04 Mei 2011

Ada Apa Dengan Valentine’s Day

Pada bulan Februari, kita selalu menyaksikan media massa, mal-mal, pusat-pusat hiburan bersibuk ria berlomba menarik perhatian para remaja dengan menggelar pesta perayaan yang tak jarang berlangsung hingga larut malam bahkan hingga dini hari. Semua pesta tersebut bermuara pada satu hal yaitu Valentine’s Day. Biasanya mereka sa-ling mengucapkan “Selamat Hari Valentine”, berkirim kartu, coklat atau bunga, saling bertukar pasangan, saling curhat, menyatakan sayang atau cinta karena anggapan saat itu adalah “Hari Kasih Sayang”. Benarkah demikian?


Sejarah Valentine’s Day

The World Book Encyclopedia, vol. 20 (1993) melukiskan banyaknya versi mengenai Valentine’s Day: “Some trace it to an ancient Roman festival called Lupercalia. Other experts connect the event with one or more saints of the early Christian church. Still others link it with an old English belief that birds choose their mates on February 14. Valentine’s Day probably came from a combination of all three of those sources-plus the belief that spring is a time for lovers.”

Perayaan lupercalia adalah rangkaian upacara pensucian di masa Romawi kuno (13-18 Februari). Dua hari pertama, dipersembahkan untuk dewi cinta (queen of feverish love) Juno Februata. Pada hari ini, para pemuda me-ngundi nama-nama gadis di dalam kotak. Lalu setiap pemuda mengambil nama secara acak dan gadis yang namanya keluar harus menjadi pasangannya selama setahun untuk senang-senang dan obyek hiburan. Pada 15 februari, mereka meminta perlindungan dewa Lupercalia dari gangguan srigala. Selama upacara ini, kaum muda mencambuk orang dengan kulit binatang dan wanita berebut untuk dicambuk karena anggapan cambukan itu akan membuat mereka menjadi lebih subur.

Ketika agama Kristen katolik masuk Roma, mereka mengadopsi upacara ini dan mewarnainya dengan nuansa Kristiani, antara lain mengganti nama-nama gadis dengan nama-nama paus atau Pastor. Diantara pendukungnya adalah kaisar Constantine dan Paus Gregory I (lihat: The Encyclopedia Britannica, vol.12, sub judul: Christianity). Agar lebih mendekatkan lagi pada ajaran Kristen, pada 496 M Paus Gelasius I menjadikan upacara Romawi Kuno ini menjadi Hari Perayaan Gereja dengan nama Saint Valentine’s Day untuk menghormati St. Valentine yang kebetulan mati pada 14 Februari (lihat: The World Book Encyclopedia 1998).

The Catholic Encyclopedia Vol. XV sub judul St. Valentine menuliskan ada 3 nama Valentine yang mati pada 14 Februari, seorang diantaranya dilukiskan sebagai yang mati pada masa Romawi. Namun demikian tidak pernah ada penjelasan siapa “St. Valentine” termaksud, juga dengan kisahnya yang tidak pernah diketahui ujung-pangkalnya karena tiap sumber mengisahkan cerita yang berbeda.

Menurut versi pertama, Kaisar Claudius II memerintahkan menangkap dan memenjarakan St. Valentine karena menyatakan tuhannya adalah Isa al-Masih dan menolak menyembah tuhan-tuhan orang Romawi (Maha tinggi Alloh dari apa yang mereka persekutukan, sesungguhnya Isa al-Masih adalah Rosululloh, bukan Robb. Dan sesungguhnya Para penyembah berhala Romawi dan Orang Kristiani adalah sama-sama Kafir-pen). Orang-orang yang mendambakan doa St. Valentine lalu menulis surat dan menaruhnya di terali penjaranya.

Versi kedua menceritakan bahwa Caisar Claudius II menganggap tentara muda buja-ngan lebih tabah dan kuat dalam medan pepe-rangan dari pada orang yang menikah. Kaisar lalu melarang para pemuda untuk menikah, namun St. Valentine melanggarnya dan diam-diam menikahkan banyak pemuda sehingga ia pun ditangkap dan dihukum gantung pada 14 februari 269 M (lihat: the World Book Encyclopedia, vol. 20, 1993).

Kebiasaan mengirim kartu valentine itu sendiri tidak ada kaitan langsung dengan St. Valentine. Pada 1415 M ketika the Duke of Orleans dipenjara di Tower of London, pada pe-rayaan hari gereja mengenang St. Valentine 14 Februari, ia mengirim puisi kepada Istrinya di Perancis. Kemudian Geoffrey Chaucer, penyair Inggris mengkaitkannya dengan musim kawin burung dalam puisinya (lihat: The Encyclopedia Britannica, Vol.12 hal. 242, the World Book Encyclopedia, 1998).

Lalu bagaimana dengan ucapan “Be My Valentine?” Ken Sweiger dalam artikel “Should Biblical Christians Observe it?” (www.korrnet.org) mengatakan: “kata ‘Valentine’ berasal dari bahasa Latin yang berarti: “Yang Maha Perkasa,Yang Maha Kuat dan Yang Maha Kuasa”. Kata ini ditujukan (oleh mereka) kepada Nimrod dan Lupercus, tuhannya orang Romawi. Maka disadari atau tidak, -tulis Ken Sweiger- jika kita meminta orang menjadi “to be my Valentine”, hal itu berarti melakukan perbuatan yang dimurkai Tuhan (karena memintanya menjadi “Sang Maha Kuasa”) dan menghidupkan budaya pemujaan kepada berhala. Dalam Islam hal ini disebut Syirik, artinya menyekutukan Alloh. Adapun cupid (berarti: the desire), si bayi bersayap dengan
panah adalah putra Nimrod “the hunter” dewa Matahari. Disebut tuhan Cinta, karena ia rupawan sehingga diburu wanita bahkan ia pun berzina dengan Ibunya sendiri!

Saudaraku, itulah sejarah Valentine’s Day yang sebenarnya, yang seluruhnya tidak lain bersumber dari paganisme orang musyrik, penyembah berhala dan penghormatan pada pastor. Bahkan tak ada kaitannya dengan “kasih sayang”, lalu kenapa kita masih juga menyambut hari Valentine? Adakah ia merupakan hari yang istimewa? Adat? Atau hanya ikut-ikutan semata tanpa tahu asal muasalnya?.

Bila demikian, sangat disayangkan banyak teman-teman kita –remaja putra putri Islam- yang terkena penyakit ikut-ikutan mengekor budaya Barat dan acara ritual agama lain. Padahal Alloh berfirman:

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mengetahui tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya akan dimintai pertanggung-jawabnya.” {Qs. Al-Isro’ (17) : 36}

Lihat pula Qs. Al-Maidah (5) : 51

Hukum Merayakan Valentine’s Day

Keinginan untuk ikut-ikutan memang ada dalam diri manusia, akan tetapi hal tersebut mejadi tercela dalam Islam apabila orang yang diikuti berbeda dengan kita dari sisi keyakinan dan pemikirannya. Apalagi bila mengikuti dalam perkara akidah, ibadah, syi’ar, dan kebiasaan. Padahal Rosululloh telah melarang untuk mengikuti tatacara peribadatan selain Islam:

“Barangsiapa meniru suatu kaum, maka ia termasuk dari kaum tersebut.”
(HR. at-Tirmidzi).

Bila dalam merayakannya bermaksud untuk mengenang kembali Valentine maka tidak disangsikan lagi bahwa ia telah kafir. Adapun bila ia tidak bermaksud demikian maka ia telah melakukan suatu kemungkaran yang besar. Ibnul Qoyyim al-Jauziyah berkata: “Memberi selamat atas acara ritual orang kafir yang khusus bagi mereka, telah disepakati bahwa perbuatan tersebut haram. Semisal memberi (ucapan) selamat atas hari raya dan puasa mereka, dengan mengucapkan, “Selamat hari raya…” dan sejenisnya. Bagi yang mengucapkannya, kalaupun tidak sampai pada kekafiran, paling tidak itu merupakan perbuatan haram. Berarti ia telah memberi selamat atas perbuatan mereka yang menyekutukan Alloh. Bahkan perbuatan tersebut lebih besar dosanya disisi Alloh dan lebih dimurkai dari pada memberi selamat atas perbuatan minum khomer atau membunuh. Banyak orang yang kurang mengerti agama terjerumus dalam suatu perbuatan tanpa menyadari buruknya perbuatan tersebut. Seperti orang yang memberi selamat kepada orang lain atas perbuatan maksiat, bid’ah, atau kekufuran maka ia telah menyiapkan diri untuk mendapatkan kemarahan dan kemurkaan Alloh.”

Dari Abu Waqid Al Laitsi, saat Rasulullah pergi ke Hunain, beliau melintasi sebuah pepohonan kaum musyrikin bernama Dzat Anwath, mereka biasa menggantungkan persenjataan mereka di pohon itu, para sahabat berkata: Wahai Rasulullah, buatkan kami Dzat Anwath seperti milik mereka, lalu nabi bersabda:

“Subhaanallaah, ini seperti yang dikatakan kaum Musa: Buatkan kami ilah seperti ilah-ilah mereka. demi Dzat yang jiwaku berada ditanganNya, kalian akan melakukan perilaku-perilaku orang sebelum kalian. (HR. Tirmidzi - No.2106)

Syaikh al-Utsaimin ketika ditanya tentang Valentine’s Day mengatakan:

“Merayakan hari Valentine itu tidak boleh, karena: Pertama, ia merupakan hari raya bid’ah yang tidak ada dasar hukumnya didalam syari’at Islam. Kedua, ia dapat menyebabkan hati sibuk dengan perkara-perkara rendahan seperti ini yang sangat bertentangan dengan petunjuk para salaf sholih (pendahulu kita) -semoga Alloh meridhoi me-reka-. Maka tidak halal melakukan ritual hari raya, baik dalam bentuk makan-makan, minum-minum, berpakaian, saling tukar hadiah ataupun lainnya. Hendaknya setiap muslim merasa bangga dengan Dien-nya, tidak menjadi orang yang tidak mempunyai pegangan dan ikut-ikutan.

Semoga Alloh melindungi kaum muslimin dari segala fitnah (ujian hidup), yang tampak ataupun yang tersembunyi dan semoga meliputi kita semua dengan bimbinganNya.”

Maka adalah wajib bagi setiap orang yang mengucapkan dua kalimat syahadat untuk melaksanakan wala’ dan baro’ (loyalitas kepada muslimin dan berlepas diri dari golongan kafir) yang merupakan dasar aqidah yang dipegang oleh para salaf sholih. Yaitu mencintai orang-orang mu’min dan membenci dan menyelisihi (membedakan diri dengan) orang-orang kafir dalam ibadah dan perilaku.

Di antara dampak buruk menyerupai mere-ka adalah: ikut mempopulerkan ritual-ritual mereka sehingga terhapuslah nilai-nilai Islam. Dampak buruk lainnya, bahwa dengan mengikuti mereka berarti memperbanyak jumlah mereka, mendukung dan mengikuti agama mereka, padahal seorang muslim dalam setiap roka’at sholatnya membaca,

“Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan ni’mat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.” {Qs. Al-Fatihah (1) : 6-7}.

Bagaimana bisa ia memohon kepada Alloh agar ditunjukkan kepadanya jalan orang-orang yang mukmin dan di jauhkan darinya jalan golongan mereka yang sesat dan dimurkai, namun ia sendiri malah menempuh jalan sesat itu dengan sukarela.

Saudaraku!! Ini adalah suatu kelalaian, padahal sekali lagi: Perayaan ini adalah aca-ra ritual agama lain! Hadiah yang diberikan sebagai ungkapan cinta adalah sesuatu yang baik, namun bila dikaitkan dengan pesta-pesta ritual agama lain dan tradisi-tradisi barat, akan mengakibatkan seseorang terobsesi oleh budaya dan gaya hidup mereka. Mengadakan pesta pada hari tersebut bukanlah sesuatu yang sepele, tapi lebih mencerminkan pengadopsian nilai-nilai Barat yang tidak memandang batasan normatif dalam pergaulan antara pria dan wanita sehingga saat ini kita lihat struktur social mereka menjadi porak-poranda.

Referensi:
  1. Ada apa dengan Valentine’s Day, (cetakan keempat: 11/ 1424 H.), Tim Pustaka al-Sofwa, Pustaka al-Sofwa.
  2. Valentine Day, Natal, Happy 2. New Year, April Mop, Halloween, So What?, Rizki Ridyasmara, Pustaka al-Kautsar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar