11 Desember 2018

MENJALIN CINTA ABADI DALAM RUMAH TANGGA


Jangan biarkan ANAK dan ISTRIMU JADI MUSUHMU SENDIRI


*Landasilah Cinta dan kasih sayang karena Allah*

*Setiap orang yang telah berkeluarga, tentu menginginkan kebaikan dan kebahagiaan dalam kehidupannya bersama istri dan anak-anaknya.* Hal ini sebagai perwujudan rasa cintanya kepada mereka

     _“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia; dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)”_ *(QS Ali ‘Imran:14).*

_Bersamaan dengan itu,_ *nikmat keberadaan istri dan anak ini sekaligus juga merupakan ujian yang bisa menjerumuskan seorang hamba dalam kebinasaan*

     _“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara *isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu* , maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka…”_ *(QS At Taghaabun:14).*

Makna *_“menjadi musuh bagimu”_* adalah *melalaikan kamu dari melakukan amal shaleh*

*Salah Menempatkan Arti Cinta dan Kasih Sayang*

*Jangan sampai salah menempatkan arti cinta dan kasih sayang kepada istri dan anak-anaknya, dengan menuruti semua keinginan mereka meskipun dalam hal-hal yang bertentangan dengan syariat Islam*
```Yang justru akan merusak kebahagiaan kehidupan mereka sendiri```

_Allah telah memotivasi hamba-hamba-Nya untuk (selalu) melaksanakan perintah-perintah-Nya dan mendahulukan keridhaan-Nya…”_

Oleh karena itulah, *seorang kepala keluarga yang benar-benar menginginkan kebaikan dalam keluarganya hendaknya menyadari kedudukannya sebagai pemimpin dalam rumah tangganya,*

     _“Ketahuilah, kalian semua adalah pemimpin dan kalian semua akan dimintai pertanggungjawaban tentang apa yang dipimpinnya … Seorang suami adalah pemimpin (keluarganya) dan dia akan dimintai pertanggungjawaban tentang (perbuatan) mereka“_
*[Diriwayatkan oleh al-Hakim dalam “al-Mustadrak” (2/535), dishahihkan oleh al-Hakim sendiri dan disepakati oleh adz-Dzahabi.]*

*Cinta sejati yang abadi*

kepala keluarga jika benar-benar mencintai istri dan anak-anaknya hendaknya menyadari bahwa cinta dan kasih sayang sejati terhadap mereka tidak diwujudkan dengan hanya mencukupi kebutuhan duniawi dan fasilitas hidup mereka.
*Akan tetapi yang lebih penting dari semua itu pemenuhan kebutuhan rohani mereka terhadap pengajaran dan bimbingan agama yang bersumber dari petunjuk al-Qur-an dan sunnah Rasulullah* *_shallallahu ‘alaihi wa sallam._*

     _“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu”_ *(QS at-Tahriim:6).*

Syaikh Abdurrahman as-Sa’di berkata,

     _“Memelihara diri (dari api neraka) adalah dengan mewajibkan bagi diri sendiri untuk melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, serta bertaubat dari semua perbuatan yang menyebabkan kemurkaan dan siksa-Nya._ *_Adapun memelihara istri dan anak-anak (dari api neraka) adalah dengan mendidik dan mengajarkan kepada mereka (syariat Islam), serta memaksa mereka untuk (melaksanakan) perintah Allah._* _Maka seorang hamba tidak akan selamat (dari siksaan neraka) kecuali jika dia (benar-benar) melaksanakan perintah Allah (dalam ayat ini) pada dirinya sendiri dan pada orang-orang yang dibawa kekuasaan dan tanggung jawabnya”_
*[Taisiirul Kariimir Rahmaan (hal. 640).]*

Demikian juga dalam hadits yang shahih

  ketika Rasulullah _shallallahu ‘alaihi wa sallam_ melarang Hasan bin ‘Ali radhiyallahu ‘anhuma memakan kurma sedekah, padahal waktu itu Hasan radhiyallahu ‘anhuma *_masih kecil,_* Rasulullah _shallallahu ‘alaihi wa sallam_ bersabda: _“Hekh hekh”_ agar Hasan membuang kurma tersebut,
kemudian beliau _shallallahu ‘alaihi wa sallam_ bersabda,

     _“Apakah kamu tidak mengetahui bahwa kita (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan keturunannya) tidak boleh memakan sedekah?”_

Imam Ibnu Hajar menyebutkan di antara kandungan hadits ini adalah

     _bolehnya membawa anak kecil ke mesjid dan mendidik mereka dengan adab yang bermanfaat (bagi mereka), serta melarang mereka melakukan sesuatu yang membahayakan mereka sendiri, (yaitu dengan) melakukan hal-hal yang diharamkan (dalam agama),_ *_meskipun anak kecil belum dibebani kewajiban syariat_*, _agar mereka terlatih melakukan kebaikan tersebut_ *[Fathul Baari (3/355).]*

Kemudian, *hendaknya seorang kepala keluarga menyadari bahwa dengan melaksanakan perintah Allah Ta’ala ini, berarti dia telah mengusahakan kebaikan besar dalam rumah tangga tangganya,*
yang dengan ini akan banyak masalah dalam keluarganya yang teratasi, baik masalah di antara dia dengan istrinya, dengan anak-anaknya ataupun di antara sesama keluarganya.

*Bukankah penyebab terjadinya bencana secara umum,* ```termasuk bencana dalam rumah tangga, adalah perbuatan maksiat manusia?```
Allah Ta’ala berfirman,

     _“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan (dosa)mu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)”_ *(QS asy-Syuura:30).*

Inilah makna ucapan salah seorang ulama salaf yang mengatakan,

 *_“Sungguh (ketika) aku bermaksiat kepada Allah, maka aku melihat (pengaruh buruk) perbuatan maksiat tersebut pada tingkah laku istriku…“_*

Dan barangsiapa yang mengharapkan cinta dan kasih sayangnya terhadap keluarganya kekal abadi di dunia sampai di akhirat nanti, maka hendaknya dia melandasi cinta dan kasih sayangnya karena Allah semata-semata, *serta mengisinya dengan saling menasehati dan tolong menolong dalam ketaatan kepada-Nya.*

Allah Ta’ala berfirman,

     _“Orang-orang yang berkasih sayang pada waktu itu (di akhirat) menjadi musuh satu sama lainnya, kecuali orang-orang yang bertaqwa”_ *(QS. az-Zukhruf:67).*

*Ayat ini menunjukkan bahwa semua jalinan cinta dan kasih sayang di dunia yang bukan karena Allah maka di akhirat nanti berubah menjadi kebencian dan permusuhan,* dan yang kekal abadi hanyalah jalinan cinta dan kasih sayang karena-Nya *[ Lihat “Tafsir Ibnu Katsir” (4/170)]*

Lebih daripada itu, *dengan melaksanakan perintah Allah ini seorang hamba –dengan izin Allah Ta’ala– akan melihat pada diri istri dan anak-anaknya kebaikan yang akan menyejukkan pandangan matanya dan menyenangkan hatinya.*

Dan ini merupakan harapan setiap orang beriman yang menginginkan kebaikan bagi diri dan keluarganya. Oleh karena itulah Allah Ta’ala memuji hamba-hamba-Nya yang bertakwa ketika mereka mengucapkan permohonan ini kepada-Nya, dalam firman-Nya,

     _“Dan (mereka adalah) orang-orang yang berdoa: “Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri dan keturunan kami sebagai penyejuk (pandangan) mata (kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa”_ *(QS al-Furqan:74).*

Imam Hasan al-Bashri ketika ditanya tentang makna ayat di atas, beliau berkata,

     _“Allah akan memperlihatkan kepada hambanya yang beriman pada diri istri, saudara dan orang-orang yang dicintainya ketaatan (mereka) kepada Allah. Demi Allah tidak ada sesuatupun yang lebih menyejukkan pandangan mata seorang muslim dari pada ketika dia melihat anak, cucu, saudara dan orang-orang yang dicintainya taat kepada Allah Ta’ala“_ *[Dinukil oleh Ibnu Katsir dalam tafsir beliau (3/439)]*

Akhirnya, kami menutup tulisan ini dengan berdoa kepada Allah agar Dia senantiasa melimpahkan taufik-Nya kepada kita semua dalam menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya pada diri kita sendiri maupun keluarga kita.

     _"Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri dan keturunan kami sebagai penyejuk (pandangan) mata (kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa"_

Allohu a'lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar