Imamah Syar’iyah
Arti Imamah Syar’iyah adalah kepemimpinan yang syar’ie atau kepemimpinan yang sah dari suatu Negara Islam menurut syari’ah Alloh swt.
Syarat utama dari kepemimpinan ini adalah penegakkan syari’ah yaitu penerapannya secara keseluruhan. Sedangkan sang pemimpin itu sendiri diharuskan memenuhi syarat-syarat khusus dalam manhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah, selain syarat kepemimpinan tadi, yaitu (penegakkan syari’ah).
Jika syarat utama tersebut, yaitu penegakkan syari’ah, tidak terpenuhi maka bagaimanapun keadaannya maka kepemimpinan dan sang pemimpin itu sendiri tidaklah syar’ie. Sedangkan syarat lain bila tidak terpenuhi hanya merupakan suatu kekurangan yang berbeda bobotnya dari satu syarat ke syarat lainnya.
Kewajiban setiap muslim kepada imam syar’i, adalah menta’atinya serta mendukungnya. Kewewenangan dan kewajiban imam syar’ie di dalam Islam meliputi urusan-urusan keagamaan dan keduniaan. Tidak ada pemisah antara keduanya. Imam-imam ahlus Sunnah telah ber-ijma’ atas wajibnya menegakkan imamah syar’iyah dan menganggapnya sebagai suatu kewajiban yang sangat besar sekali.
Penentuan imam syar’ie dalam Islam adalah dengan cara pemilihan dan pengangkatan. Tetapi pemilihan dan pengangkatan (ataupun pemecatan) itu dilaksanakan oleh orang-orang tertentu yang memenuhi syarat-syarat tertentu pula. Seperti syarat ilmu, kekuatan pikiran, laki-laki, muslim dan lain-lain. Mereka dinamakan ahlu hal dan aqad. Jadi bukanlah seperti halnya cara demokrasi yang menyamakan ulama dan orang-orang jahil (bodoh) dalam memilih pemimpin. Ketika suatu kepemimpinan dalam suatu Negara Islam (Negara Islam!!!) terjadi hasil dari suatu kudeta, maka hal ini ada tafsilnya dalam manhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
Al-Hakimiyyah
Seperti telah kita ketahui sebelumnya bahwa Tauhid Uluhiyyah mencakup juga masalah hukum. Bagian ini dinamakan Tauhid Hakimiyyah. Juga telah kita ketahui bahwa pembagian-pembagian Tauhid atas beberapa bagian adalah masalah tekhnis demi mempermudah pengertian.
Membuat hukum untuk diterapkan oleh manusia dalam setiap segi kehidupan manusia, hanyalah hak Alloh semata. Alloh-lah yang memiliki langit dan bumi serta semua apa-apa yang diantara keduanya. Bertolak dari sini, hanya Alloh-lah yang berhak mengatur keduanya dan apa-apa yang ada di antara keduanya. Suatu zat pembuat hukum haruslah mengetahui rahasia-rahasia yang sudah terjadi, sedang terjadi dan apa-apa yang akan terjadi; harus mengetahui semua akibat dari semua sebab. Hanya Alloh-lah yang mengetahui semua itu.
Di dalam hukum Islam ada hukum-hukum yang menghukumi masalah-masalah secara langsung dan tertentu, seperti hukum pencuri, penzina, pembunuh dan lain-lainnya. Macam hukum-hukum seperti ini banyak sekali dan meliputi seluruh segi kehidupan manusia. Selain macam hukum tersebut, ada pula masalah-masalah yang tidak di hukumi secara langsung dan tertentu. Masalah-masalah seperti ini diserahkan kepada manusia untuk membuatnya dengan beberapa persyaratan. Di antaranya mencapai maslahat sebesar mungkin, mengurangi mafsadah sampai sekecil mungkin, tidak berbenturan dengan larangan syari’ah dan sejalan dan sejalan dengan jiwa syari’ah. Contohnya hukum-hukum lalu lintas, hukum penerbangan dan lain-lain. Methode penentuan macam yang kedua inipun telah dipolakan oleh syari’ah.
Ketika penentuan atau pembuatan hukum dibuat oleh manusia untuk menandingi atau menggantikan hukum Alloh, terjadilah kemusyrikan yang besar sekali, yaitu syirik hukum atau syirik hakimiyyah. Karena pembuat hukum itu telah mencoba menempati dirinya di maqam (posisi) Alloh. Inilah yang dilakukan oleh Mejelis-majelis wakil rakyat dan para dictator di hampir semua Negara di dunia.
Para pembuat hukum itu adalah musyrikin walaupun mereka mengaku sebagai orang Islam. Demikian juga orang-orang yang menta’ati mereka dalam menerapkan hukum tersebut, apalagi sampai melindunginya dan menjaga kelanggengannya, merekapun semua menjadi musyrikin.
Pada zaman ini hampir-hampir bisa kita pastikan bahwa syirik terbesar dari segi akibatnya yang buruk pada kehidupan ummat adalah syirik hukum ini. Tetapi masih banyak saja kaum muslimin yang buta hati tentang syirik ini. Bahkan, banyak pula orang-orang yang terhitung sebagai orang-orang Islam yang berdakwah kepada Alloh, yang menganggap hal ini masih dalam lingkaran kufr asyghor. Pandangan seperti ini telah menjadi syubhah yang besar untuk banyak orang.
Untuk menyapu bersih syubhah ini, baik kita perjelas di sini:
Ketika yang terjadi adalah penyingkiran hukum Alloh dari kehidupan ummat dan menggantikannya dengan hukum-hukum buatan makhluk (hukum Thoghut), maka para pelakunya telah keluar dari Islam dan syiriknya adalah kufr akbar, terlepas apakah yang ada di dada sang pelaku.
Tetapi, ketika yang terjadi adalah penyelewengan penerapan suatu hukum tertentu pada masalah tertentu dalam suatu Negara yang menerapkan syari’at serta tidak menerapkan hukum thoghut, maka pelakunya telah melakukan kufr ashghor, bila dia tidak menyamakan hukum Alloh dengan lainnya dan dia merasa wajib menerapkan hukum Alloh.
Sumber: Tarbiyyah Agama Islam Terpadu, al-Hidayah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar