan rumah tempat bernaung nyaris rata dengan tanah, dan gelombang pengungsian lalu menjadi fenomena yang tak terbendungkan.
Siapakah pelaku dari semua itu? Sepertinya, kita semua sudah mengetahui jawabannya. Kita semakin yakin, bahwa Yahudi dan Nashara beserta sekutu-sekutunya (termasuk Syiah Rofidhoh/ Yahudi) adalah sekutu syetan yang senantiasa berupaya untuk menghancurkan Islam dan kaum Muslimin.
Alloh Azza wa Jalla yang Maha Mengetahui telah menunjukkan hal tersebut sebagai peringatan atas kita:
“Dan orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka ...” (QS. Al-Baqarah [2]: 120).
“... mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudaratan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka lebih besar lagi ...” (QS. Ali ‘Imran [3]: 118).
Maka jelas, apa yang Alloh kabarkan tersebut menjadi bukti nyata bagi kita, bahwa pertempuran ini telah diramalkan dengan pasti tak akan ada habisnya. Oleh karena itu, wajar saja bila kita selalu mendengar perjanjian-perjanjian damai antara Israel dan Palestina yang baru beberapa hari sudah kandas ditelan gema rudal sebagai tanda batalnya perjanjian itu.
Selanjutnya Alloh mengabarkan kepada kita dibalik alasan orang-orang kafir itu yang terus-menerus memerangi kaum muslimin, tiada lain adalah mereka menginginkan orang-orang Islam murtad dari agamanya karena kedengkian yang ada didalam hati mereka. Bukan sekedar masalah wilayah, politik, atau perebutan minyak bumi, tetapi,
“Sebagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri ...” (QS. Al-Baqarah [2]: 109).
“... Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup ...” (QS. Al-Baqarah [2]: 217).
Maka, apa yang dikehendaki oleh orang-orang kafir itu “tidaklah sia-sia”. Diantara orang-orang yang lemah keimannya itu, ada yang murtad dari agama Alloh dengan terang-terangan. Sungguh amatlah malang nasib orang-orang yang tidak bersabar itu dan lebih menghendaki kehidupan dunia daripada kehidupan akhirat.
“... Barang siapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah [2]: 217).
Dan diantara orang-orang yang murtad itu, mereka saling bahu-membahu dengan orang-orang kafir untuk memerangi kaum muslimin, diantara dengan media sosial. maka jelaslah kekafiran mereka sebagaimana yang Alloh gambarkan:
“Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian yang lain ...” (QS. Al-Anfal [8]: 73).
Walaupun diantara mereka ada yang masih mengakui dirinya sebagai seorang muslim, maka tidaklah berguna pengakuan mereka itu, karena Alloh telah berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Alloh tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang dzalim.” (QS. Al-Maidah [5]: 51).
Sungguh, kita berlindung kepada Alloh dari berbagai bentuk kekafiran, apapun bentuknya, karena pada akhirnya hanya akan menghantarkan kita ke dalam jurang api neraka yang kekal. Nikmat yang sedikit di dunia tentulah tidak akan ada rasanya bila harus ditukarkan dengan neraka jahannam yang menyala-nyala.
Kita pun harusnya merasakan sakit sebagaimana sakitnya saudara-saudara kita di sana yang saat ini sedang menghadapi ujian pembataian, penyiksaan dan kematian yang setiap harinya melintas di depan mata.
Apa yang mampu kita lakukan, maka lakukanlah, baik dengan tenaga, harta maupun minimalnya dengan do’a.
“Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara ...” (QS. Al-Hujurat [49]: 10).
Alangkah tegas dan kukuh sikap Nabi Ibrahim beserta pengikut-pengikutnya sehingga Alloh memerintahkan kepada kita untuk menjadikannya suri teladan, ketika beliau berkata kepada kaumnya (saudara sebangsa dan setanah air, sedarah dan sedaging) yang berlainan akidah:
“...Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Alloh, kami ingkari (kekafiran) mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Alloh saja ...” (QS. Al-Mumtahanah [60]: 4).
Wallohu A’lam.
---------------------
Referensi : Buletin Al-Huda edisi 14. dengan sedikit editan tanpa mengurangi maksud.
Pembatal Keislaman ke 7: Sihir
Pembatal Keislaman ke 7: Sihir Dan Segala Macam Bentuknya“Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan itulah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorang pun sebelum mengatakan: “Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir”.(QS. Al-Baqarah [2]:102).
Sihir dan sejenisnya dari cakupan ilmu-ilmu hitam makin populer dewasa ini. Para pakar berikut iklan sihirnya bisa ditemui di hampir semua media massa. Merekalah yang seakan-akan menguasai rahasia dan kunci-kunci kehidupan.
Eksistensi mereka kian diperkuat dengan dongeng-dongeng tahayul nenek moyang, utamanya yang berkaitan dengan kerajaan-kerajaan nusantara di masa lampau. Jadilah semua itu sebagai sebuah ajaran dan aliran tersendiri yang ditafsirkan sebagai bagian dari agama.
Ironisnya, sebagian kaum muslimin kian terbentuk akal dan pikirannya dengan semua itu. Lahirlah kemudian keyakinan yang berasal dari akal yang jumud yang tergantung dan menggantungkan segala-galanya kepada orang-orang “sakti” tersebut. Bahagia dan sengsara, senang dan susah, sehat dan sakit, berhasil dan gagal, maju dan mundur seolah-olah ada di tangan mereka. Umat pun mulai lupa akan kekuasaan dan ketentuan Alloh.
Sejarah Munculnya Sihir
Disebutkan dalam tafsir Ibnu Katsir yang menukil riwayat dari As-Sudi bahwa beliau berkata:
Dahulu kala syaithan-syaithan naik ke langit untuk mencuri kabar yang disampaikan oleh para malaikat tentang sesuatu yang akan terjadi di muka bumi berupa kematian, ilmu ghaib dan perintah Alloh. Lalu kabar tersebut disampaikan kepada para dukun dan ternyata kabar tersebut banyak terjadi sehingga para dukun membenarkan apa yang disampaikan oleh syaithan.
Setelah syaithan mendapatkan pembenaran, mereka mencampur-adukkan satu kenyataan dengan tujuh puluh kedustaan. Kemudian menyebar isu di kalangan Bani Israil bahwa ia mampu mengetahui ilmu ghaib sehingga tidak sedikit di antara manusia terpedaya dan tertipu.
Namun Alloh memberitahukan kepada Nabi Sulaiman tentang tipu daya syaithan tersebut, lalu Nabi Sulaiman memendam seluruh catatan kalimat dibawah kursi kerajaan dan tidak ada satu syaithan pun yang mampu mendekatinya. Setelah Nabi Sulaiman meninggal, syaithan berubah wujud seperti manusia dan berusaha mengeluarkan catatan tersebut dari bawah kursi Sulaiman, kemudian dia mengatakan kepada manusia:
“Apakah kalian ingin mendapatkan harta karun yang tidak pernah terbayang.”
Maka syaithan menunjukkan sihir yang dipendam oleh Nabi Sulaiman dibawah kursinya. Seterusnya dipelajari oleh manusia dari zaman ke zaman.
Sebab-sebab Turunnya Ayat Sihir
Pada zaman Nabi Muhammad saw. tersebar tuduhan di kalangan orang-orang Yahudi bahwa Nabi Sulaiman mengajarkan sihir begitu pula malaikat Jibril dan Mikail, lalu turun ayat di atas (QS.Al-Baqarah :102) sebagai bantahan terhadap tuduhan itu.
Yang benar adalah bahwa Nabi Sulaiman tidak pernah mengajarkan sihir apalagi sebagai tukang sihir, begitu pula kedua malaikat Jibril dan Mikail.
Hukum Dan Kedudukan Sihir
Sihir adalah perkara syaithaniyah yang diharamkan dan bisa merusak atau membatalkan serta mengurangi kesempurnaan aqidah, karena sihir tidak terjadi kecuali dengan kemusyrikan.
Sihir secara bahasa adalah sesuatu yang halus dan lembut. Dan menurut istilah syari’at sihir berupa jimat, santet, tenung, mejik atau ramuan-ramuan yang mampu memberi pengaruh secara fisik seperti sakit, membunuh atau memisahkan antara suami dengan istri dan pengaruh secara rohani seperti gelisah bingung atau mengkhayal.
Dan pengaruh terhadap mental contohnya adalah gila, stress atau gangguan kejiwaan yang lain. Ini berdasarkan kenyataan yang terjadi dimasyarakat dan diketahui orang banyak.
Sihir Tergolong Syirik dari Dua sisi
Pertama, karena sihir mengandung unsur meminta pelayanan dari syaithan dan ketergantungan dengan mereka melalui sesuatu yang mereka cintai agar syaithan tersebut mengajari kepada mereka tentang sihir, sehingga sihir adalah syaithan sebagaimana firman Alloh:
“.. Tetapi syaithan-syaithan itulah yang kafir mengerjakan sihir) mereka mengajarkan sihir kepada manusia ...” (QS. Al-Baqarah [2]: 102).
Kedua, sihir mengandung unsur pengakuan terhadap ilmu ghaib dan pengakuan berserikat dengan Alloh dalam perkara ghaib.
Ini jelas-jelas sebagai suatu perbuatan kufur, sebagaimana firman Alloh :
”Katakanlah, tidak seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Alloh ...” (QS. An-Naml [25]: 65).
Dan ilmu ghaib tersebut tidak diperlihatkan kepada makhluk kecuali hanya kepada para rasul- Nya sebagaimana firman Alloh :
“(Dia adalah Tuhan) Yang Mengetahui yang gaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorang pun tentang yang gaib itu. Kecuali kepada rasul yang diridai- Nya,...” (QS. Jin [72]: 26 & 27).
Di antara hal yang perlu diwaspadai adalah bahwa para tukang sihir mempermainkan aqidah umat Islam, dimana mereka menampakkan diri seakan-akan sebagai tabib, ahli hikmah, dokter atau kyai, sehingga mereka menyesatkan kaum muslimin yang sedang sakit agar menyembelih kambing atau ayam dengan ciri-ciri tertentu yang ditujukan kepada jin.
Di antara mereka ada yang menjual isim-isim atau jimat lewat iklan koran atau majalah bahkan melalui televisi. Sebagian lagi menampakkan diri sebagai pemberi berita tentang perkara-perkara ghaib dan tempat-tempat barang yang hilang. Lalu orang-orang yang bodoh datang bertanya kepadanya tentang barang-barang yang hilang, kemudian memberi kabar tentang keberadaan barang tersebut atau mendatangkannya dengan bantuan syaithan.
Sebagian mereka menampakkan diri sebagai wali yang memiliki karamah dalam hal-hal yang luar biasa seperti masuk ke dalam api tetapi tidak terbakar, memukul dirinya dengan pedang atau dilindas mobil tetapi tidak sedikitpun terluka atau keanehan lain yang hakekat sebenarnya adalah perbuatan syaithan yang diperjalankan melalui tangan mereka untuk membuat fitnah di antara manusia.
Atau bisa jadi, hanya perkara ilusi yang tidak ada hakekatnya, bahkan hanyalah tipuan halus dan licik yang mereka lakukan di depan pandangan mata seperti perbuatan para tukang sihir Fir’aun dengan menipu tali-tali dan tongkat-tongkat yang seakan menjadi kalajengking dan ular.
Dari: Buletin Al-Huda edisi ke-13
Sihir dan sejenisnya dari cakupan ilmu-ilmu hitam makin populer dewasa ini. Para pakar berikut iklan sihirnya bisa ditemui di hampir semua media massa. Merekalah yang seakan-akan menguasai rahasia dan kunci-kunci kehidupan.
Eksistensi mereka kian diperkuat dengan dongeng-dongeng tahayul nenek moyang, utamanya yang berkaitan dengan kerajaan-kerajaan nusantara di masa lampau. Jadilah semua itu sebagai sebuah ajaran dan aliran tersendiri yang ditafsirkan sebagai bagian dari agama.
Ironisnya, sebagian kaum muslimin kian terbentuk akal dan pikirannya dengan semua itu. Lahirlah kemudian keyakinan yang berasal dari akal yang jumud yang tergantung dan menggantungkan segala-galanya kepada orang-orang “sakti” tersebut. Bahagia dan sengsara, senang dan susah, sehat dan sakit, berhasil dan gagal, maju dan mundur seolah-olah ada di tangan mereka. Umat pun mulai lupa akan kekuasaan dan ketentuan Alloh.
Sejarah Munculnya Sihir
Disebutkan dalam tafsir Ibnu Katsir yang menukil riwayat dari As-Sudi bahwa beliau berkata:
Dahulu kala syaithan-syaithan naik ke langit untuk mencuri kabar yang disampaikan oleh para malaikat tentang sesuatu yang akan terjadi di muka bumi berupa kematian, ilmu ghaib dan perintah Alloh. Lalu kabar tersebut disampaikan kepada para dukun dan ternyata kabar tersebut banyak terjadi sehingga para dukun membenarkan apa yang disampaikan oleh syaithan.
Setelah syaithan mendapatkan pembenaran, mereka mencampur-adukkan satu kenyataan dengan tujuh puluh kedustaan. Kemudian menyebar isu di kalangan Bani Israil bahwa ia mampu mengetahui ilmu ghaib sehingga tidak sedikit di antara manusia terpedaya dan tertipu.
Namun Alloh memberitahukan kepada Nabi Sulaiman tentang tipu daya syaithan tersebut, lalu Nabi Sulaiman memendam seluruh catatan kalimat dibawah kursi kerajaan dan tidak ada satu syaithan pun yang mampu mendekatinya. Setelah Nabi Sulaiman meninggal, syaithan berubah wujud seperti manusia dan berusaha mengeluarkan catatan tersebut dari bawah kursi Sulaiman, kemudian dia mengatakan kepada manusia:
“Apakah kalian ingin mendapatkan harta karun yang tidak pernah terbayang.”
Maka syaithan menunjukkan sihir yang dipendam oleh Nabi Sulaiman dibawah kursinya. Seterusnya dipelajari oleh manusia dari zaman ke zaman.
Sebab-sebab Turunnya Ayat Sihir
Pada zaman Nabi Muhammad saw. tersebar tuduhan di kalangan orang-orang Yahudi bahwa Nabi Sulaiman mengajarkan sihir begitu pula malaikat Jibril dan Mikail, lalu turun ayat di atas (QS.Al-Baqarah :102) sebagai bantahan terhadap tuduhan itu.
Yang benar adalah bahwa Nabi Sulaiman tidak pernah mengajarkan sihir apalagi sebagai tukang sihir, begitu pula kedua malaikat Jibril dan Mikail.
Hukum Dan Kedudukan Sihir
Sihir adalah perkara syaithaniyah yang diharamkan dan bisa merusak atau membatalkan serta mengurangi kesempurnaan aqidah, karena sihir tidak terjadi kecuali dengan kemusyrikan.
Sihir secara bahasa adalah sesuatu yang halus dan lembut. Dan menurut istilah syari’at sihir berupa jimat, santet, tenung, mejik atau ramuan-ramuan yang mampu memberi pengaruh secara fisik seperti sakit, membunuh atau memisahkan antara suami dengan istri dan pengaruh secara rohani seperti gelisah bingung atau mengkhayal.
Dan pengaruh terhadap mental contohnya adalah gila, stress atau gangguan kejiwaan yang lain. Ini berdasarkan kenyataan yang terjadi dimasyarakat dan diketahui orang banyak.
Sihir Tergolong Syirik dari Dua sisi
Pertama, karena sihir mengandung unsur meminta pelayanan dari syaithan dan ketergantungan dengan mereka melalui sesuatu yang mereka cintai agar syaithan tersebut mengajari kepada mereka tentang sihir, sehingga sihir adalah syaithan sebagaimana firman Alloh:
“.. Tetapi syaithan-syaithan itulah yang kafir mengerjakan sihir) mereka mengajarkan sihir kepada manusia ...” (QS. Al-Baqarah [2]: 102).
Kedua, sihir mengandung unsur pengakuan terhadap ilmu ghaib dan pengakuan berserikat dengan Alloh dalam perkara ghaib.
Ini jelas-jelas sebagai suatu perbuatan kufur, sebagaimana firman Alloh :
”Katakanlah, tidak seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Alloh ...” (QS. An-Naml [25]: 65).
Dan ilmu ghaib tersebut tidak diperlihatkan kepada makhluk kecuali hanya kepada para rasul- Nya sebagaimana firman Alloh :
“(Dia adalah Tuhan) Yang Mengetahui yang gaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorang pun tentang yang gaib itu. Kecuali kepada rasul yang diridai- Nya,...” (QS. Jin [72]: 26 & 27).
Di antara hal yang perlu diwaspadai adalah bahwa para tukang sihir mempermainkan aqidah umat Islam, dimana mereka menampakkan diri seakan-akan sebagai tabib, ahli hikmah, dokter atau kyai, sehingga mereka menyesatkan kaum muslimin yang sedang sakit agar menyembelih kambing atau ayam dengan ciri-ciri tertentu yang ditujukan kepada jin.
Di antara mereka ada yang menjual isim-isim atau jimat lewat iklan koran atau majalah bahkan melalui televisi. Sebagian lagi menampakkan diri sebagai pemberi berita tentang perkara-perkara ghaib dan tempat-tempat barang yang hilang. Lalu orang-orang yang bodoh datang bertanya kepadanya tentang barang-barang yang hilang, kemudian memberi kabar tentang keberadaan barang tersebut atau mendatangkannya dengan bantuan syaithan.
Sebagian mereka menampakkan diri sebagai wali yang memiliki karamah dalam hal-hal yang luar biasa seperti masuk ke dalam api tetapi tidak terbakar, memukul dirinya dengan pedang atau dilindas mobil tetapi tidak sedikitpun terluka atau keanehan lain yang hakekat sebenarnya adalah perbuatan syaithan yang diperjalankan melalui tangan mereka untuk membuat fitnah di antara manusia.
Atau bisa jadi, hanya perkara ilusi yang tidak ada hakekatnya, bahkan hanyalah tipuan halus dan licik yang mereka lakukan di depan pandangan mata seperti perbuatan para tukang sihir Fir’aun dengan menipu tali-tali dan tongkat-tongkat yang seakan menjadi kalajengking dan ular.
Dari: Buletin Al-Huda edisi ke-13
Pembatal Keislaman ke 6: Mengolok olok syariat
Pembatal Keislaman ke-6, yaitu Orang-orang yang mengolok-olok (istihza) agama yang mulia ini, baik itu sengaja atau hanya bersenda gurau.
Remeh, tapi mematikan. Seperti setetes tuba yang tercampur dalam kubangan air susu, merusak semuanya. Tak ada beda, sengaja ataupun tidak keduanya tercampurkan. Dan ada “setetes” yang sangat berbahaya bagi eksistensi keimanan seseorang: “Istihza”, yaitu mengolok-olok seluruh, atau salah satu bagian dari agama yang mulia ini. Baik dengan sengaja maupun hanya sekedar bersenda gurau. Baik dengan lisan, maupun dengan gerakan anggota badan, seperti kedipan, sunggingan bibir dan lain sebagainya.
Istihza’ (mengolok) terhadap Allah, Al-Qur’an dan Rasul-Nya hari ini dipandang sebagai hal remeh dan tidak berdampak apa-apa. Justru dari peremehan inilah, ia menjelma sebuah monster kekafiran yang kadang tersembunyi dalam selimut keimanan. Atau mungkin, ada sebagian orang yang kebangetan pinternya, mencoba mengartikan lain,
“bukan mengolok-olok, ini adalah mengkritisi, memberikan wacana agar kaum muslimin mendapat pencerahan, sehingga tidak selalu berwatak tradisionalis..”
Nah... yang seperti ini pun tidak jauh beda dengan pinang yang di belah dua, hanya saja mereka itu memang terlalu kepinteran jadinya memiliki istilah-istilah baru seperti itu. Sayangnya lagi, istilah-istilah baru itu mereka dapatkan dari kamus-kamus yang bersemayam di negeri-negeri kaum kafirin.
Oooh... Begitulah.., di negeri ini, di zaman modern ini, begitu banyak orang yang mudahnya mencela agama yang mulia ini. Sayangnya, orang yang tidak mampu menjaga lisannya tersebut adalah orang-orang yang notabene mendapat kedudukan di mata kaum muslimin, sehingga mereka pun mendapat sematan “cendikiawan muslim”.
Padahal.., seharusnya mereka maupun kita benar-benar takut terhadap adzab-Nya, dan senantiasa mengingat apa yang pernah terjadi pada masa Rasulullah. Rasulullah dan para shahabatnya pernah dicaci oleh beberapa orang dalam suatu perjalanan menuju Tabuk. Mereka yang mencaci beralasan; “kami hanya bergurau dan bermain-main.” Fatal! Rasulullah tidak menerima permintaan maaf mereka. Bahkan beliau membacakan kepada mereka hukum Allah
“... Katakanlah, apakah terhadap Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kalian selalu berolok-olok? Tidak usah kalian meminta maaf karena kalian telah kafir sesudah beriman. ...” (QS. At-Taubah [9]: 65 & 66).
Apakah kita masih bisa merasakan ketenangan dan tidur lelap, bila saja dalam satu kali lisan kita tergelincir dalam perkara ini? Sungguh tiada guna gelar doktoral atau yang lainnya bila tidak memahami perkara ini. Orang-orang yang berbuat istihza hanyalah orang-orang yang bodoh.
Bagaimana mungkin mereka akan menghina agama yang tidak ada cacat di dalamnya dan mereka yakini, kecuali hal itu didasari oleh hawa nafsunya. Dan memang demikian, mereka itu benar-benar bodoh.
Ada seorang yang begitu bodohnya mengolok agama yang mulia ini dengan menolak syari’atnya. Alasannya, karena syari’at itu merupakan bentuk arabisasi. Selidik punya selidik.., eh, yang berkata ini mempunyai nama asing di depannya, tapi lucunya dibelakangnya dia menyandang nama Muhammad.
Loh.., kalau takut arabisasi, kenapa tidak ganti aja tuh belakang namanya mas, jadi Goenawan Terpuji, misalnya.
Hukuman Para Pelakunya
Kaum muslimin di setiap zaman telah bersepakat bahwa orang yang mencela Allah dan Rasul-Nya atau agama-Nya, maka wajib untuk dibunuh. Jika yang mencela adalah seorang muslim, maka ketika itu ia telah murtad dan wajib dibunuh karena kemurtadannya tersebut.
Jika yang mencela adalah seorang kafir dzimmi, maka batallah ikatan perjanjian untuk melindunginya dan wajib untuk dibunuh. Ibnul Mundzir telah menukil adanya ijma’ (kesepakatan para shahabat) bahwa orang yang mencela Rasulullah wajib dibunuh.
Berkata Ibnu Qudamah: “Barang siapa mencela Allah maka dia telah kafir, sama saja apakah dengan bergurau atau sungguh-sungguh. Demikian pula (sama hukumnya dengan) orang yang mengejek Allah atau ayat-ayat-Nya atau Rasul-Nya atau kitab-kitab-Nya…”
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah: “Jika dia (si pencela) seorang Muslim, maka telah terjadi ijma’ bahwa dia wajib dibunuh, karena dia telah menjadi kafir yang murtad disebabkan (celaan tersebut), dan dia lebih buruk daripada orang kafir (yang bukan murtad). Karena seorang kafir (yang bukan murtad) mengagungkan Rabb tetapi meyakini agama batil sebagai kebenaran, namun tidak (melakukan) pengolok-olokan terhadap Allah dan pencelaan terhadap-Nya.”
Berbeda dengan orang Islam yang mencela Allah dia telah mengetahui Islam sebagai agama yang benar sehingga memeluk agama Islam. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Al-Utsaimin, beliau berkata:
“Bagaimana seseorang bisa menghina dan mengejek sesuatu perkara yang diimani. Seorang yang beriman terhadap suatu perkara, maka dia harus mengagungkan perkara tersebut dan didalam hatinya ada pengagungan yang layak dengan perkara tersebut”.
Kekufuran ada dua, yaitu kufur iradh dan kufur mu’aradhah. Orang yang mengejek (beristihza) maka ia kafir dengan kekafiran mu’aradhah. Dan dia lebih besar (kejelekkannya) daripada orang yang hanya sujud kepada patung (tanpa melakukan penentangannya).
Ini adalah perkara yang sangat berbahaya. Perkataan seringkali mendatangkan bencana dan kebinasaan bagi orangnya dalam keadaan dia tidak menyadarinya. Kadang seseorang mengucapkan kalimat yang mendatangkan murka Allah sedangkan ia tidak menganggapnya sebagai suatu yang penting, namun kalimat tersebut menjerumuskannya ke dalam api neraka. Na’udzubillah.
Referensi : Buletin Al Huda, Bogor. Edisi ke-11 & 12, 2008.
Remeh, tapi mematikan. Seperti setetes tuba yang tercampur dalam kubangan air susu, merusak semuanya. Tak ada beda, sengaja ataupun tidak keduanya tercampurkan. Dan ada “setetes” yang sangat berbahaya bagi eksistensi keimanan seseorang: “Istihza”, yaitu mengolok-olok seluruh, atau salah satu bagian dari agama yang mulia ini. Baik dengan sengaja maupun hanya sekedar bersenda gurau. Baik dengan lisan, maupun dengan gerakan anggota badan, seperti kedipan, sunggingan bibir dan lain sebagainya.
Istihza’ (mengolok) terhadap Allah, Al-Qur’an dan Rasul-Nya hari ini dipandang sebagai hal remeh dan tidak berdampak apa-apa. Justru dari peremehan inilah, ia menjelma sebuah monster kekafiran yang kadang tersembunyi dalam selimut keimanan. Atau mungkin, ada sebagian orang yang kebangetan pinternya, mencoba mengartikan lain,
“bukan mengolok-olok, ini adalah mengkritisi, memberikan wacana agar kaum muslimin mendapat pencerahan, sehingga tidak selalu berwatak tradisionalis..”
Nah... yang seperti ini pun tidak jauh beda dengan pinang yang di belah dua, hanya saja mereka itu memang terlalu kepinteran jadinya memiliki istilah-istilah baru seperti itu. Sayangnya lagi, istilah-istilah baru itu mereka dapatkan dari kamus-kamus yang bersemayam di negeri-negeri kaum kafirin.
Oooh... Begitulah.., di negeri ini, di zaman modern ini, begitu banyak orang yang mudahnya mencela agama yang mulia ini. Sayangnya, orang yang tidak mampu menjaga lisannya tersebut adalah orang-orang yang notabene mendapat kedudukan di mata kaum muslimin, sehingga mereka pun mendapat sematan “cendikiawan muslim”.
Padahal.., seharusnya mereka maupun kita benar-benar takut terhadap adzab-Nya, dan senantiasa mengingat apa yang pernah terjadi pada masa Rasulullah. Rasulullah dan para shahabatnya pernah dicaci oleh beberapa orang dalam suatu perjalanan menuju Tabuk. Mereka yang mencaci beralasan; “kami hanya bergurau dan bermain-main.” Fatal! Rasulullah tidak menerima permintaan maaf mereka. Bahkan beliau membacakan kepada mereka hukum Allah
“... Katakanlah, apakah terhadap Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kalian selalu berolok-olok? Tidak usah kalian meminta maaf karena kalian telah kafir sesudah beriman. ...” (QS. At-Taubah [9]: 65 & 66).
Apakah kita masih bisa merasakan ketenangan dan tidur lelap, bila saja dalam satu kali lisan kita tergelincir dalam perkara ini? Sungguh tiada guna gelar doktoral atau yang lainnya bila tidak memahami perkara ini. Orang-orang yang berbuat istihza hanyalah orang-orang yang bodoh.
Bagaimana mungkin mereka akan menghina agama yang tidak ada cacat di dalamnya dan mereka yakini, kecuali hal itu didasari oleh hawa nafsunya. Dan memang demikian, mereka itu benar-benar bodoh.
Ada seorang yang begitu bodohnya mengolok agama yang mulia ini dengan menolak syari’atnya. Alasannya, karena syari’at itu merupakan bentuk arabisasi. Selidik punya selidik.., eh, yang berkata ini mempunyai nama asing di depannya, tapi lucunya dibelakangnya dia menyandang nama Muhammad.
Loh.., kalau takut arabisasi, kenapa tidak ganti aja tuh belakang namanya mas, jadi Goenawan Terpuji, misalnya.
Hukuman Para Pelakunya
Kaum muslimin di setiap zaman telah bersepakat bahwa orang yang mencela Allah dan Rasul-Nya atau agama-Nya, maka wajib untuk dibunuh. Jika yang mencela adalah seorang muslim, maka ketika itu ia telah murtad dan wajib dibunuh karena kemurtadannya tersebut.
Jika yang mencela adalah seorang kafir dzimmi, maka batallah ikatan perjanjian untuk melindunginya dan wajib untuk dibunuh. Ibnul Mundzir telah menukil adanya ijma’ (kesepakatan para shahabat) bahwa orang yang mencela Rasulullah wajib dibunuh.
Berkata Ibnu Qudamah: “Barang siapa mencela Allah maka dia telah kafir, sama saja apakah dengan bergurau atau sungguh-sungguh. Demikian pula (sama hukumnya dengan) orang yang mengejek Allah atau ayat-ayat-Nya atau Rasul-Nya atau kitab-kitab-Nya…”
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah: “Jika dia (si pencela) seorang Muslim, maka telah terjadi ijma’ bahwa dia wajib dibunuh, karena dia telah menjadi kafir yang murtad disebabkan (celaan tersebut), dan dia lebih buruk daripada orang kafir (yang bukan murtad). Karena seorang kafir (yang bukan murtad) mengagungkan Rabb tetapi meyakini agama batil sebagai kebenaran, namun tidak (melakukan) pengolok-olokan terhadap Allah dan pencelaan terhadap-Nya.”
Berbeda dengan orang Islam yang mencela Allah dia telah mengetahui Islam sebagai agama yang benar sehingga memeluk agama Islam. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Al-Utsaimin, beliau berkata:
“Bagaimana seseorang bisa menghina dan mengejek sesuatu perkara yang diimani. Seorang yang beriman terhadap suatu perkara, maka dia harus mengagungkan perkara tersebut dan didalam hatinya ada pengagungan yang layak dengan perkara tersebut”.
Kekufuran ada dua, yaitu kufur iradh dan kufur mu’aradhah. Orang yang mengejek (beristihza) maka ia kafir dengan kekafiran mu’aradhah. Dan dia lebih besar (kejelekkannya) daripada orang yang hanya sujud kepada patung (tanpa melakukan penentangannya).
Ini adalah perkara yang sangat berbahaya. Perkataan seringkali mendatangkan bencana dan kebinasaan bagi orangnya dalam keadaan dia tidak menyadarinya. Kadang seseorang mengucapkan kalimat yang mendatangkan murka Allah sedangkan ia tidak menganggapnya sebagai suatu yang penting, namun kalimat tersebut menjerumuskannya ke dalam api neraka. Na’udzubillah.
Referensi : Buletin Al Huda, Bogor. Edisi ke-11 & 12, 2008.
Pembatal Keislaman ke 5: Membenci Syariat Islam
Pembatal Keislaman ke-5 yaitu, Marah / benci terhadap sesuatu dari apa-apa yang dibawa oleh Rasulullah shalallohu alaihi wa salam, walaupun ia melakukannya.
Ada yang namanya mahalabiu, yaitu apa yang dimaksudkan komunikator, disengaja untuk berbeda dengan maksud yang ditangkap komunikan. Seperti kita bercanda kepada teman kita dengan berpura-pura menawarkan kopi, “Antum mau kopi...?” Teman kita menjawab, “Jelas dong... mana?” Lalu kita mengatakan, “Ha..ha.. Sama saya juga mau...?”
Atau yang terjadi pada tradisi Jawa yaitu, menawarkan makanan pada tamu padahal ia hanya memiliki cukup untuk mereka saja. bahkan terkadang mereka tidak punya makanan.
Nah seperti ini namanya mahalabiu, maksud kita itu bukan menawarkan kopi. Tetapi dengan bahasa penawaran seperti itu, teman kita menyangka bahwa kita menawarkan kopi. Kalau tidak dimaksudkan bercanda atau kesopanan, tentu saja berbahaya. Tidak berbohong memang, tapi bisa menimbulkan asumsi yang berlebihan.
Pada beberapa kasus, kita pun sering mendapati Rasulullah melakukan yang demikian. Seperti ketika ada nenek-nenek yang meminta dido’akan oleh Rasulullah agar dimasukkan ke dalam surga bersamanya. Maka Rasulullah mengatakan,
“Di surga tidak ada nenek-nenek..!” Maksudnya baru beliau jelaskan setelah si nenek menangis, bahwa ketika masuk surga, semua insan beriman menjadi muda kembali. Dan ini bukan suatu kebohongan.
Ada lagi yang lainnya. tetapi, Yang ini jelas-jelas sebuah kebohongan, bahkan bisa mengeluarkan pelakunya dari Islam, karena kebohongan ini menyangkut dari prinsip aqidah Islam. Tetapi seperti mahalabiu, kebohongan ini pun masih memiliki beberapa maksud yang dimungkinkan.
Dan kebohongan seperti ini masih bisa dimaafkan, jika sipelaku benar-benar dalam kondisi yang sudah sangat terjepit. Seperti ia diancam akan dibunuh jika tidak mau mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah makhluk.
Nah... bagi seorang muslim yang terancam dalam situasi seperti ini, dimana situasinya sudah benar-benar genting, dalam kondisi pengancam dan yang diancam saling berhadapan, tidak ada kekuatan untuk melawan dan tidak kemungkinan lari lagi, maka dalam hal ini diperbolehkan bagi dia untuk berbohong.
Tetapi, tetap tidak dibolehkan begitu saja mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah makhluk, hatinya harus tetap meyakini bahwa Al-Qur’an adalah Kalamulloh dan harus diusahakan memberi jawaban yang masih memiliki beberapa kemungkinan. Seperti pada zaman dahulu, ada seorang ulama yang dipaksa menyatakan bahwa Al-Qur’an adalah makhluk.
Setelah situasinya sudah tidak memungkinkan, ia pun berucap, “Zabur (sambil mengangkat salah satu jarinya), Taurat (diangkat lagi salah satu jarinyanya dan begitu pun ketika menyebutkan: Injil dan Al-Qur’an, (hingga terangkat keempat jarinya)...” Ia melanjutkan dengan menunjuk keempat jarinya yang diangkat... “Semuanya ini adalah makhluk...”.
Tentu, yang dimaksud ulama itu bukan keempat Kitab itu makhluk, tetapi keempat jari itu adalah makhluk.
Retorika Kemunafikan
Lain di mulut lain di hati... ini merupakan bentuk lain lagi yang jauh dari kedua kondisi di atas. Kemunafikan...? Ya kemunafikan... tidak ada bentuk lain lagi yang memegang definisi simpel di atas kecuali kemunafikan. Kemunafiqan ini kebalikan dari menyembunyikan keimanan, yaitu menyembunyikan kekafiran dengan dibungkus oleh pengamalan syari'at islam. contoh dari kasus ini: yaitu banyaknya aliran sesat yang tidak lain dibalik semua ini adalah orang-orang Yahudi yang pura-pura islam. atau yang terjadi pada Syi'ah dengan Taqiyyah-nya.
Bukankah aneh? Ada orang yang mengamalkan apa yang dibawa oleh Rasulullah, namun dia sendiri membencinya, menginginkan agar yang ia kerjakan itu musnah? Itulah kemunafikan, suatu bentuk kekafiran yang samar. Dan bahayanya, bagi orang yang sudah terjangkiti penyakit ini, maka ia pasti menjadi musuh yang menyelinap dan racun yang mematikan.
Tak ada musuh yang lebih licik dari kemunafikan yang bersarang di ketiak keimanan. Kadang ia menjadi alat yang dimanfaatkan musuh terang-terangan. Sering juga ia menjadi dirinya sendiri, mengambil keuntungan di saat lengahnya barisan kebenaran.
Kemunafikan adalah retorika kepalsuan iman yang pada zaman ini gandrung dipertontonkan. Berbeda dengan para pendahulunya di zaman Rasulullah yang tidak berani vokal menentang syari’at dan hanya menyembunyikan kekufuran didalam hatinya dengan bermantelkan Islam, orang-orang munafik modern zaman ini begitu nyaringnya menentang Islam dan syari’atnya, walaupun begitu ciri mereka masih sama, yaitu badan mereka masih berbungkus baju muslim.
Tetapi tetap saja, baik moyang atau generasi penerusnya, mereka memiliki spirit yang sama: menohok kebenaran dari dalam. Penampilannya begitu mempesona. Ia adalah cendikiawan yang selalu didengar kata-katanya. Pembicaraannya begitu meyakinkan. Ia beragumen, membangun kerangka-kerangka pikir kosong yang didengarkan dengan kagum. Tetapi ia sendiri ragu dengan yang ia katakan, khawatir seolah ia selalu diteriaki dengan keras.
“Dan apabila kamu melihat mereka, tubuh-tubuh mereka menjadikan kamu kagum. Dan jika mereka berkata kamu mendengarkan perkataan mereka. Mereka adalah seakan-akan kayu yang tersandar. Mereka mengira bahwa tiap-tiap teriakan yang keras ditujukan kepada mereka. Mereka itulah musuh (yang sebenarnya), maka waspadalah terhadap mereka; semoga Allah membinasakan mereka. Bagaimanakah mereka sampai dipalingkan (dari kebenaran)?” (QS. Munafiqun [63] : 4).
Generasi awal kemunafikan dengan Ibnu Ubay bin Salul sebagai gembongnya selalu berusaha “menjatuhkan” Rasulullah beserta para sahabatnya. Mereka mengkritisi Rasulullah, menafsirkan Al-Qur’an dengan seenak nafsu tanpa ada pengagungan dan penghormatan. Sungguh jelas kekafiran mereka.
Bersandar dalam kepura-puraan, ‘Abdullah ibn Ubay bin Salul dan wajah-wajah masa kininya yang tak berubah menipu kanan dan kiri. Musuh-musuh nyata siap memberikan dukungan dana. Dan munafik akan siap bekerja menjadi stuntman bagi syaithan-syaithannya dalam setiap aksi penentangan atau pengacauan kebenaran.
“Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan: “Kami telah beriman.”. Dan bila mereka kembali kepada syaitan-syaitan mereka, mereka mengatakan: “Sesungguhnya kami sependirian dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok”. (QS. Al-Baqarah [2]: 14).
Betapa celakanya kemunafikan. Ia merupakan tempat naungan bagi para pengecut dari golongan orang kafir yang berusaha mencari celah antara keimanan dan kekafiran, tapi sayang ini membuatnya terperosok gosong ke kerak jahannam. (lihat QS.An-Nisaa’[4]: 143 & 145).
Itulah balasan yang paling pantas bagi orang-orang yang menjadi musuh dalam selimut, para pengkhianat yang selalu berbicara di belakang, bersedih ketika Islam jaya dan sebaliknya senang bila Islam mengalami kemunduran. Sungguh... semoga Allah membinasakan kalian wahai orang-orang munafiq.
Ada yang namanya mahalabiu, yaitu apa yang dimaksudkan komunikator, disengaja untuk berbeda dengan maksud yang ditangkap komunikan. Seperti kita bercanda kepada teman kita dengan berpura-pura menawarkan kopi, “Antum mau kopi...?” Teman kita menjawab, “Jelas dong... mana?” Lalu kita mengatakan, “Ha..ha.. Sama saya juga mau...?”
Atau yang terjadi pada tradisi Jawa yaitu, menawarkan makanan pada tamu padahal ia hanya memiliki cukup untuk mereka saja. bahkan terkadang mereka tidak punya makanan.
Nah seperti ini namanya mahalabiu, maksud kita itu bukan menawarkan kopi. Tetapi dengan bahasa penawaran seperti itu, teman kita menyangka bahwa kita menawarkan kopi. Kalau tidak dimaksudkan bercanda atau kesopanan, tentu saja berbahaya. Tidak berbohong memang, tapi bisa menimbulkan asumsi yang berlebihan.
Pada beberapa kasus, kita pun sering mendapati Rasulullah melakukan yang demikian. Seperti ketika ada nenek-nenek yang meminta dido’akan oleh Rasulullah agar dimasukkan ke dalam surga bersamanya. Maka Rasulullah mengatakan,
“Di surga tidak ada nenek-nenek..!” Maksudnya baru beliau jelaskan setelah si nenek menangis, bahwa ketika masuk surga, semua insan beriman menjadi muda kembali. Dan ini bukan suatu kebohongan.
Ada lagi yang lainnya. tetapi, Yang ini jelas-jelas sebuah kebohongan, bahkan bisa mengeluarkan pelakunya dari Islam, karena kebohongan ini menyangkut dari prinsip aqidah Islam. Tetapi seperti mahalabiu, kebohongan ini pun masih memiliki beberapa maksud yang dimungkinkan.
Dan kebohongan seperti ini masih bisa dimaafkan, jika sipelaku benar-benar dalam kondisi yang sudah sangat terjepit. Seperti ia diancam akan dibunuh jika tidak mau mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah makhluk.
Nah... bagi seorang muslim yang terancam dalam situasi seperti ini, dimana situasinya sudah benar-benar genting, dalam kondisi pengancam dan yang diancam saling berhadapan, tidak ada kekuatan untuk melawan dan tidak kemungkinan lari lagi, maka dalam hal ini diperbolehkan bagi dia untuk berbohong.
Tetapi, tetap tidak dibolehkan begitu saja mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah makhluk, hatinya harus tetap meyakini bahwa Al-Qur’an adalah Kalamulloh dan harus diusahakan memberi jawaban yang masih memiliki beberapa kemungkinan. Seperti pada zaman dahulu, ada seorang ulama yang dipaksa menyatakan bahwa Al-Qur’an adalah makhluk.
Setelah situasinya sudah tidak memungkinkan, ia pun berucap, “Zabur (sambil mengangkat salah satu jarinya), Taurat (diangkat lagi salah satu jarinyanya dan begitu pun ketika menyebutkan: Injil dan Al-Qur’an, (hingga terangkat keempat jarinya)...” Ia melanjutkan dengan menunjuk keempat jarinya yang diangkat... “Semuanya ini adalah makhluk...”.
Tentu, yang dimaksud ulama itu bukan keempat Kitab itu makhluk, tetapi keempat jari itu adalah makhluk.
Retorika Kemunafikan
Lain di mulut lain di hati... ini merupakan bentuk lain lagi yang jauh dari kedua kondisi di atas. Kemunafikan...? Ya kemunafikan... tidak ada bentuk lain lagi yang memegang definisi simpel di atas kecuali kemunafikan. Kemunafiqan ini kebalikan dari menyembunyikan keimanan, yaitu menyembunyikan kekafiran dengan dibungkus oleh pengamalan syari'at islam. contoh dari kasus ini: yaitu banyaknya aliran sesat yang tidak lain dibalik semua ini adalah orang-orang Yahudi yang pura-pura islam. atau yang terjadi pada Syi'ah dengan Taqiyyah-nya.
Bukankah aneh? Ada orang yang mengamalkan apa yang dibawa oleh Rasulullah, namun dia sendiri membencinya, menginginkan agar yang ia kerjakan itu musnah? Itulah kemunafikan, suatu bentuk kekafiran yang samar. Dan bahayanya, bagi orang yang sudah terjangkiti penyakit ini, maka ia pasti menjadi musuh yang menyelinap dan racun yang mematikan.
Tak ada musuh yang lebih licik dari kemunafikan yang bersarang di ketiak keimanan. Kadang ia menjadi alat yang dimanfaatkan musuh terang-terangan. Sering juga ia menjadi dirinya sendiri, mengambil keuntungan di saat lengahnya barisan kebenaran.
Kemunafikan adalah retorika kepalsuan iman yang pada zaman ini gandrung dipertontonkan. Berbeda dengan para pendahulunya di zaman Rasulullah yang tidak berani vokal menentang syari’at dan hanya menyembunyikan kekufuran didalam hatinya dengan bermantelkan Islam, orang-orang munafik modern zaman ini begitu nyaringnya menentang Islam dan syari’atnya, walaupun begitu ciri mereka masih sama, yaitu badan mereka masih berbungkus baju muslim.
Tetapi tetap saja, baik moyang atau generasi penerusnya, mereka memiliki spirit yang sama: menohok kebenaran dari dalam. Penampilannya begitu mempesona. Ia adalah cendikiawan yang selalu didengar kata-katanya. Pembicaraannya begitu meyakinkan. Ia beragumen, membangun kerangka-kerangka pikir kosong yang didengarkan dengan kagum. Tetapi ia sendiri ragu dengan yang ia katakan, khawatir seolah ia selalu diteriaki dengan keras.
“Dan apabila kamu melihat mereka, tubuh-tubuh mereka menjadikan kamu kagum. Dan jika mereka berkata kamu mendengarkan perkataan mereka. Mereka adalah seakan-akan kayu yang tersandar. Mereka mengira bahwa tiap-tiap teriakan yang keras ditujukan kepada mereka. Mereka itulah musuh (yang sebenarnya), maka waspadalah terhadap mereka; semoga Allah membinasakan mereka. Bagaimanakah mereka sampai dipalingkan (dari kebenaran)?” (QS. Munafiqun [63] : 4).
Generasi awal kemunafikan dengan Ibnu Ubay bin Salul sebagai gembongnya selalu berusaha “menjatuhkan” Rasulullah beserta para sahabatnya. Mereka mengkritisi Rasulullah, menafsirkan Al-Qur’an dengan seenak nafsu tanpa ada pengagungan dan penghormatan. Sungguh jelas kekafiran mereka.
Bersandar dalam kepura-puraan, ‘Abdullah ibn Ubay bin Salul dan wajah-wajah masa kininya yang tak berubah menipu kanan dan kiri. Musuh-musuh nyata siap memberikan dukungan dana. Dan munafik akan siap bekerja menjadi stuntman bagi syaithan-syaithannya dalam setiap aksi penentangan atau pengacauan kebenaran.
“Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan: “Kami telah beriman.”. Dan bila mereka kembali kepada syaitan-syaitan mereka, mereka mengatakan: “Sesungguhnya kami sependirian dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok”. (QS. Al-Baqarah [2]: 14).
Betapa celakanya kemunafikan. Ia merupakan tempat naungan bagi para pengecut dari golongan orang kafir yang berusaha mencari celah antara keimanan dan kekafiran, tapi sayang ini membuatnya terperosok gosong ke kerak jahannam. (lihat QS.An-Nisaa’[4]: 143 & 145).
Itulah balasan yang paling pantas bagi orang-orang yang menjadi musuh dalam selimut, para pengkhianat yang selalu berbicara di belakang, bersedih ketika Islam jaya dan sebaliknya senang bila Islam mengalami kemunduran. Sungguh... semoga Allah membinasakan kalian wahai orang-orang munafiq.
Pembatal Keislaman ke 4: Berhukum kepada Selain Hukum Alloh
Pembatal Keislaman yang ke 4 yaitu, Orang yang meyakini bahwasanya petunjuk selain petunjuk Rasulullah lebih sempurna atau meyakini Yaitu, seperti orang-orang yang lebih memilih hukum-hukum buatan manusia atau thogut dari pada hukum yang dibawa oleh Rasulullah.
Dengan berbagai alasan apapun, tidak ada kata yang lebih buruk untuk sebutan orang-orang yang mengambil hukum selain hukum Allah melainkan adalah orang-orang kafir, yang membangkang, para penentang dan musuh-musuh Allah yang menandingi-Nya.
“Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin.” (QS. Al-Maidah [5]: 50).
“.... Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (QS. Al-Maidah [5]: 44).
Islam adalah agama yang kamil (sempurna). Salah satu bukti kesempurnaannya adalah bahwa ajaran Islam banyak mengandung petunjuk-petunjuk dan peraturan-peraturan yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia.
Oleh karena itu, maka dalam kehidupan manusia tidak ada satu aspek pun yang tidak tersentuh oleh nilai-nilai Islami, langsung ataupun tidak langsung. Bukti lain dari kesempurnaan Islam adalah bahwa semua petunjuk dan peraturan-peraturan tersebut penuh dengan rahmat yang sempurna dan juga penuh dengan keadilan yang sempurna.
Semua itu dikarenakan kesempurnaan Islam bertolak dari kesempurnaan Allah, Dzat Yang menurunkan Islam kepada hamba-hamba-Nya agar dijadikan pedoman hidup oleh mereka.
Barangsiapa yang menganggap adanya kekurangan dalam Islam walaupun hanya sedikit saja, maka orang itu telah menganggap bahwa Allah bukanlah Dzat Yang Maha sempurna. Hanya melalui Islamlah Allah menurunkan hukum-hukum-Nya. Oleh karena itu,hanya dengan ketundukan kepada hukum-hukum-Nya-lah, maka akan terwujud penyerahan diri secara total kepada-Nya.
Ketika hukum-hukum Allah telah sempurna dan mencakup seluruh aspek kehidupan manusia, maka penyerahan diri kepada-Nya pun harus mencakup seluruh kehidupan, baik dalam kehidupan pribadi (perorangan) maupun kehidupan bermasyarakat.
Maka, semua aspek kehidupan harus ditundukkan kepada Allah, baik dalam peribadatan, akhlak, politik, ekonomi, maupun dalam gerak-gerik batin seseorang sekalipun.
Selama 13 abad lamanya, bagi generasi kaum muslimin logika syar’i tersebut diatas telah sangat jelas dan meyakinkan sekali. Namun ketika memasuki abad ke-14, tepatnya ketika Khilafah Islamiyah terakhir runtuh dan musuh-musuh Islam menguasai negeri-negeri Islam, maka para musuh mengetahui dengan pasti bahwa kekuatan kaum muslimin terletak pada hubungan mereka dengan agama dan dasar agama mereka, yaitu yang terwujud dalam kumpulan hukum-hukum yang tertata dengan teratur.
Oleh karena itu, mereka (para musuh) mulai bergerak untuk dapat memisahkan kaum muslimin dengan hukum-hukum Islam. Berkaitan dengan hukum-hukum pribadi, seperti peribadatan perorangan, akhlak, mu’amalah dan lainnya, mereka (para musuh) berusaha menyuburkan bid’ah, menyebarkan kerusakan akhlak dan mengkerdilkan urgen atau pentingnya pendidikan sunnah yang benar.
Berkaitan dengan hukum-hukum sosial masyarakat, mereka mendirikan sistem-sistem sekuler di negara-negara kaum muslimin yang dijalankan oleh boneka-boneka mereka, yaitu kaum munafik yang berasal dari generasi kaum muslimin sendiri, namun telah diisi dengan fikrah anti Islam dan telah dikader untuk memperkuat barisan minoritas non muslim.
Fakta seperti ini bukan hanya ada di Indonesia saja, bahkan dapat disaksikan di seluruh negeri-negeri kaum muslimin, dengan pola dasar yang sama persis. Pemerintah-pemerintah sekuler inilah yang akan menjadi penjaga paling setia bagi kaum kafir (para musuh) dalam memperta-hankan berbagai kondisi non (tidak) Islami.
Kondisi non Islami (kufur) terbesar serta yang menjadi tiang penyangga dan payung bagi semua kondisi-kondisi non Islami lainnya adalah “proses” penyingkiran hukum-hukum Allah dari kehidupan bernegara dan bermasyarakat, yang diganti dengan hukum-hukum thaghut yang berupa undang-undang import atau buatan lokal dari akal manusia.
Undang-undang tersebut dinamakan sebagai hukum thaghut, karena semua undang-undang yang bertentangan dengan hukum-hukum Allah adalah undang-undang atau hukum-hukum thaghut.
Dalam logika Islam, kufurnya penerapan hukum-hukum thaghut merupakan sesuatu yang sangat jelas, bahkan lebih jelas dari terangnya sinar matahari di siang hari. Tetapi para penjaga hukum thaghut dari kalangan para penguasa sekuler itu tidak akan pernah tinggal diam. Mereka membentuk sistem pendidikan sekuler, yang membuat putra-putri Islam terbutakan matanya tentang kejelasan hal tersebut.
Lebih dari itu, mereka pun menyuburkan dan membantu sistem pendidikan irja’iy (Murji’ah) yang beraqidah bahwa iman hanyalah di dalam hati, sehingga walaupun seseorang atau suatu rezim telah dengan nyata menyingkirkan hukum-hukum Allah dan menerapkan hukum-hukum thaghut, mereka tetap dianggap beriman dan tidak menjadi kafir selama mereka masih mengaku sebagai kaum muslimin.
Dengan demikian, mereka tetap berada pada posisi yang aman dan tuan-tuan mereka di luar negeri pun merasa tentram bahwa Islam tidak akan pernah bangkit kembali.
Allah menurunkan Al-Qur’an dan As-Sunnah adalah untuk diterapkan secara sempurna atau totalitas, bukan hanya untuk dibaca saja. Kedaulatan (atau kekuasaan mutlak) Allah terhadap hamba-hamba-Nya secara syar’i hanya akan terwujud apabila hukum-hukum-Nya diterapkan di muka bumi.
Sebagai orang-orang yang mengikuti manhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang senantiasa berpegang teguh kepada Al-Qur’an, As-Sunnah dan manhaj As-Salaf Ash-Shaleh, maka tidak dibenarkan sama sekali bagi kita untuk membenarkan seluruh pandangan dan pendapat Khawarij dalam hal pengkafiran, mengkafirkan kaum muslimin.
Oleh karena itu, apabila ada sebuah negara yang secara menyeluruh menegakkan syari’at Islam, maka penyelewengan secara parsial yang dilakukan oleh pribadi para pelaksana hukumnya adalah termasuk perbuatan kufur ashghar, yaitu kufur yang tidak mengeluarkan pelakunya dari Islam. Kecuali apabila terbukti bahwa penyelewengan tersebut terjadi karena sang pelaku menganggap bahwa hukum Allah sama atau bahkan kurang baik dibandingkan dengan hukum thaghut, atau sang pelaku tidak merasa wajib untuk melaksanakan hukum Allah, jika demikian halnya, maka dalam hal ini kufurnya adalah kufur akbar, yang mengeluarkan pelakunya dari Islam.
Kita juga tidak akan pernah membenarkan pandangan dan pendapat extrimis Murji’ah, yang beranggapan bahwa penyingkiran hukum-hukum Allah secara menyeluruh ataupun sebagiannya, dan menggantinya dengan hukum thaghut adalah kufur ashghar. Hal ini adalah keliru, karena ada-nya penyingkiran termasuk kufur akbar, sebagaimana yang dengan gamblang telah dijelaskan dalam ayat-ayat suci Al-Qur’an. Ketika Al-Qur’an menyatakan bahwa suatu amal tertentu sebagai perbuatan kufur, maka yang dimaksud adalah arti atau makna asli dari kata-kata kufur tersebut, yaitu kufur akbar, kecuali apabila ada qarinah (dalil lain) yang menunjukkan bahwa amalan tersebut tidak mengeluarkan seseorang dari Islam.
Apabila ada qarinah seperti itu, maka arti kufur akan bergeser dari kufur akbar menjadi kufur ashghar atau kaba’ir (dosa-dosa besar). Dan apabila tidak ada qarinah, maka artinya akan tetap pada arti aslinya, yaitu kufur akbar.
Extrimis Murji’ah sama sekali tidak dapat memberikan sebuah qarinah pun yang dapat mengubah arti kufur akbar bagi “proses” peninggalan atau penyingkiran syari’at Allah menjadi perbuatan yang termasuk kategori kufur ashghar. Ini merupakan gambaran umum tentang penjelasan pembatal keislaman yang ke-4, yaitu berhukum dengan selain hukum Allah.
Sebenarnya, permasalahannya amatlah panjang dan kompleks. Intinya, berhukum dengan selain hukum Allah merupakan satu bentuk pengkhianatan dan pengingkaran terbesar dari kerububiyahan Allah. Yang mana perbuatan tersebut dapat mengeluarkan pelakunya dari Islam.
Sungguh mengerikan bagi orang yang berakal. Kalau begitu, tugas kita sebagai seorang muslim yang kaafah adalah bukan mencari-cari celah, mencari-cari alasan atau berbagai dalih lainnya untuk menghukumi bahwa pelaku orang yang berhukum dengan selain hukum Allah adalah hanya sekedar dosa besar. Akan tetapi tugas kita yang lebih selamat adalah berdakwah kepada ummat untuk menjelaskan tentang keagungan hukum Allah yang tidak boleh ditinggalkan dan juga menjelaskan kepada mereka yang mengambil hukum dengan selain hukum Allah agar kembali berhukum dengan hukum Allah dan mentahdzir (memperingati) mereka dari bahaya menyelisihinya.
Inilah manhaj yang haq, manhaj yang senantiasa mengajak manusia menuju jalan Allah, bukan manhaj yang membiarkan manusia berada di dalam kesesatannya, bahkan melegalisasi kesesatannya dengan dalih-dalih yang belum pernah didapati di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah maupun ijma’ para Salaful ‘Ummah.
Walhamdu lillah.
Sumber :
Buletin Al Huda edisi ke 10, 2008.
Dengan berbagai alasan apapun, tidak ada kata yang lebih buruk untuk sebutan orang-orang yang mengambil hukum selain hukum Allah melainkan adalah orang-orang kafir, yang membangkang, para penentang dan musuh-musuh Allah yang menandingi-Nya.
“Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin.” (QS. Al-Maidah [5]: 50).
“.... Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (QS. Al-Maidah [5]: 44).
Islam adalah agama yang kamil (sempurna). Salah satu bukti kesempurnaannya adalah bahwa ajaran Islam banyak mengandung petunjuk-petunjuk dan peraturan-peraturan yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia.
Oleh karena itu, maka dalam kehidupan manusia tidak ada satu aspek pun yang tidak tersentuh oleh nilai-nilai Islami, langsung ataupun tidak langsung. Bukti lain dari kesempurnaan Islam adalah bahwa semua petunjuk dan peraturan-peraturan tersebut penuh dengan rahmat yang sempurna dan juga penuh dengan keadilan yang sempurna.
Semua itu dikarenakan kesempurnaan Islam bertolak dari kesempurnaan Allah, Dzat Yang menurunkan Islam kepada hamba-hamba-Nya agar dijadikan pedoman hidup oleh mereka.
Barangsiapa yang menganggap adanya kekurangan dalam Islam walaupun hanya sedikit saja, maka orang itu telah menganggap bahwa Allah bukanlah Dzat Yang Maha sempurna. Hanya melalui Islamlah Allah menurunkan hukum-hukum-Nya. Oleh karena itu,hanya dengan ketundukan kepada hukum-hukum-Nya-lah, maka akan terwujud penyerahan diri secara total kepada-Nya.
Ketika hukum-hukum Allah telah sempurna dan mencakup seluruh aspek kehidupan manusia, maka penyerahan diri kepada-Nya pun harus mencakup seluruh kehidupan, baik dalam kehidupan pribadi (perorangan) maupun kehidupan bermasyarakat.
Maka, semua aspek kehidupan harus ditundukkan kepada Allah, baik dalam peribadatan, akhlak, politik, ekonomi, maupun dalam gerak-gerik batin seseorang sekalipun.
Selama 13 abad lamanya, bagi generasi kaum muslimin logika syar’i tersebut diatas telah sangat jelas dan meyakinkan sekali. Namun ketika memasuki abad ke-14, tepatnya ketika Khilafah Islamiyah terakhir runtuh dan musuh-musuh Islam menguasai negeri-negeri Islam, maka para musuh mengetahui dengan pasti bahwa kekuatan kaum muslimin terletak pada hubungan mereka dengan agama dan dasar agama mereka, yaitu yang terwujud dalam kumpulan hukum-hukum yang tertata dengan teratur.
Oleh karena itu, mereka (para musuh) mulai bergerak untuk dapat memisahkan kaum muslimin dengan hukum-hukum Islam. Berkaitan dengan hukum-hukum pribadi, seperti peribadatan perorangan, akhlak, mu’amalah dan lainnya, mereka (para musuh) berusaha menyuburkan bid’ah, menyebarkan kerusakan akhlak dan mengkerdilkan urgen atau pentingnya pendidikan sunnah yang benar.
Berkaitan dengan hukum-hukum sosial masyarakat, mereka mendirikan sistem-sistem sekuler di negara-negara kaum muslimin yang dijalankan oleh boneka-boneka mereka, yaitu kaum munafik yang berasal dari generasi kaum muslimin sendiri, namun telah diisi dengan fikrah anti Islam dan telah dikader untuk memperkuat barisan minoritas non muslim.
Fakta seperti ini bukan hanya ada di Indonesia saja, bahkan dapat disaksikan di seluruh negeri-negeri kaum muslimin, dengan pola dasar yang sama persis. Pemerintah-pemerintah sekuler inilah yang akan menjadi penjaga paling setia bagi kaum kafir (para musuh) dalam memperta-hankan berbagai kondisi non (tidak) Islami.
Kondisi non Islami (kufur) terbesar serta yang menjadi tiang penyangga dan payung bagi semua kondisi-kondisi non Islami lainnya adalah “proses” penyingkiran hukum-hukum Allah dari kehidupan bernegara dan bermasyarakat, yang diganti dengan hukum-hukum thaghut yang berupa undang-undang import atau buatan lokal dari akal manusia.
Undang-undang tersebut dinamakan sebagai hukum thaghut, karena semua undang-undang yang bertentangan dengan hukum-hukum Allah adalah undang-undang atau hukum-hukum thaghut.
Dalam logika Islam, kufurnya penerapan hukum-hukum thaghut merupakan sesuatu yang sangat jelas, bahkan lebih jelas dari terangnya sinar matahari di siang hari. Tetapi para penjaga hukum thaghut dari kalangan para penguasa sekuler itu tidak akan pernah tinggal diam. Mereka membentuk sistem pendidikan sekuler, yang membuat putra-putri Islam terbutakan matanya tentang kejelasan hal tersebut.
Lebih dari itu, mereka pun menyuburkan dan membantu sistem pendidikan irja’iy (Murji’ah) yang beraqidah bahwa iman hanyalah di dalam hati, sehingga walaupun seseorang atau suatu rezim telah dengan nyata menyingkirkan hukum-hukum Allah dan menerapkan hukum-hukum thaghut, mereka tetap dianggap beriman dan tidak menjadi kafir selama mereka masih mengaku sebagai kaum muslimin.
Dengan demikian, mereka tetap berada pada posisi yang aman dan tuan-tuan mereka di luar negeri pun merasa tentram bahwa Islam tidak akan pernah bangkit kembali.
Allah menurunkan Al-Qur’an dan As-Sunnah adalah untuk diterapkan secara sempurna atau totalitas, bukan hanya untuk dibaca saja. Kedaulatan (atau kekuasaan mutlak) Allah terhadap hamba-hamba-Nya secara syar’i hanya akan terwujud apabila hukum-hukum-Nya diterapkan di muka bumi.
Sebagai orang-orang yang mengikuti manhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang senantiasa berpegang teguh kepada Al-Qur’an, As-Sunnah dan manhaj As-Salaf Ash-Shaleh, maka tidak dibenarkan sama sekali bagi kita untuk membenarkan seluruh pandangan dan pendapat Khawarij dalam hal pengkafiran, mengkafirkan kaum muslimin.
Oleh karena itu, apabila ada sebuah negara yang secara menyeluruh menegakkan syari’at Islam, maka penyelewengan secara parsial yang dilakukan oleh pribadi para pelaksana hukumnya adalah termasuk perbuatan kufur ashghar, yaitu kufur yang tidak mengeluarkan pelakunya dari Islam. Kecuali apabila terbukti bahwa penyelewengan tersebut terjadi karena sang pelaku menganggap bahwa hukum Allah sama atau bahkan kurang baik dibandingkan dengan hukum thaghut, atau sang pelaku tidak merasa wajib untuk melaksanakan hukum Allah, jika demikian halnya, maka dalam hal ini kufurnya adalah kufur akbar, yang mengeluarkan pelakunya dari Islam.
Kita juga tidak akan pernah membenarkan pandangan dan pendapat extrimis Murji’ah, yang beranggapan bahwa penyingkiran hukum-hukum Allah secara menyeluruh ataupun sebagiannya, dan menggantinya dengan hukum thaghut adalah kufur ashghar. Hal ini adalah keliru, karena ada-nya penyingkiran termasuk kufur akbar, sebagaimana yang dengan gamblang telah dijelaskan dalam ayat-ayat suci Al-Qur’an. Ketika Al-Qur’an menyatakan bahwa suatu amal tertentu sebagai perbuatan kufur, maka yang dimaksud adalah arti atau makna asli dari kata-kata kufur tersebut, yaitu kufur akbar, kecuali apabila ada qarinah (dalil lain) yang menunjukkan bahwa amalan tersebut tidak mengeluarkan seseorang dari Islam.
Apabila ada qarinah seperti itu, maka arti kufur akan bergeser dari kufur akbar menjadi kufur ashghar atau kaba’ir (dosa-dosa besar). Dan apabila tidak ada qarinah, maka artinya akan tetap pada arti aslinya, yaitu kufur akbar.
Extrimis Murji’ah sama sekali tidak dapat memberikan sebuah qarinah pun yang dapat mengubah arti kufur akbar bagi “proses” peninggalan atau penyingkiran syari’at Allah menjadi perbuatan yang termasuk kategori kufur ashghar. Ini merupakan gambaran umum tentang penjelasan pembatal keislaman yang ke-4, yaitu berhukum dengan selain hukum Allah.
Sebenarnya, permasalahannya amatlah panjang dan kompleks. Intinya, berhukum dengan selain hukum Allah merupakan satu bentuk pengkhianatan dan pengingkaran terbesar dari kerububiyahan Allah. Yang mana perbuatan tersebut dapat mengeluarkan pelakunya dari Islam.
Sungguh mengerikan bagi orang yang berakal. Kalau begitu, tugas kita sebagai seorang muslim yang kaafah adalah bukan mencari-cari celah, mencari-cari alasan atau berbagai dalih lainnya untuk menghukumi bahwa pelaku orang yang berhukum dengan selain hukum Allah adalah hanya sekedar dosa besar. Akan tetapi tugas kita yang lebih selamat adalah berdakwah kepada ummat untuk menjelaskan tentang keagungan hukum Allah yang tidak boleh ditinggalkan dan juga menjelaskan kepada mereka yang mengambil hukum dengan selain hukum Allah agar kembali berhukum dengan hukum Allah dan mentahdzir (memperingati) mereka dari bahaya menyelisihinya.
Inilah manhaj yang haq, manhaj yang senantiasa mengajak manusia menuju jalan Allah, bukan manhaj yang membiarkan manusia berada di dalam kesesatannya, bahkan melegalisasi kesesatannya dengan dalih-dalih yang belum pernah didapati di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah maupun ijma’ para Salaful ‘Ummah.
Walhamdu lillah.
Sumber :
Buletin Al Huda edisi ke 10, 2008.
Pembatal Keislaman ke Tiga yaitu, Orang yang tidak mengkafirkan orang kafir
Orang yang tidak mengkafirkan orang kafir baik dari Yahudi, Nashrani, Majusi, orang-orang musyrik atau orang yang mulhid (atheis) atau selain itu dari berbagai macam kekufuran atau ia meragukan kekufuran mereka atau ia membenarkan madzhab mereka, maka dia telah kafir.
Syaikh Muhammad bin Shalih Utsaimin ketika ditanya seputar “Apakah benar tidak boleh mengkafirkan orang-orang Yahudi dan Nashrani?”, maka beliau menjawab: “Saya mengatakan bahwa pendapat seperti yang dikeluarkan orang ini adalah pendapat yang sesat, dan bisa jadi merupakan sebuah kekufuran. Hal itu karena orang-orang yahudi dan nashrani telah dikafirkan oleh Allah dalam kitab-Nya.
Allah berfirman: “Orang-orang Yahudi berkata: “Uzair itu putera Allah” dan orang Nashrani berkata: “Al Masih itu putera Allah”. Demikian itulah ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Dila`nati Allah-lah mereka; bagaimana mereka sampai berpaling? Mereka menjadikan orang-orang alimnya, dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah, dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putera Maryam; padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” (QS. At-Taubah [9}: 30-31)
Hal ini menunjukkan bahwa mereka adalah orang-orang musyrik. Allah menjelaskan dalam ayat-ayat lain apa yang lebih menegaskan kekufuran mereka.
Allah berfirman:
“Hai Ahli Kitab, sesungguhnya telah datang kepada kamu Rasul Kami, menjelaskan (syariat Kami) kepadamu ketika terputus (pengiriman) rasul-rasul, agar kamu tidak mengatakan: “Tidak datang kepada kami baik seorang pembawa berita gembira maupun seorang pemberi peringatan”. Sesungguhnya telah datang kepadamu pembawa berita gembira dan pemberi peringatan. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al-Maidah [5]: 19)
Allah berfirman: “Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: “Bahwasanya Allah salah satu dari yang tiga”, padahal sekali-kali tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir di antara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih.” (QS. Al-Maidah [5]: 73)
Allah berfirman: “Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israel dengan lisan Daud dan Isa putra Maryam. Yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas.” (QS. Al-Maidah [5]: 78)
Allah berfirman: “Sesungguhnya orang-orang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahanam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk.” (QS. Al-Bayyinah [98]: 6)
Ayat-ayat serta hadits-hadits dalam masalah ini amatlah banyak. Barangsiapa yang mengingkari kekafiran orang-orang yahudi dan nashrani yang tidak beriman kepada Muhammad dan mendustakan beliau, maka berarti ia telah mendustakan Allah, dan mendustakan Allah adalah kekufuran dan siapa yang ragu terhadap kekufuran mereka maka tidak diragukan lagi kekufurannya.
Dan SubhanAllah! Bagaimana orang ini bisa rela mengatakan bahwa tidak boleh menyatakan kekufuran orang-orang (yahudi dan nashrani) itu padahal mereka telah mengatakan bahwa Allah itu salah satu dari tiga tuhan, padahal Sang Khaliq mereka Allah pun telah mengkafirkan mereka? Dan bagaimana ia tidak rela mengkafirkan mereka padahal mereka telah mengatakan bahwa Al-Masih adalah putra Allah.
Dan mereka juga mengatakan: bahwa Allah itu terbelenggu. Dan mereka juga mengatakan bahwa sesungguhnya Allah itu faqir dan kamilah yang kaya!!!.
Dan bagaimana ia tidak rela mengkafirkan mereka padahal Allah telah menyatakan kalimat kufur atas mereka, dan mereka sendiri telah mensifati Tuhan mereka dengan sifat-sifat yang buruk yang semuanya mengandung aib, cacian, dan hinaan??? Sesungguhnya saya mengajak orang ini untuk bertaubat kepada Allah dan membaca firman Allah :
“Maka mereka menginginkan supaya kamu bersikap lunak lalu mereka bersikap lunak (pula kepadamu).” (Al-Qalam [68]: 9)
Dan hendaklah ia jangan mencari muka untuk tidak mengkafirkan, dan agar ia menjelaskan kepada setiap orang bahwa mereka itu adalah orang-orang yang kafir dan bahwa mereka adalah penghuni neraka.
Nabi bersabda: “Demi Dzat yang jiwa Muhammad ada di TanganNya! Tidak ada seorang pun dari umat ini [maksudnya ummat dakwah] baik ia adalah yahudi ataupun nashrani kemudian ia mati sementara ia tidak beriman dengan apa yang aku diutus dengannya melainkan ia termasuk penghuni neraka.” (HR. Muslim no. 153 dalam kitab Al-Iman Bi Risalati nabiyyina Muhammad dari hadits Abu Hurairah ).
Maka orang itu harus bertaubat kepada Tuhannya dari pendapat yang sangat berbahaya ini, dan mengumumkan (taubatnya) dengan pernyataan yang tegas bahwa mereka adalah orang-orang kafir, dan bahwa mereka adalah penghuni Neraka dan bahwa mereka berkewajiban mengikuti sang Nabi yang Ummi, Muhammad, karena beliaulah kabar gembira (yang dibawa oleh) Isa.
Dan hal itu telah diketahui oleh orang-orang yahudi dan nashrani, mereka mengetahuinya sebagaimana mereka mengetahui anak-anak mereka. Allah berfirman: “(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang umi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang makruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Qur’an), mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al-A`raf [7]: 157).
Keberadaan Rasulullah merupakan kabar gembira yang dibawa Isa bin Maryam. Dan Isa bin Maryam telah berkata sebagaimana yang dihikayatkan oleh Tuhannya:
“Dan (ingatlah) ketika Isa Putra Maryam berkata: “Hai Bani Israel, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab (yang turun) sebelumku, yaitu Taurat dan memberi kabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang nama-nya Ahmad (Muhammad)” Maka tatkala rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti- bukti yang nyata, mereka berkata: “Ini adalah sihir yang nyata”.” (QS. Ash-Shaf [61]: 6).
Dan tatkala Ahmad yang dikabar-gembirakan telah datang kepada mereka dengan membawa penjelasan-penjelasan, mereka pun mengatakan bahwa itu adalah sihir yang nyata. Dan dengan hal ini kita membantah pengakuan orang-orang nashrani yang mengatakan bahwa sesungguhnya yang dikabargembirakan oleh Isa adalah Isa bukanlah Muhammad, maka kita mengatakan bahwa Allah berfirman,
“Maka telah datanglah (Muhammad) kepada mereka dengan penjelasan- penjelasan.” Dan tidak ada yang datang sesudah Isa selain Muhammad. Dan Muhammad itulah Ahmad, akan tetapi Allah mengilhamkan kepada Isa untuk menamai Muhammad dengan Ahmad, karena Ahmad adalah isim tafdhil dari Al-Hamd (pujian). Maka beliau adalah manusia yang paling banyak memuji Allah. Beliau adalah makhluk paling terpuji dengan sifat-sifat kesempurnaan yang patut dipuji. Maka beliau adalah manusia yang paling banyak memuji Allah dengan sifat-sifat kesempurnaan yang patut dipuji. Maka beliau adalah manusia yang paling banyak memuji Allah bila dikatakan bahwa isim tadfdhil tersebut berasal dari isim fa`il (kata yang menunjukkan pelaku suatu perbuatan--pen.), dan beliau adalah manusia yang paling berhak dipuji bila dikatakan bahwa isim tafdhil tersebut dari isim maf`ul (kata yang menunjukkan objek terjadinya suatu perbuatan-pen). Sehingga beliau adalah orang senantiasa memuji dan dipuji dengan segala bentuk pujian yang sempurna yang ditunjukkan kata Ahmad. Sesungguhnya saya mengatakan bahwa setiap orang yang menyangka bahwa di bumi ini ada agama yang diterima selain Dinul Islam maka ia adalah kafir tidak diragukan lagi kekufurannya, karena Allah telah mengatakan dalam kitab-Nya: “Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.”(QS. Ali-Imran [3]: 85).
Allah berfirman:
“.... Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridai Islam itu jadi agama bagimu. .....” (QS. Al-Maidah [5]:3).
Berdasarkan ini dan saya mengulanginya untuk ketiga kalinya bahwa orang tersebut haruslah bertaubat kepada Allah, dan menjelaskan kepada semua manusia bahwa mereka orang-orang yahudi dan nashrani itu adalah orang-orang kafir, karena hujjah telah tegak atas mereka, dan risalah telah sampai kepada mereka akan tetapi mereka tetap kafir dan membangkang.”
-----------------------------------------------
Sumber: buletin Al Huda, edisi ke-9, 2008
-Pembatal keislaman, Buletin Nurul Haq edisi ke-10, 28 syawal 1428 H.
-Majalah Gerimis, edisi 8 thn.2, Agustus 2007.
-Masalah-masalah penting dalam Aqidah Islam, oleh: Syaikh Muhammad Jamil Zainu (guru di Dar al hadist Al khairiyah, Makkah Al mukarrammah).
-Hal-hal yang membatalkan keislaman, oleh: Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz (Ketua Umum Departemen Riset, Fatwa, Dakwah dan Bimbingan Islam), Riyadh, K.S.A.
-Syarat-Syarat Iman, Syarat-Syarat Islam dan Pembatal-Pembatal Islam Oleh: Darul Qosim, Daar Al- Gasem, Riyadh.
-Hal-hal yang membatalkan keislaman seseorang, divisi terjemahan kantor da’wah daerah Rawdhah, Riyadh, KSA.
Pembatal Keislaman ke 2: Murtad
Pembatal Keislaman Ke Dua yaitu, Berpaling / Murtad dari Islam dengan lebih memilih agama Yahudi, Nashrani, Majusi, Komunis, Sekuler, atau selainnya
Definisi Riddah dan irtidad menurut al-Raghib, adalah, “Al-ruju’ fi al-thariq al-ladziy jaa minhu” (Kembali ke jalan dimana ia datang). Akan tetapi lafadz riddah khusus untuk kekafiran, sedangkan kata irtidad mencakup kekafiran maupun yang lain (Imam asy-Syaukani, Nail al-Authar, Kitab al-Riddah).
Kedua lafadz itu disebutkan dalam al-Qur’an. Allah berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, barang siapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Maidah [5]: 54)
“Mereka tidak henti-hentinya memerangi kalian sampai mereka dapat mengembalikan kalian dari agamamu (kepada kekafiran) jika mereka sanggup.” (QS. Al-Baqarah [2]: 217).
“Musa berkata, ‘Itulah tempat yang kami cari.’ Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semua semula.” (QS. Al-Kahfi [18]: 64)
Macam Penyebab Riddah
Murtad dapat terjadi dengan salah satu dari tiga perkara berikut: Melalui perkataan, ucapan dan kata-kata, melalui perbuatan atau tingkah laku dan melalui i’tiqad, kepercayaan dan keyakinan dalam hati atau niat. Di bawah ini akan kita paparkan sebab-sebab tersebut:
a) Melalui Perkataan atau ucapan.
Murtad dapat jatuh dengan perkataan atau ucapan dan kata-kata. Apabila ucapan dan kata-kata tersebut menolak hukum-hukum Islam dan prinsip-prinsip ajaran Islam yang diketahui oleh semua orang atau kata-kata yang menghina tiap bagian dari ajaran Islam, hukum Islam, menghina Nabi Muhammad dan nabi-nabi lain, menghina Allah, dan sebagainya.
Atau seseorang itu mengingkari wajib mengeluarkan zakat, wajib puasa, wajib sembahyang lima waktu, wajib haji dan lain-lain. Atau dia berkata minum arak tidak haram, berzina tidak mengapa, apalagi kalau suka sama suka, riba’ diharuskan (tidak haram), dikatakan Al-Qur’an bukan kalam Allah atau kata-kata yang merendahkan dan menghinakan sunnah Rasulullah, umpamanya apabila diterangkan kepadanya bahwa memotong kuku adalah Sunnah Rasulullah.
Lantas dia menjawab, “Aku tidak akan memotong kuku, walaupun ia Sunnah Rasulullah (dengan niat mau menghina sunnah tersebut)”.
atau berkata, "Orang yang berjenggot itu adalah orang yang Bodoh"
Atau dia berkata, “Sekiranya Allah dan Rasulullah menyuruh aku kerjakan anu-anu, aku tidak akan melakukannya”.
Semua kata-kata di atas adalah ucapan yang menghina / mengejek ajaran Islam, maka dengan kata-kata yang demikian itu seseorang dapat menjadi murtad. Begitu juga kalau seseorang muslim menghalalkan hukum yang oleh Allah dan Rasul-Nya telah diharamkan, atau sebaliknya mengharamkan sesuatu yang halal yang telah disepakati oleh para ulama’.
Seperti dia menghalalkan zina, menghalalkan liwat, menghalalkan minum arak, atau mengharamkan perkawinan, mengharamkan jual beli dan seterusnya. Maka sikap sedemikian dapat menjadikan murtad.
b) Melalui Perbuatan atau Tingkah Laku.
Apabila seseorang muslim melakukan suatu perbuatan atau tingkah laku yang dapat membatalkan imannya, maka orang itu menjadi murtad dengan sendirinya. Seperti sujud kepada berhala, matahari, bulan, manusia, kepada malaikat atau kepada makhluk lain atau melakukan ibadah terhadap selain daripada Allah.
Seperti menyembah batu, pokok kayu dan lain-lain. Begitu juga perbuatan-perbuatan yang menghinakan, merendahkan dan mempersendakan Islam. Seperti mencampakkan Al-Quran ke tempat-tempat kotor secara sengaja atau kitab-kitab hadits dan tafsir, atau menginjak-injaknya dengan niat menghina.
Begitu juga seseorang yang meninggalkan shalat Fardhu atau puasa Ramadhan dalam keadaan mengingkari wajibnya atau mengatakan ia tidak wajib, maka dia bisa terhukumi murtad karena dia mengingkari satu perkara yang telah disepakati, bahwa perkara itu adalah wajib atas setiap orang Islam.
Tetapi kalau dia meninggalkan karena malas, sedangkan dia yakin shalat atau puasa itu wajib, maka ini ada beberapa perincian dengan pembahasannya.
c) Melalui Akidah atau Kepercayaan atau Niat.
Murtad karena akidah, kepercayaan atau niat akan berlaku apabila seorang muslim mengingkari dalam hatinya mengenai kebenaran ajaran Islam. Seperti dia yakin ajaran Islam sama saja dengan ajaran agama lain, atau yakin bahwa agama lain lebih baik dari agama Islam, dia yakin hukum hudud (jinayah Islam) tidak layak dilaksanakan sekarang dalam masyarakat modern.
Begitu juga apabila seseorang Islam yakin Allah tidak berkuasa atas sebagian atau seluruh makhluknya, Allah tidak mencipta alam ini, Allah lemah, mempunyai sifat sama seperti makhluk dan lain-lain lagi.
Demikian juga jika seseorang itu percaya bahwa Nabi Muhammad bukan nabi akhir zaman, syariat dan ajaran Islam yang dibawa bukan untuk seluruh manusia, atau dia percaya hukum Islam yang dibawa oleh baginda adalah hukum-hukum lapuk, tidak sesuai dengan keadaan zaman.
Dia menghina sebagian atau seluruh dari ajaran yang dibawa beliau. Dia beri’tiqad tidak ada dosa dan pahala, tidak ada syurga dan neraka, manusia tidak akan dibangkitkan sesudah mati, beri’tiqad agama orang kafir lebih baik dari agama Islam, atau berbolak-balik hati antara keinginan menukar agama pada masa akan datang dan lain-lain lagi dari keyakinan yang membuat seseorang murtad.
Hukum Orang Murtad
Kalau merujuk kepada hukum qishash yang asli dan murni dari syariah peninggalan Rasulullah, hukuman buat mereka yang murtad dari Islam adalah hukuman mati. Sayangnya, pelaksanaan syariat Islam di masa sekarang ini banyak yang mengalami distorsi di sana sini. Sehingga masih banyak hal yang masih perlu disempurnakan.
Padahal tidak ada perbedaan pendapat di kalangan ulama, bahwa hukuman buat orang yang murtad adalah hukuman mati. Sebagaimana sabda Rasulullah shalallohu alaihi wa salam:
Dari Ibnu Mas’ud berkata bahwa Rasulullah bersabda,
“Tidak halal darah seorang muslim yang mengucap tidak ada tuhan selain Allah dan bahwa aku Rasulullah, kecuali dengan satu dari tiga sebab. [1] tsayyib (orang yang sudah pernah menikah) bila berzina, [2] pembunuhan nyawa manusia, dan [3] orang yang meninggalkan agamanya dan meninggalkan jamaah.” (HR. Bukhari Muslim)
Maka seharusnya di dalam sistem hukum Islam yang konsisten, hukuman buat mereka yang murtad dari agama Islam adalah hukuman mati. Sebab secara tegas darahnya sudah dihalalkan oleh Allah dan rasul-Nya.
Mengapa Dihukum Mati?
Mungkin kalau sekilas mendengar bahwa orang murtad harus dihukum mati, banyak orang akan langsung menuduh bahwa kalau begitu hukum Islam kejam, tidak manusiawi, bahkan tidak memberikan ruang untuk bebas berpendapat. Atau macam-macam tuduhan lain lagi yang miring.
Padahal ada sisi yang kurang dipahami selama ini, yaitu Islam tidak pernah memaksa seseorang untuk memeluk agama ini. Siapa pun berhak memilih dan menentukan apa agama yang mau dipeluknya, selama dia belum menjatuhkan pilihan dan memutuskan untuk masuk Islam. Sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-Baqarah [2] ayat ke 256
Kebebasan memilih ini berlaku selama seseorang belum menjatuhkan pilihan. Adapun orang yang sudah menjatuhkan pilihan dan sudah memeluk agama Islam sepenuh kesadarannya, sudah pernah beriman kepada Allah, para malaikat, para nabi, kitab-kitab suci, hari kiamat dan qadha serta qadar-Nya, maka tidak boleh lagi main-main.
Tidak ada lagi kesempatan untuk mempermainkan agama Allah ini, sebab sejak awal mestinya dia sudah tahu bahwa konsekuensi masuk agama Islam adalah sekali menetapkan pilihan, sudah tidak ada lagi kamus untuk gonta-ganti agama.
Dan tidak ada agama di dunia ini yang memberikan pilihan sebebas-bebasnya bagi orang untuk memeluknya, kecuali agama Islam. Benar-benar tidak ada paksaan, apalagi bujuk rayu yang menipu. Islam tidak pernah membenarkan cara-cara yang dipakai oleh para misionaris yang seringkali menipu orang agar mau masuk agama mereka.
Setiap orang yang mau masuk Islam, sebelumnya wajib tahu semua kewajiban, larangan, perintah dan pantangan yang harus ditaatinya. Sebab dalam syariat Islam tidak pernah berlaku kasta-kasta. Tidak ada kelas tertentu dalam menjalankan ibadah, sebagaimana di dalam katolik yang mengharamkan nikah buat para pendeta.
Tidak ada ajaran yang dirahasiakan, sebagaimana apa yang dilakukan oleh para rahib dan agamawan. Karena semua aturan dalam ber-Islam sudah jelas dan terang benderang, maka tidak akan ada lagi orang yang masuk Islam dengan niat hanya coba-coba atau main-main. Kalau masih belum mantap, maka tidak usah masuk Islam dulu, dari pada nanti besar resikonya. Toh Allah tidak butuh orang masuk Islam, sebaliknya justru manusia-lah yang butuh masuk Islam.
Bagi-Nya, bahkan semua manusia kafir, tidak ada kerugian secuil pun. Nothing to loose, begitu kira-kira.
lihat:
1. Buletin Al Huda, Bogor.Edisi ke 8, 2008
2. Pembatal keislaman, Buletin Nurul Haq edisi ke-10, 28 syawal 1428 H,
3. Majalah Gerimis, edisi 8 thn.2, Agustus 2007.
4. Masalah-masalah penting dalam Aqidah islam, oleh: Syaikh Muhammad Jamil Zainu (guru di Dar al hadist Al khairiyah, Makkah Al mukarrammah)
5. Hal-hal yang membatalkan keislaman, oleh: Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz (Ketua Umum Departemen Riset, Fatwa, Dakwah dan Bimbingan Islam), Riyadh, K.S.A
6. Syarat- Syarat Iman, Syarat-Syarat Islam dan Pembatal-Pembatal Islam Oleh: Darul Qosim ,Daar Al- Gasem, Riyadh
7. Hal-hal yang membatalkan keislaman seseorang, divisi terjemahan kantor da’wah daerah Rawdhah, Riyadh, KSA.
Definisi Riddah dan irtidad menurut al-Raghib, adalah, “Al-ruju’ fi al-thariq al-ladziy jaa minhu” (Kembali ke jalan dimana ia datang). Akan tetapi lafadz riddah khusus untuk kekafiran, sedangkan kata irtidad mencakup kekafiran maupun yang lain (Imam asy-Syaukani, Nail al-Authar, Kitab al-Riddah).
Kedua lafadz itu disebutkan dalam al-Qur’an. Allah berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, barang siapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Maidah [5]: 54)
“Mereka tidak henti-hentinya memerangi kalian sampai mereka dapat mengembalikan kalian dari agamamu (kepada kekafiran) jika mereka sanggup.” (QS. Al-Baqarah [2]: 217).
“Musa berkata, ‘Itulah tempat yang kami cari.’ Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semua semula.” (QS. Al-Kahfi [18]: 64)
Macam Penyebab Riddah
Murtad dapat terjadi dengan salah satu dari tiga perkara berikut: Melalui perkataan, ucapan dan kata-kata, melalui perbuatan atau tingkah laku dan melalui i’tiqad, kepercayaan dan keyakinan dalam hati atau niat. Di bawah ini akan kita paparkan sebab-sebab tersebut:
a) Melalui Perkataan atau ucapan.
Murtad dapat jatuh dengan perkataan atau ucapan dan kata-kata. Apabila ucapan dan kata-kata tersebut menolak hukum-hukum Islam dan prinsip-prinsip ajaran Islam yang diketahui oleh semua orang atau kata-kata yang menghina tiap bagian dari ajaran Islam, hukum Islam, menghina Nabi Muhammad dan nabi-nabi lain, menghina Allah, dan sebagainya.
Atau seseorang itu mengingkari wajib mengeluarkan zakat, wajib puasa, wajib sembahyang lima waktu, wajib haji dan lain-lain. Atau dia berkata minum arak tidak haram, berzina tidak mengapa, apalagi kalau suka sama suka, riba’ diharuskan (tidak haram), dikatakan Al-Qur’an bukan kalam Allah atau kata-kata yang merendahkan dan menghinakan sunnah Rasulullah, umpamanya apabila diterangkan kepadanya bahwa memotong kuku adalah Sunnah Rasulullah.
Lantas dia menjawab, “Aku tidak akan memotong kuku, walaupun ia Sunnah Rasulullah (dengan niat mau menghina sunnah tersebut)”.
atau berkata, "Orang yang berjenggot itu adalah orang yang Bodoh"
Atau dia berkata, “Sekiranya Allah dan Rasulullah menyuruh aku kerjakan anu-anu, aku tidak akan melakukannya”.
Semua kata-kata di atas adalah ucapan yang menghina / mengejek ajaran Islam, maka dengan kata-kata yang demikian itu seseorang dapat menjadi murtad. Begitu juga kalau seseorang muslim menghalalkan hukum yang oleh Allah dan Rasul-Nya telah diharamkan, atau sebaliknya mengharamkan sesuatu yang halal yang telah disepakati oleh para ulama’.
Seperti dia menghalalkan zina, menghalalkan liwat, menghalalkan minum arak, atau mengharamkan perkawinan, mengharamkan jual beli dan seterusnya. Maka sikap sedemikian dapat menjadikan murtad.
b) Melalui Perbuatan atau Tingkah Laku.
Apabila seseorang muslim melakukan suatu perbuatan atau tingkah laku yang dapat membatalkan imannya, maka orang itu menjadi murtad dengan sendirinya. Seperti sujud kepada berhala, matahari, bulan, manusia, kepada malaikat atau kepada makhluk lain atau melakukan ibadah terhadap selain daripada Allah.
Seperti menyembah batu, pokok kayu dan lain-lain. Begitu juga perbuatan-perbuatan yang menghinakan, merendahkan dan mempersendakan Islam. Seperti mencampakkan Al-Quran ke tempat-tempat kotor secara sengaja atau kitab-kitab hadits dan tafsir, atau menginjak-injaknya dengan niat menghina.
Begitu juga seseorang yang meninggalkan shalat Fardhu atau puasa Ramadhan dalam keadaan mengingkari wajibnya atau mengatakan ia tidak wajib, maka dia bisa terhukumi murtad karena dia mengingkari satu perkara yang telah disepakati, bahwa perkara itu adalah wajib atas setiap orang Islam.
Tetapi kalau dia meninggalkan karena malas, sedangkan dia yakin shalat atau puasa itu wajib, maka ini ada beberapa perincian dengan pembahasannya.
c) Melalui Akidah atau Kepercayaan atau Niat.
Murtad karena akidah, kepercayaan atau niat akan berlaku apabila seorang muslim mengingkari dalam hatinya mengenai kebenaran ajaran Islam. Seperti dia yakin ajaran Islam sama saja dengan ajaran agama lain, atau yakin bahwa agama lain lebih baik dari agama Islam, dia yakin hukum hudud (jinayah Islam) tidak layak dilaksanakan sekarang dalam masyarakat modern.
Begitu juga apabila seseorang Islam yakin Allah tidak berkuasa atas sebagian atau seluruh makhluknya, Allah tidak mencipta alam ini, Allah lemah, mempunyai sifat sama seperti makhluk dan lain-lain lagi.
Demikian juga jika seseorang itu percaya bahwa Nabi Muhammad bukan nabi akhir zaman, syariat dan ajaran Islam yang dibawa bukan untuk seluruh manusia, atau dia percaya hukum Islam yang dibawa oleh baginda adalah hukum-hukum lapuk, tidak sesuai dengan keadaan zaman.
Dia menghina sebagian atau seluruh dari ajaran yang dibawa beliau. Dia beri’tiqad tidak ada dosa dan pahala, tidak ada syurga dan neraka, manusia tidak akan dibangkitkan sesudah mati, beri’tiqad agama orang kafir lebih baik dari agama Islam, atau berbolak-balik hati antara keinginan menukar agama pada masa akan datang dan lain-lain lagi dari keyakinan yang membuat seseorang murtad.
Hukum Orang Murtad
Kalau merujuk kepada hukum qishash yang asli dan murni dari syariah peninggalan Rasulullah, hukuman buat mereka yang murtad dari Islam adalah hukuman mati. Sayangnya, pelaksanaan syariat Islam di masa sekarang ini banyak yang mengalami distorsi di sana sini. Sehingga masih banyak hal yang masih perlu disempurnakan.
Padahal tidak ada perbedaan pendapat di kalangan ulama, bahwa hukuman buat orang yang murtad adalah hukuman mati. Sebagaimana sabda Rasulullah shalallohu alaihi wa salam:
Dari Ibnu Mas’ud berkata bahwa Rasulullah bersabda,
“Tidak halal darah seorang muslim yang mengucap tidak ada tuhan selain Allah dan bahwa aku Rasulullah, kecuali dengan satu dari tiga sebab. [1] tsayyib (orang yang sudah pernah menikah) bila berzina, [2] pembunuhan nyawa manusia, dan [3] orang yang meninggalkan agamanya dan meninggalkan jamaah.” (HR. Bukhari Muslim)
Maka seharusnya di dalam sistem hukum Islam yang konsisten, hukuman buat mereka yang murtad dari agama Islam adalah hukuman mati. Sebab secara tegas darahnya sudah dihalalkan oleh Allah dan rasul-Nya.
Mengapa Dihukum Mati?
Mungkin kalau sekilas mendengar bahwa orang murtad harus dihukum mati, banyak orang akan langsung menuduh bahwa kalau begitu hukum Islam kejam, tidak manusiawi, bahkan tidak memberikan ruang untuk bebas berpendapat. Atau macam-macam tuduhan lain lagi yang miring.
Padahal ada sisi yang kurang dipahami selama ini, yaitu Islam tidak pernah memaksa seseorang untuk memeluk agama ini. Siapa pun berhak memilih dan menentukan apa agama yang mau dipeluknya, selama dia belum menjatuhkan pilihan dan memutuskan untuk masuk Islam. Sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-Baqarah [2] ayat ke 256
Kebebasan memilih ini berlaku selama seseorang belum menjatuhkan pilihan. Adapun orang yang sudah menjatuhkan pilihan dan sudah memeluk agama Islam sepenuh kesadarannya, sudah pernah beriman kepada Allah, para malaikat, para nabi, kitab-kitab suci, hari kiamat dan qadha serta qadar-Nya, maka tidak boleh lagi main-main.
Tidak ada lagi kesempatan untuk mempermainkan agama Allah ini, sebab sejak awal mestinya dia sudah tahu bahwa konsekuensi masuk agama Islam adalah sekali menetapkan pilihan, sudah tidak ada lagi kamus untuk gonta-ganti agama.
Dan tidak ada agama di dunia ini yang memberikan pilihan sebebas-bebasnya bagi orang untuk memeluknya, kecuali agama Islam. Benar-benar tidak ada paksaan, apalagi bujuk rayu yang menipu. Islam tidak pernah membenarkan cara-cara yang dipakai oleh para misionaris yang seringkali menipu orang agar mau masuk agama mereka.
Setiap orang yang mau masuk Islam, sebelumnya wajib tahu semua kewajiban, larangan, perintah dan pantangan yang harus ditaatinya. Sebab dalam syariat Islam tidak pernah berlaku kasta-kasta. Tidak ada kelas tertentu dalam menjalankan ibadah, sebagaimana di dalam katolik yang mengharamkan nikah buat para pendeta.
Tidak ada ajaran yang dirahasiakan, sebagaimana apa yang dilakukan oleh para rahib dan agamawan. Karena semua aturan dalam ber-Islam sudah jelas dan terang benderang, maka tidak akan ada lagi orang yang masuk Islam dengan niat hanya coba-coba atau main-main. Kalau masih belum mantap, maka tidak usah masuk Islam dulu, dari pada nanti besar resikonya. Toh Allah tidak butuh orang masuk Islam, sebaliknya justru manusia-lah yang butuh masuk Islam.
Bagi-Nya, bahkan semua manusia kafir, tidak ada kerugian secuil pun. Nothing to loose, begitu kira-kira.
lihat:
1. Buletin Al Huda, Bogor.Edisi ke 8, 2008
2. Pembatal keislaman, Buletin Nurul Haq edisi ke-10, 28 syawal 1428 H,
3. Majalah Gerimis, edisi 8 thn.2, Agustus 2007.
4. Masalah-masalah penting dalam Aqidah islam, oleh: Syaikh Muhammad Jamil Zainu (guru di Dar al hadist Al khairiyah, Makkah Al mukarrammah)
5. Hal-hal yang membatalkan keislaman, oleh: Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz (Ketua Umum Departemen Riset, Fatwa, Dakwah dan Bimbingan Islam), Riyadh, K.S.A
6. Syarat- Syarat Iman, Syarat-Syarat Islam dan Pembatal-Pembatal Islam Oleh: Darul Qosim ,Daar Al- Gasem, Riyadh
7. Hal-hal yang membatalkan keislaman seseorang, divisi terjemahan kantor da’wah daerah Rawdhah, Riyadh, KSA.
Pembatal Keislaman 1: Syirik
Pembatal Keislaman Pertama yaitu Syirik
Sebesar-besar perkara yang menjadi-kan seorang murtad adalah syirik dalam beribadah kepada Allah swt, yaitu dia beribadah kepada Allah swt juga beribadah kepada selain-Nya. Seperti do’a, menyembelih, nadzar, istighotsah (minta diselamatkan dari perkara yang sulit dan membinasakan), is-ti’anah (memohon pertolongan) dalam perkara yang tidak mampu untuk melaksanakannya melainkan hanya Allah swt, berdo’a kepada mayit, istighotsah kepada kuburan, meminta pertolongan kepada orang yang telah mati, bahkan ada juga istilah-istilah yang sedang ngetrend di sekitar kita seperti “numpang”, “permisi” kepada pohon “keramat” atau kuburan ketika melewatinya.
Barangsiapa membuat perantara antara dia dengan Allah, seperti ia berdo’a, meminta pertolongan dan bertawakkal kepadanya, maka orang tersebut telah kafir berdasarkan kesepakatan para ulama. Ini adalah jenis kemurtadan yang paling berbahaya dan paling besar, mayoritas orang yang mengaku Islam telah terjatuh padanya, menyembelih untuknya, bernadzar dan mendekatkan diri padanya.
Mereka mengatakan bahwa hal ini dalam rangka mendekatkan diri mereka kepada Allah swt, mereka mendekatkan diri padanya dengan anggapan bisa mendekatkan diri mereka kepada Allah swt. Allah swt telah berfirman:
“Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: “Sesungguhnya Allah ialah Al masih putera Maryam”, Padahal Al masih (sendiri) berkata: “Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu”. Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan baginya surga dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun. (QS. Al-Ma-idah [5]: 72). (Lihat juga QS. An Nisaa [4]: 48 &116).
Maka kesyirikan adalah jenis kemurtadan yang paling berbahaya, yang paling dimurkai dan tiada ampunan bagi pelakunya. Termasuk dalam masalah ini adalah berdo’a (meminta) dan memohon pertolongan kepada yang sudah mati, bernazar dan memotong hewan untuk mereka; demikian juga orang yang menyembelih hewan untuk jin atau kuburan.
Kenapa mereka tidak mendekatkan diri kepada Allah swt secara langsung dan meninggalkan tempat-tempat yang menyesatkan ini? Hendaknya mereka mendekatkan diri kepada Allah swt (secara langsung) karena sesungguh nya Allah swt itu Maha Dekat dan memenuhi permintaan.
Kenapa mereka mendekatkan kepada mahluk kemudian mereka mengatakan: “Para mahluk itu mendekatkan diri kami kepada Allah swt.” Apakah Allah swt itu jauh?!
Apakah Allah swt tidak mengetahui dan tidak mendengar makhluk-Nya?! Tidak melihat apa yang mereka kerjakan?!
Ketahuilah...! Allah swt yang Maha Mulia dan Maha Tinggi adalah dekat dan memenuhi permintaan.
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila ia memohon kepada-Ku....” (QS. Al Baqarah [2]: 186)
Sesungguhnya Allah swt adalah dekat dan memenuhi permintaan, kenapa kalian pergi dan berdo’a kepada selain Allah swt?! Kemudian kalian mengatakan: hal ini bisa mendekatkan diri kami kepada Allah swt (hal ini seperti ucapan orang-orang musyrik yang dikisahkan Allah swt)
“...“Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya”... (QS. Az Zumar [39]: 3)
Yakni, seolah-olah mereka (orang-orang musyrik itu) menganggap bahwa Allah swt tidak mengilmui dan mengetahui, demikianlah syetan dari kalangan jin dan manusia menghiasi untuk mereka dalam keadaan mereka mengaku Islam, bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang hak melainkan hanya Allah swt, mereka shalat dan puasa akan tetapi mereka mencampuri amalan-amalan mereka dengan syirik besar maka mereka keluar dari agama Islam dalam keadaan mereka shalat, puasa dan haji, orang yang melihat mereka menyangka bahwa mereka muslimin.
Maka sudah sepantasnya mengetahui hal ini, bahwa syirik kepada Allah swt adalah dosa yang paling berbahaya dan paling besar. Bersamaan dengan bahayanya dan jeleknya syirik ini ternyata banyak dari orang-orang yang mengaku islam telah terjatuh padanya, mereka tidak menamainya sebagai perbuatan syirik akan tetapi mereka menamainya sebagai tawasul atau meminta syafaat, atau mereka menamainya dengan nama-nama selain syirik, akan tetapi nama-nama itu tidak bisa merubah hakekat sesuatu, kalau perbuatan tersebut adalah syirik tetap kita katakan syirik (walaupun mereka menamainya dengan nama selain syirik).
Ini (syirik) adalah jenis kemurtadan yang paling berbahaya dan paling banyak terjadi. Padahal syirik ini jelas di dalam Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah. Seruan dan peringatan serta ancaman dari perbuatan syirik sangat jelas sekali, tidaklah lewat satu surat di dalam Al-Qur’an melainkan memperingatkan dari perbuatan syirik, bersamaan dengan ini mereka membaca Al-Qur’an akan tetapi tidak menjauhi perbuatan syirik.
Mungkin akan datang seseorang dan mengatakan: “Mereka adalah orang-orang bodoh, mereka mendapatkan udzur dengan kebodohan mereka tersebut.” Maka kita katakan: “Sampai kapan dia akan bodoh? Sedangkan Al-Qur’an dibacakan, mereka menghapal Al-Qur’an dan membacanya, sungguh telah tegak hujjah atas mereka dengan sampainya Al-Qur’an kepada mereka.”
Setiap orang yang telah sampai Al- Qur’an kepadanya, maka sungguh telah tegak hujjah atasnya dan tidak ada udzur baginya. Allah swt berfirman:
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya....” (QS. An- Nisaa’ [4]: 116)
Ayat ini menunjukkan bahwa syirik adalah dosa yang paling besar, dimana Allah swt Azza wa jalla tidak akan mengampuni pelakunya, terkecuali bertaubat darinya.
“...Dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu ...” (QS. An- Ni-saa’ [4]: 48)
Dosa selain syirik seperti zina, minum khamr, mencuri, makan riba, ini semua selain dari syirik, dosa-dosa ini di bawah kehendak Allah swt, pelakunya adalah pelaku dosa besar dan mereka adalah orang-orang fasik, akan tetapi mereka tidak terjatuh dalam perbuatan syirik hanya saja mereka terjatuh dalam dosa-dosa besar dan hal ini mengurangi keimanan mereka dan mereka dihukumi dengan kefasikan.
Seandainya mereka mati dan belum bertaubat maka mereka di bawah kehendak Allah swt. Jika Allah swt berkehendak maka Allah swt akan mengampuni mereka dengan tauhid yang ada pada mereka dan jika berkehendak maka Allah swt akan mengadzab disebabkan dosa-dosa mereka, kemudian tempat kembali mereka adalah jannah (surga) disebabkan tauhid yang ada pada mereka. Ini adalah tempat kembali para pelaku dosa besar selain syirik.
Ini menunjukkan bahwa seluruh dosa adalah dibawah syirik, sedangkan syirik adalah dosa yang paling besar dan paling berbahaya, maka hal ini menunjukkan tentang bahayanya syirik dan syirik adalah dosa yang paling besar. Allah swt berfirman:
“... Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah. Maka pasti Allah mengharamkan kepadanya jannah dan tempat kembalinya adalah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang dzalim seorang penolong pun.” (QS. Al Maidah [5]: 72)
Ini adalah akibat di akhirat, yaitu diharamkan atasnya jannah, yakni dia terhalang untuk masuk jannah selama-lamanya, tidak ada bagi-nya sesuatu yang diinginkan di dalamnya. Kemana dia akan pergi?
Apabila dia tidak termasuk penduduk jannah, kemana dia akan pergi? Apakah dia menjadi sesuatu yang tidak ada?! Tidak! Tempat kembalinya adalah neraka yang dia kekal di dalamnya.
“Tidaklah ada bagi orang-orang dzalim itu seorang penolongpun.” (Al- Maidah [5]: 72)
Yang dimaksud orang-orang dzalim adalah orang-orang musyrik. Karena syirik adalah kedzaliman, bahkan dia merupakan kedzaliman yang paling besar.
“Tidak ada bagi mereka (penolong)”, Yaitu tidak ada seorang pun yang mampu mengeluarkan mereka dari neraka atau memberi syafa’at untuk mereka di sisi Allah swt, sebagaimana pelaku dosa besar diberi syafa’at dan mereka bisa keluar dari neraka dengan syafa’at. Adapun orang-orang musyrik (maka) tidaklah bermanfaat bagi mereka syafa’at orang-orang yang memberi syafa’at.
“... Orang-orang yang dzalim tidak mempunyai teman setia seorang pun dan tidak (pula) mempunyai seorang pemberi syafaat yang diterima syafaatnya. ” (QS. Al Mukmin [40]: 18)
Seorang musyrik tidaklah diterima syafa’at padanya: “Dan tempatnya adalah neraka” tempatnya yaitu tempat tinggalnya dan itulah sejelek-jelek tempat tinggal, tidak ada tempat tinggal baginya selain neraka selama-lamanya. Maka dosa yang demikian bahayanya dan sangat jelek akibatnya,
apakah boleh pura-pura bodoh dan tidak mengetahuinya serta kita tidak memperingatkan darinya?!
Dan dikatakan: “Biarkanlah manusia, biarkan para penyembah kubur, para penyembah kubah-kubah, biarkan orang-orang yang ada perkara-perkara kemurtadan padanya selama dia masih mengaku Islam, maka dia seorang muslim dan hadapilah orang-orang atheis.”
Maka kita katakan, “Mereka (orang-orang musyrik) lebih besar dan berbahaya daripada orang-orang atheis.” Termasuk contoh dari perbuatan syirik adalah menyembelih untuk selain Allah swt, seperti menyembelih untuk jin dan kubur. Kita menyebutkan contoh ini karena ini banyak terjadi dan manusia bermudah-mudahan padanya, mereka menyembelih untuk selain Allah swt, mereka menyembelih untuk jin dalam rangka menjaga diri dari kejelekan mereka, juga dalam rangka berobat dan penyembuhan.
Kebanyakan manusia bermudah-mudahan dalam masalah ini dan ini banyak terjadi, padahal ini adalah syirik besar yang mengeluarkan pelakunya dari agamanya dan ini bukan perkara yang mudah. Syetan akan berkata kepadanya: “Sembelihlah seekor anak domba, sembelihlah seekor ayam,” Ini adalah (perkara yang) mudah, tetapi dia tidak melihat kepada syirik.
Maka orang-orang yang menyembelih seekor lalat (untuk selain Allah swt) masuk neraka, yang dilihat bukanlah yang disembelihnya, tetapi yang dilihatnya adalah aqidah (keyakinan)nya, yang dilihat adalah niat dalam hati dan tidak memperhatikan perkara syirik.
Yang dilihat bukanlah nilai sesuatu yang disembelih, karena yang menyembelih seekor lalat untuk selain Allah swt masuk neraka. Manusia bermudah-mudahan dalam hal ini, hanya sekedar ingin ditunaikan kebutuhannya atau agar syetan memberitahunya sesuatu yang tersembunyi atau memberitahu tentang harta yang hilang atau yang selainnya dari perkara-perkara yang manusia bertanya kepada jin tentangnya. Maka dia keluar dari agamanya –kita berlindung kepada Allah swt- dia murtad dalam perkara yang dia anggap mudah, padahal perkaranya sangat berbahanya.
Wallahu’alam. .................................
Referensi :
-Buletin Al Huda E.7, 06 Rabiul Awal 1429 H, Bogor
-Pembatal keislaman, Buletin Nurul Haq edisi ke-10, 28 syawal 1428 H.
-Majalah Gerimis, edisi 8 thn.2, Agustus 2007.
-Masalah-masalah penting dalam Aqidah islam, oleh: Syaikh Muhammad Jamil Zainu (guru di Dar al hadist Al khairiyah, Makkah Al mukarrammah).
-Hal-hal yang membatalkan keislaman, oleh: Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz (Ketua Umum Departemen Riset, Fatwa, Dakwah dan Bimbingan Islam), Riyadh, K.S.A.
-Syarat- Syarat Iman, Syarat-Syarat Islam dan Pembatal-Pembatal Islam Oleh: Darul Qosim ,Daar Al- Gasem, Riyadh
-Hal-hal yang membatalkan keislaman seseorang, divisi terjemahan kantor da’wah daerah Rawdhah, Riyadh, KSA.
Sebesar-besar perkara yang menjadi-kan seorang murtad adalah syirik dalam beribadah kepada Allah swt, yaitu dia beribadah kepada Allah swt juga beribadah kepada selain-Nya. Seperti do’a, menyembelih, nadzar, istighotsah (minta diselamatkan dari perkara yang sulit dan membinasakan), is-ti’anah (memohon pertolongan) dalam perkara yang tidak mampu untuk melaksanakannya melainkan hanya Allah swt, berdo’a kepada mayit, istighotsah kepada kuburan, meminta pertolongan kepada orang yang telah mati, bahkan ada juga istilah-istilah yang sedang ngetrend di sekitar kita seperti “numpang”, “permisi” kepada pohon “keramat” atau kuburan ketika melewatinya.
Barangsiapa membuat perantara antara dia dengan Allah, seperti ia berdo’a, meminta pertolongan dan bertawakkal kepadanya, maka orang tersebut telah kafir berdasarkan kesepakatan para ulama. Ini adalah jenis kemurtadan yang paling berbahaya dan paling besar, mayoritas orang yang mengaku Islam telah terjatuh padanya, menyembelih untuknya, bernadzar dan mendekatkan diri padanya.
Mereka mengatakan bahwa hal ini dalam rangka mendekatkan diri mereka kepada Allah swt, mereka mendekatkan diri padanya dengan anggapan bisa mendekatkan diri mereka kepada Allah swt. Allah swt telah berfirman:
“Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: “Sesungguhnya Allah ialah Al masih putera Maryam”, Padahal Al masih (sendiri) berkata: “Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu”. Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan baginya surga dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun. (QS. Al-Ma-idah [5]: 72). (Lihat juga QS. An Nisaa [4]: 48 &116).
Maka kesyirikan adalah jenis kemurtadan yang paling berbahaya, yang paling dimurkai dan tiada ampunan bagi pelakunya. Termasuk dalam masalah ini adalah berdo’a (meminta) dan memohon pertolongan kepada yang sudah mati, bernazar dan memotong hewan untuk mereka; demikian juga orang yang menyembelih hewan untuk jin atau kuburan.
Kenapa mereka tidak mendekatkan diri kepada Allah swt secara langsung dan meninggalkan tempat-tempat yang menyesatkan ini? Hendaknya mereka mendekatkan diri kepada Allah swt (secara langsung) karena sesungguh nya Allah swt itu Maha Dekat dan memenuhi permintaan.
Kenapa mereka mendekatkan kepada mahluk kemudian mereka mengatakan: “Para mahluk itu mendekatkan diri kami kepada Allah swt.” Apakah Allah swt itu jauh?!
Apakah Allah swt tidak mengetahui dan tidak mendengar makhluk-Nya?! Tidak melihat apa yang mereka kerjakan?!
Ketahuilah...! Allah swt yang Maha Mulia dan Maha Tinggi adalah dekat dan memenuhi permintaan.
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila ia memohon kepada-Ku....” (QS. Al Baqarah [2]: 186)
Sesungguhnya Allah swt adalah dekat dan memenuhi permintaan, kenapa kalian pergi dan berdo’a kepada selain Allah swt?! Kemudian kalian mengatakan: hal ini bisa mendekatkan diri kami kepada Allah swt (hal ini seperti ucapan orang-orang musyrik yang dikisahkan Allah swt)
“...“Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya”... (QS. Az Zumar [39]: 3)
Yakni, seolah-olah mereka (orang-orang musyrik itu) menganggap bahwa Allah swt tidak mengilmui dan mengetahui, demikianlah syetan dari kalangan jin dan manusia menghiasi untuk mereka dalam keadaan mereka mengaku Islam, bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang hak melainkan hanya Allah swt, mereka shalat dan puasa akan tetapi mereka mencampuri amalan-amalan mereka dengan syirik besar maka mereka keluar dari agama Islam dalam keadaan mereka shalat, puasa dan haji, orang yang melihat mereka menyangka bahwa mereka muslimin.
Maka sudah sepantasnya mengetahui hal ini, bahwa syirik kepada Allah swt adalah dosa yang paling berbahaya dan paling besar. Bersamaan dengan bahayanya dan jeleknya syirik ini ternyata banyak dari orang-orang yang mengaku islam telah terjatuh padanya, mereka tidak menamainya sebagai perbuatan syirik akan tetapi mereka menamainya sebagai tawasul atau meminta syafaat, atau mereka menamainya dengan nama-nama selain syirik, akan tetapi nama-nama itu tidak bisa merubah hakekat sesuatu, kalau perbuatan tersebut adalah syirik tetap kita katakan syirik (walaupun mereka menamainya dengan nama selain syirik).
Ini (syirik) adalah jenis kemurtadan yang paling berbahaya dan paling banyak terjadi. Padahal syirik ini jelas di dalam Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah. Seruan dan peringatan serta ancaman dari perbuatan syirik sangat jelas sekali, tidaklah lewat satu surat di dalam Al-Qur’an melainkan memperingatkan dari perbuatan syirik, bersamaan dengan ini mereka membaca Al-Qur’an akan tetapi tidak menjauhi perbuatan syirik.
Mungkin akan datang seseorang dan mengatakan: “Mereka adalah orang-orang bodoh, mereka mendapatkan udzur dengan kebodohan mereka tersebut.” Maka kita katakan: “Sampai kapan dia akan bodoh? Sedangkan Al-Qur’an dibacakan, mereka menghapal Al-Qur’an dan membacanya, sungguh telah tegak hujjah atas mereka dengan sampainya Al-Qur’an kepada mereka.”
Setiap orang yang telah sampai Al- Qur’an kepadanya, maka sungguh telah tegak hujjah atasnya dan tidak ada udzur baginya. Allah swt berfirman:
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya....” (QS. An- Nisaa’ [4]: 116)
Ayat ini menunjukkan bahwa syirik adalah dosa yang paling besar, dimana Allah swt Azza wa jalla tidak akan mengampuni pelakunya, terkecuali bertaubat darinya.
“...Dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu ...” (QS. An- Ni-saa’ [4]: 48)
Dosa selain syirik seperti zina, minum khamr, mencuri, makan riba, ini semua selain dari syirik, dosa-dosa ini di bawah kehendak Allah swt, pelakunya adalah pelaku dosa besar dan mereka adalah orang-orang fasik, akan tetapi mereka tidak terjatuh dalam perbuatan syirik hanya saja mereka terjatuh dalam dosa-dosa besar dan hal ini mengurangi keimanan mereka dan mereka dihukumi dengan kefasikan.
Seandainya mereka mati dan belum bertaubat maka mereka di bawah kehendak Allah swt. Jika Allah swt berkehendak maka Allah swt akan mengampuni mereka dengan tauhid yang ada pada mereka dan jika berkehendak maka Allah swt akan mengadzab disebabkan dosa-dosa mereka, kemudian tempat kembali mereka adalah jannah (surga) disebabkan tauhid yang ada pada mereka. Ini adalah tempat kembali para pelaku dosa besar selain syirik.
Ini menunjukkan bahwa seluruh dosa adalah dibawah syirik, sedangkan syirik adalah dosa yang paling besar dan paling berbahaya, maka hal ini menunjukkan tentang bahayanya syirik dan syirik adalah dosa yang paling besar. Allah swt berfirman:
“... Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah. Maka pasti Allah mengharamkan kepadanya jannah dan tempat kembalinya adalah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang dzalim seorang penolong pun.” (QS. Al Maidah [5]: 72)
Ini adalah akibat di akhirat, yaitu diharamkan atasnya jannah, yakni dia terhalang untuk masuk jannah selama-lamanya, tidak ada bagi-nya sesuatu yang diinginkan di dalamnya. Kemana dia akan pergi?
Apabila dia tidak termasuk penduduk jannah, kemana dia akan pergi? Apakah dia menjadi sesuatu yang tidak ada?! Tidak! Tempat kembalinya adalah neraka yang dia kekal di dalamnya.
“Tidaklah ada bagi orang-orang dzalim itu seorang penolongpun.” (Al- Maidah [5]: 72)
Yang dimaksud orang-orang dzalim adalah orang-orang musyrik. Karena syirik adalah kedzaliman, bahkan dia merupakan kedzaliman yang paling besar.
“Tidak ada bagi mereka (penolong)”, Yaitu tidak ada seorang pun yang mampu mengeluarkan mereka dari neraka atau memberi syafa’at untuk mereka di sisi Allah swt, sebagaimana pelaku dosa besar diberi syafa’at dan mereka bisa keluar dari neraka dengan syafa’at. Adapun orang-orang musyrik (maka) tidaklah bermanfaat bagi mereka syafa’at orang-orang yang memberi syafa’at.
“... Orang-orang yang dzalim tidak mempunyai teman setia seorang pun dan tidak (pula) mempunyai seorang pemberi syafaat yang diterima syafaatnya. ” (QS. Al Mukmin [40]: 18)
Seorang musyrik tidaklah diterima syafa’at padanya: “Dan tempatnya adalah neraka” tempatnya yaitu tempat tinggalnya dan itulah sejelek-jelek tempat tinggal, tidak ada tempat tinggal baginya selain neraka selama-lamanya. Maka dosa yang demikian bahayanya dan sangat jelek akibatnya,
apakah boleh pura-pura bodoh dan tidak mengetahuinya serta kita tidak memperingatkan darinya?!
Dan dikatakan: “Biarkanlah manusia, biarkan para penyembah kubur, para penyembah kubah-kubah, biarkan orang-orang yang ada perkara-perkara kemurtadan padanya selama dia masih mengaku Islam, maka dia seorang muslim dan hadapilah orang-orang atheis.”
Maka kita katakan, “Mereka (orang-orang musyrik) lebih besar dan berbahaya daripada orang-orang atheis.” Termasuk contoh dari perbuatan syirik adalah menyembelih untuk selain Allah swt, seperti menyembelih untuk jin dan kubur. Kita menyebutkan contoh ini karena ini banyak terjadi dan manusia bermudah-mudahan padanya, mereka menyembelih untuk selain Allah swt, mereka menyembelih untuk jin dalam rangka menjaga diri dari kejelekan mereka, juga dalam rangka berobat dan penyembuhan.
Kebanyakan manusia bermudah-mudahan dalam masalah ini dan ini banyak terjadi, padahal ini adalah syirik besar yang mengeluarkan pelakunya dari agamanya dan ini bukan perkara yang mudah. Syetan akan berkata kepadanya: “Sembelihlah seekor anak domba, sembelihlah seekor ayam,” Ini adalah (perkara yang) mudah, tetapi dia tidak melihat kepada syirik.
Maka orang-orang yang menyembelih seekor lalat (untuk selain Allah swt) masuk neraka, yang dilihat bukanlah yang disembelihnya, tetapi yang dilihatnya adalah aqidah (keyakinan)nya, yang dilihat adalah niat dalam hati dan tidak memperhatikan perkara syirik.
Yang dilihat bukanlah nilai sesuatu yang disembelih, karena yang menyembelih seekor lalat untuk selain Allah swt masuk neraka. Manusia bermudah-mudahan dalam hal ini, hanya sekedar ingin ditunaikan kebutuhannya atau agar syetan memberitahunya sesuatu yang tersembunyi atau memberitahu tentang harta yang hilang atau yang selainnya dari perkara-perkara yang manusia bertanya kepada jin tentangnya. Maka dia keluar dari agamanya –kita berlindung kepada Allah swt- dia murtad dalam perkara yang dia anggap mudah, padahal perkaranya sangat berbahanya.
Wallahu’alam. .................................
Referensi :
-Buletin Al Huda E.7, 06 Rabiul Awal 1429 H, Bogor
-Pembatal keislaman, Buletin Nurul Haq edisi ke-10, 28 syawal 1428 H.
-Majalah Gerimis, edisi 8 thn.2, Agustus 2007.
-Masalah-masalah penting dalam Aqidah islam, oleh: Syaikh Muhammad Jamil Zainu (guru di Dar al hadist Al khairiyah, Makkah Al mukarrammah).
-Hal-hal yang membatalkan keislaman, oleh: Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz (Ketua Umum Departemen Riset, Fatwa, Dakwah dan Bimbingan Islam), Riyadh, K.S.A.
-Syarat- Syarat Iman, Syarat-Syarat Islam dan Pembatal-Pembatal Islam Oleh: Darul Qosim ,Daar Al- Gasem, Riyadh
-Hal-hal yang membatalkan keislaman seseorang, divisi terjemahan kantor da’wah daerah Rawdhah, Riyadh, KSA.
Jahil dengan menganggap hidup didunia kekal dan melupakan mati
Manusia bersifat jahil atau bodoh dalam artian kesibukan dengan tiada habis mengejar kedudukan, harta dan keindahan serta kenyamanan hidup dianggapnya berujung kebahagiaan. Kesibukan mengejar kebutuhan telah menyebabkan waktunya dari pagi sampai malam dan tenaga dan pikirannya terkuras untuk mengurus persoalan dunia, sehingga tiada kesempatan menyadari bahwa dirinya akan mati dan harta yang didapat dari semua itu tidak akan dibawanya mati.
Persoalan mati ini dihadapi biasa, kadang sebagai bahan candaan, seakan tidak membawa resiko bagi dirinya. Dirinya dipacu untuk mendapatkan piala dunia sebagai lambang supremasi keunggulan manusia atas kepandaian dan pengetahuan yang dimilikinya. Dirinya dengan itu lantas menjadi subyek, lupa bila semua itu ada yang mengatur dan yang mengaruniakan semuanya itu adalah Allah.
#ahmadridwan
#bangridwan
#sanabilinsanirelief
#rumahquransanabil
#majelisilmu #ilmubermanfaat #majlisilmu #shareilmu #berbagiilmu #ilmuwanmuslim #ilmu #kajianilmu #cariilmu #ilmuagama #ilmuislam #cintailmu #ilmupengetahuan #ilmudakwah #penuntutilmu #galeriilmu #menuntutilmu #ilmuakhirat #mencariilmu #ilmukomunikasi #ilmuagamaislam
*NASIHAT-NASIHAT PENTING UNTUK BUAH HATI*
📚 Bismillah...
Pondasi Aqidah sangatlah penting di tanamkan sejak dini. Allah subhanahu wa ta'ala berfirman tentang nasihat Luqman kepada anaknya,
يَا بُنَيَّ أَقِمِ الصَّلَاةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلَىٰ مَا أَصَابَكَ ۖ إِنَّ ذَٰلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ
"Wahai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang ma'ruf dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar, dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)." [Luqman: 17]
Al-Imam Ibnu Katsir Asy-Syafi'i rahimahullah berkata,
"Firman Allah tentang ucapan Luqman kepada anaknya: *'Wahai anakku tegakkanlah sholat',* maknanya: Kerjakan sholat dengan ketentuan-ketentuannya, kewajiban-kewajibannya dan menepati waktu-waktunya.
*'Perintahkanlah yang ma'ruf dan laranglah kemungkaran',* maknanya: Lakukan semaksimal kemampuanmu dan usaha kerasmu.
*'Dan bersabarlah atas apa yang menimpamu',* maknanya: Luqman mengajarkan anaknya bahwa orang yang melakukan amar ma'ruf nahi munkar akan ditentang oleh sebagian manusia, maka beliau memerintahkan anaknya untuk bersabar.
*'Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)',* maknanya: Sesungguhnya sabar atas penentangan manusia termasuk kewajiban." [Tafsir Ibnu Katsir, 6/302]
Allohu a'lam
Pondasi Aqidah sangatlah penting di tanamkan sejak dini. Allah subhanahu wa ta'ala berfirman tentang nasihat Luqman kepada anaknya,
يَا بُنَيَّ أَقِمِ الصَّلَاةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلَىٰ مَا أَصَابَكَ ۖ إِنَّ ذَٰلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ
"Wahai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang ma'ruf dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar, dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)." [Luqman: 17]
Al-Imam Ibnu Katsir Asy-Syafi'i rahimahullah berkata,
"Firman Allah tentang ucapan Luqman kepada anaknya: *'Wahai anakku tegakkanlah sholat',* maknanya: Kerjakan sholat dengan ketentuan-ketentuannya, kewajiban-kewajibannya dan menepati waktu-waktunya.
*'Perintahkanlah yang ma'ruf dan laranglah kemungkaran',* maknanya: Lakukan semaksimal kemampuanmu dan usaha kerasmu.
*'Dan bersabarlah atas apa yang menimpamu',* maknanya: Luqman mengajarkan anaknya bahwa orang yang melakukan amar ma'ruf nahi munkar akan ditentang oleh sebagian manusia, maka beliau memerintahkan anaknya untuk bersabar.
*'Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)',* maknanya: Sesungguhnya sabar atas penentangan manusia termasuk kewajiban." [Tafsir Ibnu Katsir, 6/302]
Allohu a'lam
🏕 *10 Amal Bersama Nabi ﷺ Di Surga*
(1). Mutaba’ah (mengikuti) dan taat kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
"Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan bersama-sama (di akhirat) dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu : para Nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang shalih. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya" (QS. An-Nisaa’ [4]: 69)
(2). Mencintai Nabi Muhammad ﷺ
"Kami tidak pernah bergembira tentang sesuatu melebihi kegembiraan kami terhadap sabda Nabi ﷺ : "Engkau Akan Bersama Dengan Siapa Yang Engkau Cintai". Anas berkata : "Aku mencintai Nabi ﷺ, Abu Bakar dan Umar. Dan aku berharap akan bersama mereka dengan sebab kecintaanku kepada mereka, meskipun aku tidak beramal seperti amalan mereka" (HR. Bukhari no. 3688 dan Muslim no. 2639, hadits dari Anas bin Malik)
(3). Melaksanakan rukun Islam dan tidak durhaka kepada kedua orang tua
"Seorang laki-laki datang kepada Nabi ﷺ lalu berkata : "Wahai Rasulullah, aku bersaksi bahwasanya tidak ada sesembahan selain Allah dan sesungguhnya engkau adalah utusan Allah. Aku shalat 5 waktu, menunaikan zakat hartaku dan berpuasa di bulan Ramadhan". Maka Nabi ﷺ bersabda : "Barangsiapa yang mati atas dasar ini, maka ia akan bersama dengan para Nabi, para shiddiqin, dan para syuhada pada Hari Kiamat seperti ini - sambil mengacungkan 2 jari - selagi ia tidak durhaka kepada kedua orang tuanya" (HR. Ahmad, Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban, hadits dari 'Amr bin Murrah al-Juhani, Shahiihut Targhiib no. 2515)
(4). Memperbanyak shalat sunnah
"Aku pernah bermalam bersama Rasulullah ﷺ, lalu aku menyiapkan air wudhu dan keperluannya. Lalu beliau bersabda kepadaku : "Mintalah sesuatu !". Maka aku menjawab : "Aku meminta kepadamu agar aku bisa bersamamu di Surga". Beliau menjawab : "Ada lagi selain itu ?". Aku katakan : "Itu saja ya Rasulullah". Maka beliau bersabda : "Maka bantulah aku atas dirimu itu dengan memperbanyak sujud (shalat)" (HR. Muslim no. 489, dari Rabi’ah bin Ka’ab al-Aslami)
(5). Memperbanyak membaca shalawat
"Sesungguhnya manusia yang paling utama (dekat) denganku pada Hari Kiamat kelak adalah yang paling banyak bershalawat atasku" (HR. At-Tirmidzi, hadits dari Abdullah bin Mas’ud, Shahiihut Targhiib no. 1668)
(6). Merawat dan menyantuni anak yatim
"Aku dan orang yang merawat anak yatim di Surga kelak seperti ini" dan beliau pun memberi isyarat dengan jari tengah dan telunjuknya" (HR. Bukhari no. 6005, hadits dari Sahl bin Sa’d)
(7). Mendidik anak-anak wanita sehingga menjadi mukminah shalihah
"Barangsiapa yang memelihara (mendidik) dua wanita sampai mereka dewasa, maka aku akan masuk Surga bersamanya kelak seperti ini", beliau mengisyaratkan jari telunjuk dan jari tengahnya" (HR. Bukhari, hadits dari Anas, lihat Shahih al-Adabul Mufrad no. 686)
(8). Memiliki akhlak yang mulia
"Sesungguhnya orang yang paling aku cintai & paling dekat majelisnya denganku di antara kalian pada Hari Kiamat kelak (di Surga) adalah yang paling baik akhlaknya…" (HR. At-Tirmidzi, hadits dari Jabir, lihat Shahiihul Jaami' ash-Shaghiir no. 2649)
(9). Selalu memperbanyak do’a
اللَّهمَّ إنِّي أسألُك إيمانًا لا يرتَدُّ ونعيمًا لا ينفَدُ ومرافقةَ محمَّدٍ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم في أعلى جنَّةِ الخُلدِ
"Ya Allah, aku mohon kepada-Mu iman yang tidak pernah lepas, kenikmatan yang tidak pernah habis dan dapat menyertai Nabi Muhammad ﷺ di Surga yang tertinggi dan kekal" (HR. Ahmad VI/128 dan Ibnu Hibban no. 1970, atsar dari Abdullah bin Mas'ud, lihat ash-Shahiihah V/379).
(10). Anak shalih yang dapat mengangkat derajat orang tuanya atau sebaliknya
"Dan orang-orang yang beriman serta anak cucu mereka yang mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan mereka dengan anak cucu mereka..." (QS. Ath-Thur [52]: 21)
Jika anak bersama Nabi ﷺ di Surga, maka orang tuanya diangkat derajatnya bersama dengan anaknya di Surga yang sama, begitu pula jika orang tua yang bersama Nabi ﷺ.
Langganan:
Postingan (Atom)