Definisi Qodho dan Qodar
Qodho’ menurut bahasa memiliki beberapa makna:
a. Hukum, qodho - yaqhdi - qodho’an artinya menghukumi, memutuskan.
b. Perintah, seperti firman Alloh :
“dan Robbmu telah memerintahkan supaya kalian tidak meng-ibadah-i (beribadah) kecuali hanya kepada-Nya…” {QS. Al-Isro (17) : 23}
c. Kabar, seperti dalam firman Alloh :
Sedangkan yang dimaksud di sini ialah arti yang pertama.
Adapun qodar atau takdir, yaitu menentukan atau membatasi ukuran segala sesuatu sebelum terjadinya dan menulisnya di Lauhul Mahfudz. Alloh berfirman:
“Dan Dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh di atasnya. Dia memberkahinya dan Dia menentukan padanya kadar makanan-makanan (penghuni) nya dalam empat masa. (Penjelasan itu sebagai jawaban) bagi orang-orang yang bertanya.” {QS. Fushshilat (41) : 10}.
Artinya, apa saja yang terjadi di alam semesta ini semuanya telah ditakdirkan dan ditentukan qodho’-nya oleh Alloh .
Beriman kepada Qodho’ dan Qodar Alloh
Makna beriman kepada qodar –yang ia adalah salah satu rukun iman- yaitu membenarkan dengan sesungguhnya bahwa segala yang terjadi –baik dan buruk- adalah atas qodho’ dan qodar Alloh . Alloh berfirman:
“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Alloh. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. dan Alloh tidak menyukai Setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri,” {QS. Al-Hadid (57) : 22-23}.
Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanadnya dari Zaid bin Tsabit , dia berkata, saya mendengar Rosululloh bersabda:
“Seandainya Alloh menyiksa penduduk langit dan penduduk bumi, tentu Dia tidak berbuat zhalim kepada mereka. Jika ia merahmati me-reka maka rahmatNya adalah lebih baik bagi mereka daripada amal mereka. Seandainya engkau memiliki emas segunung Uhud atau seperti gunung Uhud yang engkau belanjakan di jalan Alloh , maka Ia tidak akan menerimanya darimu sebelum engkau beriman kepada qadar dan engkau mengetahui bahwa apa yang menimpamu tidak akan meleset darimu dan apa yang bukan bagianmu tidak akan me-ngenaimu, dan sesungguhnya jika engkau mati atas (aqidah) selain ini maka engkau masuk Neraka.” (HR. Ahmad V/ 185, Ibnu Majah dan Abu Dawud).
Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Huroiroh ra, Rosululloh bersabda:
“Mu’min yang kuat itu lebih baik dan lebih dicintai Alloh daripada mukmin yang lemah, tetapi pada diri masing-masing terdapat kebaikan. Peliharalah apa yang bermanfaat bagimu, mintalah tolong kepada Alloh, jangan lemah. Apabila engkau tertimpa sesuatu maka janganlah mengatakan, ‘Seandainya aku berbuat begini tentu hasilnya begini.’ Akan tetapi ucapkanlah, ‘Alloh telah mentaqdirkan, dan apa yang Ia kehendaki Ia laksanakan’. Kerena sesungguhnya (perkataan) ‘andaikata’ (pengandaian) itu akan membuka perbuatan setan.” (HR. Muslim IV/ 2052).
Tingkatan Iman kepada Qodar
Iman kepada Qadar memiliki empat tingkatan.
Tingkat pertama: Iman kepada Ilmu Alloh yang merupakan sifat Alloh sejak azali. Alloh mengetahui segala sesuatu. Dia menguasai segala sesuatu, tidak sebutir atom pun yang ada di langit dan di bumi ini yang tidak Dia ketahui. Dia mengetahui seluruh makhlukNya sebelum Ia menciptakannya. Ia mengetahui kondisi mereka dan hal ihwal mereka di masa yang akan datang semuanya, yang rahasia dan yang terangterangan. Di antara dalilnya adalah:
“…dan sesungguhnya Alloh ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu.” {QS. Ath-Tholaq (65) : 12}
“Dialah Allah yang tiada ilaah (sesembahan) selain Dia, yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Dia-lah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.” {QS. Al-Hasyr (59) : 22}
Hadits Imam Muslim dan lainnya yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas , dia berkata, Rosululloh ditanya tentang anak-anaknya orang musyrik, beliau menjawab:
“Alloh lebih mengetahui apa yang mereka kerjakan ketika Ia menciptakan mereka.” (HR. Muslim IV/2049, al-Bukhari VIII/ 153).
Dalil-dalil diatas menunjukkan ilmu Alloh swt, penguasaanNya terhadap segala sesuatu, yang hadir atau yang ghaib, yang telah lalu dan yang akan datang dan apa-apa yang tidak ada bagaimana seandainya ada; semuanya itu sangatlah jelas bagiNya.
Tingkat kedua: mengimani bahwasannya Alloh menulis dan mencatat semua taqdir makhlukNya di Lauhul Mahfudz. Tidak ada sesuatu apapun yang terlupakan. Hal ini dibuktikan
oleh dalil-dalil antara lain:
“Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfudz) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah amat mudah bagi Alloh.” {QS. Al-Hadid (57) : 22}.
“Apakah kamu tidak mengetahui bahwa Se-sungguhnya Alloh mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi?; bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Alloh.” {QS. Al-Hajj (22) : 70}.
Sabda Rosululloh , riwayat Imam Ahmad dan lainnya dari Ubadah bin Shamit:
“Makhluk (ciptaan Alloh) yang pertama kali diciptakan oleh Alloh adalah al-qolam (pena), kemudian Dia berkata kepadanya, ‘Tulislah’. Pena itu berkata, ‘Apa yang hamba tulis?’ Dia berkata, ‘Tulislah apa yang ada dan apa yang bakal ada sampai hari kiamat.” (HR. Ahmad V/ 317, lihat kitab Syari’ah karya al-Ajjuri, hal. 177, 178,186, 187).
Sabda Rosululloh , riwayat Imam al-Bukhori dengan sanadnya dari Ali : “Tidak seorangpun di antara kalian melainkan sudah ditulis Alloh tempat dtinggalnya termasuk ahli Neraka atau ahli Surga.” Maka berkatalah seorang dari sahabat: “mengapa kita tidak bertawakkal (bergantung pada taqdir) saja Ya Rosululloh?’ Beliau menjawab: “Tidak, ber-amal-lah kalian, karena masing-masing telah dimudahkan terhadap (taqdir) yang diciptakan untuknya.” Kemudian beliau membaca surat al-Lail: 5-10. (HR. al-Bukhori VIII/ 154, lihat Muslim IV/ 2040).
Dalil-dalil di atas menyatakan bahwa Alloh telah mencatat segala sesuatu sebelum menciptakannya dan tidak melupakannya sedikitpun. Dan yang demikian itu adalah mudah bagi Dzat yang tidak tersembunyi sesuatu apapun dariNya.
Tingkat ketiga, iman kepada masyi’ah (kehendak) Alloh dan kekuasaanNya yang menyeluruh. Apa yang Dia kehendaki pasti terjadi berkat kekuasaanNya, dan apa yang tidak Dia kehendaki tidak akan terjadi; bukan karena tidak mampu, melainkan karena Dia tidak menghendakinya. Alloh berfirman:
“…dan tiada sesuatupun yang dapat melemahkan Alloh, baik di langit maupun di bumi. Sesungguhnya Alloh Maha mengetahui lagi Maha Kuasa.” {QS. Fathir (35) : 44}.
Dalil-dalil tentang masyi’ah Alloh yang menyeluruh banyak sekali, di antaranya adalah:
“Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Alloh, Robb semesta alam.” {QS. At-Takwir (81) : 29}.
Hadits Rosululloh dari Mu’awiyah bin Abi Sofyan :
“Siapa yang dikehendaki Alloh untuk menjadi orang baik, maka Dia akan menjadikannya
faqih (mengerti) dalam aqama ini.” (HR. al-Bukhori I/ 27, Muslim III/ 1524).
Dalil-dalil di atas tentang umumnya masyi’ah Alloh sangatlah jelas. Maka apa saja yang terjadi di alam raya ini semuanya dikehendaki Alloh dengan irodah kauniyahNya (kehendak mencipta), karena Dia adalah satu-satunya al-Khaliq (Yang menciptakan) dan al-Malik (Yang mengatur). Tidak ada kejadian atau peristiwa dalam kerajaanNya ini yang lepas dan keluar dari kehendakNya. Tidak ada yang mampu menolak qodho’-Nya, dan tidak ada yang memprotes hukumNya, dan tidak ada sesuatupun yang dapat melemahkanNya.
Tingkatan keempat, mengimani bahwa Alloh adalah Pencipta segala sesuatu, tidak ada al-Kholiq selainNya dan tidak ada Robb selainNya. Hal ini berdasarkan dalil-dalil berikut
ini:
“Alloh menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu.” {QS. Az-Zumar (39) : 62}.
“… dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya” {QS. Al-Furqon (25) : 2}.
Hadits Rosululloh :
“Sesungguhnya Alloh adalah Pencipta semua orang yang berbuat dan perbuatannya.” (HR. al-Hakim I/31-32, dan Majma’ Zawaid VII/ 197).
Dalam ayat-ayat dan hadits tersebut di atas terdapat pernyataan yang jelas bahwa Alloh swt-lah yang mentakdirkan segala sesuatu dan yang menciptakannya. Dialah yang meliputi segala sesuatu dengan perhatianNya dan pengaturanNya. Alloh telah mentakdirkan dan menciptakan segala yang ada tanpa ada contoh sebelumnya. Dia menganugerahi sebagian makhluknya kemampuan dan perbuatan.
Alloh adalah Pencipta orang yang berbuat serta perbuatannya. Dia-lah Al-Khollaq al-Alim (Maha Pencipta dan Maha Mengetahui).
Referensi: Kitabut Tauhid Lish Shaffits Tsani (dirangkum oleh Bulletin An-Nur Thn.IV/ No. 150, J. Ula 1419 H).
Qodho’ menurut bahasa memiliki beberapa makna:
a. Hukum, qodho - yaqhdi - qodho’an artinya menghukumi, memutuskan.
b. Perintah, seperti firman Alloh :
وَقَضَى رَبُّكَ أَلا تَعْبُدُوا إِلا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلاهُمَا فَلا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلا كَرِيمًا (٢٣)
“dan Robbmu telah memerintahkan supaya kalian tidak meng-ibadah-i (beribadah) kecuali hanya kepada-Nya…” {QS. Al-Isro (17) : 23}
c. Kabar, seperti dalam firman Alloh :
وَقَضَيْنَا إِلَيْهِ ذَلِكَ الأمْرَ أَنَّ دَابِرَ هَؤُلاءِ مَقْطُوعٌ مُصْبِحِينَ (٦٦)
“Dan telah Kami wahyukan kepadanya (Luth) perkara itu, yaitu bahwa mereka akan ditumpas habis di waktu subuh.” {QS. Al-Hijr (15) : 66}.Sedangkan yang dimaksud di sini ialah arti yang pertama.
Adapun qodar atau takdir, yaitu menentukan atau membatasi ukuran segala sesuatu sebelum terjadinya dan menulisnya di Lauhul Mahfudz. Alloh berfirman:
“Dan Dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh di atasnya. Dia memberkahinya dan Dia menentukan padanya kadar makanan-makanan (penghuni) nya dalam empat masa. (Penjelasan itu sebagai jawaban) bagi orang-orang yang bertanya.” {QS. Fushshilat (41) : 10}.
Artinya, apa saja yang terjadi di alam semesta ini semuanya telah ditakdirkan dan ditentukan qodho’-nya oleh Alloh .
Beriman kepada Qodho’ dan Qodar Alloh
Makna beriman kepada qodar –yang ia adalah salah satu rukun iman- yaitu membenarkan dengan sesungguhnya bahwa segala yang terjadi –baik dan buruk- adalah atas qodho’ dan qodar Alloh . Alloh berfirman:
“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Alloh. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. dan Alloh tidak menyukai Setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri,” {QS. Al-Hadid (57) : 22-23}.
Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanadnya dari Zaid bin Tsabit , dia berkata, saya mendengar Rosululloh bersabda:
“Seandainya Alloh menyiksa penduduk langit dan penduduk bumi, tentu Dia tidak berbuat zhalim kepada mereka. Jika ia merahmati me-reka maka rahmatNya adalah lebih baik bagi mereka daripada amal mereka. Seandainya engkau memiliki emas segunung Uhud atau seperti gunung Uhud yang engkau belanjakan di jalan Alloh , maka Ia tidak akan menerimanya darimu sebelum engkau beriman kepada qadar dan engkau mengetahui bahwa apa yang menimpamu tidak akan meleset darimu dan apa yang bukan bagianmu tidak akan me-ngenaimu, dan sesungguhnya jika engkau mati atas (aqidah) selain ini maka engkau masuk Neraka.” (HR. Ahmad V/ 185, Ibnu Majah dan Abu Dawud).
Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Huroiroh ra, Rosululloh bersabda:
“Mu’min yang kuat itu lebih baik dan lebih dicintai Alloh daripada mukmin yang lemah, tetapi pada diri masing-masing terdapat kebaikan. Peliharalah apa yang bermanfaat bagimu, mintalah tolong kepada Alloh, jangan lemah. Apabila engkau tertimpa sesuatu maka janganlah mengatakan, ‘Seandainya aku berbuat begini tentu hasilnya begini.’ Akan tetapi ucapkanlah, ‘Alloh telah mentaqdirkan, dan apa yang Ia kehendaki Ia laksanakan’. Kerena sesungguhnya (perkataan) ‘andaikata’ (pengandaian) itu akan membuka perbuatan setan.” (HR. Muslim IV/ 2052).
Tingkatan Iman kepada Qodar
Iman kepada Qadar memiliki empat tingkatan.
Tingkat pertama: Iman kepada Ilmu Alloh yang merupakan sifat Alloh sejak azali. Alloh mengetahui segala sesuatu. Dia menguasai segala sesuatu, tidak sebutir atom pun yang ada di langit dan di bumi ini yang tidak Dia ketahui. Dia mengetahui seluruh makhlukNya sebelum Ia menciptakannya. Ia mengetahui kondisi mereka dan hal ihwal mereka di masa yang akan datang semuanya, yang rahasia dan yang terangterangan. Di antara dalilnya adalah:
“…dan sesungguhnya Alloh ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu.” {QS. Ath-Tholaq (65) : 12}
“Dialah Allah yang tiada ilaah (sesembahan) selain Dia, yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Dia-lah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.” {QS. Al-Hasyr (59) : 22}
Hadits Imam Muslim dan lainnya yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas , dia berkata, Rosululloh ditanya tentang anak-anaknya orang musyrik, beliau menjawab:
“Alloh lebih mengetahui apa yang mereka kerjakan ketika Ia menciptakan mereka.” (HR. Muslim IV/2049, al-Bukhari VIII/ 153).
Dalil-dalil diatas menunjukkan ilmu Alloh swt, penguasaanNya terhadap segala sesuatu, yang hadir atau yang ghaib, yang telah lalu dan yang akan datang dan apa-apa yang tidak ada bagaimana seandainya ada; semuanya itu sangatlah jelas bagiNya.
Tingkat kedua: mengimani bahwasannya Alloh menulis dan mencatat semua taqdir makhlukNya di Lauhul Mahfudz. Tidak ada sesuatu apapun yang terlupakan. Hal ini dibuktikan
oleh dalil-dalil antara lain:
“Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfudz) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah amat mudah bagi Alloh.” {QS. Al-Hadid (57) : 22}.
“Apakah kamu tidak mengetahui bahwa Se-sungguhnya Alloh mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi?; bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Alloh.” {QS. Al-Hajj (22) : 70}.
Sabda Rosululloh , riwayat Imam Ahmad dan lainnya dari Ubadah bin Shamit:
“Makhluk (ciptaan Alloh) yang pertama kali diciptakan oleh Alloh adalah al-qolam (pena), kemudian Dia berkata kepadanya, ‘Tulislah’. Pena itu berkata, ‘Apa yang hamba tulis?’ Dia berkata, ‘Tulislah apa yang ada dan apa yang bakal ada sampai hari kiamat.” (HR. Ahmad V/ 317, lihat kitab Syari’ah karya al-Ajjuri, hal. 177, 178,186, 187).
Sabda Rosululloh , riwayat Imam al-Bukhori dengan sanadnya dari Ali : “Tidak seorangpun di antara kalian melainkan sudah ditulis Alloh tempat dtinggalnya termasuk ahli Neraka atau ahli Surga.” Maka berkatalah seorang dari sahabat: “mengapa kita tidak bertawakkal (bergantung pada taqdir) saja Ya Rosululloh?’ Beliau menjawab: “Tidak, ber-amal-lah kalian, karena masing-masing telah dimudahkan terhadap (taqdir) yang diciptakan untuknya.” Kemudian beliau membaca surat al-Lail: 5-10. (HR. al-Bukhori VIII/ 154, lihat Muslim IV/ 2040).
Dalil-dalil di atas menyatakan bahwa Alloh telah mencatat segala sesuatu sebelum menciptakannya dan tidak melupakannya sedikitpun. Dan yang demikian itu adalah mudah bagi Dzat yang tidak tersembunyi sesuatu apapun dariNya.
Tingkat ketiga, iman kepada masyi’ah (kehendak) Alloh dan kekuasaanNya yang menyeluruh. Apa yang Dia kehendaki pasti terjadi berkat kekuasaanNya, dan apa yang tidak Dia kehendaki tidak akan terjadi; bukan karena tidak mampu, melainkan karena Dia tidak menghendakinya. Alloh berfirman:
“…dan tiada sesuatupun yang dapat melemahkan Alloh, baik di langit maupun di bumi. Sesungguhnya Alloh Maha mengetahui lagi Maha Kuasa.” {QS. Fathir (35) : 44}.
Dalil-dalil tentang masyi’ah Alloh yang menyeluruh banyak sekali, di antaranya adalah:
“Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Alloh, Robb semesta alam.” {QS. At-Takwir (81) : 29}.
Hadits Rosululloh dari Mu’awiyah bin Abi Sofyan :
“Siapa yang dikehendaki Alloh untuk menjadi orang baik, maka Dia akan menjadikannya
faqih (mengerti) dalam aqama ini.” (HR. al-Bukhori I/ 27, Muslim III/ 1524).
Dalil-dalil di atas tentang umumnya masyi’ah Alloh sangatlah jelas. Maka apa saja yang terjadi di alam raya ini semuanya dikehendaki Alloh dengan irodah kauniyahNya (kehendak mencipta), karena Dia adalah satu-satunya al-Khaliq (Yang menciptakan) dan al-Malik (Yang mengatur). Tidak ada kejadian atau peristiwa dalam kerajaanNya ini yang lepas dan keluar dari kehendakNya. Tidak ada yang mampu menolak qodho’-Nya, dan tidak ada yang memprotes hukumNya, dan tidak ada sesuatupun yang dapat melemahkanNya.
Tingkatan keempat, mengimani bahwa Alloh adalah Pencipta segala sesuatu, tidak ada al-Kholiq selainNya dan tidak ada Robb selainNya. Hal ini berdasarkan dalil-dalil berikut
ini:
“Alloh menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu.” {QS. Az-Zumar (39) : 62}.
“… dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya” {QS. Al-Furqon (25) : 2}.
Hadits Rosululloh :
“Sesungguhnya Alloh adalah Pencipta semua orang yang berbuat dan perbuatannya.” (HR. al-Hakim I/31-32, dan Majma’ Zawaid VII/ 197).
Dalam ayat-ayat dan hadits tersebut di atas terdapat pernyataan yang jelas bahwa Alloh swt-lah yang mentakdirkan segala sesuatu dan yang menciptakannya. Dialah yang meliputi segala sesuatu dengan perhatianNya dan pengaturanNya. Alloh telah mentakdirkan dan menciptakan segala yang ada tanpa ada contoh sebelumnya. Dia menganugerahi sebagian makhluknya kemampuan dan perbuatan.
Alloh adalah Pencipta orang yang berbuat serta perbuatannya. Dia-lah Al-Khollaq al-Alim (Maha Pencipta dan Maha Mengetahui).
Referensi: Kitabut Tauhid Lish Shaffits Tsani (dirangkum oleh Bulletin An-Nur Thn.IV/ No. 150, J. Ula 1419 H).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar