📚 Bismillah...
Acara perhelatan tahunan selalu terulang setiap tahun dan memang selalu dibuat berulang, hingar bingar selalu mewarnai suasana perayaan pergantian tahun.
Umat islam pun tak kalah ketinggalan disetiap momen ini, dari mulai booking hotel sampai acara begadang menanti pergantian tahun selalu tak pernah ketinggalan, dari persiapan tiup trompet sampai pawai keliling, para orang tua pun menggiring anak anaknya untuk ikut serta dalam acara ini.
Padahal kita ketahui bahwa Islam hanya mengenal dua hari raya tahunan yaitu idhul fitri dan idhul adha, tapi justru kedua hari raya yang menjadi kebanggaan umat malah sepi, mereka lebih senang dengan hari raya orang orang diluar islam.
Tidak dihalalkan bagi seorang muslim untuk mengikuti perayaan keagamaannya orang kafir, dan tidak boleh mengucapkan selamat kepada mereka dengan alasan apapun, inilah perayaan terberat yang mengandung dosa, karena bisa jadi akan menjadikan pelakunya menjadi kafir.
Ibnul Qayyim _–rahimahullah-_ berkata:
“Adapun mengucapkan selamat pada syi’ar-syi’ar kekufuran secara khusus, hukumnya haram sebagaimana yang telah disepakati oleh para ulama, seperti mengucapkan selamat pada hari raya mereka dan pada saat mereka puasa, dengan mengatakan: “Selamat hari raya kepada Anda” atau “Selamat atas hari raya Anda” atau semacamnya, hal ini meskipun yang mengatakan selamat dari kekufuran, akan tetapi perkataan tersebut adalah haram, hal tersebut sama dengan mengucapkan selamat atas sujudnya mereka kepada salib, bahkan hal tersebut sebesar-besarnya dosa kepada Alloh, lebih dimurkai dari pada ucapan selamat atas minuman keras, pembunuhan, berzina, dan semacamnya”. (Ahkam Ahludz Dzimmah: 3/211)
Terompet dan sejenis bunyi bunyian selalu mewarnai acara pergantian tahun, dan memang sepertinya tidak meriah tanpa ini, padahal terompet dan bunyi bunyian merupakan syiar orang orang diluar islam,
Dari Abu ‘Umair bin Anas dari paman-pamannya dari kalangan Anshar berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallammemikirkan tentang shalat, yaitu bagaimana cara mengumpulkan manusia untuk shalat. Dikatakan kepada beliau, “Kibarkan bendera saat tiba waktu shalat. Jika kaum muslimin melihatnya, maka sebagian menyeru (memberi tahu) kepada yang lain.”Namun beliau tidak menyukai hal itu.
Kemudian Abu ‘Umair berkata, “Lantas disebutkan kepada beliau tentang al-Qun’u yaitu terompet (dalam satu riwayat: terompet Yahudi) dan beliau tetap tidak menyukainya dan bersabda,
هُوَ مِنْ أَمْرِ الْيَهُوْد
‘Terompet itu dari Yahudi’.”
Abu ‘Umair berkata, “Disebutkan kepada beliau tentang lonceng. Maka beliau bersabda,
هُوَ مِنْ أَمْرِ النَّصَارَى
‘Lonceng itu dari Nasrani’.”
Pulanglah Abdullah bin Zaid bin Abdi Rabbihi, dan dia adalah orang yang perhatian terhadap apa yang dipikirkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam maka dia diperlihatkan adzan dalam tidurnya.”
(Ini adalah hadits sahih yang diriwayatkan dalam kitab Shahih Sunan Abu Dawud no. 511 dan disebutkan di dalam kitab itu para imam yang menyatakan sahih).
Berusaha untuk tidak larut dalam acara tsb diatas memang tidak mudah, kecuali atas dasar iman dan kecintaan kepada apa apa yang Allah Ta'ala perintahkan dan menghindari dari yang Allah Ta'ala larang, ditambah dengan kecintaan kepada sunnah NabiNya pun merupakan tanda jati diri seorang muslim sejati, disinilah peran utama keluarga muslim dalam mentarbiyah keluarga dan anak anak mereka sejak dini, sehingga kecintaan kepada syiar syiar lebih mereka utamakan daripada mengikuti acara acara yang tidak ada faidah dan manfaatnya didalam agama, apalagi didalam acara tsb mengandung dosa ringan hingga sampai pada taraf kekufuran, Semoga Allah Ta'ala memberi hidayah kepada seluruh umat muslim untuk berusaha meninggalkan acara acara yang tidak bermanfaat ini.
Wallahu a'lam
27 Desember 2018
SAUDARA IPAR ITU BUKAN MAHRAM
📚 Bismillah...
عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِيَّاكُمْ وَالدُّخُولَ عَلَى النِّسَاءِ فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ الأَنْصَارِ يَا رَسُولَ اللهِ أَفَرَأَيْتَ الْحَمْوَ قَالَ الْحَمْوُ الْمَوْتُ.
Uqbah ibn Amir meriwayatkan hadis bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, _“Janganlah kalian mengunjungi wanita.”_ Seorang sahabat Anshar bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana dengan saudara ipar?” Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, _“Saudara ipar itu kematian.”_ (HR. al-Bukhari No.5232)
Intisari makna hadis: Hadits ini menunjukkan bahwa saudara ipar bukanlah mahram. Sehingga tidak dihalalkan berdua-duaan atau berkhalwat dengannya.
Imam an-Nawawi mengatakan dalam Syarh Shahih Muslim bahwa kekhawatiran dan fitnah yang disebabkan saudara ipar lebih besar dibanding orang lain. Kemungkinan terjadinya keburukan juga ada, sebab saudara ipar memiliki akses untuk bertemu dan berdua-duaan dengan wanita tanpa ada rasa curiga, tidak seperti lelaki asing.
عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِيَّاكُمْ وَالدُّخُولَ عَلَى النِّسَاءِ فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ الأَنْصَارِ يَا رَسُولَ اللهِ أَفَرَأَيْتَ الْحَمْوَ قَالَ الْحَمْوُ الْمَوْتُ.
Uqbah ibn Amir meriwayatkan hadis bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, _“Janganlah kalian mengunjungi wanita.”_ Seorang sahabat Anshar bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana dengan saudara ipar?” Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, _“Saudara ipar itu kematian.”_ (HR. al-Bukhari No.5232)
Intisari makna hadis: Hadits ini menunjukkan bahwa saudara ipar bukanlah mahram. Sehingga tidak dihalalkan berdua-duaan atau berkhalwat dengannya.
Imam an-Nawawi mengatakan dalam Syarh Shahih Muslim bahwa kekhawatiran dan fitnah yang disebabkan saudara ipar lebih besar dibanding orang lain. Kemungkinan terjadinya keburukan juga ada, sebab saudara ipar memiliki akses untuk bertemu dan berdua-duaan dengan wanita tanpa ada rasa curiga, tidak seperti lelaki asing.
26 Desember 2018
ISLAM AKAN PAMIT DARI INDONESIA (Semoga Islam berjaya di Indonesia)
* *PREDIKSI PROF KARIM JOGJA (SEBAGAI BAHAN RENUNGAN)*
🌻💫🌻💫🌻💫🌻💫🌻💫🌻💫🌻💫🌻
*Saya Pernah Membaca dari Buku Sejarah yang Menjelaskan Bahwa, Islam Pernah Jaya di Andalusia (Spanyol dan Portugal/Portugis). Pada waktu kejayaannya jmlh muslim Andalusia mcapai 80% dari seluruh jumlah penduduknya. Karena Ummat Islam Tidak Menjaganya dengan Baik, Akhirnya Islam di Andalusia Hilang dan Andalusia Jatuh Ke Tangan Orang-Orang Nasrani.*
*Seluruh muslim Andalusia dipaksa murtad oleh para tentara salib atau mereka dibunuh jika tetap mempertahankan keyakinannya, sampai akhirnya Islam di Andalusia lenyap dan tiada satupun orang berpredikat Muslim pada akhir abad 16.*
*Sejarah Juga Mencatat Bahwa, Islam Pun Pernah Jaya di Afrika Timur. Tapi Lagi-Lagi Islam Minggat Dari Afrika timur, krn Bangsa Afrika timur Tidak Pandai Mengurusnya. Muslim Philipina Pernah 100% dg dipimpin kesultanan Manila, Saat ini Hanya Tinggal 2% Saja. Penduduk Muslim Singapura dalam Catatan Sejarah Mencapai 93%, Sekarang hanya Tinggal 15%.*
*Saya Merasa Khawatir, Penduduk Indonesia yang Pernah Mencapai 95% sebelum thn 80an skarang hanya mencapai 87%, 10 Atau 15 Tahun Lagi Entah Akan Tinggal Berapa Persen Lagi ? Akankah Islam Malah Akan Hilang Dr Indonesia?*
*Wahai Ummat Islam Indonesia. Bila NKRI ini yg Berpenduduk yg aslinya Muslim 95% Tidak Sanggup Kita Jaga, Islam Tidak Hanya Akan Hilang Dari Bumi Nusantara Ini, Tapi Malah Sejarah Kelam di Spanyol Bakal Terulang di Indonesia. Bila ini Terjadi, Sungguh sangat Pilu jika Anak-Anak Muslim Indonesia Suatu Saat akan Diberikan 3 (Tiga) Pilihan :*
*1. Masuk Nasrani*
*2. Dibunuh, Atau*
*3. Keluar dari Bumi Indonesia.*/
*Ingat Wahai Saudara-Ku Muslim, "Islam Tidak Akan Pernah Musnah Dari Dunia, Tapi Islam Bisa Hilang Dari Bumi Indonesia". Lihatlah Keadaan Ummat Islam Saat ini, Rata-rata Pelosok Daerah Orang-2 Muslim Diadu Domba. Sesama Muslim Kita Saling Bermusuhan, Tapi deqan Non Muslim Kita Bela Habis-Habisan, dan Malah dengan Senang Hati Memasang Badan.*
*Di depan Mata Kita Hari ini, Fenomena ini Sedang Terjadi. Muslim satu Dengan Muslim Lainnya Sedang Saling Menyalahkan dan Saling Menyerang. Lihatlah Partai-Partai Yang di Dalamnya Mayoritas Muslim, Partai Muslim Pecah, Partai Muslim Kisruh, Partai Muslim Terbelah Dua. Organisasi Muslim Seperti NU, Adalah Oranganisasi yang Punya Catatan Bahwa Anggotanya Pernah Memerdeka-kan Indonesia. Tapi Saat ini Apa yang Terjadi?*
*Satu-Satu Anggota NU "Diculik" agar Berseberangan Dengan Anggota NU Lainnya. Miris, Anggota NU yang Di "Culik" ini, Terang-Terangan Membela NON MUSLIM dan Menyalahkan Ulama Muslim yang Istiqamah dengan Keislaman-nya. Ada Apa Ini ???*
*Jawabannya Adalah, Islam Sedang digerogoti dari Dalam, Islam sedang Dihancurkan Melalui Tangan-Tangan Muslim itu Sendiri. Saya Merasa Khawatir, Suatu Hari Nanti, Muslim Indonesia Mati Bukan Krn Nuklir Yahudi, Muslim Nusantara Bukan Mati Karena Senjata musuhnya Islam. Tapi Muslim Indonesia Akan Musnah Karena Pertikaian dan Perang Saudara.*
*Kebanyakan majelis-majelis NU yang didirikan hanya membicarakan masalah khilafiyah dan memusuhi golongan muslim yang lain. Padahal ada hal lebih penting daripada terus mengurusi hal-hal yang justru menggoyahkan persatuan sesama Muslim. Muslim NU mencapai 60% dari total penduduk Indonesia, namun muslim NU lah yang menjadi mayoritas penduduk miskin dan berpendidikan rendah di Indonesia.*
*Berbeda dengan Muhammadiyah yg menguasai Ekonomi dan pendidikan Indonesia, juga Wahabi yang di lindungi oleh pemerintahan Arab Saudi, sehingga sulit diserang kaum Salibis. Kaum Muslim NU akhirnya menjadi sasaran empuk Kristenisasi, sehingga tak bisa dipungkiri banyak muslim NU yang murtad dari agamanya. Merekalah penyebab mengapa muslim Indonesia terus berkurang dari 95% menjadi 87% saat ini.*
*Wahai kaum Nahdhiyyin, wahai jama'ah Ansor, wahai Partai PKB, wahai partai PPP, wahai jama'ah Banser, dan semua anggota NU lainnya, sadarlah ! Bukalah mata, bukalah hati. Janganlah anda semua larut dalam masalah perbedaan Khilafiyah dan urusan politik shg anda semua lupa jika NU sedang diserang Kristenisasi, sehingga anda lupa jika generasi muda NU sedang diserang westernisasi dan narkoba.*
*Ayo sadarlah dan jadilah NU yang dulu. NU yang berjuang melawan orang-orang kafir penjajah, NU yang berjuang melindungi aswaja dari serangan budaya Barat.*
*Jadilah NU yang tidak pragmatis, NU yang bukan jadi pengendara Politik. Janganlah anda semua terlalaikan oleh nasib umat hanya karena masalah khilafiyah, tapi fokuslah untuk memerangi bangsa penjajah untuk melindungi umat dari kekafiran, untuk melindungi akidah kaum generasi muda NU.*
*Buktikanlah pada ormas-ormas di luar NU bahwa anda semua dapat mengalahkan kristenisasi dan westernisasi dari kaum penjajah, sebagaimana anda dulu pernah mengalahkan agresi Belanda dan Sekutu. Dahulu NU berperang dlm melawan penjajahan Politik dan negara, skrg kewajiban NU adalah berperang melawan penjajahan agama dan budaya.*
*_Wahai Saudara-Ku Seiman :_*
_*Kita Sedang diadu Domba.*_
_*Remaja Kita Sedang Diracuni Narkoba.*_
*_Sumber daya alam kita tlh dikuras habis-habisan setiap hari oleh bangsa-bangsa Penjajah_*
*_Partai Muslim Sedang terbagi-bagi dan terpecah belah._*
*_Organisasi Muslim dibuat Haru Hara._*
_*Buka Mata Bukalah Telinga.*_
_*Buka Mata Hati Wahai Bangsa.*_
_*Muslim Indonesia Terbesar di Dunia sehingga menjadi incaran terpenting bangsa-2 Penjajah untuk menghancurkan Islam dan negeri ini.*_
*_Hindari Pertengkaran antar Sesama._*
_*Jaga NKRI Wahai Pemuda.*_
*_Jangan dijual untuk Bangsa China._*
*_Kita Wariskan NKRI Untuk Anak Cucu Kita._*
*_Karena Indonesia Warisan Kakek Kita._*
(Prof. Karim Jogja)
*Kondisi ini adalah "By Design" dari Kelompok musuh Islam.. kita memang sepatutnya harus berhati2... apa lagi dibuat Idiom macam2 Ada Islam Nusantara Islam Pancasila, Islam NKRI, Islam Toleran dan Islam Radikal dan lain2nya ini adalah salah satu cara yang paling ampuh untuk memecah belah.*
*Kita harus cerdas menyikapi kondisi ini, hanya dengan merapatkan barisan/ Shaf2 serta selalu membangun Silahturahmi dan Silahturahim secara intensif dan istiqomah membangun kembali kejayaan dari Ukhuwah Islamiyyah, maka gerakan pendegradasian Islam akan terpinggirkan dan terlemparkan/mental dengan sendirinya _renungan_ untuk kita semua.*
🌻💫🌻💫🌻💫🌻💫🌻💫🌻💫🌻💫🌻
*Saya Pernah Membaca dari Buku Sejarah yang Menjelaskan Bahwa, Islam Pernah Jaya di Andalusia (Spanyol dan Portugal/Portugis). Pada waktu kejayaannya jmlh muslim Andalusia mcapai 80% dari seluruh jumlah penduduknya. Karena Ummat Islam Tidak Menjaganya dengan Baik, Akhirnya Islam di Andalusia Hilang dan Andalusia Jatuh Ke Tangan Orang-Orang Nasrani.*
*Seluruh muslim Andalusia dipaksa murtad oleh para tentara salib atau mereka dibunuh jika tetap mempertahankan keyakinannya, sampai akhirnya Islam di Andalusia lenyap dan tiada satupun orang berpredikat Muslim pada akhir abad 16.*
*Sejarah Juga Mencatat Bahwa, Islam Pun Pernah Jaya di Afrika Timur. Tapi Lagi-Lagi Islam Minggat Dari Afrika timur, krn Bangsa Afrika timur Tidak Pandai Mengurusnya. Muslim Philipina Pernah 100% dg dipimpin kesultanan Manila, Saat ini Hanya Tinggal 2% Saja. Penduduk Muslim Singapura dalam Catatan Sejarah Mencapai 93%, Sekarang hanya Tinggal 15%.*
*Saya Merasa Khawatir, Penduduk Indonesia yang Pernah Mencapai 95% sebelum thn 80an skarang hanya mencapai 87%, 10 Atau 15 Tahun Lagi Entah Akan Tinggal Berapa Persen Lagi ? Akankah Islam Malah Akan Hilang Dr Indonesia?*
*Wahai Ummat Islam Indonesia. Bila NKRI ini yg Berpenduduk yg aslinya Muslim 95% Tidak Sanggup Kita Jaga, Islam Tidak Hanya Akan Hilang Dari Bumi Nusantara Ini, Tapi Malah Sejarah Kelam di Spanyol Bakal Terulang di Indonesia. Bila ini Terjadi, Sungguh sangat Pilu jika Anak-Anak Muslim Indonesia Suatu Saat akan Diberikan 3 (Tiga) Pilihan :*
*1. Masuk Nasrani*
*2. Dibunuh, Atau*
*3. Keluar dari Bumi Indonesia.*/
*Ingat Wahai Saudara-Ku Muslim, "Islam Tidak Akan Pernah Musnah Dari Dunia, Tapi Islam Bisa Hilang Dari Bumi Indonesia". Lihatlah Keadaan Ummat Islam Saat ini, Rata-rata Pelosok Daerah Orang-2 Muslim Diadu Domba. Sesama Muslim Kita Saling Bermusuhan, Tapi deqan Non Muslim Kita Bela Habis-Habisan, dan Malah dengan Senang Hati Memasang Badan.*
*Di depan Mata Kita Hari ini, Fenomena ini Sedang Terjadi. Muslim satu Dengan Muslim Lainnya Sedang Saling Menyalahkan dan Saling Menyerang. Lihatlah Partai-Partai Yang di Dalamnya Mayoritas Muslim, Partai Muslim Pecah, Partai Muslim Kisruh, Partai Muslim Terbelah Dua. Organisasi Muslim Seperti NU, Adalah Oranganisasi yang Punya Catatan Bahwa Anggotanya Pernah Memerdeka-kan Indonesia. Tapi Saat ini Apa yang Terjadi?*
*Satu-Satu Anggota NU "Diculik" agar Berseberangan Dengan Anggota NU Lainnya. Miris, Anggota NU yang Di "Culik" ini, Terang-Terangan Membela NON MUSLIM dan Menyalahkan Ulama Muslim yang Istiqamah dengan Keislaman-nya. Ada Apa Ini ???*
*Jawabannya Adalah, Islam Sedang digerogoti dari Dalam, Islam sedang Dihancurkan Melalui Tangan-Tangan Muslim itu Sendiri. Saya Merasa Khawatir, Suatu Hari Nanti, Muslim Indonesia Mati Bukan Krn Nuklir Yahudi, Muslim Nusantara Bukan Mati Karena Senjata musuhnya Islam. Tapi Muslim Indonesia Akan Musnah Karena Pertikaian dan Perang Saudara.*
*Kebanyakan majelis-majelis NU yang didirikan hanya membicarakan masalah khilafiyah dan memusuhi golongan muslim yang lain. Padahal ada hal lebih penting daripada terus mengurusi hal-hal yang justru menggoyahkan persatuan sesama Muslim. Muslim NU mencapai 60% dari total penduduk Indonesia, namun muslim NU lah yang menjadi mayoritas penduduk miskin dan berpendidikan rendah di Indonesia.*
*Berbeda dengan Muhammadiyah yg menguasai Ekonomi dan pendidikan Indonesia, juga Wahabi yang di lindungi oleh pemerintahan Arab Saudi, sehingga sulit diserang kaum Salibis. Kaum Muslim NU akhirnya menjadi sasaran empuk Kristenisasi, sehingga tak bisa dipungkiri banyak muslim NU yang murtad dari agamanya. Merekalah penyebab mengapa muslim Indonesia terus berkurang dari 95% menjadi 87% saat ini.*
*Wahai kaum Nahdhiyyin, wahai jama'ah Ansor, wahai Partai PKB, wahai partai PPP, wahai jama'ah Banser, dan semua anggota NU lainnya, sadarlah ! Bukalah mata, bukalah hati. Janganlah anda semua larut dalam masalah perbedaan Khilafiyah dan urusan politik shg anda semua lupa jika NU sedang diserang Kristenisasi, sehingga anda lupa jika generasi muda NU sedang diserang westernisasi dan narkoba.*
*Ayo sadarlah dan jadilah NU yang dulu. NU yang berjuang melawan orang-orang kafir penjajah, NU yang berjuang melindungi aswaja dari serangan budaya Barat.*
*Jadilah NU yang tidak pragmatis, NU yang bukan jadi pengendara Politik. Janganlah anda semua terlalaikan oleh nasib umat hanya karena masalah khilafiyah, tapi fokuslah untuk memerangi bangsa penjajah untuk melindungi umat dari kekafiran, untuk melindungi akidah kaum generasi muda NU.*
*Buktikanlah pada ormas-ormas di luar NU bahwa anda semua dapat mengalahkan kristenisasi dan westernisasi dari kaum penjajah, sebagaimana anda dulu pernah mengalahkan agresi Belanda dan Sekutu. Dahulu NU berperang dlm melawan penjajahan Politik dan negara, skrg kewajiban NU adalah berperang melawan penjajahan agama dan budaya.*
*_Wahai Saudara-Ku Seiman :_*
_*Kita Sedang diadu Domba.*_
_*Remaja Kita Sedang Diracuni Narkoba.*_
*_Sumber daya alam kita tlh dikuras habis-habisan setiap hari oleh bangsa-bangsa Penjajah_*
*_Partai Muslim Sedang terbagi-bagi dan terpecah belah._*
*_Organisasi Muslim dibuat Haru Hara._*
_*Buka Mata Bukalah Telinga.*_
_*Buka Mata Hati Wahai Bangsa.*_
_*Muslim Indonesia Terbesar di Dunia sehingga menjadi incaran terpenting bangsa-2 Penjajah untuk menghancurkan Islam dan negeri ini.*_
*_Hindari Pertengkaran antar Sesama._*
_*Jaga NKRI Wahai Pemuda.*_
*_Jangan dijual untuk Bangsa China._*
*_Kita Wariskan NKRI Untuk Anak Cucu Kita._*
*_Karena Indonesia Warisan Kakek Kita._*
(Prof. Karim Jogja)
*Kondisi ini adalah "By Design" dari Kelompok musuh Islam.. kita memang sepatutnya harus berhati2... apa lagi dibuat Idiom macam2 Ada Islam Nusantara Islam Pancasila, Islam NKRI, Islam Toleran dan Islam Radikal dan lain2nya ini adalah salah satu cara yang paling ampuh untuk memecah belah.*
*Kita harus cerdas menyikapi kondisi ini, hanya dengan merapatkan barisan/ Shaf2 serta selalu membangun Silahturahmi dan Silahturahim secara intensif dan istiqomah membangun kembali kejayaan dari Ukhuwah Islamiyyah, maka gerakan pendegradasian Islam akan terpinggirkan dan terlemparkan/mental dengan sendirinya _renungan_ untuk kita semua.*
MEREKA DIUJI SEKALI DUA KALI DALAM SETAHUN
📚 Bismillah...
Ketika manusia diuji dengan kesenangan yang terlalaikan sehingga melampaui batas, terkadang tanpa rasa malu bahkan terang terangan melakukan berbagai maksiat sehingga mengundang murka Allah Ta'ala.
Musibah tahunan merupakan teguran untuk umat ini karena merayakan dan melakukan kemaksiatan yang dilakukan setiap tahun... ditambah lagi perlakuan rezim ini.
Berbagai peringatan yang Allah Ta'ala berikan diberbagai pelosok suatu negri tidak menjadikan mereka semakin khusyu' bertaubat malah semakin bertambah menebar maksiat dimana mana, dan ini biasa terjadi di penghujung tahun, atau bisa jadi di tengah tengah pesta megah kemusyrikan.
Berbagai peringatan yang sudah Allah Ta'ala kabarkan, yaitu melalui bencana sebelumnya maupun melalui kalamNya juga lisan NabiNya sepertinya tak pernah membuat jera, bisa jadi ini peringatan penambah iman bisa jadi sebagai bentuk azab yang dari sebab itupula banyak diantara hambaNya bertaubat atau malah semakin kufur dan menantang Sang Pencipta dan Pengatur Alam semesta.
Allah Ta'ala, berfirman:
أَوَلَا يَرَوْنَ أَنَّهُمْ يُفْتَنُونَ فِى كُلِّ عَامٍ مَّرَّةً أَوْ مَرَّتَيْنِ ثُمَّ لَا يَتُوبُونَ وَلَا هُمْ يَذَّكَّرُونَ
"Dan tidakkah mereka (orang-orang munafik) memperhatikan bahwa mereka diuji sekali atau dua kali setiap tahun, namun mereka tidak (juga) bertobat dan tidak (pula) mengambil pelajaran?"
(QS. At-Taubah 9: Ayat 126)
Sudah menjadi sunatullah, bahwa dimana ada bencana pasti disitu ada kemaksiatan, orang orang munafik menyanggah semua bentuk kejadian tsb, fenomena alam serta bencana alam sepertinya kata kata yang berusaha menafi'kan adanya peran Allah Ta'ala, mereka para munafik ingin menghindar diri bahwa itu peringatan Allah Ta'ala, dan memang watak mereka demikian, karena pada dasarnya mereka beriman hanya dibibir sementara hatinya mengingkari, maka begitulah azab yang mesti mereka rasakan, sehingga banyak juga orang yang beriman yang terselamatkan karena ujian itu untuk semakin mantab imannya.
Diayat yang lain Allah Ta'ala berfirman,
سَنُرِيهِمْ ءَايٰتِنَا فِى الْأَافَاقِ وَفِىٓ أَنْفُسِهِمْ حَتّٰى يَتَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُ الْحَقُّ ۗ أَوَلَمْ يَكْفِ بِرَبِّكَ أَنَّهُۥ عَلٰى كُلِّ شَىْءٍ شَهِيدٌ
"Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kebesaran) Kami di segenap penjuru dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al-Qur'an itu adalah benar. Tidak cukupkah (bagi kamu) bahwa Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?"
(QS. Fussilat 41: Ayat 53)
وَمَا مَنَعَنَآ أَنْ نُّرْسِلَ بِالْأَايٰتِ إِلَّآ أَنْ كَذَّبَ بِهَا الْأَوَّلُونَ ۚ وَءَاتَيْنَا ثَمُودَ النَّاقَةَ مُبْصِرَةً فَظَلَمُوا بِهَا ۚ وَمَا نُرْسِلُ بِالْأَايٰتِ إِلَّا تَخْوِيفًا
"Dan tidak ada yang menghalangi Kami untuk mengirimkan (kepadamu) tanda-tanda (kekuasaan Kami), melainkan karena (tanda-tanda) itu telah didustakan oleh orang terdahulu. Dan telah Kami berikan kepada kaum Samud unta betina (sebagai mukjizat) yang dapat dilihat, tetapi mereka menganiaya (unta betina itu). Dan Kami tidak mengirimkan tanda-tanda itu melainkan untuk menakut-nakuti."
(QS. Al-Isra' 17: Ayat 59)
Al Allamah Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan : “Pada sebagian waktu, Allah Ta'ala memberikan ijin kepada bumi untuk bernafas, lalu terjadilah gempa yang dahsyat. Dari peristiwa itu, lalu timbul rasa takut pada diri hamba-hamba Allah Ta'ala, rasa taubat dan berhenti dari perbuatan maksiat, tunduk kepada Allah Ta'ala dan penyesalan. Sebagaimana perkataan sebagian ulama Salaf, pasca gempa,’Sesungguhnya Rabb kalian mencela kalian’. Umar bin Khaththab Radhiyallahu ‘anhu, pasca gempa di Madinah menyampaikan khutbah dan nasihat; beliau Radhiyallahu ‘anhu mengatakan,’Jika terjadi gempa lagi, saya tidak akan mengijinkan kalian tinggal di Madinah’.” Selesai – perkataan Ibnul Qayyim rahimahullah.
Atsar-atsar dari Salaf tentang hal ini sangat banyak. Maka saat terjadi gempa atau peristiwa lain, seperti gerhana, angin ribut atau banjir, wajib segera bertaubat kepada Allah Ta'ala, merendahkan diri kepadaNya dan memohon ‘afiyah kepadaNya, memperbanyak dzikir dan istighfar.
Diriwayatkan dari ‘Umar bin Abdul ‘Aziz rahimahullah, bahwa saat terjadi gempa, dia menulis surat kepada pemerintah daerah agar bershodaqoh.
Diantara faktor terselamatkan dari segala keburukan, yaitu pemerintah segera memegang kendali rakyat dan mengharuskan agar konsisten dengan al haq, menerapkan hukum Allah Ta'ala di tengah-tengah mereka, memerintahkan kepada yang ma’ruf serta mencegah berbagai kemungkaran, kemaksiatan disetiap pelosok negri.
Wallahu a'lam
Ketika manusia diuji dengan kesenangan yang terlalaikan sehingga melampaui batas, terkadang tanpa rasa malu bahkan terang terangan melakukan berbagai maksiat sehingga mengundang murka Allah Ta'ala.
Musibah tahunan merupakan teguran untuk umat ini karena merayakan dan melakukan kemaksiatan yang dilakukan setiap tahun... ditambah lagi perlakuan rezim ini.
Berbagai peringatan yang Allah Ta'ala berikan diberbagai pelosok suatu negri tidak menjadikan mereka semakin khusyu' bertaubat malah semakin bertambah menebar maksiat dimana mana, dan ini biasa terjadi di penghujung tahun, atau bisa jadi di tengah tengah pesta megah kemusyrikan.
Berbagai peringatan yang sudah Allah Ta'ala kabarkan, yaitu melalui bencana sebelumnya maupun melalui kalamNya juga lisan NabiNya sepertinya tak pernah membuat jera, bisa jadi ini peringatan penambah iman bisa jadi sebagai bentuk azab yang dari sebab itupula banyak diantara hambaNya bertaubat atau malah semakin kufur dan menantang Sang Pencipta dan Pengatur Alam semesta.
Allah Ta'ala, berfirman:
أَوَلَا يَرَوْنَ أَنَّهُمْ يُفْتَنُونَ فِى كُلِّ عَامٍ مَّرَّةً أَوْ مَرَّتَيْنِ ثُمَّ لَا يَتُوبُونَ وَلَا هُمْ يَذَّكَّرُونَ
"Dan tidakkah mereka (orang-orang munafik) memperhatikan bahwa mereka diuji sekali atau dua kali setiap tahun, namun mereka tidak (juga) bertobat dan tidak (pula) mengambil pelajaran?"
(QS. At-Taubah 9: Ayat 126)
Sudah menjadi sunatullah, bahwa dimana ada bencana pasti disitu ada kemaksiatan, orang orang munafik menyanggah semua bentuk kejadian tsb, fenomena alam serta bencana alam sepertinya kata kata yang berusaha menafi'kan adanya peran Allah Ta'ala, mereka para munafik ingin menghindar diri bahwa itu peringatan Allah Ta'ala, dan memang watak mereka demikian, karena pada dasarnya mereka beriman hanya dibibir sementara hatinya mengingkari, maka begitulah azab yang mesti mereka rasakan, sehingga banyak juga orang yang beriman yang terselamatkan karena ujian itu untuk semakin mantab imannya.
Diayat yang lain Allah Ta'ala berfirman,
سَنُرِيهِمْ ءَايٰتِنَا فِى الْأَافَاقِ وَفِىٓ أَنْفُسِهِمْ حَتّٰى يَتَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُ الْحَقُّ ۗ أَوَلَمْ يَكْفِ بِرَبِّكَ أَنَّهُۥ عَلٰى كُلِّ شَىْءٍ شَهِيدٌ
"Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kebesaran) Kami di segenap penjuru dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al-Qur'an itu adalah benar. Tidak cukupkah (bagi kamu) bahwa Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?"
(QS. Fussilat 41: Ayat 53)
وَمَا مَنَعَنَآ أَنْ نُّرْسِلَ بِالْأَايٰتِ إِلَّآ أَنْ كَذَّبَ بِهَا الْأَوَّلُونَ ۚ وَءَاتَيْنَا ثَمُودَ النَّاقَةَ مُبْصِرَةً فَظَلَمُوا بِهَا ۚ وَمَا نُرْسِلُ بِالْأَايٰتِ إِلَّا تَخْوِيفًا
"Dan tidak ada yang menghalangi Kami untuk mengirimkan (kepadamu) tanda-tanda (kekuasaan Kami), melainkan karena (tanda-tanda) itu telah didustakan oleh orang terdahulu. Dan telah Kami berikan kepada kaum Samud unta betina (sebagai mukjizat) yang dapat dilihat, tetapi mereka menganiaya (unta betina itu). Dan Kami tidak mengirimkan tanda-tanda itu melainkan untuk menakut-nakuti."
(QS. Al-Isra' 17: Ayat 59)
Al Allamah Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan : “Pada sebagian waktu, Allah Ta'ala memberikan ijin kepada bumi untuk bernafas, lalu terjadilah gempa yang dahsyat. Dari peristiwa itu, lalu timbul rasa takut pada diri hamba-hamba Allah Ta'ala, rasa taubat dan berhenti dari perbuatan maksiat, tunduk kepada Allah Ta'ala dan penyesalan. Sebagaimana perkataan sebagian ulama Salaf, pasca gempa,’Sesungguhnya Rabb kalian mencela kalian’. Umar bin Khaththab Radhiyallahu ‘anhu, pasca gempa di Madinah menyampaikan khutbah dan nasihat; beliau Radhiyallahu ‘anhu mengatakan,’Jika terjadi gempa lagi, saya tidak akan mengijinkan kalian tinggal di Madinah’.” Selesai – perkataan Ibnul Qayyim rahimahullah.
Atsar-atsar dari Salaf tentang hal ini sangat banyak. Maka saat terjadi gempa atau peristiwa lain, seperti gerhana, angin ribut atau banjir, wajib segera bertaubat kepada Allah Ta'ala, merendahkan diri kepadaNya dan memohon ‘afiyah kepadaNya, memperbanyak dzikir dan istighfar.
Diriwayatkan dari ‘Umar bin Abdul ‘Aziz rahimahullah, bahwa saat terjadi gempa, dia menulis surat kepada pemerintah daerah agar bershodaqoh.
Diantara faktor terselamatkan dari segala keburukan, yaitu pemerintah segera memegang kendali rakyat dan mengharuskan agar konsisten dengan al haq, menerapkan hukum Allah Ta'ala di tengah-tengah mereka, memerintahkan kepada yang ma’ruf serta mencegah berbagai kemungkaran, kemaksiatan disetiap pelosok negri.
Wallahu a'lam
ALASAN MUSLIM TIDAK MENGUCAPKAN SELAMAT NATAL DAN TAHUN BARU
Allohu Ta'ala berfirman,
_“Dan tolong-menolonglah kalian dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.”_ (QS. Al-Maidah: 2).
.
_“Bagi kalian agama kalian, bagiku agamaku.”_ (QS. Al-Kafirun: 6).
.
🗣Meskipun ucapan selamat hanyalah sebuah ucapan yang ringan, namun menjadi masalah yang berat dalam hal aqidah. Sebagaimana ketika seorang kafir ingin masuk Islam, Bukankah hanya cukup diawali dengan Membaca 2 Kalimat Syahadat?
.
⛰Disinilah Komitmen sebagai seorang muslim terhadap ke-Tauhid-an Alloh di uji, yaitu meyakini dengan sungguh-sungguh dan ikhlas bahwa tidak ada Tuhan Yang Berhak di ibadahi selain-Nya dan Tuhan dari seorang muslim itu hanya Satu tidak meyakini adanya tuhan selain Alloh Subhanahu wa Ta’ala..
.
❌Jadi sangatlah keliru jika seorang muslim memiliki keinginan atau bahkan dianggap wajib untuk megucapkan selamat atas hari raya dari agama lain, yang menyakini adanya tuhan selain Alloh. Dengan kata lain ia telah berselingkuh pada Tuhan-Nya sendiri baik disadarinya maupun tanpa disadarinya.
.
👉🏻 Berikut kami kutip fatwa dari ulama kontemporer terkait hal ini:
.
👤 Syaikh Ibnu Utsaimin, Menjawab ketika ada yang bertanya terkait hal ini:
🎙"Mengucapkan selamat kepada orang-orang kafir dengan ucapan selamat natal atau ucapan-ucapan lainnya yang berkaitan dengan perayaan agama mereka hukumnya haram, hukum ini telah disepakati.
.
📖Sebagaimana kutipan dari *Ibnul Qayyim rohimahullah* dalam bukunya Ahkam Ahl Adz-Dzimmah, yang mana beliau menyebutkan, *"Adapun ucapan selamat terhadap simbol-simbol kekufuran secara khusus, disepakati hukumnya haram."*
🎉Misalnya, mengucapkan selamat atas hari raya atau puasa mereka dengan mengatakan, 'Hari yang diberkahi bagimu' atau 'Selamat merayakan hari raya ini' dan sebagainya.
📚 Dalam kitab Musnad dan Sunnan diriwayatkan bahwasanya Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
.
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
_“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum (komunitas), maka dia termasuk bagian dari kaum (komunitas) tersebut.”_ (HR. Abu Daud dan dishahihkan Al-Albani)
.
🍃Sahabat, Banyak orang menganggap remeh permasalahan ini, mereka menyatakan tidak turut serta dalam aktivitas kesyirikan yang dilakukan kaum Nasrani. Hanya saja ini mereka ingin menghargai hari besar agama lain.
🎯Namun Tegas Islam menyatakan bahwa Menghargai dan memberi apresiasi terhadap ritual yang keliru, tidaklah diperkenankan, bahkan semestinya seseorang mengingkari perbutan kemunkaran tersebut dan berusaha mengadakan perbaikan. Wallahu A'lam
💦 Semoga Allâh Subhanahu wa Ta’ala selalu menjaga kita dari segala keburukan dan membimbing kita di dalam segala kebaikan. Aamiin
_____________
📚Rujukan:
Al-Majmu' Ats-Tsamin, Syaikh Ibnu Utsaimin, juz 3.
Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 2, penerbit Darul Haq.
--------------------------------
📲Yuk Bantu Share pesan ini, semoga menjadi amal jariyah yang tidak akan terputus pahalanya...
•════◎❅◎❦۩❁۩❦◎❅◎═════•
👉🏻 Donasi Dakwah Fajri FM:
🏧 BSM: 7068-790-268
(Tersedia no.rek. lainnya)
A.N. Yayasan Peduli Fajar Imani
🔰 *Mohon Tambahkan Rp3, jika anda mendukung prog. Dakwah Jariyah Fajri & Cabang-cabangnya.*
Misal Rp500.003,-
.
📲 *Konfirmasi Transfer ZISWAF JARIYAH* :
📩WA/SMS/TELP.: 082122651199
(DUTA FAJRI/DonasiDakwahFajrifm
DOA KESELAMATAN DARI MADHARAT
📘 Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
⛺ Barangsiapa yang singgah di suatu tempat, kemudian mengucapkan,
أَعُوذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّاتِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ
"Aku berlindung dengan Kalimatullah Yang Sempurna dari kejelekan makhluk yang Dia ciptakan."
Niscaya tidak ada satu pun yang mampu menimpakan madharat padanya hingga ia beranjak dari tempatnya tersebut.
🌵 Pernah ada seseorang yang datang kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam, lalu mengatakan, "Wahai Rasulullah, aku dapati ada seekor kalajengking yang menyengatku tadi malam."
▶ Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
"Ketahuilah, seandainya kemarin sore engkau mengucapkan,
أَعُوذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّاتِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ
Niscaya kalajengking itu tidak akan memudharatkanmu."
📚 *Sumber: Shahih Muslim, hadits no. 2709*
•┈┈•••○○❁🌿❁○○•••┈┈•
*📭 Share yuk*
*Semoga saudara-saudara kita mendapatkan faedah*
🌐 www.fajrifm.com
📲 085218208707
SEPERTI APA MOTIVASI CINTA ISLAMI?
DAN BUKTIKAN CINTA KITA BUKAN SEKEDAR DIKATA...!!!
Bahasan tentang mahabbah atau cinta selalu menjadi perbincangan yang menyenangkan untuk dibahas oleh kalangan perempuan. Seperti kita tahu bahwa banyak kalangan muda mudi yang tak peduli halal dan tidak dengan asyiknya bercengkrama, besenda gurau, saling berkasih sayang, dan dengan mudahnya mengatasnamakan cinta. Mereka bilang, “kalau sudah cinta mau apa?” Padahal bisa saja itu bukan cinta, tapi nafsu yang menjelma menjadi kata cinta agar terdengar lebih halus saja. Ada juga sebagian orang yang menyadari bahwa perilaku di atas bukanlah hal yang patut dilakukan dalam islam, kemudian muncullah pertanyaan. “Lalu, bagaimana sih sebenarnya motivasi cinta islami?”
Perlu dipahami bahwa setiap manusia memiliki cinta dan membutuhkan cinta. Tanpa cinta, dunia akan hancur. Allah Ta'ala menciptakan alam dan seisinya karena cinta. Peperangan terjadi karena kebencian, lalu muncul gerakan perdamaian karena alasan cinta. Manusia membutuhkan cinta untuk menciptakan kedamaian dalam diri dan lingkungan sekitarnya. Namun belakangan makna cinta menjadi sempit hanya pada batas “dua sejoli” saja. Padahal makna cinta lebih dari sekedar itu.
Abu Naufal pernah ditanya, “Apakah seseorang bisa menghindar dari cinta?” Dia menjawab, “Bisa, asalkan dia seseorang yang berhati keras dan kurang ajar, yang tidak memiliki keutamaan dan kepintaran. Walaupun seseorang hanya memiliki perangai dan akhlak penduduk Hijaz dan Irak yang paling rendah sekalipun, tentu dia tidak bisa menghindar dari yang namanya cinta.”
Ali bin Abdah pernah berkata, “Tidak mungkin seseorang bisa terlepas dari cinta, kecuali dia orang yang buruk perangainya, lemah, atau kurang waras.”
Bagi para calon Ibu, sudah sepatutnya kita memahami mau kemana kita membawa cinta kita, kepada fitrahnya lagi kah? Atu justru kepada fitnah? Untuk menjadi istri sholihah perlu adanya persiapan sebelum benar-benar dipertemukan dengan si suami sholih. Pastikan hati benar-benar bersih dari penyakit-penyakit cinta yang menimbulkan fitnah. Pastikan ruang kosong itu benar-benar calon Ibu siapkan untuk si calon Suami yang sholih saja.
Cinta dapat membawa seseorang pada kebaikan, namun cinta dapat pula membawa seseorang pada keburukan. Semua ini tergantung pada bagaimana orang itu menyikapinya. Ibnul Qayyim Al-Jauziy membagi jenis cinta menjadi dua agar tidak timbul kesalahan persepsi. Yaitu jenis cinta yang bermanfaat dan jenis cinta yang membahayakan.
*Mahabbatullah* (Cinta kepada Allah)
Cinta ini termasuk cinta yang hakiki, ini merupakan motivasi cinta yang paling islami. Kita sebagai makhluk-Nya, wajib memiliki cinta jenis ini jika kita ingin bahagia di dunia dan akhirat. Setelah rasa cinta terhadap Allah Ta'ala tertanam kuat, maka kita akan melakukan apapun yang Allah Ta'ala inginkan. Dan menjauhi apapun yang tidak Allah Ta'ala sukai. Ketika Allah Ta'ala membalas cinta kita, kita akan mendapatkan kebahagiaan yang hakiki.
*Mahabbatu ma Yuhibbullah* (Mencintai apa yang dicintai Allah)
Dengan memiliki cinta jenis ini, Allah Ta'ala akan memasukannya ke dalam islam dan mengeluarkannya dari kekafiran. Contohnya adalah dengan mencintai Rasulullah dan mencintai ibadah-ibadah yang dilakukan kepada Allah Ta'ala. Cinta jenis ini perlu kita miliki karena ketika kita ingin memperoleh cinta dari Yang kita cintai, sudah seharusnya kita mencintai pula apa yang ia cintai.
*Al Hubbu Fillah wa Lillah* (Cinta Karena Allah dan di Jalan Allah)
Jenis cinta ini merupakan syarat dari kecintaan pada apa yang dicintai oleh Allah Ta'ala. Yaitu ketika kita mancintai Rasulullah maka cintailah Rasulullah karena Allah dan di jalan Allah. Sebab ketika mencintai bukan karena Allah dan tidak di jalan Allah, cinta jenis ini akan menjadi kemaksiatan bahkan kesyirikan.
Termasuk didalamnya mencintai saudara muslim, tanpa batas.
عَنْ أَبِيْ حَمْزَةَ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ خَادِمِ رَسُوْل الله عَنْ النَّبِي قَالَ : لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ
Dari Abu Hamzah Anas bin Malik, khadim (pembantu) Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau berkata, “Tidaklah seseorang dari kalian sempurna imannya, sampai ia mencintai untuk saudaranya sesuatu yang ia cintai untuk dirinya”.
(HR.Bukhari dan Muslim)
Dalam Hadits yang lain Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَثَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ فِيْ تَرَاحُمِهِمْ وَتَوَادِّهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ كَمَثَلِ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى عَضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ جَسَدِهِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى
(رواه البخاري ومسلم)
“Perumpamaan orang-orang beriman dalam hal saling mencintai, mengasihi, dan saling berempati bagaikan satu tubuh. Jika salah satu anggotanya merasakan sakit, maka seluruh tubuh turut merasakannya dengan berjaga dan merasakan demam.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
BUKTIKAN CINTA KITA...!!!
Banyak Saudara muslim kita baik di dalam negri maupun di luar negri yang DI ANIAYA...DISIKSA ...DAN DIDZHOLOMI...
Saudara Muslim kita sedang TERLUKA disana, Palestine...Suriah...Rohingya...UYGHUR...dll
Mari Ikhwah...BANTU MEREKA SEMAMPU KITA...DOA KAN MEREKA...!!!
Agar kelak menjadi saksi dihadapan Allah Ta'ala...bahwa INI BUKTI CINTA KITA...!!!
*Al-Mahabbah ma’allah* (Cinta yang mendua kepada Allah)
Cinta jenis ini memiliki arti bahwa kita mencintai selain Allah Ta'ala juga mencintai Allah Ta'ala dengan kadar yang sama. Tak diragukan lagi bahwa ini adalah kesyirikan. Ketika seseorang mencintai selain Allah Ta'ala bukan karena Allah dan tidak di jalan Allah. Dan menyetarakan kadarnya dengan kecintaan terhadap Allah, maka dia sedang membuat tandingan atas Allah Ta'ala.
Allah Ta'ala, berfirman:
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ ۖ وَالَّذِينَ ءَامَنُوٓا أَشَدُّ حُبًّا لِّلَّهِ ۗ وَلَوْ يَرَى الَّذِينَ ظَلَمُوٓا إِذْ يَرَوْنَ الْعَذَابَ أَنَّ الْقُوَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا وَأَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعَذَابِ
"Dan di antara manusia ada orang yang menyembah tuhan selain Allah sebagai tandingan yang mereka cintai seperti mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat besar cintanya kepada Allah. Sekiranya orang-orang yang berbuat zalim itu melihat, ketika mereka melihat azab (pada hari Kiamat), bahwa kekuatan itu semuanya milik Allah dan bahwa Allah sangat berat azab-Nya (niscaya mereka menyesal)."
(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 165)
*Al-Mahabbah Ath-thabi’iyyah* (Rasa cinta yang manusiawi)
Berbeda dengan jenis cinta yang sebelumnya, cinta jenis ini diperbolehkan oleh Allah Ta'ala karena ini manusiawi. Namun jangan sampai cinta ini dapat melalaikan kita dari mencintai dan mengingat Allah Ta'ala.
Allah Ta'ala, berfirman:
يٰٓأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا تُلْهِكُمْ أَمْوٰلُكُمْ وَلَآ أَوْلٰدُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ ۚ وَمَنْ يَفْعَلْ ذٰلِكَ فَأُولٰٓئِكَ هُمُ الْخٰسِرُونَ
"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah harta bendamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Dan barang siapa berbuat demikian, maka mereka itulah orang-orang yang rugi."
(QS. Al-Munafiqun 63: Ayat 9)
Begitulah bagaimana islam mengajarkan pada kita tentang motivasi cinta islami dan cinta yang tidak islami. Oleh karena itu, bagi para muslimah yang sedang mencoba menempatkan cinta di jalan yang tepat. Berusahalah untuk menata hati dan memperbaiki diri untuk mendapat cinta yang Allah Ta'ala ridhai agar kebahagiaan dunia juga di akhirat selalu kita rasakan di setiap helaan nafas kita. Bersabarlah, tempatkan semua rasa sesuai tempat dan porsinya. Cintailah Sang Maha kuasa, dan mintalah cinta pada Pemilik cinta.
Allohu a'lam
Bahasan tentang mahabbah atau cinta selalu menjadi perbincangan yang menyenangkan untuk dibahas oleh kalangan perempuan. Seperti kita tahu bahwa banyak kalangan muda mudi yang tak peduli halal dan tidak dengan asyiknya bercengkrama, besenda gurau, saling berkasih sayang, dan dengan mudahnya mengatasnamakan cinta. Mereka bilang, “kalau sudah cinta mau apa?” Padahal bisa saja itu bukan cinta, tapi nafsu yang menjelma menjadi kata cinta agar terdengar lebih halus saja. Ada juga sebagian orang yang menyadari bahwa perilaku di atas bukanlah hal yang patut dilakukan dalam islam, kemudian muncullah pertanyaan. “Lalu, bagaimana sih sebenarnya motivasi cinta islami?”
Perlu dipahami bahwa setiap manusia memiliki cinta dan membutuhkan cinta. Tanpa cinta, dunia akan hancur. Allah Ta'ala menciptakan alam dan seisinya karena cinta. Peperangan terjadi karena kebencian, lalu muncul gerakan perdamaian karena alasan cinta. Manusia membutuhkan cinta untuk menciptakan kedamaian dalam diri dan lingkungan sekitarnya. Namun belakangan makna cinta menjadi sempit hanya pada batas “dua sejoli” saja. Padahal makna cinta lebih dari sekedar itu.
Abu Naufal pernah ditanya, “Apakah seseorang bisa menghindar dari cinta?” Dia menjawab, “Bisa, asalkan dia seseorang yang berhati keras dan kurang ajar, yang tidak memiliki keutamaan dan kepintaran. Walaupun seseorang hanya memiliki perangai dan akhlak penduduk Hijaz dan Irak yang paling rendah sekalipun, tentu dia tidak bisa menghindar dari yang namanya cinta.”
Ali bin Abdah pernah berkata, “Tidak mungkin seseorang bisa terlepas dari cinta, kecuali dia orang yang buruk perangainya, lemah, atau kurang waras.”
Bagi para calon Ibu, sudah sepatutnya kita memahami mau kemana kita membawa cinta kita, kepada fitrahnya lagi kah? Atu justru kepada fitnah? Untuk menjadi istri sholihah perlu adanya persiapan sebelum benar-benar dipertemukan dengan si suami sholih. Pastikan hati benar-benar bersih dari penyakit-penyakit cinta yang menimbulkan fitnah. Pastikan ruang kosong itu benar-benar calon Ibu siapkan untuk si calon Suami yang sholih saja.
Cinta dapat membawa seseorang pada kebaikan, namun cinta dapat pula membawa seseorang pada keburukan. Semua ini tergantung pada bagaimana orang itu menyikapinya. Ibnul Qayyim Al-Jauziy membagi jenis cinta menjadi dua agar tidak timbul kesalahan persepsi. Yaitu jenis cinta yang bermanfaat dan jenis cinta yang membahayakan.
*Mahabbatullah* (Cinta kepada Allah)
Cinta ini termasuk cinta yang hakiki, ini merupakan motivasi cinta yang paling islami. Kita sebagai makhluk-Nya, wajib memiliki cinta jenis ini jika kita ingin bahagia di dunia dan akhirat. Setelah rasa cinta terhadap Allah Ta'ala tertanam kuat, maka kita akan melakukan apapun yang Allah Ta'ala inginkan. Dan menjauhi apapun yang tidak Allah Ta'ala sukai. Ketika Allah Ta'ala membalas cinta kita, kita akan mendapatkan kebahagiaan yang hakiki.
*Mahabbatu ma Yuhibbullah* (Mencintai apa yang dicintai Allah)
Dengan memiliki cinta jenis ini, Allah Ta'ala akan memasukannya ke dalam islam dan mengeluarkannya dari kekafiran. Contohnya adalah dengan mencintai Rasulullah dan mencintai ibadah-ibadah yang dilakukan kepada Allah Ta'ala. Cinta jenis ini perlu kita miliki karena ketika kita ingin memperoleh cinta dari Yang kita cintai, sudah seharusnya kita mencintai pula apa yang ia cintai.
*Al Hubbu Fillah wa Lillah* (Cinta Karena Allah dan di Jalan Allah)
Jenis cinta ini merupakan syarat dari kecintaan pada apa yang dicintai oleh Allah Ta'ala. Yaitu ketika kita mancintai Rasulullah maka cintailah Rasulullah karena Allah dan di jalan Allah. Sebab ketika mencintai bukan karena Allah dan tidak di jalan Allah, cinta jenis ini akan menjadi kemaksiatan bahkan kesyirikan.
Termasuk didalamnya mencintai saudara muslim, tanpa batas.
عَنْ أَبِيْ حَمْزَةَ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ خَادِمِ رَسُوْل الله عَنْ النَّبِي قَالَ : لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ
Dari Abu Hamzah Anas bin Malik, khadim (pembantu) Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau berkata, “Tidaklah seseorang dari kalian sempurna imannya, sampai ia mencintai untuk saudaranya sesuatu yang ia cintai untuk dirinya”.
(HR.Bukhari dan Muslim)
Dalam Hadits yang lain Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَثَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ فِيْ تَرَاحُمِهِمْ وَتَوَادِّهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ كَمَثَلِ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى عَضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ جَسَدِهِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى
(رواه البخاري ومسلم)
“Perumpamaan orang-orang beriman dalam hal saling mencintai, mengasihi, dan saling berempati bagaikan satu tubuh. Jika salah satu anggotanya merasakan sakit, maka seluruh tubuh turut merasakannya dengan berjaga dan merasakan demam.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
BUKTIKAN CINTA KITA...!!!
Banyak Saudara muslim kita baik di dalam negri maupun di luar negri yang DI ANIAYA...DISIKSA ...DAN DIDZHOLOMI...
Saudara Muslim kita sedang TERLUKA disana, Palestine...Suriah...Rohingya...UYGHUR...dll
Mari Ikhwah...BANTU MEREKA SEMAMPU KITA...DOA KAN MEREKA...!!!
Agar kelak menjadi saksi dihadapan Allah Ta'ala...bahwa INI BUKTI CINTA KITA...!!!
*Al-Mahabbah ma’allah* (Cinta yang mendua kepada Allah)
Cinta jenis ini memiliki arti bahwa kita mencintai selain Allah Ta'ala juga mencintai Allah Ta'ala dengan kadar yang sama. Tak diragukan lagi bahwa ini adalah kesyirikan. Ketika seseorang mencintai selain Allah Ta'ala bukan karena Allah dan tidak di jalan Allah. Dan menyetarakan kadarnya dengan kecintaan terhadap Allah, maka dia sedang membuat tandingan atas Allah Ta'ala.
Allah Ta'ala, berfirman:
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ ۖ وَالَّذِينَ ءَامَنُوٓا أَشَدُّ حُبًّا لِّلَّهِ ۗ وَلَوْ يَرَى الَّذِينَ ظَلَمُوٓا إِذْ يَرَوْنَ الْعَذَابَ أَنَّ الْقُوَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا وَأَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعَذَابِ
"Dan di antara manusia ada orang yang menyembah tuhan selain Allah sebagai tandingan yang mereka cintai seperti mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat besar cintanya kepada Allah. Sekiranya orang-orang yang berbuat zalim itu melihat, ketika mereka melihat azab (pada hari Kiamat), bahwa kekuatan itu semuanya milik Allah dan bahwa Allah sangat berat azab-Nya (niscaya mereka menyesal)."
(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 165)
*Al-Mahabbah Ath-thabi’iyyah* (Rasa cinta yang manusiawi)
Berbeda dengan jenis cinta yang sebelumnya, cinta jenis ini diperbolehkan oleh Allah Ta'ala karena ini manusiawi. Namun jangan sampai cinta ini dapat melalaikan kita dari mencintai dan mengingat Allah Ta'ala.
Allah Ta'ala, berfirman:
يٰٓأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا تُلْهِكُمْ أَمْوٰلُكُمْ وَلَآ أَوْلٰدُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ ۚ وَمَنْ يَفْعَلْ ذٰلِكَ فَأُولٰٓئِكَ هُمُ الْخٰسِرُونَ
"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah harta bendamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Dan barang siapa berbuat demikian, maka mereka itulah orang-orang yang rugi."
(QS. Al-Munafiqun 63: Ayat 9)
Begitulah bagaimana islam mengajarkan pada kita tentang motivasi cinta islami dan cinta yang tidak islami. Oleh karena itu, bagi para muslimah yang sedang mencoba menempatkan cinta di jalan yang tepat. Berusahalah untuk menata hati dan memperbaiki diri untuk mendapat cinta yang Allah Ta'ala ridhai agar kebahagiaan dunia juga di akhirat selalu kita rasakan di setiap helaan nafas kita. Bersabarlah, tempatkan semua rasa sesuai tempat dan porsinya. Cintailah Sang Maha kuasa, dan mintalah cinta pada Pemilik cinta.
Allohu a'lam
Maksud Perayaan Natal
Kita sebagai mukmin dilarang memperingati acara pada tanggal 25 Desember (Natal).
Mengapa muslim tidak boleh mengucapkan selamat natal (25 Desember)?
Betapa dahsyatnya murka Allah 'azza wa jalla ketika manusia mengatakan: Allah punya anak.
*Mereka ada tiga golongan:*
1. Nasrani yang berkata Yesus anak Allah.
2. Yahudi yang berkata Uzair anak Allah.
3. Musyrikin Jahiliyah yang berkata Malaikat adalah anak-anak perempuan Allah.
Sungguh jelek ucapan mereka dan Maha Suci Allah dari apa yang mereka katakan.
Dan hakikat Perayaan Natal adalah perayaan hari lahir Yesus yang mereka yakini dan mereka sebut sebagai anak Allah. Perayaan tersebut untuk bergembira atas kelahiran anak Allah menurut keyakinan mereka dan sekaligus untuk menyembah beliau.
Akibat perbuatan mereka, Allah pun murka, hingga alam semesta hampir saja hancur karena takut murka Allah. Malaikat dan neraka ikut murka. Maka orang yang beriman harusnya juga marah, bukan malah mengucapkan selamat, apalagi ikut serta menyambut, memeriahkan dan merayakan.
*Allah 'azza wa jalla berfirman,*
وَقَالُوا اتَّخَذَ الرَّحْمَنُ وَلَدًا لَقَدْ جِئْتُمْ شَيْئًا إِدًّا تَكَادُ السَّمَاوَاتُ يَتَفَطَّرْنَ مِنْهُ وَتَنْشَقُّ الْأَرْضُ وَتَخِرُّ الْجِبَالُ هَدًّا أَنْ دَعَوْا لِلرَّحْمَنِ وَلَدًا
“Dan mereka berkata, “(Allah) Yang Maha Penyayang mempunyai anak.” Sesungguhnya (dengan perkataan itu) kamu telah mendatangkan suatu perkara yang sangat mungkar, hampir-hampir langit pecah karena ucapan itu, dan bumi terbelah, serta gunung-gunung runtuh, karena mereka mendakwakan Allah Yang Maha Penyayang mempunyai anak.” [Maryam: 88-91]
Sahabat yang Mulia Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma berkata,
إن الشرك فزعت منه السماوات والأرض والجبال، وجميع الخلائق إلا الثقلين، وكادت أن تزول منه لعظمة الله، وكما لا ينفع مع الشرك إحسان المشرك، كذلك نرجو أن يغفر الله ذنوب الموحدين.
“Sesungguhnya dosa syirik telah membuat langit, bumi, gunung dan seluruh makhluk gemetar ketakutan kecuali jin dan manusia, hampir-hampir seluruh makhluk tersebut musnah karena takut kepada keagungan Allah, dan sebagaimana tidak bermanfaat perbuatan baik seorang musyrik yang disertai kesyirikan, demikian pula kita berharap Allah akan mengampuni dosa orang-orang yang mentauhidkan-Nya.” [Tafsir Ath-Thobari, 18/258]
Al-Imam Mujahid rahimahullah berkata,
ذُكر لنا أن كعبا كان يقول: غضبت الملائكة، واستعرت جهنم، حين قالوا ما قالوا.
“Disebutkan kepada kami bahwa Ka’ab berkata: Malaikat murka dan neraka Jahannam bergejolak marah, ketika mereka mengatakan ucapan tersebut.” [Tafsir Ath-Thobari, 18/259]
Maka patutkah seorang muslim mengucapkan selamat terhadap ucapan dan keyakinan yang membuat Allah Murka...!?
Patutkah seorang muslim mengucapkan selamat terhadap orang yang menghina Allah 'azza wa jalla...!?
Patutkah seorang muslim mengucapkan selamat terhadap dosa terbesar: Penyembahan kepada selain Allah tabaraka wa ta’ala...!?
Mengapa muslim tidak boleh mengucapkan selamat natal (25 Desember)?
Betapa dahsyatnya murka Allah 'azza wa jalla ketika manusia mengatakan: Allah punya anak.
*Mereka ada tiga golongan:*
1. Nasrani yang berkata Yesus anak Allah.
2. Yahudi yang berkata Uzair anak Allah.
3. Musyrikin Jahiliyah yang berkata Malaikat adalah anak-anak perempuan Allah.
Sungguh jelek ucapan mereka dan Maha Suci Allah dari apa yang mereka katakan.
Dan hakikat Perayaan Natal adalah perayaan hari lahir Yesus yang mereka yakini dan mereka sebut sebagai anak Allah. Perayaan tersebut untuk bergembira atas kelahiran anak Allah menurut keyakinan mereka dan sekaligus untuk menyembah beliau.
Akibat perbuatan mereka, Allah pun murka, hingga alam semesta hampir saja hancur karena takut murka Allah. Malaikat dan neraka ikut murka. Maka orang yang beriman harusnya juga marah, bukan malah mengucapkan selamat, apalagi ikut serta menyambut, memeriahkan dan merayakan.
*Allah 'azza wa jalla berfirman,*
وَقَالُوا اتَّخَذَ الرَّحْمَنُ وَلَدًا لَقَدْ جِئْتُمْ شَيْئًا إِدًّا تَكَادُ السَّمَاوَاتُ يَتَفَطَّرْنَ مِنْهُ وَتَنْشَقُّ الْأَرْضُ وَتَخِرُّ الْجِبَالُ هَدًّا أَنْ دَعَوْا لِلرَّحْمَنِ وَلَدًا
“Dan mereka berkata, “(Allah) Yang Maha Penyayang mempunyai anak.” Sesungguhnya (dengan perkataan itu) kamu telah mendatangkan suatu perkara yang sangat mungkar, hampir-hampir langit pecah karena ucapan itu, dan bumi terbelah, serta gunung-gunung runtuh, karena mereka mendakwakan Allah Yang Maha Penyayang mempunyai anak.” [Maryam: 88-91]
Sahabat yang Mulia Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma berkata,
إن الشرك فزعت منه السماوات والأرض والجبال، وجميع الخلائق إلا الثقلين، وكادت أن تزول منه لعظمة الله، وكما لا ينفع مع الشرك إحسان المشرك، كذلك نرجو أن يغفر الله ذنوب الموحدين.
“Sesungguhnya dosa syirik telah membuat langit, bumi, gunung dan seluruh makhluk gemetar ketakutan kecuali jin dan manusia, hampir-hampir seluruh makhluk tersebut musnah karena takut kepada keagungan Allah, dan sebagaimana tidak bermanfaat perbuatan baik seorang musyrik yang disertai kesyirikan, demikian pula kita berharap Allah akan mengampuni dosa orang-orang yang mentauhidkan-Nya.” [Tafsir Ath-Thobari, 18/258]
Al-Imam Mujahid rahimahullah berkata,
ذُكر لنا أن كعبا كان يقول: غضبت الملائكة، واستعرت جهنم، حين قالوا ما قالوا.
“Disebutkan kepada kami bahwa Ka’ab berkata: Malaikat murka dan neraka Jahannam bergejolak marah, ketika mereka mengatakan ucapan tersebut.” [Tafsir Ath-Thobari, 18/259]
Maka patutkah seorang muslim mengucapkan selamat terhadap ucapan dan keyakinan yang membuat Allah Murka...!?
Patutkah seorang muslim mengucapkan selamat terhadap orang yang menghina Allah 'azza wa jalla...!?
Patutkah seorang muslim mengucapkan selamat terhadap dosa terbesar: Penyembahan kepada selain Allah tabaraka wa ta’ala...!?
Haram mengucapkan Selamat Natal
*JUMHUR ULAMA' PENDAPAT ULAMA MADZHAB EMPAT MAYORITAS MENGHARAMKAN UCAPAN SELAMAT NATAL*
Mayoritas ulama salaf dari madzhab empat - Syafi'i, Hanafi Maliki, Hanbali, mengharamkan ucapan selamat pada hari raya non-Muslim. Berikut pendapat mereka:
*1. MADZHAB SYAFI'I*
Al Imam Ad Damiri dalam Al-Najm Al-Wahhaj fi Syarh Al-Minhaj, "Fashl Al-Takzir", hlm. 9/244, dan Khatib Syarbini dalam Mughnil Muhtaj ila Makrifati Ma'ani Alfadzil Minhaj, hlm. 4/191, menyatakan:)
*تتمة : يُعزّر من وافق الكفار في أعيادهم ، ومن يمسك الحية ، ومن يدخل النار ، ومن قال لذمي : يا حاج، ومَـنْ هَـنّـأه بِـعِـيـدٍ ، ومن سمى زائر قبور الصالحين حاجاً ، والساعي بالنميمة لكثرة إفسادها بين الناس ، قال يحيى بن أبي كثير : يفسد النمامفي ساعة ما لا يفسده الساحر في سنة*
(Artinya: Ditakzir (dihukum) orang yang sepakat dengan orang kafir pada hari raya mereka, orang yang memegang ular, yang masuk api, orang yang berkata pada kafir dzimmi "Hai Haji", orang yang mengucapkan selamat pada hari raya (agama lain), orang yang menyebut peziarah kubur orang saleh dengan sebutan haji, dan pelaku adu domba karena banyaknya menimbulkan kerusakan antara manusia. Berkata Yahya bin Abu Katsir: Pengadu domba dalam satu jam dapat membuat kerusakan yang baru bisa dilakukan tukang sihir dalam setahun.
Ibnu Hajar Al-Haitami dalam Al-Fatawa Al-Fiqhiyah, hlm. 4/238-239, menyatakan:
*ثم رأيت بعض أئمتنا المتأخرين ذكرما يوافق ما ذكرته فقال : ومن أقبح البدع موافقة المسلمين النصارى في أعيادهم بالتشبه بأكلهم والهدية لهم وقبول هديتهم فيه وأكثر الناس اعتناء بذلك المصريون وقد قال صلى الله عليه وسلم } من تشبه بقوم فهو منهم { بل قال ابن الحاج لا يحل لمسلم أن يبيع نصرانيا شيئا من مصلحة عيده لا لحما ولا أدما ولا ثوبا ولا يعارون شيئا ولو دابة إذ هو معاونة لهم على كفرهم وعلى ولاة الأمر منع المسلمين من ذلك ومنها اهتمامهم في النيروز... ويجب منعهم من التظاهر بأعيادهم*
(Artinya: Aku melihat sebagian ulama muta'akhirin menuturkan pendapat yang sama denganku, lalu ia berkata: Termasuk dari bid'ah terburuk adalah persetujuan muslim pada Nasrani pada hari raya mereka dengan menyerupai dengan makanan dan hadiah dan menerima hadiah pada hari itu. Kebanyakan orang yang melakukan itu adalah kalangan orang Mesir. Nabi bersabda ; "Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka iabagian dari mereka". Ibnu Al-Haj berkata: Tidak halal bagi muslim menjual sesuatu pada orang Nasrani untuk kemasalahan hari rayanya baik berupa daging, kulit atau baju. Hendaknya tidak meminjamkan sesuatu walupun berupa kendaraan karena itu menolong kekufuran mereka. Dan bagi pemerintah hendaknya mencegah umat Islam atas hal itu. Salah satunya adalah perayaan Niruz (Hari Baru)... dan wajib melarang umat Islam menampakkan diri pada hari raya non-muslim.
*2. MADZHAB HANAFI*
Ibnu Najim dalam Al-Bahr Al-Raiq Syarah Kanz Al-Daqaiq, hlm. 8/555,
*قال أبو حفص الكبير رحمه الله : لو أن رجلا عبد الله تعالى خمسين سنة ثمجاء يوم النيروز وأهدى إلى بعض المشركين بيضة يريد تعظيم ذلك اليوم فقد كفر وحبط عمله وقال صاحب الجامع الأصغر إذا أهدى يوم النيروز إلى مسلم آخر ولم يرد به تعظيم اليوم ولكن على ما اعتاده بعض الناس لا يكفر ولكن ينبغي له أن لا يفعل ذلك في ذلك اليوم خاصة ويفعله قبله أو بعده لكي لا يكون تشبيها بأولئك القوم , وقد قال صلى الله عليه وسلم } من تشبه بقوم فهو منهم { وقال في الجامع الأصغر رجل اشترى يوم النيروز شيئا يشتريه الكفرة منه وهو لم يكن يشتريه قبل ذلك إن أراد به تعظيم ذلك اليوم كما تعظمه المشركون كفر, وإن أراد الأكل والشرب والتنعم لا يكفر*
Artinya: Abu Hafs Al-Kabir berkata: Apabila seorang muslim yang menyembah Allah selama 50 tahun lalu datang pada Hari Niruz (tahun baru kaum Parsi dan Kurdi pra Islam -red) dan memberi hadiah telur pada sebagian orang musyrik dengan tujuan untuk mengagungkan hari itu, maka dia kafir dan terhapus amalnya.
Berkata penulis kitab Al-Jamik Al-Asghar: Apabila memberi hadiah kepada sesama muslim dan tidak bermaksud mengagungkan hari itu tetapi karena menjadi tradisi sebagian manusia maka tidak kafir akan tetapi sebaiknya tidak melakukan itu pada hari itu secara khusus dan melakukannya sebelum atau setelahnya supaya tidak menyerupai dengan kaum tersebut. Nabi bersabda: "Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka ia bagian dari mereka." Penulis kitab Al-Jamik Al-Asghar berkata: Seorang lelaki yang membeli sesuatu yang dibeli orang kafir pada hari Niruz dia tidak membelinya sebelum itu maka apabila ia melakukan itu ingin mengagungkan hari itu sebagaimana orang kafir maka ia kafir. Apabila berniat untuk makan minum dan bersenang-senang saja tidak kafir.
*3. MADZHAB MALIKI*
Ibnul Haj Al-Maliki dalam Al-Madkhal, Juz 2/Hal 46-48 menyatakan:
*ومن مختصر الواضحة سئل ابن القاسم عن الركوب في السفن التي يركب فيها النصارى لأعيادهم فكره ذلك مخافة نزول السخط عليهم لكفرهم الذي اجتمعوا له . قال وكره ابن القاسم للمسلم أن يهدي إلى النصراني في عيده مكافأة له . ورآه من تعظيم عيده وعونا له على مصلحة كفره . ألا ترى أنه لا يحل للمسلمين أن يبيعوا للنصارى شيئا من مصلحة عيدهم لا لحما ولا إداما ولا ثوبا ولا يعارون دابة ولا يعانون على شيء من دينهم ; لأن ذلك من التعظيم لشركهم وعونهم على كفرهم وينبغي للسلاطين أن ينهوا المسلمين عن ذلك , وهو قول مالك وغيره لم أعلم أحدا اختلف في ذلك*
Artinya: Ibnu Qasim ditanya soal menaiki perahu yang dinaiki kaum Nasrani pada hari raya mereka. Ibnu Qasim tidak menyukai (memakruhkan) hal itu karena takut turunnya kebencian pada mereka karena mereka berkumpul karena kekufuran mereka. Ibnu Qasim juga tidak menyukai seorang muslim memberi hadiah pada Nasrani pada hari rayanya sebagai hadiah. Ia melihat hal itu termasuk mengagungkan hari rayanya dan menolong kemaslahatan kufurnya. Tidakkah engkau tahu bahwa tidak halal bagi muslim membelikan sesuatu untuk kaum Nasrani untuk kemaslahatan hari raya mereka baik berupa daging, baju; tidak meminjamkan kendaraan dan tidak menolong apapun dari agama mereka karena hal itu termasuk mengagungkan kesyirikan mereka dan menolong kekafiran mereka. Dan hendaknya penguasa melarang umat Islam melakukan hal itu. Ini pendapat Malik dan lainnya. Saya tidak tahu pendapat yang berbeda.
*4. MADZHAB HANBALI*
Al-Buhuti dalam Kasyful Qina' an Matnil Iqnak, hlm. 3/131, menyatakan:
*ويحرم تهنئتهم وتعزيتهم وعيادتهم ( ; لأنه تعظيم لهم أشبه السلام .) وعنه تجوز العيادة ( أي : عيادة الذمي ) إن رجي إسلامه فيعرضه عليه واختاره الشيخ وغيره ( لما روى أنس } أن النبي صلى الله عليه وسلم عاد يهوديا , وعرض عليه الإسلام فأسلم فخرج وهو يقول : الحمد لله الذي أنقذه بي من النار { رواه البخاري ولأنه من مكارم الأخلاق .) وقال ( الشيخ ) ويحرم شهود عيد اليهود والنصارى ( وغيرهم من الكفار ) وبيعه لهم فيه ( . وفي المنتهى : لا بيعنا لهم فيه ) ومهاداتهم لعيدهم ( لما في ذلك من تعظيمهم فيشبه بداءتهم بالسلام.*
Artinya: Haram mengucapkan selamat, takziyah (ziarah orang mati), iyadah (ziarah orang sakit) kepada non-muslim karena itu berarti mengagungkan mereka menyerupai (mengucapkan) salam. Boleh iyadah kafir dzimmi apabila diharapkan Islamnya dan hendaknya mengajak masuk Islam. Karena, dalam sebuah hadits riwayat Bukhari, Nabi pernah iyadah pada orang Yahudi dan mengajaknya masuk Islam lalu si Yahudi masuk Islam lalu berkata, "Alhamdulillah Allah telah menyelamatkan aku dari neraka." Dan karena iyadah termasuk akhak mulia. Haram menghadiri perayaan mereka karena hari raya mereka, karena hal itu termasuk mengagungkan mereka sehingga hal ini menyerupai memulai ucapan salam.
Wallahu 'A'lamu bis shawaab..
Mayoritas ulama salaf dari madzhab empat - Syafi'i, Hanafi Maliki, Hanbali, mengharamkan ucapan selamat pada hari raya non-Muslim. Berikut pendapat mereka:
*1. MADZHAB SYAFI'I*
Al Imam Ad Damiri dalam Al-Najm Al-Wahhaj fi Syarh Al-Minhaj, "Fashl Al-Takzir", hlm. 9/244, dan Khatib Syarbini dalam Mughnil Muhtaj ila Makrifati Ma'ani Alfadzil Minhaj, hlm. 4/191, menyatakan:)
*تتمة : يُعزّر من وافق الكفار في أعيادهم ، ومن يمسك الحية ، ومن يدخل النار ، ومن قال لذمي : يا حاج، ومَـنْ هَـنّـأه بِـعِـيـدٍ ، ومن سمى زائر قبور الصالحين حاجاً ، والساعي بالنميمة لكثرة إفسادها بين الناس ، قال يحيى بن أبي كثير : يفسد النمامفي ساعة ما لا يفسده الساحر في سنة*
(Artinya: Ditakzir (dihukum) orang yang sepakat dengan orang kafir pada hari raya mereka, orang yang memegang ular, yang masuk api, orang yang berkata pada kafir dzimmi "Hai Haji", orang yang mengucapkan selamat pada hari raya (agama lain), orang yang menyebut peziarah kubur orang saleh dengan sebutan haji, dan pelaku adu domba karena banyaknya menimbulkan kerusakan antara manusia. Berkata Yahya bin Abu Katsir: Pengadu domba dalam satu jam dapat membuat kerusakan yang baru bisa dilakukan tukang sihir dalam setahun.
Ibnu Hajar Al-Haitami dalam Al-Fatawa Al-Fiqhiyah, hlm. 4/238-239, menyatakan:
*ثم رأيت بعض أئمتنا المتأخرين ذكرما يوافق ما ذكرته فقال : ومن أقبح البدع موافقة المسلمين النصارى في أعيادهم بالتشبه بأكلهم والهدية لهم وقبول هديتهم فيه وأكثر الناس اعتناء بذلك المصريون وقد قال صلى الله عليه وسلم } من تشبه بقوم فهو منهم { بل قال ابن الحاج لا يحل لمسلم أن يبيع نصرانيا شيئا من مصلحة عيده لا لحما ولا أدما ولا ثوبا ولا يعارون شيئا ولو دابة إذ هو معاونة لهم على كفرهم وعلى ولاة الأمر منع المسلمين من ذلك ومنها اهتمامهم في النيروز... ويجب منعهم من التظاهر بأعيادهم*
(Artinya: Aku melihat sebagian ulama muta'akhirin menuturkan pendapat yang sama denganku, lalu ia berkata: Termasuk dari bid'ah terburuk adalah persetujuan muslim pada Nasrani pada hari raya mereka dengan menyerupai dengan makanan dan hadiah dan menerima hadiah pada hari itu. Kebanyakan orang yang melakukan itu adalah kalangan orang Mesir. Nabi bersabda ; "Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka iabagian dari mereka". Ibnu Al-Haj berkata: Tidak halal bagi muslim menjual sesuatu pada orang Nasrani untuk kemasalahan hari rayanya baik berupa daging, kulit atau baju. Hendaknya tidak meminjamkan sesuatu walupun berupa kendaraan karena itu menolong kekufuran mereka. Dan bagi pemerintah hendaknya mencegah umat Islam atas hal itu. Salah satunya adalah perayaan Niruz (Hari Baru)... dan wajib melarang umat Islam menampakkan diri pada hari raya non-muslim.
*2. MADZHAB HANAFI*
Ibnu Najim dalam Al-Bahr Al-Raiq Syarah Kanz Al-Daqaiq, hlm. 8/555,
*قال أبو حفص الكبير رحمه الله : لو أن رجلا عبد الله تعالى خمسين سنة ثمجاء يوم النيروز وأهدى إلى بعض المشركين بيضة يريد تعظيم ذلك اليوم فقد كفر وحبط عمله وقال صاحب الجامع الأصغر إذا أهدى يوم النيروز إلى مسلم آخر ولم يرد به تعظيم اليوم ولكن على ما اعتاده بعض الناس لا يكفر ولكن ينبغي له أن لا يفعل ذلك في ذلك اليوم خاصة ويفعله قبله أو بعده لكي لا يكون تشبيها بأولئك القوم , وقد قال صلى الله عليه وسلم } من تشبه بقوم فهو منهم { وقال في الجامع الأصغر رجل اشترى يوم النيروز شيئا يشتريه الكفرة منه وهو لم يكن يشتريه قبل ذلك إن أراد به تعظيم ذلك اليوم كما تعظمه المشركون كفر, وإن أراد الأكل والشرب والتنعم لا يكفر*
Artinya: Abu Hafs Al-Kabir berkata: Apabila seorang muslim yang menyembah Allah selama 50 tahun lalu datang pada Hari Niruz (tahun baru kaum Parsi dan Kurdi pra Islam -red) dan memberi hadiah telur pada sebagian orang musyrik dengan tujuan untuk mengagungkan hari itu, maka dia kafir dan terhapus amalnya.
Berkata penulis kitab Al-Jamik Al-Asghar: Apabila memberi hadiah kepada sesama muslim dan tidak bermaksud mengagungkan hari itu tetapi karena menjadi tradisi sebagian manusia maka tidak kafir akan tetapi sebaiknya tidak melakukan itu pada hari itu secara khusus dan melakukannya sebelum atau setelahnya supaya tidak menyerupai dengan kaum tersebut. Nabi bersabda: "Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka ia bagian dari mereka." Penulis kitab Al-Jamik Al-Asghar berkata: Seorang lelaki yang membeli sesuatu yang dibeli orang kafir pada hari Niruz dia tidak membelinya sebelum itu maka apabila ia melakukan itu ingin mengagungkan hari itu sebagaimana orang kafir maka ia kafir. Apabila berniat untuk makan minum dan bersenang-senang saja tidak kafir.
*3. MADZHAB MALIKI*
Ibnul Haj Al-Maliki dalam Al-Madkhal, Juz 2/Hal 46-48 menyatakan:
*ومن مختصر الواضحة سئل ابن القاسم عن الركوب في السفن التي يركب فيها النصارى لأعيادهم فكره ذلك مخافة نزول السخط عليهم لكفرهم الذي اجتمعوا له . قال وكره ابن القاسم للمسلم أن يهدي إلى النصراني في عيده مكافأة له . ورآه من تعظيم عيده وعونا له على مصلحة كفره . ألا ترى أنه لا يحل للمسلمين أن يبيعوا للنصارى شيئا من مصلحة عيدهم لا لحما ولا إداما ولا ثوبا ولا يعارون دابة ولا يعانون على شيء من دينهم ; لأن ذلك من التعظيم لشركهم وعونهم على كفرهم وينبغي للسلاطين أن ينهوا المسلمين عن ذلك , وهو قول مالك وغيره لم أعلم أحدا اختلف في ذلك*
Artinya: Ibnu Qasim ditanya soal menaiki perahu yang dinaiki kaum Nasrani pada hari raya mereka. Ibnu Qasim tidak menyukai (memakruhkan) hal itu karena takut turunnya kebencian pada mereka karena mereka berkumpul karena kekufuran mereka. Ibnu Qasim juga tidak menyukai seorang muslim memberi hadiah pada Nasrani pada hari rayanya sebagai hadiah. Ia melihat hal itu termasuk mengagungkan hari rayanya dan menolong kemaslahatan kufurnya. Tidakkah engkau tahu bahwa tidak halal bagi muslim membelikan sesuatu untuk kaum Nasrani untuk kemaslahatan hari raya mereka baik berupa daging, baju; tidak meminjamkan kendaraan dan tidak menolong apapun dari agama mereka karena hal itu termasuk mengagungkan kesyirikan mereka dan menolong kekafiran mereka. Dan hendaknya penguasa melarang umat Islam melakukan hal itu. Ini pendapat Malik dan lainnya. Saya tidak tahu pendapat yang berbeda.
*4. MADZHAB HANBALI*
Al-Buhuti dalam Kasyful Qina' an Matnil Iqnak, hlm. 3/131, menyatakan:
*ويحرم تهنئتهم وتعزيتهم وعيادتهم ( ; لأنه تعظيم لهم أشبه السلام .) وعنه تجوز العيادة ( أي : عيادة الذمي ) إن رجي إسلامه فيعرضه عليه واختاره الشيخ وغيره ( لما روى أنس } أن النبي صلى الله عليه وسلم عاد يهوديا , وعرض عليه الإسلام فأسلم فخرج وهو يقول : الحمد لله الذي أنقذه بي من النار { رواه البخاري ولأنه من مكارم الأخلاق .) وقال ( الشيخ ) ويحرم شهود عيد اليهود والنصارى ( وغيرهم من الكفار ) وبيعه لهم فيه ( . وفي المنتهى : لا بيعنا لهم فيه ) ومهاداتهم لعيدهم ( لما في ذلك من تعظيمهم فيشبه بداءتهم بالسلام.*
Artinya: Haram mengucapkan selamat, takziyah (ziarah orang mati), iyadah (ziarah orang sakit) kepada non-muslim karena itu berarti mengagungkan mereka menyerupai (mengucapkan) salam. Boleh iyadah kafir dzimmi apabila diharapkan Islamnya dan hendaknya mengajak masuk Islam. Karena, dalam sebuah hadits riwayat Bukhari, Nabi pernah iyadah pada orang Yahudi dan mengajaknya masuk Islam lalu si Yahudi masuk Islam lalu berkata, "Alhamdulillah Allah telah menyelamatkan aku dari neraka." Dan karena iyadah termasuk akhak mulia. Haram menghadiri perayaan mereka karena hari raya mereka, karena hal itu termasuk mengagungkan mereka sehingga hal ini menyerupai memulai ucapan salam.
Wallahu 'A'lamu bis shawaab..
Yang benar hanya Islam
Tiada sumber kebenaran kecuali hanya datang dari AlQuran dan Hadits, walaupun mereka orang orang yang menyembunyikan bahkan membencinya, kebenaran akan senantiasa tetap ada sampai hari kiamat.
Pembela kebenaran pun akan senantiasa selalu hadir ditengah tengah gelombang kemaksiatan dan kekufuran yang melanda masyarakat.
Manusia yang berada didalam kebenaran adalah termasuk golongan wali wali Allah Ta'ala, yang sudah ditetapkan dan menjadi pembelanya sampai agama ini tegak.
Allah Ta'ala, berfirman:
الْحَقُّ مِنْ رَّبِّكَ ۖ فَلَا تَكُونَنَّ مِنَ الْمُمْتَرِينَ
"Kebenaran itu dari Tuhanmu, maka janganlah sekali-kali engkau (Muhammad) termasuk orang-orang yang ragu."
(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 147)
Diayat yang lain Allah Ta'ala berfirman,
فَذٰلِكُمُ اللَّهُ رَبُّكُمُ الْحَقُّ ۖ فَمَاذَا بَعْدَ الْحَقِّ إِلَّا الضَّلٰلُ ۖ فَأَنّٰى تُصْرَفُونَ
"Maka itulah Allah, Tuhan kamu yang sebenarnya; maka tidak ada setelah kebenaran itu melainkan kesesatan. Maka mengapa kamu berpaling (dari kebenaran)?"
(QS. Yunus 10: Ayat 32)
Asy-Syaikh Abdurrahman as-Sa’di rahimahullah menjelaskan tentang makna ayat diatas berkata, “Maka itulah Rabbmu, yaitu yang diibadahi, yang disembah, yang dipuji, yang mendidik seluruh makhluk dengan berbagai kenikmatan-Nya. Dialah Al-Haq, maka tidak ada lagi setelah Al-Haq melainkan kesesatan. Karena Dia-lah yang bersendiri dalam mencipta, mengurusi segala sesuatu. Tidak seorang hamba pun yang merasakan satu kenikmatan melainkan berasal dari-Nya, dan tidak ada yang mendatangkan kebaikan melainkan Dia, tidak ada yang menolak kejelekan kecuali Dia. Dia memiliki Asma’ul Husna dan sifat-sifat yang Mahasempurna yang agung, penuh kemuliaan dan kesempurnaan.
Lalu mengapa kalian berpaling dari beribadah kepada yang demikian sifat-sifat-Nya (yakni berpaling dari Allah subhanahu wa ta’ala)? Lalu menyembah sesuatu yang wujudnya akan sirna, tidak mampu mendatangkan manfaat dan mudarat serta tidak pula mampu mendatangkan kematian, kehidupan, dan kebangkitan? Sesuatu yang tidak memiliki kekuasaan sedikit pun dan tidak ada sekutu bagi Allah dalam hal apa pun. Tidak ada yang berhak memberi syafaat di sisi Allah ‘azza wa jalla melainkan dengan izin-Nya.
Jika demikian keadaannya, maka hendaklah seorang muslim selalu berusaha untuk mencari jalan keselamatan tersebut yang jumlahnya hanya satu. Hal ini ditegaskan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam beberapa haditsnya. Di antaranya adalah yang diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu, ia berkata,
خَطَّ رَسُوْلُ اللهِ خَطًّا بِيَدِهِ ثُمَّ قَالَ: هَذَا سَبِيْلُ اللهِمُسْتَقِيْمًا. قَالَ: ثُمَّ خَطَّ عَنْ يَمِيْنِهِ وَشِمَالِهِ ثُمَّ قَالَ: هَذِهِالسُّبُلُ وَلَيْسَ مِنْهَا سَبِيْلٌ إِلاَّ عَلَيْهَا شَيْطاَنٌ يَدْعُو إِلَيْهِ. ثُمَّقَرَأَ :
وَأَنَّ هَٰذَا صِرَٰطِي مُسۡتَقِيمٗا فَٱتَّبِعُوهُۖ وَلَا تَتَّبِعُواْ ٱلسُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمۡ عَن سَبِيلِهِۦۚ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membuat sebuah garis di hadapan kami satu garis lalu berkata, “Ini adalah jalan Allah.” Lalu beliau menggaris beberapa garis di sebelah kanan dan sebelah kiri garis tadi lalu berkata, “Ini adalah jalan jalan. Di atas setiap jalan itu terdapat setan yang menyeru kepadanya.” Lalu beliau membaca firman Allah: “Dan sesungguhnya ini adalah jalanku yang lurus, maka ikutilah. Dan janganlah mengikuti jalan-jalan (sesat) hingga akan terpisah kalian dari jalan-Nya[1].” (HR. al-Imam Ahmad, 1/435 dan 465, an-Nasa’i dalam al-Kubra, 6/11174, ad-Darimi no. 202, ath-Thayalisi no. 244, Sa’id binManshur, 5/935, Ibnu Hibban, 1/180/6, dan al-Hakim, 2/348,)
Allah Ta'ala, berfirman:
يَهْدِى بِهِ اللَّهُ مَنِ اتَّبَعَ رِضْوٰنَهُۥ سُبُلَ السَّلٰمِ وَيُخْرِجُهُمْ مِّنَ الظُّلُمٰتِ إِلَى النُّورِ بِإِذْنِهِۦ وَيَهْدِيهِمْ إِلٰى صِرٰطٍ مُّسْتَقِيمٍ
"dengan Kitab itulah Allah memberi petunjuk kepada orang yang mengikuti keridaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan Kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang itu dari gelap gulita kepada cahaya dengan izin-Nya dan menunjukkan ke jalan yang lurus."
(QS. Al-Ma'idah 5: Ayat 16)
Sehingga jalan keselamatan itu adalah jalan yang lurus dan itu cuma satu, yaitu jalan kebenaran yang hanya datang dari Allah Ta'ala, maka jika kita mencari jalan selain itu pasti jalan menuju kepada kesesatan.
Semoga Allah Ta'ala memberi hidayah kepada kita semua tentang kebenaran hakiki, dan menyelamatkan kita dari jalan kesesatan, yaitu bukan jalan kebenaran.
Wallahu a'lam
Pembela kebenaran pun akan senantiasa selalu hadir ditengah tengah gelombang kemaksiatan dan kekufuran yang melanda masyarakat.
Manusia yang berada didalam kebenaran adalah termasuk golongan wali wali Allah Ta'ala, yang sudah ditetapkan dan menjadi pembelanya sampai agama ini tegak.
Allah Ta'ala, berfirman:
الْحَقُّ مِنْ رَّبِّكَ ۖ فَلَا تَكُونَنَّ مِنَ الْمُمْتَرِينَ
"Kebenaran itu dari Tuhanmu, maka janganlah sekali-kali engkau (Muhammad) termasuk orang-orang yang ragu."
(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 147)
Diayat yang lain Allah Ta'ala berfirman,
فَذٰلِكُمُ اللَّهُ رَبُّكُمُ الْحَقُّ ۖ فَمَاذَا بَعْدَ الْحَقِّ إِلَّا الضَّلٰلُ ۖ فَأَنّٰى تُصْرَفُونَ
"Maka itulah Allah, Tuhan kamu yang sebenarnya; maka tidak ada setelah kebenaran itu melainkan kesesatan. Maka mengapa kamu berpaling (dari kebenaran)?"
(QS. Yunus 10: Ayat 32)
Asy-Syaikh Abdurrahman as-Sa’di rahimahullah menjelaskan tentang makna ayat diatas berkata, “Maka itulah Rabbmu, yaitu yang diibadahi, yang disembah, yang dipuji, yang mendidik seluruh makhluk dengan berbagai kenikmatan-Nya. Dialah Al-Haq, maka tidak ada lagi setelah Al-Haq melainkan kesesatan. Karena Dia-lah yang bersendiri dalam mencipta, mengurusi segala sesuatu. Tidak seorang hamba pun yang merasakan satu kenikmatan melainkan berasal dari-Nya, dan tidak ada yang mendatangkan kebaikan melainkan Dia, tidak ada yang menolak kejelekan kecuali Dia. Dia memiliki Asma’ul Husna dan sifat-sifat yang Mahasempurna yang agung, penuh kemuliaan dan kesempurnaan.
Lalu mengapa kalian berpaling dari beribadah kepada yang demikian sifat-sifat-Nya (yakni berpaling dari Allah subhanahu wa ta’ala)? Lalu menyembah sesuatu yang wujudnya akan sirna, tidak mampu mendatangkan manfaat dan mudarat serta tidak pula mampu mendatangkan kematian, kehidupan, dan kebangkitan? Sesuatu yang tidak memiliki kekuasaan sedikit pun dan tidak ada sekutu bagi Allah dalam hal apa pun. Tidak ada yang berhak memberi syafaat di sisi Allah ‘azza wa jalla melainkan dengan izin-Nya.
Jika demikian keadaannya, maka hendaklah seorang muslim selalu berusaha untuk mencari jalan keselamatan tersebut yang jumlahnya hanya satu. Hal ini ditegaskan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam beberapa haditsnya. Di antaranya adalah yang diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu, ia berkata,
خَطَّ رَسُوْلُ اللهِ خَطًّا بِيَدِهِ ثُمَّ قَالَ: هَذَا سَبِيْلُ اللهِمُسْتَقِيْمًا. قَالَ: ثُمَّ خَطَّ عَنْ يَمِيْنِهِ وَشِمَالِهِ ثُمَّ قَالَ: هَذِهِالسُّبُلُ وَلَيْسَ مِنْهَا سَبِيْلٌ إِلاَّ عَلَيْهَا شَيْطاَنٌ يَدْعُو إِلَيْهِ. ثُمَّقَرَأَ :
وَأَنَّ هَٰذَا صِرَٰطِي مُسۡتَقِيمٗا فَٱتَّبِعُوهُۖ وَلَا تَتَّبِعُواْ ٱلسُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمۡ عَن سَبِيلِهِۦۚ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membuat sebuah garis di hadapan kami satu garis lalu berkata, “Ini adalah jalan Allah.” Lalu beliau menggaris beberapa garis di sebelah kanan dan sebelah kiri garis tadi lalu berkata, “Ini adalah jalan jalan. Di atas setiap jalan itu terdapat setan yang menyeru kepadanya.” Lalu beliau membaca firman Allah: “Dan sesungguhnya ini adalah jalanku yang lurus, maka ikutilah. Dan janganlah mengikuti jalan-jalan (sesat) hingga akan terpisah kalian dari jalan-Nya[1].” (HR. al-Imam Ahmad, 1/435 dan 465, an-Nasa’i dalam al-Kubra, 6/11174, ad-Darimi no. 202, ath-Thayalisi no. 244, Sa’id binManshur, 5/935, Ibnu Hibban, 1/180/6, dan al-Hakim, 2/348,)
Allah Ta'ala, berfirman:
يَهْدِى بِهِ اللَّهُ مَنِ اتَّبَعَ رِضْوٰنَهُۥ سُبُلَ السَّلٰمِ وَيُخْرِجُهُمْ مِّنَ الظُّلُمٰتِ إِلَى النُّورِ بِإِذْنِهِۦ وَيَهْدِيهِمْ إِلٰى صِرٰطٍ مُّسْتَقِيمٍ
"dengan Kitab itulah Allah memberi petunjuk kepada orang yang mengikuti keridaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan Kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang itu dari gelap gulita kepada cahaya dengan izin-Nya dan menunjukkan ke jalan yang lurus."
(QS. Al-Ma'idah 5: Ayat 16)
Sehingga jalan keselamatan itu adalah jalan yang lurus dan itu cuma satu, yaitu jalan kebenaran yang hanya datang dari Allah Ta'ala, maka jika kita mencari jalan selain itu pasti jalan menuju kepada kesesatan.
Semoga Allah Ta'ala memberi hidayah kepada kita semua tentang kebenaran hakiki, dan menyelamatkan kita dari jalan kesesatan, yaitu bukan jalan kebenaran.
Wallahu a'lam
Jangan Mudah mengkafirkan
*Mudah mengkafirkan sesama muslim, tanpa bukti, tanpa dalil, adalah sangat terlarang. Sebab itu kebohongan atas nama Allah ﷻ dan atas nama kaum muslimin.*
Dia katakan kafir, padahal belum tentu di sisi Allah ﷻ dia telah kafir. Bahaya mengkafirkan tanpa bukti adalah bisa-bisa kekafiran itu kembali kepada si penuduh.
Ibnu Umar Radhiallahu Anhuma berkata, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
أَيُّمَا امْرِئٍ قَالَ لِأَخِيهِ: يَا كَافِرُ، فَقَدْ بَاءَ بِهَا أَحَدُهُمَا، إِنْ كَانَ كَمَا قَالَ، وَإِلَّا رَجَعَتْ عَلَيْهِ
_Siapa pun yang berkata kepada saudaranya: “Wahai Kafir, maka kekafiran itu akan yang kembali kepada salah satu dari mereka berdua, itu jika memang dia seperti dikatakannya, tapi kalau tidak, maka itu kembali kepada si pengucapnya.”_ *(HR. Muslim no. 60)*
Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid Hafizhahullah mengatakan:
_Tidak boleh bermudah-mudah dalam mengkafirkan seorang Muslim atau menuduh fasiq, karena hal itu mengandung kedustaan atas nama Allah dan atas hamba-hambaNya kaum muslimin._
*_Tidak boleh mengkafirkan atau memfasikkan kecuali jika ada hal yang menunjukkan itu baik berupa perkataan atau perbuatan menurut Al Qur'an dan As Sunnah._*
_Tidak boleh pula mengkafirkan dan memfasikkan kecuali setelah terpenuhinya syarat-syarat kekafiran dan kefasikkan, dan tidak ada penghalangnya._
_Di antara syaratnya adalah dia mengetahui perbuatan yang menyelisihi syariat yang membawa kekafiran atau kefasikan._
_Di antara penghalangnya adalah dia melakukan itu karena mentakwil, atau menurutnya masih ada dalil yg samar dalam persangkaannya, atau dia tidak mampu memahami hujjah syar'iy, maka pengkafiran tidaklah terjadi kecuali dengan adanya kesengajaan menyelisihi syariat dan hilangnya kebodohan._
*(Al Islam Su'aal wa Jawaab no. 220526)*
*Maksudnya, jika kesalahan dalam pemahaman yang berakibat pada murtad dilakukan oleh orang yang bodoh, atau dia memiliki tafsir atau takwil lain terhadap masalah itu, maka dia tidak dikatakan Kafir.*
Demikian. Wallahu a'lam
Dia katakan kafir, padahal belum tentu di sisi Allah ﷻ dia telah kafir. Bahaya mengkafirkan tanpa bukti adalah bisa-bisa kekafiran itu kembali kepada si penuduh.
Ibnu Umar Radhiallahu Anhuma berkata, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
أَيُّمَا امْرِئٍ قَالَ لِأَخِيهِ: يَا كَافِرُ، فَقَدْ بَاءَ بِهَا أَحَدُهُمَا، إِنْ كَانَ كَمَا قَالَ، وَإِلَّا رَجَعَتْ عَلَيْهِ
_Siapa pun yang berkata kepada saudaranya: “Wahai Kafir, maka kekafiran itu akan yang kembali kepada salah satu dari mereka berdua, itu jika memang dia seperti dikatakannya, tapi kalau tidak, maka itu kembali kepada si pengucapnya.”_ *(HR. Muslim no. 60)*
Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid Hafizhahullah mengatakan:
_Tidak boleh bermudah-mudah dalam mengkafirkan seorang Muslim atau menuduh fasiq, karena hal itu mengandung kedustaan atas nama Allah dan atas hamba-hambaNya kaum muslimin._
*_Tidak boleh mengkafirkan atau memfasikkan kecuali jika ada hal yang menunjukkan itu baik berupa perkataan atau perbuatan menurut Al Qur'an dan As Sunnah._*
_Tidak boleh pula mengkafirkan dan memfasikkan kecuali setelah terpenuhinya syarat-syarat kekafiran dan kefasikkan, dan tidak ada penghalangnya._
_Di antara syaratnya adalah dia mengetahui perbuatan yang menyelisihi syariat yang membawa kekafiran atau kefasikan._
_Di antara penghalangnya adalah dia melakukan itu karena mentakwil, atau menurutnya masih ada dalil yg samar dalam persangkaannya, atau dia tidak mampu memahami hujjah syar'iy, maka pengkafiran tidaklah terjadi kecuali dengan adanya kesengajaan menyelisihi syariat dan hilangnya kebodohan._
*(Al Islam Su'aal wa Jawaab no. 220526)*
*Maksudnya, jika kesalahan dalam pemahaman yang berakibat pada murtad dilakukan oleh orang yang bodoh, atau dia memiliki tafsir atau takwil lain terhadap masalah itu, maka dia tidak dikatakan Kafir.*
Demikian. Wallahu a'lam
24 Desember 2018
Tinggalkan Musik dari sekarang
*BERTAUBATLAH SAUDARAKU..!!*
وتوبوا الي الله جميعا ايها الموءمنون لعلكم تفلحون
Bertaubatlah kalian wahai kaum Mukminin (orang-orang yang beriman), agar kalian mendapatkan kesuksesan (kemenangan & kebahagiaan haqiqi)
Stop MUSIK..!!
Stop PERAYAAN NATAL..!!
Stop PERAYAAN TAHUN BARU..!!
MUSIK (NYANYIAN) TERMASUK SEBAB TERBESAR TURUNNYA BENCANA
▫ Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata:
"Setiap orang yang memiliki bashirah dan ilmu tentang keadaan manusia benar-benar mengetahui bahwa tersebarnya nyanyian dan hal-hal yang melalaikan di tengah-tengah masyarakat termasuk sebab terbesar hilangnya kenikmatan, datangnya hukuman, dan hancurnya negara."
📚 Fatawa Ibnu Baz, IV/162
📝 ABU BILHAN
وتوبوا الي الله جميعا ايها الموءمنون لعلكم تفلحون
Bertaubatlah kalian wahai kaum Mukminin (orang-orang yang beriman), agar kalian mendapatkan kesuksesan (kemenangan & kebahagiaan haqiqi)
Stop MUSIK..!!
Stop PERAYAAN NATAL..!!
Stop PERAYAAN TAHUN BARU..!!
MUSIK (NYANYIAN) TERMASUK SEBAB TERBESAR TURUNNYA BENCANA
▫ Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata:
"Setiap orang yang memiliki bashirah dan ilmu tentang keadaan manusia benar-benar mengetahui bahwa tersebarnya nyanyian dan hal-hal yang melalaikan di tengah-tengah masyarakat termasuk sebab terbesar hilangnya kenikmatan, datangnya hukuman, dan hancurnya negara."
📚 Fatawa Ibnu Baz, IV/162
📝 ABU BILHAN
ALASAN MUSLIM TIDAK MENGUCAPKAN SELALAT NATAL DAN TAHUN BARU
Allohu Ta'ala berfirman,
_“Dan tolong-menolonglah kalian dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.”_ (QS. Al-Maidah: 2).
.
_“Bagi kalian agama kalian, bagiku agamaku.”_ (QS. Al-Kafirun: 6).
.
🗣Meskipun ucapan selamat hanyalah sebuah ucapan yang ringan, namun menjadi masalah yang berat dalam hal aqidah. Sebagaimana ketika seorang kafir ingin masuk Islam, Bukankah hanya cukup diawali dengan Membaca 2 Kalimat Syahadat?
.
⛰Disinilah Komitmen sebagai seorang muslim terhadap ke-Tauhid-an Alloh di uji, yaitu meyakini dengan sungguh-sungguh dan ikhlas bahwa tidak ada Tuhan Yang Berhak di ibadahi selain-Nya dan Tuhan dari seorang muslim itu hanya Satu tidak meyakini adanya tuhan selain Alloh Subhanahu wa Ta’ala..
.
❌Jadi sangatlah keliru jika seorang muslim memiliki keinginan atau bahkan dianggap wajib untuk megucapkan selamat atas hari raya dari agama lain, yang menyakini adanya tuhan selain Alloh. Dengan kata lain ia telah berselingkuh pada Tuhan-Nya sendiri baik disadarinya maupun tanpa disadarinya.
.
👉🏻 Berikut kami kutip fatwa dari ulama kontemporer terkait hal ini:
.
👤 Syaikh Ibnu Utsaimin, Menjawab ketika ada yang bertanya terkait hal ini:
🎙"Mengucapkan selamat kepada orang-orang kafir dengan ucapan selamat natal atau ucapan-ucapan lainnya yang berkaitan dengan perayaan agama mereka hukumnya haram, hukum ini telah disepakati.
.
📖Sebagaimana kutipan dari *Ibnul Qayyim rohimahullah* dalam bukunya Ahkam Ahl Adz-Dzimmah, yang mana beliau menyebutkan, *"Adapun ucapan selamat terhadap simbol-simbol kekufuran secara khusus, disepakati hukumnya haram."*
🎉Misalnya, mengucapkan selamat atas hari raya atau puasa mereka dengan mengatakan, 'Hari yang diberkahi bagimu' atau 'Selamat merayakan hari raya ini' dan sebagainya.
📚 Dalam kitab Musnad dan Sunnan diriwayatkan bahwasanya Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
.
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
_“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum (komunitas), maka dia termasuk bagian dari kaum (komunitas) tersebut.”_ (HR. Abu Daud dan dishahihkan Al-Albani)
.
🍃Sahabat, Banyak orang menganggap remeh permasalahan ini, mereka menyatakan tidak turut serta dalam aktivitas kesyirikan yang dilakukan kaum Nasrani. Hanya saja ini mereka ingin menghargai hari besar agama lain.
🎯Namun Tegas Islam menyatakan bahwa Menghargai dan memberi apresiasi terhadap ritual yang keliru, tidaklah diperkenankan, bahkan semestinya seseorang mengingkari perbutan kemunkaran tersebut dan berusaha mengadakan perbaikan. Wallahu A'lam
💦 Semoga Allâh Subhanahu wa Ta’ala selalu menjaga kita dari segala keburukan dan membimbing kita di dalam segala kebaikan. Aamiin
_____________
📚Rujukan:
Al-Majmu' Ats-Tsamin, Syaikh Ibnu Utsaimin, juz 3.
Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 2, penerbit Darul Haq.
--------------------------------
📲Yuk Bantu Share pesan ini, semoga menjadi amal jariyah yang tidak akan terputus pahalanya...
•════◎❅◎❦۩❁۩❦◎❅◎═════•
👉🏻 Donasi Dakwah Fajri FM:
🏧 BSM: 7068-790-268
(Tersedia no.rek. lainnya)
A.N. Yayasan Peduli Fajar Imani
🔰 *Mohon Tambahkan Rp3, jika anda mendukung prog. Dakwah Jariyah Fajri & Cabang-cabangnya.*
Misal Rp500.003,-
.
📲 *Konfirmasi Transfer ZISWAF JARIYAH* :
📩WA/SMS/TELP.: 082122651199
(DUTA FAJRI/DonasiDakwahFajrifm
22 Desember 2018
BATAS KEWAJIBAN TAAT KEPADA ULIL AMRI
Para mufassir banyak memberikan keterangan ketika menafsirkan siapakah Ulil Amri dalam surat An Nisa’ ayat 59, kesimpulannya adalah sebagai berikut:
1. Ulil amri yang wajib ditaati adalah *_ulil amri dari kalangan orang-orang beriman dan memerintah dengan adil._*
2. *_Ketaatan kepada ulil amri tidak mutlak, namun bersyarat. Yaitu selama bukan dalam perkara maksiat._*
3. Ulil amri yang *_tidak menjadikan syariat Islam sebagai hukum dalam pemerintahannya tidak wajib ditaati secara mutlak baik ketika hukumnya bersesuaian dengan hukum syar’i ataupun menyelisihi. Ulil amri seperti ini tidak sah._*
Ketiga point ini penting untuk kita perhatikan dalam memandang penguasa yang memerintah di negeri-negeri berpenduduk muslim, termasuk negeri kita Indonesia. Selain itu, penting juga untuk kita ketahui apa saja syarat dan kewajiban seorang penguasa sehingga layak disebut ulil amri bagi kaum Muslim.
Demikian pula, kapan ulil amri tidak sah dan layak dipecat. Semua ini agar kita tidak ragu-ragu dalam mengambil sikap terhadap para penguasa: apakah harus menaati atau tidak harus menaati mereka.
Kewajiban pertama dan pokok ulil amri adalah *_mewujudkan tujuan-tujuan kepemimpinan. Kewajiban tersebut adalah, pertama, menegakkan agama dan kedua, mengatur dunia dengan agama Islam._*
Artinya, *_seorang pemimpin berkewajiban menerapkan hukum Allah dalam semua urusan kehidupan._*
Adapun sebab-sebab pemimpin tidak sah dan layak dipecat adalah sebagai berikut.
Pertama: Kafir dan murtad dari Islam, kedua: Tidak mengerjakan shalat dan ketiga: Tidak menerapkan hukum Allah.
Ada pernyataan penting dari Syaikh Abdullah bin Abdul Hamid Al-Atsari mengenai penguasa yang tidak menerapkan syariat Islam. Pernyataan itu dia tulis dalam bukunya, Al-Wajîz fî ‘Aqîdah As-Salaf Ash-Shâlih Ahl As-Sunnah wa Al-Jamâ‘ah.
*_“Adapun para pemimpin yang meniadakan syariat Allah dan tidak berhukum kepadanya, akan tetapi berhukum kepada selainnya, maka mereka keluar dari hak (memperoleh) ketaatan dari kaum muslimin. Tidak ada ketaatan bagi mereka dari rakyat, karena mereka menyia-nyiakan fungsi-fungsi imamah yang karenanya mereka dijadikan pemimpin dan berhak didengarkan, ditaati serta tidak diberontak._* Karena, wali (pemimpin) tidak berhak mendapatkan itu, kecuali ia *_menunaikan urusan-urusan kaum muslimin, menjaga dan menyebarkan agama, menegakkan hukum, menjaga perbatasan, berjihad melawan musuh-musuh Islam setelah mereka diberi dakwah, ber-wala’ kepada kaum muslimin, dan memusuhi musuh-musuh agama._*
Apabila dia tidak menjaga agama atau tidak menunaikan urusan-urusan kaum muslimin, maka hilanglah hak imamah darinya dan wajib atas umat—yang diwakili oleh ahlul halli wal aqdi dimana mereka menjadi rujukan dalam menentukan masalah seperti ini—untuk menurunkannya dan menggantinya dengan orang lain yang siap mewujudkan fungsi imamah. Lalu berlanjut apabila melakukan kefasikan, kezaliman, dan kebid’ahan, cacat dari segi keberlangsungan kerja, dan cacat fisik. Lihat Abdullah bin Umar bin Sulaiman Ad-Dumaiji, Al-Imâmah Al-‘Uzhmâ ‘Inda Ahl As-Sunnah wa Al-Jamâ‘ah, (Riyadh: Dar Ath-Thayyibah, 1987), hlm. 468-485.
Lantas timbul pertanyaan, *Apakah Presiden Republik Indonesia termasuk Ulil Amri?*
Meskipun mayoritas penduduknya beragama Islam, *Republik Indonesia sejak diproklamasikan pada 17 Agustus 1945 hingga hari ini tidak pernah menyatakan sebagai negara Islam.* Sejarah bahkan mencatat upaya untuk menjadikan Indonesia sebagai negara Islam dipandang sebagai tindak kejahatan yang mengancam eksistensi Republik ini. Sejak presiden pertama Sukarno hingga Presiden yang berkuasa hari ini, Republik Indonesia tetap berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Walaupun banyak pejabat pemerintah yang menyatakan beragama Islam, namun Indonesia tetap menjadi negara sekuler. Demikianlah fakta yang tidak bisa dipungkiri.
Pada 1954, beberapa ulama NU dalam konferensi mereka di Cipanas Bogor memutuskan bahwa Presiden Sukarno telah sah menjadi waliyul amri dharuri yang wajib ditaati. Keputusan mereka ini mengundang reaksi dari tokoh-tokoh Islam. Firdaus A.N., misalnya, membantah keputusan mereka dengan menyatakan bahwa Republik Indonesia yang sekarang ini belum menjadi Republik Islam. Sebab, sebagian besar dari hukum yang berlaku dalam Republik ini bukan hukum Islam, bahkan undang-undang yang berlaku di sini masih banyak undang-undang kolonial.
Waktu pun berputar dan *_kini sejarah berulang lagi. Sekelompok orang pengikut pengajian “salafi” bersikukuh menganggap Presiden RI adalah ulil amri yang wajib ditaati._* Sebab, Presiden RI adalah seorang muslim dan masih mengerjakan shalat. Presiden RI tidak pernah mengambil harta kita, memukul punggung kita, membantai kaum Muslim, dan membunuh para ulama. Mereka mencatut dalil Al-Qur’an dan hadits untuk membenarkan asumsi tersebut. *_Terhadap orang yang menentang, mereka memvonisnya sebagai Khawarij._*
Sebagai seorang muslim yang baik serta mengikuti manhaj dan akidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, tidak selayaknya mereka membenturkan satu dalil dengan dalil-dalil lainnya. Sesuai dengan dalil-dalil dan pendapat para ulama yang telah disebutkan sebelumnya, Presiden RI bukanlah ulil amri menurut istilah syar’i. Memang jika menurut bahasa, boleh-boleh saja dia disebut ulil amri bagi rakyat Indonesia. Tetapi, makna ini tidak mengandung konsekuensi syar’i.
Patut dipikir matang-matang *_apakah syarat-syarat ulil amri telah terpenuhi pada diri Presiden RI,_* terutama syarat adil dan berilmu. Sebab, sejak presiden pertama hingga presiden sekarang, *_semuanya adalah penganut sekulerisme. Bahkan, ada presiden yang dengan bangga pernah menyatakan sebagai penganut pluralisme dan tidak akan menerapkan syariat Islam, dan ada juga yang dengan tegas menyatakan tidak boleh mencampur adukkan antara agama dan politik. Sekulerisme maupun pluralisme agama adalah paham sesat dan syirik yang menjadikan penganutnya cacat dalam akidah._* Jika seorang pemimpin cacat dalam akidahnya, tentu dia bukan pemimpin yang ideal.
Presiden RI juga tidak menjalankan kewajiban-kewajiban ulil amri seperti yang telah disebutkan. Hal ini wajar karena kewajiban-kewajiban tersebut tidak dikenal dalam negara sekuler. Hukum yang berlaku di negara Indonesia pun bukan hukum dan syariat Islam. Padahal, menurut Asy-Syaukani, ulil amri adalah pemimpin yang menjalankan syariat Islam.
Rasulullah saw memerintahkan kita menaati ulil amri selama melaksanakan Kitabullah. Apabila tidak melaksanakan Kitabullah atau tidak menerapkan hukum Allah, maka dia tidak sah sebagai ulil amri. Silakan diingat kembali penjelasan Syaikh Abdullah bin Abdul Hamid Al-Atsari mengenai masalah ini.
Wallâhu a‘lam bish shawâb.
1. Ulil amri yang wajib ditaati adalah *_ulil amri dari kalangan orang-orang beriman dan memerintah dengan adil._*
2. *_Ketaatan kepada ulil amri tidak mutlak, namun bersyarat. Yaitu selama bukan dalam perkara maksiat._*
3. Ulil amri yang *_tidak menjadikan syariat Islam sebagai hukum dalam pemerintahannya tidak wajib ditaati secara mutlak baik ketika hukumnya bersesuaian dengan hukum syar’i ataupun menyelisihi. Ulil amri seperti ini tidak sah._*
Ketiga point ini penting untuk kita perhatikan dalam memandang penguasa yang memerintah di negeri-negeri berpenduduk muslim, termasuk negeri kita Indonesia. Selain itu, penting juga untuk kita ketahui apa saja syarat dan kewajiban seorang penguasa sehingga layak disebut ulil amri bagi kaum Muslim.
Demikian pula, kapan ulil amri tidak sah dan layak dipecat. Semua ini agar kita tidak ragu-ragu dalam mengambil sikap terhadap para penguasa: apakah harus menaati atau tidak harus menaati mereka.
Kewajiban pertama dan pokok ulil amri adalah *_mewujudkan tujuan-tujuan kepemimpinan. Kewajiban tersebut adalah, pertama, menegakkan agama dan kedua, mengatur dunia dengan agama Islam._*
Artinya, *_seorang pemimpin berkewajiban menerapkan hukum Allah dalam semua urusan kehidupan._*
Adapun sebab-sebab pemimpin tidak sah dan layak dipecat adalah sebagai berikut.
Pertama: Kafir dan murtad dari Islam, kedua: Tidak mengerjakan shalat dan ketiga: Tidak menerapkan hukum Allah.
Ada pernyataan penting dari Syaikh Abdullah bin Abdul Hamid Al-Atsari mengenai penguasa yang tidak menerapkan syariat Islam. Pernyataan itu dia tulis dalam bukunya, Al-Wajîz fî ‘Aqîdah As-Salaf Ash-Shâlih Ahl As-Sunnah wa Al-Jamâ‘ah.
*_“Adapun para pemimpin yang meniadakan syariat Allah dan tidak berhukum kepadanya, akan tetapi berhukum kepada selainnya, maka mereka keluar dari hak (memperoleh) ketaatan dari kaum muslimin. Tidak ada ketaatan bagi mereka dari rakyat, karena mereka menyia-nyiakan fungsi-fungsi imamah yang karenanya mereka dijadikan pemimpin dan berhak didengarkan, ditaati serta tidak diberontak._* Karena, wali (pemimpin) tidak berhak mendapatkan itu, kecuali ia *_menunaikan urusan-urusan kaum muslimin, menjaga dan menyebarkan agama, menegakkan hukum, menjaga perbatasan, berjihad melawan musuh-musuh Islam setelah mereka diberi dakwah, ber-wala’ kepada kaum muslimin, dan memusuhi musuh-musuh agama._*
Apabila dia tidak menjaga agama atau tidak menunaikan urusan-urusan kaum muslimin, maka hilanglah hak imamah darinya dan wajib atas umat—yang diwakili oleh ahlul halli wal aqdi dimana mereka menjadi rujukan dalam menentukan masalah seperti ini—untuk menurunkannya dan menggantinya dengan orang lain yang siap mewujudkan fungsi imamah. Lalu berlanjut apabila melakukan kefasikan, kezaliman, dan kebid’ahan, cacat dari segi keberlangsungan kerja, dan cacat fisik. Lihat Abdullah bin Umar bin Sulaiman Ad-Dumaiji, Al-Imâmah Al-‘Uzhmâ ‘Inda Ahl As-Sunnah wa Al-Jamâ‘ah, (Riyadh: Dar Ath-Thayyibah, 1987), hlm. 468-485.
Lantas timbul pertanyaan, *Apakah Presiden Republik Indonesia termasuk Ulil Amri?*
Meskipun mayoritas penduduknya beragama Islam, *Republik Indonesia sejak diproklamasikan pada 17 Agustus 1945 hingga hari ini tidak pernah menyatakan sebagai negara Islam.* Sejarah bahkan mencatat upaya untuk menjadikan Indonesia sebagai negara Islam dipandang sebagai tindak kejahatan yang mengancam eksistensi Republik ini. Sejak presiden pertama Sukarno hingga Presiden yang berkuasa hari ini, Republik Indonesia tetap berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Walaupun banyak pejabat pemerintah yang menyatakan beragama Islam, namun Indonesia tetap menjadi negara sekuler. Demikianlah fakta yang tidak bisa dipungkiri.
Pada 1954, beberapa ulama NU dalam konferensi mereka di Cipanas Bogor memutuskan bahwa Presiden Sukarno telah sah menjadi waliyul amri dharuri yang wajib ditaati. Keputusan mereka ini mengundang reaksi dari tokoh-tokoh Islam. Firdaus A.N., misalnya, membantah keputusan mereka dengan menyatakan bahwa Republik Indonesia yang sekarang ini belum menjadi Republik Islam. Sebab, sebagian besar dari hukum yang berlaku dalam Republik ini bukan hukum Islam, bahkan undang-undang yang berlaku di sini masih banyak undang-undang kolonial.
Waktu pun berputar dan *_kini sejarah berulang lagi. Sekelompok orang pengikut pengajian “salafi” bersikukuh menganggap Presiden RI adalah ulil amri yang wajib ditaati._* Sebab, Presiden RI adalah seorang muslim dan masih mengerjakan shalat. Presiden RI tidak pernah mengambil harta kita, memukul punggung kita, membantai kaum Muslim, dan membunuh para ulama. Mereka mencatut dalil Al-Qur’an dan hadits untuk membenarkan asumsi tersebut. *_Terhadap orang yang menentang, mereka memvonisnya sebagai Khawarij._*
Sebagai seorang muslim yang baik serta mengikuti manhaj dan akidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, tidak selayaknya mereka membenturkan satu dalil dengan dalil-dalil lainnya. Sesuai dengan dalil-dalil dan pendapat para ulama yang telah disebutkan sebelumnya, Presiden RI bukanlah ulil amri menurut istilah syar’i. Memang jika menurut bahasa, boleh-boleh saja dia disebut ulil amri bagi rakyat Indonesia. Tetapi, makna ini tidak mengandung konsekuensi syar’i.
Patut dipikir matang-matang *_apakah syarat-syarat ulil amri telah terpenuhi pada diri Presiden RI,_* terutama syarat adil dan berilmu. Sebab, sejak presiden pertama hingga presiden sekarang, *_semuanya adalah penganut sekulerisme. Bahkan, ada presiden yang dengan bangga pernah menyatakan sebagai penganut pluralisme dan tidak akan menerapkan syariat Islam, dan ada juga yang dengan tegas menyatakan tidak boleh mencampur adukkan antara agama dan politik. Sekulerisme maupun pluralisme agama adalah paham sesat dan syirik yang menjadikan penganutnya cacat dalam akidah._* Jika seorang pemimpin cacat dalam akidahnya, tentu dia bukan pemimpin yang ideal.
Presiden RI juga tidak menjalankan kewajiban-kewajiban ulil amri seperti yang telah disebutkan. Hal ini wajar karena kewajiban-kewajiban tersebut tidak dikenal dalam negara sekuler. Hukum yang berlaku di negara Indonesia pun bukan hukum dan syariat Islam. Padahal, menurut Asy-Syaukani, ulil amri adalah pemimpin yang menjalankan syariat Islam.
Rasulullah saw memerintahkan kita menaati ulil amri selama melaksanakan Kitabullah. Apabila tidak melaksanakan Kitabullah atau tidak menerapkan hukum Allah, maka dia tidak sah sebagai ulil amri. Silakan diingat kembali penjelasan Syaikh Abdullah bin Abdul Hamid Al-Atsari mengenai masalah ini.
Wallâhu a‘lam bish shawâb.
Perangkat Yang Membantu Keikhlasan Dalam Menuntut Ilmu
*الوسائل المعينة على الإخلاص* 📚
_Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah_
[ السؤال ]
ما هي الوسائل المعينة على الإخلاص في طلب العلم؟
Tanya:
Apakah perangkat yang akan membantu keikhlasan dalam menuntut ilmu?
الجواب:
من أكبر الوسائل المعينة على الإخلاص: أن يريد الإنسان بطلب العلم امتثال أمر الله ورجاء ثوابه؛ لأن الله تعالى حث على طلب العلم بقوله:
﴿ يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ﴾ [المجادلة:11]
وأن يرجو بهذا ما وعد به النبي صلى الله عليه وعلى آله وسلم فقال:«من يرد الله به خيراً يفقهه في الدين».
وليعلم أنه ما جلس مجلساً يتعلم فيه العلم إلا كان هذا المجلس غنيمة له، فبهذا وأمثاله يتكون الإخلاص في القلب، وأن يريد الإنسان بطلب العلم وجه الله تعالى والدار الآخرة.
Jawab:
Di antara perangkat yang sangat membantu keikhlasan dalam menuntut ilmu adalah seorang meniatkan dalam menuntut ilmu karena mengikuti perintah Allah dan mengharapkan pahala dari-Nya, karena Allah ta'ala menganjurkan untuk menuntut ilmu dengan firman-Nya :
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ [المجادلة:11]
"Sesungguhnya Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan orang-orang yang berilmu". [Al-mujadilah 11]
Hendaknya dia mengharapkan apa yang Nabi shallahu alaihi wa sallam janjikan.
من يرد الله به خيراً يفقهه في الدين
*Beliau bersabda : "Barang siapa yang Allah kehendaki padanya kebaikan maka Allah akan faqihkan dia dalam agama".*
Ketahuilah bahwasanya tidaklah satu kaum duduk dalam suatu majelis yang di dalamnya mempelajari ilmu, _kecuali majelis tersebut seperti harta rampasan perang baginya._
Maka dengan hal ini dan yang semisalnya akan terbentuk keikhlasan di dalam hati. *Hendaknya seorang meniatkan dalam menuntut ilmu mengharapkan wajah Allah dan negeri akhirat.*
المصدر: سلسلة اللقاء الشهري [58]
Semoga bermanfaat
20 Desember 2018
AJARI ANAK UNTUK SENANTIASA HOBI DAN CINTA DENGAN ISTIGHFAR
📚 Bismillah...
Sungguh mulia keutamaan istighfar itu, sebagai orang tua tentu kita ingin anak kita tidak jauh dengan Allah Ta'ala.
Salah satu cara mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala adalah dengan memperbanyak Istighfar.
Ceritakan bagaimana dasyatnya sebuah kalimat istighfar berikut doa doanya.
Ceritakan bahwa semua masalah dan kesulitan bahkan dosa dosa mampu di gugurkan dengan istighfar.
Ceritakan pula bahwa istighfar adalah perintah Allah Ta'ala,
Allah Ta'ala, berfirman:
وَّأَنِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوٓا إِلَيْهِ يُمَتِّعْكُمْ مَّتٰعًا حَسَنًا إِلٰىٓ أَجَلٍ مُّسَمًّى وَّيُؤْتِ كُلَّ ذِى فَضْلٍ فَضْلَهُۥ ۖ وَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنِّىٓ أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ كَبِيرٍ
"dan hendaklah kamu memohon ampunan kepada Tuhanmu dan bertobat kepada-Nya, niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik kepadamu sampai waktu yang telah ditentukan. Dan Dia akan memberikan karunia-Nya kepada setiap orang yang berbuat baik. Dan jika kamu berpaling, maka sungguh aku takut kamu akan ditimpa azab pada hari yang besar (Kiamat)."
(QS. Hud 11: Ayat 3)
Bagaimana Nabi yang terbebas dari segala dosa, selalu membasahi lisannya dengan istighfar.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا أَصْبَحْتُ غَدَاةً قَطٌّ إِلاَّ اِسْتَغْفَرْتُ اللهَ مِائَةَ مَرَّةٍ
“Tidaklah aku berada di pagi hari (antara terbit fajar hingga terbit matahari) kecuali aku beristigfar pada Allah sebanyak 100 kali.” (HR. An Nasa’i. Dishohihkan oleh Syaikh Al Albani di Silsilah Ash Shohihah no. 1600)
*Bagaimana cara mengajarkan anak hobi dan mencintai Istighfar?*
*Anak Harus Paham Kenapa Ia Harus Beristighfar*
Kita tentu tahu bahwa ketika kita melakukan suatu hal namun tidak tahu alasannya, maka lama-lama kita akan malas melakukannya. Berbeda dengan saat kita melakukan sesuatu dan kita tahu tujuannya untuk apa. Oleh karena itu, sebelum meminta anak untuk beristighfar perkenalkan anak pada istighfar. Bisa dimulai dengan arti istighfar, manfaat istighfar, keutamaan istighfar, dan pentingnya beristighfar. Perkenalkan anak pada istighfar disesuaikan dengan pemahamannya agar ia merasa tertarik dan dengan bahasa yang mudah ia mengerti.
Salah satu manfaat istighfar adalah agar seseorang bisa selalu dekat kepada Allah Ta'ala. Tekankan pada anak bahwa sebagai orang tua kita memiliki keterbatasan untuk selalu menjaganya. Tapi dia selalu punya Allah, yang akan menjaganya kapanpun, di manapun dalam kondisi bagaimana pun.
Untuk memudahkan pemahamannya tentang Istighfar, kita dapat menyampaikannya melalui kisah-kisah inspiratif tentang dahsyatnya Istighfar.
*Orang Tua Adalah Teladan Anak*
Anak akan lebih mudah melakukan kebaikan jika melihat contoh langsung dari orang tuanya, tidak hanya sekedar suruhan/perkataan orang tuanya. Jika kita hanya mengajarkan lewat perkataan tanpa mencontohkan, dikhawatirkan anak akan jadi pembangkang. Sebab ia merasa disuruh mengerjakan sesuatu, namun kita tidak melakukan. Sebaliknya, manakala anak sering mendengar kita menggumamkan istighfar di banyak kesempatan tentu anak menjadi dekat dengan istghfar dan memudahkannya dalam meniru.
*Biasakan pada banyak kesempatan*
Ajarkan anak untuk beristighfar di banyak kesempatan, seperti ketika anak marah atau merasa kesal, ketika melakukan kesalahan, ketika sedih, dan lain sebagainya. Sehingga anak akan terbiasa membaca istighfar dan menjadi dekat dengan istighfar.
Istighfar juga patut dibiasakan pada waktu-waktu utama untuk memohon ampun, seperti sehabis shalat, di waktu sahur dan berbuka, serta di saat pagi dan petang. Jika sudah biasa, spontanitas anak juga akan dipenuhi dengan kalimat dzikir.
*Lakukan Secara Terus-menerus dan Konsisten*
Buat kesepakatan dengan anak bahwa kita akan sering mengingatkannya untuk beristighfar, terutama saat ia melakukan kesalahan, emosional, tidak sabar, bertengkar, dan lain sebagainya. Jelaskan pada anak bahwa penyebab ia marah adalah atas bujuk rayu setan. Agar terlepas dari emosi yang dibakar oleh setan maka ia harus beristighfar.
*Jangan menyerah atau merasa bosan untuk mengingatkan si kecil*
Untuk membentuk kebiasaan tentu tidak cukup hanya dengan sekali dua kali mengingatkan anak. Bahkan dibutuhkan kekonsistenan yang terus-menerus dan dalam jangka waktu yang panjang. Untuk itu, kita jangan sampai bosan dalam mengajari anak dan terus mengingatkan. Jika anak langsung beristighfar ketika marah, insya Allah apa yang ditanamkan kita sudah mulai menjadi kebiasaan anak. Namun jika belum, jangan menyerah untuk terus-menerus menanamkan kebiasaan baik ini.
*Bentengi dengan kesabaran dan doa*
Kesabaran adalah kunci utama mendidik anak. Sebab, tanpa adanya kesabaran maka kita akan merasa lelah dan bosan dalam mengajari anak. Setinggi apa pun ilmu orang tua, jika dalam kegiatan mengajari anak tidak diiringi dengan kesabaran, ilmunya akan sulit ditanamkan kepada anak. Terkadang ada anak yang sulit mengerti atau susah menurut pada orang tua. Di sinilah dituntut kesabaran dan kreatifitas dari orang tua Selain itu, kita pun harus senantiasa mendoakan kebaikan anak dan meminta pada Allah Ta'ala agar lisan buah hati kita ringan dalam berdzikir. Sebab, doa orang tua kepada anak termasuk doa yang makbul, insyaAllah.
Wallahu a'lam
Sungguh mulia keutamaan istighfar itu, sebagai orang tua tentu kita ingin anak kita tidak jauh dengan Allah Ta'ala.
Salah satu cara mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala adalah dengan memperbanyak Istighfar.
Ceritakan bagaimana dasyatnya sebuah kalimat istighfar berikut doa doanya.
Ceritakan bahwa semua masalah dan kesulitan bahkan dosa dosa mampu di gugurkan dengan istighfar.
Ceritakan pula bahwa istighfar adalah perintah Allah Ta'ala,
Allah Ta'ala, berfirman:
وَّأَنِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوٓا إِلَيْهِ يُمَتِّعْكُمْ مَّتٰعًا حَسَنًا إِلٰىٓ أَجَلٍ مُّسَمًّى وَّيُؤْتِ كُلَّ ذِى فَضْلٍ فَضْلَهُۥ ۖ وَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنِّىٓ أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ كَبِيرٍ
"dan hendaklah kamu memohon ampunan kepada Tuhanmu dan bertobat kepada-Nya, niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik kepadamu sampai waktu yang telah ditentukan. Dan Dia akan memberikan karunia-Nya kepada setiap orang yang berbuat baik. Dan jika kamu berpaling, maka sungguh aku takut kamu akan ditimpa azab pada hari yang besar (Kiamat)."
(QS. Hud 11: Ayat 3)
Bagaimana Nabi yang terbebas dari segala dosa, selalu membasahi lisannya dengan istighfar.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا أَصْبَحْتُ غَدَاةً قَطٌّ إِلاَّ اِسْتَغْفَرْتُ اللهَ مِائَةَ مَرَّةٍ
“Tidaklah aku berada di pagi hari (antara terbit fajar hingga terbit matahari) kecuali aku beristigfar pada Allah sebanyak 100 kali.” (HR. An Nasa’i. Dishohihkan oleh Syaikh Al Albani di Silsilah Ash Shohihah no. 1600)
*Bagaimana cara mengajarkan anak hobi dan mencintai Istighfar?*
*Anak Harus Paham Kenapa Ia Harus Beristighfar*
Kita tentu tahu bahwa ketika kita melakukan suatu hal namun tidak tahu alasannya, maka lama-lama kita akan malas melakukannya. Berbeda dengan saat kita melakukan sesuatu dan kita tahu tujuannya untuk apa. Oleh karena itu, sebelum meminta anak untuk beristighfar perkenalkan anak pada istighfar. Bisa dimulai dengan arti istighfar, manfaat istighfar, keutamaan istighfar, dan pentingnya beristighfar. Perkenalkan anak pada istighfar disesuaikan dengan pemahamannya agar ia merasa tertarik dan dengan bahasa yang mudah ia mengerti.
Salah satu manfaat istighfar adalah agar seseorang bisa selalu dekat kepada Allah Ta'ala. Tekankan pada anak bahwa sebagai orang tua kita memiliki keterbatasan untuk selalu menjaganya. Tapi dia selalu punya Allah, yang akan menjaganya kapanpun, di manapun dalam kondisi bagaimana pun.
Untuk memudahkan pemahamannya tentang Istighfar, kita dapat menyampaikannya melalui kisah-kisah inspiratif tentang dahsyatnya Istighfar.
*Orang Tua Adalah Teladan Anak*
Anak akan lebih mudah melakukan kebaikan jika melihat contoh langsung dari orang tuanya, tidak hanya sekedar suruhan/perkataan orang tuanya. Jika kita hanya mengajarkan lewat perkataan tanpa mencontohkan, dikhawatirkan anak akan jadi pembangkang. Sebab ia merasa disuruh mengerjakan sesuatu, namun kita tidak melakukan. Sebaliknya, manakala anak sering mendengar kita menggumamkan istighfar di banyak kesempatan tentu anak menjadi dekat dengan istghfar dan memudahkannya dalam meniru.
*Biasakan pada banyak kesempatan*
Ajarkan anak untuk beristighfar di banyak kesempatan, seperti ketika anak marah atau merasa kesal, ketika melakukan kesalahan, ketika sedih, dan lain sebagainya. Sehingga anak akan terbiasa membaca istighfar dan menjadi dekat dengan istighfar.
Istighfar juga patut dibiasakan pada waktu-waktu utama untuk memohon ampun, seperti sehabis shalat, di waktu sahur dan berbuka, serta di saat pagi dan petang. Jika sudah biasa, spontanitas anak juga akan dipenuhi dengan kalimat dzikir.
*Lakukan Secara Terus-menerus dan Konsisten*
Buat kesepakatan dengan anak bahwa kita akan sering mengingatkannya untuk beristighfar, terutama saat ia melakukan kesalahan, emosional, tidak sabar, bertengkar, dan lain sebagainya. Jelaskan pada anak bahwa penyebab ia marah adalah atas bujuk rayu setan. Agar terlepas dari emosi yang dibakar oleh setan maka ia harus beristighfar.
*Jangan menyerah atau merasa bosan untuk mengingatkan si kecil*
Untuk membentuk kebiasaan tentu tidak cukup hanya dengan sekali dua kali mengingatkan anak. Bahkan dibutuhkan kekonsistenan yang terus-menerus dan dalam jangka waktu yang panjang. Untuk itu, kita jangan sampai bosan dalam mengajari anak dan terus mengingatkan. Jika anak langsung beristighfar ketika marah, insya Allah apa yang ditanamkan kita sudah mulai menjadi kebiasaan anak. Namun jika belum, jangan menyerah untuk terus-menerus menanamkan kebiasaan baik ini.
*Bentengi dengan kesabaran dan doa*
Kesabaran adalah kunci utama mendidik anak. Sebab, tanpa adanya kesabaran maka kita akan merasa lelah dan bosan dalam mengajari anak. Setinggi apa pun ilmu orang tua, jika dalam kegiatan mengajari anak tidak diiringi dengan kesabaran, ilmunya akan sulit ditanamkan kepada anak. Terkadang ada anak yang sulit mengerti atau susah menurut pada orang tua. Di sinilah dituntut kesabaran dan kreatifitas dari orang tua Selain itu, kita pun harus senantiasa mendoakan kebaikan anak dan meminta pada Allah Ta'ala agar lisan buah hati kita ringan dalam berdzikir. Sebab, doa orang tua kepada anak termasuk doa yang makbul, insyaAllah.
Wallahu a'lam
WASIAT LUQMAN AL-HAKIM KEPADA ANAKNYA
📚 Bismillah...
Asy-Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu rahimahullah
*Mentauhidkan Allah 'Azza wajalla dan Jangan Berbuat Syirik*
Allah 'Azza wajalla berfirman:
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ ۖ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
"Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezhaliman yang besar." [QS. Luqman: 13]
Jauhilah kesyirikan dalam peribadahan kepada Allah, seperti berdo'a kepada orang-orang yang telah mati atau orang-orang yang tidak berada di hadapannya. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
الدُّعَاءُ هو الْعِبَادةُ
"Do'a itu adalah ibadah." [HR. At-Tirmidzi, ia berkata: Hasan Shahih]
Dan ketika turun firman Allah 'Azza wajalla:
الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَٰئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ
"Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezhaliman (syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk." [QS. Al-An'am: 82]
Terasa berat atas kaum muslimin dan mereka berkata: "Siapa di antara kita yang tidak menzhalimi dirinya, ya Rasulullah?" Maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam menjawab:
ليس ذلك، إنّما هو الشّرك، ألمْ تسمعوا قول لقمان لاِبنه؟
"Bukan seperti itu, yang dimaksud (zhalim dalam ayat itu, pent) adalah kesyirikan. Apakah kalian tidak mendengar ucapan Luqman kepada anaknya?"
يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ ۖ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
"Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezhaliman yang besar." [QS. Luqman: 13] [Muttafaqun 'alaih]
📑 Dikutip dari buku "Kiat Sukses Mendidik Anak" penerbit pustaka al Haura Jogyakarta terjemahan dari kitab Nidaaun ila al Murobbiyyin wal Murobbiyyat.
📝🎨 Majmu'ah Tarbiyatul Aulad
Asy-Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu rahimahullah
*Mentauhidkan Allah 'Azza wajalla dan Jangan Berbuat Syirik*
Allah 'Azza wajalla berfirman:
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ ۖ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
"Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezhaliman yang besar." [QS. Luqman: 13]
Jauhilah kesyirikan dalam peribadahan kepada Allah, seperti berdo'a kepada orang-orang yang telah mati atau orang-orang yang tidak berada di hadapannya. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
الدُّعَاءُ هو الْعِبَادةُ
"Do'a itu adalah ibadah." [HR. At-Tirmidzi, ia berkata: Hasan Shahih]
Dan ketika turun firman Allah 'Azza wajalla:
الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَٰئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ
"Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezhaliman (syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk." [QS. Al-An'am: 82]
Terasa berat atas kaum muslimin dan mereka berkata: "Siapa di antara kita yang tidak menzhalimi dirinya, ya Rasulullah?" Maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam menjawab:
ليس ذلك، إنّما هو الشّرك، ألمْ تسمعوا قول لقمان لاِبنه؟
"Bukan seperti itu, yang dimaksud (zhalim dalam ayat itu, pent) adalah kesyirikan. Apakah kalian tidak mendengar ucapan Luqman kepada anaknya?"
يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ ۖ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
"Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezhaliman yang besar." [QS. Luqman: 13] [Muttafaqun 'alaih]
📑 Dikutip dari buku "Kiat Sukses Mendidik Anak" penerbit pustaka al Haura Jogyakarta terjemahan dari kitab Nidaaun ila al Murobbiyyin wal Murobbiyyat.
📝🎨 Majmu'ah Tarbiyatul Aulad
19 Desember 2018
Semoga tetap istiqomah dalam menuntut ilmu
*AWAL AWAL, MENGAJI, SEMANGAT MEMBLUDAK, CARI-CARINYA USTADZ KIBAR ( BESAR), TAPI PAS MERASA TAHU, TENTANG ILMU, DIA MERASA CUKUP, PADAHAL ILMU ITU BUTUH PROSES, TIDAK ADA YANG INSTAN, SAHABAT RASULULLOH SHALLALLOHU ALAIHI WA SALLAM, BELAJAR SELAMA 23 TAHUN, BERSAMA RASULULLOH SHALLALLOHU ALAIHI WA SALLAM, DAN MEREKA RADHIYALLOHU ANHUM SEMAKIN TAWADDHU' DENGAN ILMU YANG DIDAPAT, MEREKA SALING BERTANYA TENTANG ILMU, SEMOGA KITA ISTIQOMAH DALAM MENUNTUT ILMU*
Kami sempat melakukanya di awal-awal kami mengenal dakhwah ahlus sunnah wal jama’ah karena kebodohan kami akan ilmu. Kemudian kami ingin membagainya supaya ikhwan-akhwat bisa mengambil pelajaran dan mengingatkan mereka yang telah lama mengenal anugrah dakwah ahlus sunnah khususnya kami pribadi. Beberapa hal tersebut ada sepuluh berdasar pengalaman kami:
1. Merasa lebih tinggi derajat dan akan terbebas dari dosa karena sudah merasa mengenal Islam yang benar.
2. Terlalu semangat menuntut ilmu agama sampai lupa kewajiban yang lain.
3. Kaku dalam menerapkan ilmu agama padahal Islam adalah agama yang mudah.
4. Keras dan kaku dalam berdakwah.
5. Suka berdebat dan mau menang sendiri bahkan menggunakan kata-kata yang kasar.
6. Menganggap orang di luar dakwah ahlus sunnah sebagai saingan bahkan musuh.
7. Berlebihan membicarakan kelompok tertentu dan ustadz/ tokoh agama tertentu.
8. Tidak serius belajar bahasa arab.
9. Tidak segera mencari lingkungan dan teman yang baik.
10. Hilang dari pengajian dan kumpulan orang-orang yang shalih serta tenggelam dengan kesibukan dunia.
Kemudian kami coba jabarkan satu-persatu.
1. *Merasa lebih tinggi derajat dan akan terbebas dari dosa karena sudah merasa mengenal Islam yang benar*
Ketika awal-awal mengenal dakwah ahlus sunnah bisa jadi ada rasa bangga dan sombong bahwa ia telah mendapat hidayah dan merasa ia sudah selamat dunia-akherat. Padahal ini baru saja fase yaqzhoh [bangun dari tidur], awal mengangkat jangkar kapal, baru akan mulai mengarungi ilmu, amal, dakwah dan bersabar di atasnya.
Ingatlah, janganlah kita menganggap diri kita akan selamat dari dosa dan maksiat hanya karena baru mengenal dakwah ahlus sunnah. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
فَلَا تُزَكُّوا أَنفُسَكُمْ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقَى
“Maka janganlah kamu menganggap dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui siapa orang yang bertakwa.” (QS. An-Najm: 32)
Muhammad bin Ya’qub Al-Fairuz Abadi rahimahullah menukil penafsiran Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma tentang ayat ini:
فَلَا تبرئوا أَنفسكُم من الذُّنُوب {هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقى} من الْمعْصِيَة وَأصْلح
“Jangan kalian membebaskan diri kalian dari dosa dan Dialah yang paling mengetahui siapa yang bertakwa/takut dari maksiat dan membuat perbaikan” [Tanwirul Miqbaas min tafsiri Ibni Abbaas 1/447, Darul Kutubil ‘Ilmiyah, Libanon, Asy-Syamilah]
Seharusnya jika kita menisbatkan pada dakwah salafiyah maka ingatlah pesan salaf [pendahulu] kita yaitu sahabat Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu,
لو تعلمون ذنوبي ما وطئ عقبي اثنان، ولحثيتم التراب على رأسي، ولوددت أن الله غفر لي ذنبا من ذنوبي، وأني دعيت عبد الله بن روثة. أخرجه الحاكم وغيره.
“Kalau kalian mengetahui dosa-dosaku maka tidak akan ada dua orang yang berjalan di belakangku dan sungguh kalian akan melemparkan tanah di atas kepalaku, dan aku berangan-angan Allah mengampuni satu dosa dari dosa-dosaku dan aku dipanggil Abdullah bin Kotoran.” (HR.Hakim dalam Al-Mustadrok 3:357, no 5382, Ibnu Abi Syaibah dalam Mushonnaf 7:103, no 34522dan Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman 1: 504, no 848, shahih)
2. Terlalu semangat menuntut ilmu agama sampai lupa kewajiban yang lain
Semua ikhwan-akhwat baru “ngaji” pasti semangat menuntut ilmu, karena banyak ilmu agama yang selama ini mereka yakini kurang tepat dan mereka dapatkan jawabannya dalam manhaj dakwah salafiyah yang ilmiyah. Akan tetapi ada yang terlalu semangat menuntut ilmu sampai lupa kewajibannya.
_*Contoh kasus*_:
– Ikhwan kuliah di kampus, ia diberi amanah oleh orang tuanya untuk belajar di kota A, menyelesaikan studinya, pulang membawa gelar dan membahagiakan keduanya. Kedua orang tua bersusah payah membiayainya. Akan tetapi ia sibuk belajar agama di sana – sini dan lalai dari amanah orang tua yang WAJIB juga ditunaikan. Nilainya hancur dan terancam Drop Out. Tentu saja orang tuanya bertanya-tanya dan malah menyalahkan dakwah salafiyah yang ia anut. Ia pun tidak menjelaskan dengan baik-baik kepada kedua orang tuanya.
– Seorang suami yang sibuk menuntut ilmu agama dan menelantarkan istri dan anaknya. Melakukan safar tholabul ilmi ke berbagai daerah, langsung membeli kitab-kitab yang banyak dan mahal. Padahal ia agak kesusahan dalam ekonomi dan tidak memberikan pengertian kepada istri dan anak-anaknya.
Kita seharusnya memperhatikan firman Allah:
وَلاَ تُسْرِفُواْ إِنَّهُ لاَ يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
“Dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.” (QS. Al-An’am: 141). Artinya, mempelajari ilmu juga harus bisa memperhatikan kewajiban lainnya, yaitu kewajiban bakti pada orang tua dan memberi nafkah pada keluarga. Dan jika kita perhatikan, orang-orang seperti ini hanya [maaf] “panas-panas tahi ayam”. Semangat hanya beberapa bulan saja setelah itu kendor bahkan futur [malas dan jenuh].
3. *Kaku dalam menerapkan ilmu agama padahal Islam adalah agama yang mudah*
Allah Ta’ala mengkhendaki kemudahan bagi hamba-Nya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
يُرِيدُ اللّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلاَ يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu”. (QS. Al-Baqarah: 185)
Sebagian ikhwan-akhwat yang baru “ngaji” mungkin dikarenakan masih sedikitnya ilmu terlalu kaku menerapkan ilmu agama sehingga sehingga nampaknya islam adalah agama yang sulit dan tidak fleksibel. Contoh kasus:
– Seorang akhwat ingin memakai cadar agar bisa menerapkan dan melestarikan sunnah agama islam. Akan tetapi semua keluarganya melarangnya bahkan keras karena nanti disangka teroris dan lingkungan akhwat tersebut sangat aneh dengan cadar. Ia sudah menjelaskan dengan baik-baik tetapi keluarganya yang sangat awam masih belum bisa menerima. Orang tuanya bahkan tidak ridha dan hubungan silaturahmi dengan keluarga menjadi terputus. Dalam kasus ini:
Apabila ia menyakini bahwa cadar hukumnya sunnah maka diterapkan kaidah:
درء المفاسد مقدم على جلب المصالح
_*“Menolak mafsadat didahulukan daripada mendatangkan mashlahat”.*_ Jika ia memakai cadar maka mendatangkan mashlahat yaitu melaksanakan sunnah, jika ia tidak pakai cadar maka menolak mafsadat yaitu tidak ridhanya ortu dan putus silaturhami. Maka dengan kaidah ini ia wajib menolak mafsadat dengan tidak memakai cadar. Selain itu hukum wajib didahulukan dari hukum sunnah.
– Begitu juga dengan kasus seorang akhwat kuliah di luar kota, ia harus safar tanpa mahram dan tidak tahan kuliah ikhtilat [bercampur-baur laki-laki dan perempuan], maka ia memutuskan tidak melanjutkan kuliah. Sehingga diminta pulang oleh orang tuanya. Akan tetapi di tempatnya tidak ada kajian dan mejelis ilmu sehingga ia menjadi futur karena ia baru-baru “ngaji”. Sedangkan di kota tempat ia kuliah ada banyak majelis ilmu. Maka keputusan ia berhenti kuliah kurang tepat. Karena diterapkan kaidah:
إذا تعارض ضرران دفع أخفهما.
” Jika ada dua mudharat (bahaya) saling berhadapan maka di ambil yang paling ringan “
Dan banyak kasus yang lain. Intinya kita harus banyak-banyak berdiskusi dengan ustadz dan orang yang berilmu jika mendapatkan seuatu dalam agama yang berat dan sesak terasa jika kita jalankan. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَشَاوِرْهُمْ فِي الأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللّهِ
“Dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu . Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah.” (QS. Ali Imron: 159)
4. *Keras dan kaku dalam berdakwah*
Mungkin ini disebabkan karena terlalu semangat ingin meyebarkan dakwah manhaj salafiyah. Akan tetapi karena sedikitnya ilmu tentang tata-cara berdakwah, dakwah terkesan kaku dan keras. Contoh kasus:
– Seorang pemuda yang baru mengenal dakwah, ketika pulang langsung menceramahi orang tuanya dan kakeknya. Dan berkata ,“ini haram”, itu bid’ah, ini syirik”. Tentunya saja kakeknya akan berkata, “Kamu anak ingusan kemaren sore, baru saya ganti popokmu, sudah berani ceramahi saya?”.
– Seorang ikhwan yang baru tahu hukum tahlilan setelah kematian adalah bid’ah. Kemudian ia datang kekumpulan orang yang melakukannya dalam suasana duka. Ia sampaikan ke majelis tersebut bahwa ini bid’ah maka bisa jadi ia pulang tinggal nama saja.
– Seorang akhwat yang ingin mendakwahkan temannya yang masih sangat awam atau baru masuk islam. Ia langsung mengambil tema tentang cadar, jenggot, isbal, bid’ah, hadist tentang perpecahan dan firqoh. Ia juga langsung membicarakan bahwa aliran ini sesat, tokoh ini sesat dan sebagainya. Seharusnya ia mengambil tema tauhid dan keindahan serta kemudahan dalam islam.
Seharusnya berdakwah dengan cara yang lembut serta penuh hikmah. Dan berdakwah ada tingkatan, cara dan metodenya. Berpegang pada prinsip yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sabdakan,
يَسِّرُوا وَلَا تُعَسِّرُوا وَبَشِّرُوا وَلَا تُنَفِّرُوا
“Mudahkan dan jangan mempersulit, berikan kabar gembira dan jangan membuat manusia lari” (HR. Bukhari, Kitabul ‘Ilmu no.69)
5. *Suka berdebat dan mau menang sendiri bahkan menggunakan kata-kata yang kasar*
Karena terlalu semangat berdakwah akan tetapi tanpa disertai ilmu. Maka ada sebagian ikhwan-akhwat baru “ngaji” sering terjatuh dalam kebiasaan suka berdebat. Dan parahnya, ia baru hanya tahu hukumnya saja, tidak mengetahui dan menghafal dalil serta tidak tahu metode istidlal [mengambil dalil]. Jadi yang ada hanya berdebat saling “ngotot” tentang hukum sesuatu. apalagi mengeluarkan katakata yang kasar sampai mencaci-maki dan menyumpah-serapah.
Memang ada yang sudah hafal dalilnya dan mengetahui metode istidlal (cara pendalilan). Akan tetapi, ia tidak membaca situasi dakwah, siapa objek dakwah, waktu berdakwah ataupun posisi dia saat mendakwahkan.
Dan ada juga yang berdebat karena ingin menunjukkan bahwa ia ilmunya tinggi, banyak menghafal ayat dan hadist, mengetahui ushul fiqh dan kaidah-kaidahnya.
Memang saat itu kita menang dalam berdebat karena manhaj salafiyah ilmiyah. Akan tetapi tujuan berdakwah dan nasehat tidak sampai. Orang tersebut sudah dongkol atau sakit hati karena kita berdebat dengan cara yang kurang baik bahkan menggunakan kata-kata yang kasar. Hatinya tidak terima karena merasa sudah dipermalukan, akibatnya ia gengsi menerima dakwah. Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ، الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ، الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ،
“Agama itu adalah nasihat, agama itu adalah nasihat, agama itu adalah nasihat”. (HR. Muslim 55/95)
Yang dimaksud dengan nasehat adalah menghendaki kebaikan. Jadi bukan tujuannya menunjukan kehebatan berdalil dan menang dalam berdebat.
Mengenai suka berdebat, para nabi dan salafus shalih sudah memperingatkan kita tentang bahayanya. Nabi Sulaiman ‘alaihis salam berkata kepada anaknya,
يَا بُنَيَّ، إِيَّاكَ وَالْمِرَاءَ، فَإِنَّ نَفْعَهُ قَلِيلٌ، وَهُوَ يُهِيجُ الْعَدَاوَةَ بَيْنَ الْإِخْوَانِ “
“Wahai anakku, tinggalkanlah mira’ (jidal, mendebat karena ragu-ragu dan menentang) itu, karena manfaatnya sedikit. Dan ia membangkitkan permusuhan di antara orang-orang yang bersaudara.” (Syu’abul Iman: 8076 Al-Baihaqi, cetakan pertama, Darul Rusdi Riyadh, Asy-syamilah)
Mengenai berkata-kata kasar, maka ini tidak layak keluar dari lisan seseorang yang mengaku menisbatkan diri pada manhaj salaf. Renungkan firman Allah Ta’ala,
اذْهَبَا إِلَى فِرْعَوْنَ إِنَّهُ طَغَى ْ فَقُولَا لَهُ قَوْلاً لَّيِّناً لَّعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَى
“Pergilah kamu berdua kepada Fir’aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas. maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut”. (QS. At-Thoha: 43-44). Kepada orang selevel Fir’aun saja harus berdakwah dengan kata-kata yang lemah lembut, apalagi kita akan mendakwahkan saudara kita seiman? Maka gunakanlah kata-kata yang lembut dan bijaksana lagi penuh hikmah.
6. *Menganggap orang di luar dakwah ahlus sunnah sebagai saingan bahkan musuh*
Ikhwan-akhwat baru “ngaji” yang sedang semangat-semangatnya berdakwah ada sebagian yang melihat orang diluar dakwah ahlus sunnah adalah saingan mereka. Padahal mereka adalah sasaran dakwah juga bukan saingan dakwah. Mereka adalah saudara seiman kita. Mereka berhak medapatkan hak-hak persaudaraan dalam islam. Seharusnya kita lebih mengasihi dan menyayangi mereka karena mereka punya semangat membela dan menyebarkan islam hanya saja mereka sudah terlanjur salah dalam memahami Islam. Mereka tidak seberuntung kita medapatkan anugrah dakwah ahlus sunnah. Contohnya:
– Di kampus, ketika bertemu dengan teman-teman yang berdakwah tidak dengan dakwah ahlus sunnah, maka mukanya sangar, cemberut, tidak mau menyapa dan tidak membalas salam. Tidak mau duduk bermejelis dengan mereka dan merasakan suasana kekeluargaan islami. Dan parahnya, malah dengan orang kafir mereka lebih akrab dan hangat. Ketahuilah mereka saudara-sudara seiman kita yang lebih patut mendapat perhatian dan dakwah dari kita. Tidak heran jika saudara-saudara kita mengatakan, “Kok kita sesama orang islam saling gontok-gontokan, tapi berbaikan dengan orang kafir”
Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
“Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan bertakwalah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” (QS. Al-Hujurat: 10)
– Di kampung, ada ustadz /kiayi haji/ tuan guru/ tokoh masyarahat yang berdakwah tidak dengan dakwah ahlus sunnah. Maka ada sebagian ikhwan-akhwat yang seolah-olah meremehkan mereka, menganggap mereka aliran sesat, ilmunya salah dan ngawur, Tidak menghormati mereka. Padahal belum tentu kita lebih baik dari mereka. Bisa jadi mereka amalnya sedikit yang benar tapi sangat ikhlas, mengalahkan amal kita yang –sekiranya benar insya Allah- tapi tidak ikhlas dan dipenuhi dengan riya’ dan dengan rasa sombong mampu beramal. Seharusnya kita memposisikan mereka sesuai dengan posisi mereka, menghormati mereka dan memilih kata-kata dakwah yang baik dan tidak terkesan menggurui. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda memerintahkan agar kita memposisikan manusia sesuai dengan kedudukuannya masing-masing. Salah satu penerapan beliau adalah surat beliau kepada raja Romawi Heraklius:
باسم الله الرحمان الرحيم
من محمد رسول الله إلى عظيم الروم
“Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, dari Muhammad utusan Allah kepada pembesar/ tokoh besar Romawi”
Kemudian jika mereka tidak menerima dakwah kita maka ada sebagian ikhwan-akhwat yang langsung mengangapnya sebagai musuh. Mereka akan merusak agama islam, mencap sebagai ahli bid’ah dan syirik dan tahu kaidah pembid’ahan dan pengkafiran. Padahal mereka tetap saudara kita dan masih berhak mendapatkan hak-hak persaudaraan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لا تحاسدوا ولا تَناجَشُوا ولا تباغضوا ولا تدابروا ولا يَبِعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ,وكونوا عباد الله إخواناً. اَلْمُسْلِمُ أَخُو المسلمِ: لا يَظْلِمُهُ ولا يَخْذُلُهُ ولا يَكْذِبُهُ ولا يَحْقِرُهُ
“Jangan kalian saling hasad, jangan saling melakukan najasy, jangan kalian saling membenci, jangan kalian saling membelakangi, jangan sebagian kalian membeli barang yang telah dibeli orang lain, dan jadilah kalian sebagai hamba-hamba Allah yang bersaudara. Seorang muslim adalah saudara muslim bagi lainnya, karenanya jangan dia menzhaliminya, jangan menghinanya, jangan berdusta kepadanya, dan jangan merendahkannya.(HR. Muslim no. 2564)
Jika mereka tidak menerima, maka tugas kita hanya menyampaikan saja. Mereka terima Alhamdulillah , jika tidak diterima jangan dipaksa dan dimusuhi. Karena kita hanya memberikan hidayah ‘ilmu wal bayan berupa penjelasan, sedangkan hidayah taufiq hanya ditangan Allah. Seharusnya kita mendoakan mereka semoga mandapatkan hidayah, bukan dimusuhi.
Lihatlah tauladan kita Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tatkala pergi ke Thaif untuk berdakwah sekaligus meminta perlindungan kepada mereka dari tekanan kafir Quraisy setelah meninggalnya paman beliau Abu Thalib. Akan tetapi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam diusir dengan lemparan batu, caci-maki dan ejekan. Tubuh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia sampai berdarah-darah. Perasaan beliau makin sedih karena saat itu tahun-tahun ditinggal juga oleh istrinya Khadijah radhiallahu ‘anha, pendukung dakwah beliau. Kemudian datanglah malaikat Jibril ‘alaihissalam memberi tahu bahwa malaikat penjaga bukit siap diperintah jika beliau ingin menimpakan bukit tersebut kepada orang-orang Thaif. Malaikat tersebut berkata,
يَا مُحَمَّدُ، فَقَالَ، ذَلِكَ فِيمَا شِئْتَ، إِنْ شِئْتَ أَنْ أُطْبِقَ عَلَيْهِمُ الأَخْشَبَيْن
“Wahai muhammad, terserah kepada engkau, jika engkau mnghendaki aku menghimpitkan kedua bukit itu kepada mereka”
Tapi apa yang keluar dari lisan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam? Doa kepada penduduk Thoif. Beliau berdoa,
بَلْ أَرْجُو أَنْ يُخْرِجَ اللَّهُ مِنْ أَصْلاَبِهِمْ مَنْ يَعْبُدُ اللَّهَ وَحْدَهُ، لاَ يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا
“Bahkan aku berharap Allah akan mengeluarkan dari tulang sulbi mereka keturunan yang akan menyembah Allah semata, tidak disekutukanNya dengan apa pun” [kisah yang panjang bisa dilihat di shahih Bukhari no. 3231]
Subhanallah, kita sangat jauh dari cara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdakwah. Dan terbukti doa beliau mustajab. Penduduk Thoif tidak lama menjadi salah satu pembela islam dan mengikuti peperangan jihad membela islam.
Mengenai berwajah sangar, seram dan cemberut terus seolah-olah prajurit perang yang marah. Mungkin ini salah persepsi sebagian ikhwan-akhwat karena mereka sering dan terlalu banyak melihat syirik, bid’ah dan maksiat dimana-mana. Seolah-olah menunjukan mereka ingin mengingkari semuanya. Tetapi Islam tidak mengajarkan demikian, seorang muslim berprinsip “Berwajah ceria bersama manusia dan berlinang air mata akan dosanya saat sendiri bermunajat kepada rabb-nya”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَا تَحْقِرَنَّ مِنَ الْمَعْرُوفِ شَيْئًا، وَلَوْ أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ بِوَجْهٍ طَلْقٍ
“Janganlah engkau remehkan suatu kebajikan sedikitpun, walaupun engkau bertemu dengan saudaramu dengan wajah yang ceria/bermanis muka”. (HR. Muslim no. 2626)
7. *Berlebihan membicarakan kelompok tertentu dan ustadz/tokoh agama tertentu*
Ada sebagian ikhwan-akhwat yang terlalu tenggelam dan sibuk membicarakan masalah perpecahan dan firqoh. Memang kita harus mempelajarinya agar tahu mana yang selamat, akan tetapi kita jangan terlalu menyibukkan diri membicarakan kelompok-kelompok tersebut. Tema yang terlalu sering diangkat dalam kumpul-kumpul, majelis dan pengajian adalah sesatnya kelompok ini, jangan ikut kajian dengan kelompok itu, menerapkan hajr/memboikot di sana-sini tanpa tahu kaidah meng-hajr. Akhirnya sibuk dan lalai mempelajari tauhid, aqidah, akhlak, fiqh keseharian dan bahasa arab.
Seharusnya ada prioritas dalam belajar. Hendaknya kita lebih memprioritaskan pembicaraan tentang tauhid dan akidah. Itulah seruan pertama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika ingin berdakwah. Beliau bersabda kepada Muadz yang diutus ke Yaman,
إنك تأتي قوما من أهل الكتاب، فليكن أول ما تدعوهم إليه شهادة أن لا إله إلا الله ” – وفي رواية: إلى أن يوحدوا الله
“Sesungguhnya engkau akan mendatangi kaum Ahli kitab maka hendaklah dakwah yang pertama kali engkau sampaikan kepada mereka adalah syahadat Laa ila Illallah , dalam riwayat yang lain: supaya mereka mentauhidkan Allah”. (Muttafaqun ‘alaih)
Selain membicarakan kelompok, sebagian ikhwan-akhwat juga sibuk membicarakan kesalahan dan kejelekan ustadz/tokoh tertentu. Mencap sebagai ahli bid’ah tanpa tahu kaidah pembid’ahan atau mencap kafir tanpa tahu kaidah pengkafiran. Tidak mau ikut pengajian ustadz fulan. Bahkan sampai tingkat ulama. Syaikh fulan terjatuh dalam aqidah Murji’ah, syaikh fulan ikut merestui kelompok sesat, syaikh fulan sudah ditahzir/diperingati oleh syaikh fulan. Parahnya, info yang sampai ke dia hanya qiila wa qoola, berita-berita yang tidak jelas dan belum tahu apakah sudah tabayyun/klarifikasi atau belum. Akhirnya sibuk mencari-cari aib orang lain. Membicarakan kesalahan orang lain.
Seharusnya kita lebih banyak mencari kesalahan kita, merenungi dosa-dosa kita yang banyak. Seharunya kita ingat perkataan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu:
يبصر أحدكم القذاة في أعين أخيه، وينسى الجذل- أو الجذع – في عين نفسه
“Salah seorang dari kalian dapat melihat kotoran kecil di mata saudaranya tetapi dia lupa akan kayu besar yang ada di matanya.” (HR. Bukhari dalam Adabul Mufrod no. 592. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa riwayat ini shahih)
Ustadz/ tokoh tersebut jika memang ia salah, belum tentu kita lebih baik dari mereka. Bisa jadi amal mereka sedikit yang benar tapi sangat ikhlas. Sedangkan kita, seandainya banyak amal kita yang sesuai sunnah tapi tidak ikhlas, dipenuhi riya’ dan rasa sombong mampu beramal banyak. Ajaran islam mengajarkan agar kita tawaddhu’, rendah hati dan mengaggap orang lain lebih baik dari kita.
‘Abdullah Al Muzani rahimahullah berkata,
إن عرض لك إبليس بأن لك فضلاً على أحد من أهل الإسلام فانظر، فإن كان أكبر منك فقل قد سبقني هذا بالإيمان والعمل الصالح فهو خير مني، وإن كان أصغر منك فقل قد سبقت هذا بالمعاصي والذنوب واستوجبت العقوبة فهو خير مني، فإنك لا ترى أحداً من أهل الإسلام إلا أكبر منك أو أصغر منك.
“Jika iblis memberikan was-was kepadamu bahwa engkau lebih mulia dari muslim lainnya, maka perhatikanlah. Jika ada orang lain yang lebih tua darimu, maka seharusnya engkau katakan, “Orang tersebut telah lebih dahulu beriman dan beramal sholih dariku, maka ia lebih baik dariku.” Jika ada orang lainnya yang lebih muda darimu, maka seharusnya engkau katakan, “Aku telah lebih dulu bermaksiat dan berlumuran dosa serta lebih pantas mendapatkan siksa dibanding dirinya, maka ia sebenarnya lebih baik dariku.” Demikianlah sikap yang seharusnya engkau perhatikan ketika engkau melihat yang lebih tua atau yang lebih muda darimu.” (Hilyatul Awliya’ 2/226, Abu Nu’aim Al Ashbahani, Asy-Syamilah)
8. *Tidak serius belajar bahasa arab*
Mungkin ikhwan-akhwat yang baru “ngaji” sekalipun sudah tahu bahwa hukum mempelajari bahasa Arab, yaitu fardhu. Ada juga yang merinci fardhu ‘ain bagi mereka yang mampu belajar dan bagi orang-orang yang akan banyak berbicara agama seperti calon ustadz dan aktifis dakwah. Kemudian fardhu kifayah bagi mereka yang tidak mampu otaknya seperti orang yang sangat tua. Fadhu ‘ain juga pada ilmu yang mencukupkan ia paham agamanya dan fadhu kifayah pada ilmu tambahan seperti ilmu syair. Sebagaimana perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah:
“Di sana ada bagian dari bahasa Arab yang wajib ‘ain dan ada yang wajib kifayah. Dan hal ini sesuai dengan apa yang diriwayatkan oleh Abu Bakar bin Abi Syaibah, dari ‘Isa bin Yunus dari Tsaur, dari Umar bin Yazid, beliau berkata: Umar bin Khottob menulis kepada Abu Musa Al-Asy’ari (yang isinya), “Pelajarilah As-Sunnah, pelajarilah bahasa Arab dan I’roblah Al-Qur’an karena Al-Qur’an itu berbahasa Arab.” (Iqtidho’Shirotal Mustaqim hal 527 jilid I, tahqiq syaikh Nashir Abdul karim Al–‘Aql, Wizarot Asy Syu-un Al Islamiyah wal Awqof)
Bahasa Arab sangat penting, karena sarana memahami islam. Sehingga kita bisa mudah menghapal Al-Quran dan hadist, mudah tersentuh dengan Al-Quran, memahami buku-buku ulama. Hanya orang yang menguasai bahasa arab yang bisa merasakan manisnya menuntut ilmu.
Tetapi ada sebagian ikhwan-akhwat yang lalai belajar bahasa Arab, tidak serius dan ada juga yang menyerah belajar bahasa arab. Hal ini membuat mereka kurang kokoh dalam beragama. Dan setelah diperhatikan, Ikhwan-akhwat yang kemudian kendor menunut ilmu dan hilang semangat belajar agama bahkan futur adalah mereka yang tidak serius belajar bahasa arab.
Prosesnya mungkin seperti ini: _pertama_ mereka semangat ikut kajian di sana-sini, kemudian mulai bosan dengan kajian yang temanya itu-itu saja. Dan berpikir materi seperti ini bisa dibaca di rumah dan di internet. Akhirnya hilang dari pengajian dan kumpulan orang-orang shalih. _Kemudian_ dengan membacapun agak bosan [inipun kalau ia rajin membaca], Karena buku-buku terjemahan dan artikel materinya sangat terbatas. Akhirnya ia malah disibukkan dengan hal-hal yang kurang bermanfaat seperti facebook dan internet berjam-jam, ngobrol-ngobrol tentang akhwat padahal belum mau nikah dan lain-lain. Bahkan terjerumus dalam hal-hal yang haram. Ibnu Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah berkata:
وَنَفْسُكَ إِنْ أَشْغَلَتْهَا بِالحَقِّ وَإِلاَّ اشْتَغَلَتْكَ بِالبَاطِلِ
“Jika dirimu tidak disibukkan dengan hal-hal yang baik, pasti akan disibukkan dengan hal-hal yang batil” (Al Jawabul Kaafi hal 156, Darul Ma’rifah, cetakan pertama, Asy-Syamilah).
Berbeda dengan mereka yang mengusai bahasa arab. Mereka semakin tertantang untuk belajar banyak ilmu dan tingkatan ilmu yang lebih tinggi seperti ilmu mustholah hadist, kaidah fiqh, ushul fiqh, mendengarkan muhadharah/ceramah syaikh dan menelaah kitab-kitab ulama yang tebal dan berjilid-jilid. Sehingga mereka selalu disibukkan dengan ilmu, amal dan dakwah. Finally, mereka pun bisa merasakan kebahagian dan manisnya ilmu syar’i.
9. *Tidak segera mencari lingkungan dan teman yang baik*
Lingkungan dan teman sangat penting, karena sangat berpengaruh dengan diri kita. Ikhwan-akhwat yang baru “ngaji” biasanya masih mudah goyang dan tidak stabil, karena diperlukan teman-teman yang shalih dan baik. Bisa dilakukan dengan tinggal di wisma atau kost-kostan khusus ikhwan dan khusus akhwat. Atau jika memungkinkan pindah kelingkungan sekitar pondok atau perumahan yang banyak ikhwannya. Atau jika tidak bisa, sering-sering silaturahmi ke ikhwan-akhwat yang shalih dan shalihah serta berkumpul bersama mereka. Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar(jujur).” (QS. At Taubah: 119)
Jika tidak, maka sudah sering terdengar cerita banyak ikhwan-akhwat yang dulunya semangat “ngaji” sekarang sudah futur dan hilang dari peredaran dakwah. lingkungan dan teman yang baik memang dibutuhkan bagi semua orang.
Mengenai teman yang baik, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالْجَلِيسِ السَّوْءِ كَمَثَلِ صَاحِبِ الْمِسْكِ ، وَكِيرِ الْحَدَّادِ ، لاَ يَعْدَمُكَ مِنْ صَاحِبِ الْمِسْكِ إِمَّا تَشْتَرِيهِ ، أَوْ تَجِدُ رِيحَهُ ، وَكِيرُ الْحَدَّادِ يُحْرِقُ بَدَنَكَ أَوْ ثَوْبَكَ أَوْ تَجِدُ مِنْهُ رِيحًا خَبِيثَةً
“Seseorang yang duduk (berteman) dengan orang sholih dan orang yang jelek adalah bagaikan berteman dengan pemilik minyak misk dan pandai besi. Jika engkau tidak dihadiahkan minyak misk olehnya, engkau bisa membeli darinya atau minimal dapat baunya. Adapun berteman dengan pandai besi, jika engkau tidak mendapati badan atau pakaianmu hangus terbakar, minimal engkau dapat baunya yang tidak enak.” (HR. Bukhari no. 2101)
Perlu diperhatikan bahwa hati manusia lemah, apalagi jika sendiri. Perlu dukungan, saling menasehati antarsesama. Selevel Nabi Musa ‘alaihissalam saja memohon kepada Allah agar punya teman seperjuangan yang bisa membantunya dan membenarkan perkataannya, yaitu Nabi Harun alaihissalam . Beliau berkata dalam Al-Quran,
وَأَخِي هَارُونُ هُوَ أَفْصَحُ مِنِّي لِسَاناً فَأَرْسِلْهُ مَعِيَ رِدْءاً يُصَدِّقُنِي إِنِّي أَخَافُ أَن يُكَذِّبُونِ
“Dan saudaraku Harun dia lebih fasih lidahnya daripadaku , maka utuslah dia bersamaku sebagai pembantuku untuk membenarkan (perkataan)ku; sesungguhnya aku khawatir mereka akan mendustakanku”.(QS. Al-Qashash: 34)
10. *Hilang dari pengajian dan kumpulan orang-orang shalih serta tengelam dengan kesibukan dunia*
Penyebab terbesar futur adalah point ini. Majelis ilmu adalah tempat mere-charge keimanan kita, setelah terkikis dengan banyaknya fitnah dunia yang kita hadapi.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ إِلاَّ نَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِينَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمُ الْمَلاَئِكَةُ وَذَكَرَهُمُ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ
“Tidaklah suatu kaum berkumpul di satu rumah Allah, mereka membacakan kitabullah dan mempelajarinya, kecuali turun kepada mereka ketenangan, dan rahmat menyelimuti mereka, para malaikat mengelilingi mereka dan Allah memuji mereka di hadapan makhluk yang ada didekatnya”. (HR. Muslim nomor 6793)
Dan orang-orang shalih adalah pendukung dan penguat iman kita dengan *saling menasehati*. Di mana dengan berteman dengan mereka, maka kita akan sering mengingat akherat dan menjadi tegar kembali dalam beragama. sebagaimana Ibnul Qoyyim rahimahullahu berkata,
وكنا إذا اشتد بنا الخوف وساءت منا الظنون وضاقت بنا الأرض أتيناه، فما هو إلا أن نراه ونسمع كلامه فيذهب ذلك كله وينقلب انشراحاً وقوة ويقيناً وطمأنينة
“Kami (murid-murid Ibnu Taimiyyah), jika kami ditimpa perasaan takut yang berlebihan, atau timbul dalam diri kami prasangka-prasangka buruk, atau (ketika kami merasakan) kesempitan hidup, kami mendatangi beliau, maka dengan hanya memandang beliau dan mendengarkan ucapan beliau, maka hilang semua kegundahan yang kami rasakan dan berganti dengan perasaan lapang, tegar, yakin dan tenang.” (Al Waabilush Shayyib hal 48, cetakan ketiga, Darul Hadist, Asy-Syamilah)
Tidak sedikit kita mendengar berita:
– Ikhwan yang dulunya semangat mengaji dan menjadi panitia-panitia kajian, kemudian bekerja di perusahaan kota A dengan gaji yang menggiurkan sekarang sudah potong jenggot, isbal, berpacaran dan seolah-olah menjauh dari ikhwan-ikhwan jika di sms atau ditelpon.
– Akhwat yang dulunya semangat menuntut ilmu, memakai jilbab lebar, memakai cadar bahkan purdah, kemudian melanjutkan studi S2 atau S3 dikota B atau di luar negeri, kemudian terdengar kabar bahwa ia sudah memakai jilbab ala kadar yang kecil “atas mekkah bawah amerikah”.
Terkadang kita tidak percaya dengan berita-berita seperti ini. Bagaimana mungkin dulu ia adalah guru bahasa arab, imam masjid dan jadi rujukan pertanyaan, sekarang menjadi seperti itu. semua ini bisa jadi karena tenggelam dengan kesibukan dunia dan terkikis fitnah secara perlahan-lahan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memisalkannya seperti tikar, beliau bersabda,
تُعْرَضُ الْفِتَنُ عَلَى الْقُلُوبِ كَالْحَصِيرِ عُودًا عُودًا
“Fitnah-fitnah akan mendatangi hati bagaikan anyaman tikar yang tersusun seutas demi seutas”. (HR.Muslim no 144)
Demikian yang dapat kami jabarkan. Dan dampak dari beberapa kesalahan tersebut adalah:
- Merasakan kesempitan hidup setelah mengenal dakwah ahlus sunnah
- Dakwah tidak diterima oleh orang lain
- Merusak nama dakwah salafiyah ahlus sunnah dan memberi kesan negatif
- Memecah belah persatuan umat Islam
Kemudian marilah kita banyak-banyak berdoa agar diberi istiqomah beragama yang merupakan anugrah terbesar.
يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ
“Yaa muqollibal qulub tsabbit qolbi ‘ala diinik” artinya: ‘Wahai Zat yang membolak-balikkan hati teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu’ (HR. Tirmidzi no 2066. Ia berkata: “Hadits Hasan”, dishahihkan oleh Adz-Dahabi)
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat, wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.
Kami sempat melakukanya di awal-awal kami mengenal dakhwah ahlus sunnah wal jama’ah karena kebodohan kami akan ilmu. Kemudian kami ingin membagainya supaya ikhwan-akhwat bisa mengambil pelajaran dan mengingatkan mereka yang telah lama mengenal anugrah dakwah ahlus sunnah khususnya kami pribadi. Beberapa hal tersebut ada sepuluh berdasar pengalaman kami:
1. Merasa lebih tinggi derajat dan akan terbebas dari dosa karena sudah merasa mengenal Islam yang benar.
2. Terlalu semangat menuntut ilmu agama sampai lupa kewajiban yang lain.
3. Kaku dalam menerapkan ilmu agama padahal Islam adalah agama yang mudah.
4. Keras dan kaku dalam berdakwah.
5. Suka berdebat dan mau menang sendiri bahkan menggunakan kata-kata yang kasar.
6. Menganggap orang di luar dakwah ahlus sunnah sebagai saingan bahkan musuh.
7. Berlebihan membicarakan kelompok tertentu dan ustadz/ tokoh agama tertentu.
8. Tidak serius belajar bahasa arab.
9. Tidak segera mencari lingkungan dan teman yang baik.
10. Hilang dari pengajian dan kumpulan orang-orang yang shalih serta tenggelam dengan kesibukan dunia.
Kemudian kami coba jabarkan satu-persatu.
1. *Merasa lebih tinggi derajat dan akan terbebas dari dosa karena sudah merasa mengenal Islam yang benar*
Ketika awal-awal mengenal dakwah ahlus sunnah bisa jadi ada rasa bangga dan sombong bahwa ia telah mendapat hidayah dan merasa ia sudah selamat dunia-akherat. Padahal ini baru saja fase yaqzhoh [bangun dari tidur], awal mengangkat jangkar kapal, baru akan mulai mengarungi ilmu, amal, dakwah dan bersabar di atasnya.
Ingatlah, janganlah kita menganggap diri kita akan selamat dari dosa dan maksiat hanya karena baru mengenal dakwah ahlus sunnah. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
فَلَا تُزَكُّوا أَنفُسَكُمْ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقَى
“Maka janganlah kamu menganggap dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui siapa orang yang bertakwa.” (QS. An-Najm: 32)
Muhammad bin Ya’qub Al-Fairuz Abadi rahimahullah menukil penafsiran Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma tentang ayat ini:
فَلَا تبرئوا أَنفسكُم من الذُّنُوب {هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقى} من الْمعْصِيَة وَأصْلح
“Jangan kalian membebaskan diri kalian dari dosa dan Dialah yang paling mengetahui siapa yang bertakwa/takut dari maksiat dan membuat perbaikan” [Tanwirul Miqbaas min tafsiri Ibni Abbaas 1/447, Darul Kutubil ‘Ilmiyah, Libanon, Asy-Syamilah]
Seharusnya jika kita menisbatkan pada dakwah salafiyah maka ingatlah pesan salaf [pendahulu] kita yaitu sahabat Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu,
لو تعلمون ذنوبي ما وطئ عقبي اثنان، ولحثيتم التراب على رأسي، ولوددت أن الله غفر لي ذنبا من ذنوبي، وأني دعيت عبد الله بن روثة. أخرجه الحاكم وغيره.
“Kalau kalian mengetahui dosa-dosaku maka tidak akan ada dua orang yang berjalan di belakangku dan sungguh kalian akan melemparkan tanah di atas kepalaku, dan aku berangan-angan Allah mengampuni satu dosa dari dosa-dosaku dan aku dipanggil Abdullah bin Kotoran.” (HR.Hakim dalam Al-Mustadrok 3:357, no 5382, Ibnu Abi Syaibah dalam Mushonnaf 7:103, no 34522dan Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman 1: 504, no 848, shahih)
2. Terlalu semangat menuntut ilmu agama sampai lupa kewajiban yang lain
Semua ikhwan-akhwat baru “ngaji” pasti semangat menuntut ilmu, karena banyak ilmu agama yang selama ini mereka yakini kurang tepat dan mereka dapatkan jawabannya dalam manhaj dakwah salafiyah yang ilmiyah. Akan tetapi ada yang terlalu semangat menuntut ilmu sampai lupa kewajibannya.
_*Contoh kasus*_:
– Ikhwan kuliah di kampus, ia diberi amanah oleh orang tuanya untuk belajar di kota A, menyelesaikan studinya, pulang membawa gelar dan membahagiakan keduanya. Kedua orang tua bersusah payah membiayainya. Akan tetapi ia sibuk belajar agama di sana – sini dan lalai dari amanah orang tua yang WAJIB juga ditunaikan. Nilainya hancur dan terancam Drop Out. Tentu saja orang tuanya bertanya-tanya dan malah menyalahkan dakwah salafiyah yang ia anut. Ia pun tidak menjelaskan dengan baik-baik kepada kedua orang tuanya.
– Seorang suami yang sibuk menuntut ilmu agama dan menelantarkan istri dan anaknya. Melakukan safar tholabul ilmi ke berbagai daerah, langsung membeli kitab-kitab yang banyak dan mahal. Padahal ia agak kesusahan dalam ekonomi dan tidak memberikan pengertian kepada istri dan anak-anaknya.
Kita seharusnya memperhatikan firman Allah:
وَلاَ تُسْرِفُواْ إِنَّهُ لاَ يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
“Dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.” (QS. Al-An’am: 141). Artinya, mempelajari ilmu juga harus bisa memperhatikan kewajiban lainnya, yaitu kewajiban bakti pada orang tua dan memberi nafkah pada keluarga. Dan jika kita perhatikan, orang-orang seperti ini hanya [maaf] “panas-panas tahi ayam”. Semangat hanya beberapa bulan saja setelah itu kendor bahkan futur [malas dan jenuh].
3. *Kaku dalam menerapkan ilmu agama padahal Islam adalah agama yang mudah*
Allah Ta’ala mengkhendaki kemudahan bagi hamba-Nya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
يُرِيدُ اللّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلاَ يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu”. (QS. Al-Baqarah: 185)
Sebagian ikhwan-akhwat yang baru “ngaji” mungkin dikarenakan masih sedikitnya ilmu terlalu kaku menerapkan ilmu agama sehingga sehingga nampaknya islam adalah agama yang sulit dan tidak fleksibel. Contoh kasus:
– Seorang akhwat ingin memakai cadar agar bisa menerapkan dan melestarikan sunnah agama islam. Akan tetapi semua keluarganya melarangnya bahkan keras karena nanti disangka teroris dan lingkungan akhwat tersebut sangat aneh dengan cadar. Ia sudah menjelaskan dengan baik-baik tetapi keluarganya yang sangat awam masih belum bisa menerima. Orang tuanya bahkan tidak ridha dan hubungan silaturahmi dengan keluarga menjadi terputus. Dalam kasus ini:
Apabila ia menyakini bahwa cadar hukumnya sunnah maka diterapkan kaidah:
درء المفاسد مقدم على جلب المصالح
_*“Menolak mafsadat didahulukan daripada mendatangkan mashlahat”.*_ Jika ia memakai cadar maka mendatangkan mashlahat yaitu melaksanakan sunnah, jika ia tidak pakai cadar maka menolak mafsadat yaitu tidak ridhanya ortu dan putus silaturhami. Maka dengan kaidah ini ia wajib menolak mafsadat dengan tidak memakai cadar. Selain itu hukum wajib didahulukan dari hukum sunnah.
– Begitu juga dengan kasus seorang akhwat kuliah di luar kota, ia harus safar tanpa mahram dan tidak tahan kuliah ikhtilat [bercampur-baur laki-laki dan perempuan], maka ia memutuskan tidak melanjutkan kuliah. Sehingga diminta pulang oleh orang tuanya. Akan tetapi di tempatnya tidak ada kajian dan mejelis ilmu sehingga ia menjadi futur karena ia baru-baru “ngaji”. Sedangkan di kota tempat ia kuliah ada banyak majelis ilmu. Maka keputusan ia berhenti kuliah kurang tepat. Karena diterapkan kaidah:
إذا تعارض ضرران دفع أخفهما.
” Jika ada dua mudharat (bahaya) saling berhadapan maka di ambil yang paling ringan “
Dan banyak kasus yang lain. Intinya kita harus banyak-banyak berdiskusi dengan ustadz dan orang yang berilmu jika mendapatkan seuatu dalam agama yang berat dan sesak terasa jika kita jalankan. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَشَاوِرْهُمْ فِي الأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللّهِ
“Dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu . Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah.” (QS. Ali Imron: 159)
4. *Keras dan kaku dalam berdakwah*
Mungkin ini disebabkan karena terlalu semangat ingin meyebarkan dakwah manhaj salafiyah. Akan tetapi karena sedikitnya ilmu tentang tata-cara berdakwah, dakwah terkesan kaku dan keras. Contoh kasus:
– Seorang pemuda yang baru mengenal dakwah, ketika pulang langsung menceramahi orang tuanya dan kakeknya. Dan berkata ,“ini haram”, itu bid’ah, ini syirik”. Tentunya saja kakeknya akan berkata, “Kamu anak ingusan kemaren sore, baru saya ganti popokmu, sudah berani ceramahi saya?”.
– Seorang ikhwan yang baru tahu hukum tahlilan setelah kematian adalah bid’ah. Kemudian ia datang kekumpulan orang yang melakukannya dalam suasana duka. Ia sampaikan ke majelis tersebut bahwa ini bid’ah maka bisa jadi ia pulang tinggal nama saja.
– Seorang akhwat yang ingin mendakwahkan temannya yang masih sangat awam atau baru masuk islam. Ia langsung mengambil tema tentang cadar, jenggot, isbal, bid’ah, hadist tentang perpecahan dan firqoh. Ia juga langsung membicarakan bahwa aliran ini sesat, tokoh ini sesat dan sebagainya. Seharusnya ia mengambil tema tauhid dan keindahan serta kemudahan dalam islam.
Seharusnya berdakwah dengan cara yang lembut serta penuh hikmah. Dan berdakwah ada tingkatan, cara dan metodenya. Berpegang pada prinsip yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sabdakan,
يَسِّرُوا وَلَا تُعَسِّرُوا وَبَشِّرُوا وَلَا تُنَفِّرُوا
“Mudahkan dan jangan mempersulit, berikan kabar gembira dan jangan membuat manusia lari” (HR. Bukhari, Kitabul ‘Ilmu no.69)
5. *Suka berdebat dan mau menang sendiri bahkan menggunakan kata-kata yang kasar*
Karena terlalu semangat berdakwah akan tetapi tanpa disertai ilmu. Maka ada sebagian ikhwan-akhwat baru “ngaji” sering terjatuh dalam kebiasaan suka berdebat. Dan parahnya, ia baru hanya tahu hukumnya saja, tidak mengetahui dan menghafal dalil serta tidak tahu metode istidlal [mengambil dalil]. Jadi yang ada hanya berdebat saling “ngotot” tentang hukum sesuatu. apalagi mengeluarkan katakata yang kasar sampai mencaci-maki dan menyumpah-serapah.
Memang ada yang sudah hafal dalilnya dan mengetahui metode istidlal (cara pendalilan). Akan tetapi, ia tidak membaca situasi dakwah, siapa objek dakwah, waktu berdakwah ataupun posisi dia saat mendakwahkan.
Dan ada juga yang berdebat karena ingin menunjukkan bahwa ia ilmunya tinggi, banyak menghafal ayat dan hadist, mengetahui ushul fiqh dan kaidah-kaidahnya.
Memang saat itu kita menang dalam berdebat karena manhaj salafiyah ilmiyah. Akan tetapi tujuan berdakwah dan nasehat tidak sampai. Orang tersebut sudah dongkol atau sakit hati karena kita berdebat dengan cara yang kurang baik bahkan menggunakan kata-kata yang kasar. Hatinya tidak terima karena merasa sudah dipermalukan, akibatnya ia gengsi menerima dakwah. Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ، الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ، الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ،
“Agama itu adalah nasihat, agama itu adalah nasihat, agama itu adalah nasihat”. (HR. Muslim 55/95)
Yang dimaksud dengan nasehat adalah menghendaki kebaikan. Jadi bukan tujuannya menunjukan kehebatan berdalil dan menang dalam berdebat.
Mengenai suka berdebat, para nabi dan salafus shalih sudah memperingatkan kita tentang bahayanya. Nabi Sulaiman ‘alaihis salam berkata kepada anaknya,
يَا بُنَيَّ، إِيَّاكَ وَالْمِرَاءَ، فَإِنَّ نَفْعَهُ قَلِيلٌ، وَهُوَ يُهِيجُ الْعَدَاوَةَ بَيْنَ الْإِخْوَانِ “
“Wahai anakku, tinggalkanlah mira’ (jidal, mendebat karena ragu-ragu dan menentang) itu, karena manfaatnya sedikit. Dan ia membangkitkan permusuhan di antara orang-orang yang bersaudara.” (Syu’abul Iman: 8076 Al-Baihaqi, cetakan pertama, Darul Rusdi Riyadh, Asy-syamilah)
Mengenai berkata-kata kasar, maka ini tidak layak keluar dari lisan seseorang yang mengaku menisbatkan diri pada manhaj salaf. Renungkan firman Allah Ta’ala,
اذْهَبَا إِلَى فِرْعَوْنَ إِنَّهُ طَغَى ْ فَقُولَا لَهُ قَوْلاً لَّيِّناً لَّعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَى
“Pergilah kamu berdua kepada Fir’aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas. maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut”. (QS. At-Thoha: 43-44). Kepada orang selevel Fir’aun saja harus berdakwah dengan kata-kata yang lemah lembut, apalagi kita akan mendakwahkan saudara kita seiman? Maka gunakanlah kata-kata yang lembut dan bijaksana lagi penuh hikmah.
6. *Menganggap orang di luar dakwah ahlus sunnah sebagai saingan bahkan musuh*
Ikhwan-akhwat baru “ngaji” yang sedang semangat-semangatnya berdakwah ada sebagian yang melihat orang diluar dakwah ahlus sunnah adalah saingan mereka. Padahal mereka adalah sasaran dakwah juga bukan saingan dakwah. Mereka adalah saudara seiman kita. Mereka berhak medapatkan hak-hak persaudaraan dalam islam. Seharusnya kita lebih mengasihi dan menyayangi mereka karena mereka punya semangat membela dan menyebarkan islam hanya saja mereka sudah terlanjur salah dalam memahami Islam. Mereka tidak seberuntung kita medapatkan anugrah dakwah ahlus sunnah. Contohnya:
– Di kampus, ketika bertemu dengan teman-teman yang berdakwah tidak dengan dakwah ahlus sunnah, maka mukanya sangar, cemberut, tidak mau menyapa dan tidak membalas salam. Tidak mau duduk bermejelis dengan mereka dan merasakan suasana kekeluargaan islami. Dan parahnya, malah dengan orang kafir mereka lebih akrab dan hangat. Ketahuilah mereka saudara-sudara seiman kita yang lebih patut mendapat perhatian dan dakwah dari kita. Tidak heran jika saudara-saudara kita mengatakan, “Kok kita sesama orang islam saling gontok-gontokan, tapi berbaikan dengan orang kafir”
Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
“Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan bertakwalah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” (QS. Al-Hujurat: 10)
– Di kampung, ada ustadz /kiayi haji/ tuan guru/ tokoh masyarahat yang berdakwah tidak dengan dakwah ahlus sunnah. Maka ada sebagian ikhwan-akhwat yang seolah-olah meremehkan mereka, menganggap mereka aliran sesat, ilmunya salah dan ngawur, Tidak menghormati mereka. Padahal belum tentu kita lebih baik dari mereka. Bisa jadi mereka amalnya sedikit yang benar tapi sangat ikhlas, mengalahkan amal kita yang –sekiranya benar insya Allah- tapi tidak ikhlas dan dipenuhi dengan riya’ dan dengan rasa sombong mampu beramal. Seharusnya kita memposisikan mereka sesuai dengan posisi mereka, menghormati mereka dan memilih kata-kata dakwah yang baik dan tidak terkesan menggurui. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda memerintahkan agar kita memposisikan manusia sesuai dengan kedudukuannya masing-masing. Salah satu penerapan beliau adalah surat beliau kepada raja Romawi Heraklius:
باسم الله الرحمان الرحيم
من محمد رسول الله إلى عظيم الروم
“Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, dari Muhammad utusan Allah kepada pembesar/ tokoh besar Romawi”
Kemudian jika mereka tidak menerima dakwah kita maka ada sebagian ikhwan-akhwat yang langsung mengangapnya sebagai musuh. Mereka akan merusak agama islam, mencap sebagai ahli bid’ah dan syirik dan tahu kaidah pembid’ahan dan pengkafiran. Padahal mereka tetap saudara kita dan masih berhak mendapatkan hak-hak persaudaraan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لا تحاسدوا ولا تَناجَشُوا ولا تباغضوا ولا تدابروا ولا يَبِعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ,وكونوا عباد الله إخواناً. اَلْمُسْلِمُ أَخُو المسلمِ: لا يَظْلِمُهُ ولا يَخْذُلُهُ ولا يَكْذِبُهُ ولا يَحْقِرُهُ
“Jangan kalian saling hasad, jangan saling melakukan najasy, jangan kalian saling membenci, jangan kalian saling membelakangi, jangan sebagian kalian membeli barang yang telah dibeli orang lain, dan jadilah kalian sebagai hamba-hamba Allah yang bersaudara. Seorang muslim adalah saudara muslim bagi lainnya, karenanya jangan dia menzhaliminya, jangan menghinanya, jangan berdusta kepadanya, dan jangan merendahkannya.(HR. Muslim no. 2564)
Jika mereka tidak menerima, maka tugas kita hanya menyampaikan saja. Mereka terima Alhamdulillah , jika tidak diterima jangan dipaksa dan dimusuhi. Karena kita hanya memberikan hidayah ‘ilmu wal bayan berupa penjelasan, sedangkan hidayah taufiq hanya ditangan Allah. Seharusnya kita mendoakan mereka semoga mandapatkan hidayah, bukan dimusuhi.
Lihatlah tauladan kita Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tatkala pergi ke Thaif untuk berdakwah sekaligus meminta perlindungan kepada mereka dari tekanan kafir Quraisy setelah meninggalnya paman beliau Abu Thalib. Akan tetapi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam diusir dengan lemparan batu, caci-maki dan ejekan. Tubuh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia sampai berdarah-darah. Perasaan beliau makin sedih karena saat itu tahun-tahun ditinggal juga oleh istrinya Khadijah radhiallahu ‘anha, pendukung dakwah beliau. Kemudian datanglah malaikat Jibril ‘alaihissalam memberi tahu bahwa malaikat penjaga bukit siap diperintah jika beliau ingin menimpakan bukit tersebut kepada orang-orang Thaif. Malaikat tersebut berkata,
يَا مُحَمَّدُ، فَقَالَ، ذَلِكَ فِيمَا شِئْتَ، إِنْ شِئْتَ أَنْ أُطْبِقَ عَلَيْهِمُ الأَخْشَبَيْن
“Wahai muhammad, terserah kepada engkau, jika engkau mnghendaki aku menghimpitkan kedua bukit itu kepada mereka”
Tapi apa yang keluar dari lisan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam? Doa kepada penduduk Thoif. Beliau berdoa,
بَلْ أَرْجُو أَنْ يُخْرِجَ اللَّهُ مِنْ أَصْلاَبِهِمْ مَنْ يَعْبُدُ اللَّهَ وَحْدَهُ، لاَ يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا
“Bahkan aku berharap Allah akan mengeluarkan dari tulang sulbi mereka keturunan yang akan menyembah Allah semata, tidak disekutukanNya dengan apa pun” [kisah yang panjang bisa dilihat di shahih Bukhari no. 3231]
Subhanallah, kita sangat jauh dari cara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdakwah. Dan terbukti doa beliau mustajab. Penduduk Thoif tidak lama menjadi salah satu pembela islam dan mengikuti peperangan jihad membela islam.
Mengenai berwajah sangar, seram dan cemberut terus seolah-olah prajurit perang yang marah. Mungkin ini salah persepsi sebagian ikhwan-akhwat karena mereka sering dan terlalu banyak melihat syirik, bid’ah dan maksiat dimana-mana. Seolah-olah menunjukan mereka ingin mengingkari semuanya. Tetapi Islam tidak mengajarkan demikian, seorang muslim berprinsip “Berwajah ceria bersama manusia dan berlinang air mata akan dosanya saat sendiri bermunajat kepada rabb-nya”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَا تَحْقِرَنَّ مِنَ الْمَعْرُوفِ شَيْئًا، وَلَوْ أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ بِوَجْهٍ طَلْقٍ
“Janganlah engkau remehkan suatu kebajikan sedikitpun, walaupun engkau bertemu dengan saudaramu dengan wajah yang ceria/bermanis muka”. (HR. Muslim no. 2626)
7. *Berlebihan membicarakan kelompok tertentu dan ustadz/tokoh agama tertentu*
Ada sebagian ikhwan-akhwat yang terlalu tenggelam dan sibuk membicarakan masalah perpecahan dan firqoh. Memang kita harus mempelajarinya agar tahu mana yang selamat, akan tetapi kita jangan terlalu menyibukkan diri membicarakan kelompok-kelompok tersebut. Tema yang terlalu sering diangkat dalam kumpul-kumpul, majelis dan pengajian adalah sesatnya kelompok ini, jangan ikut kajian dengan kelompok itu, menerapkan hajr/memboikot di sana-sini tanpa tahu kaidah meng-hajr. Akhirnya sibuk dan lalai mempelajari tauhid, aqidah, akhlak, fiqh keseharian dan bahasa arab.
Seharusnya ada prioritas dalam belajar. Hendaknya kita lebih memprioritaskan pembicaraan tentang tauhid dan akidah. Itulah seruan pertama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika ingin berdakwah. Beliau bersabda kepada Muadz yang diutus ke Yaman,
إنك تأتي قوما من أهل الكتاب، فليكن أول ما تدعوهم إليه شهادة أن لا إله إلا الله ” – وفي رواية: إلى أن يوحدوا الله
“Sesungguhnya engkau akan mendatangi kaum Ahli kitab maka hendaklah dakwah yang pertama kali engkau sampaikan kepada mereka adalah syahadat Laa ila Illallah , dalam riwayat yang lain: supaya mereka mentauhidkan Allah”. (Muttafaqun ‘alaih)
Selain membicarakan kelompok, sebagian ikhwan-akhwat juga sibuk membicarakan kesalahan dan kejelekan ustadz/tokoh tertentu. Mencap sebagai ahli bid’ah tanpa tahu kaidah pembid’ahan atau mencap kafir tanpa tahu kaidah pengkafiran. Tidak mau ikut pengajian ustadz fulan. Bahkan sampai tingkat ulama. Syaikh fulan terjatuh dalam aqidah Murji’ah, syaikh fulan ikut merestui kelompok sesat, syaikh fulan sudah ditahzir/diperingati oleh syaikh fulan. Parahnya, info yang sampai ke dia hanya qiila wa qoola, berita-berita yang tidak jelas dan belum tahu apakah sudah tabayyun/klarifikasi atau belum. Akhirnya sibuk mencari-cari aib orang lain. Membicarakan kesalahan orang lain.
Seharusnya kita lebih banyak mencari kesalahan kita, merenungi dosa-dosa kita yang banyak. Seharunya kita ingat perkataan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu:
يبصر أحدكم القذاة في أعين أخيه، وينسى الجذل- أو الجذع – في عين نفسه
“Salah seorang dari kalian dapat melihat kotoran kecil di mata saudaranya tetapi dia lupa akan kayu besar yang ada di matanya.” (HR. Bukhari dalam Adabul Mufrod no. 592. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa riwayat ini shahih)
Ustadz/ tokoh tersebut jika memang ia salah, belum tentu kita lebih baik dari mereka. Bisa jadi amal mereka sedikit yang benar tapi sangat ikhlas. Sedangkan kita, seandainya banyak amal kita yang sesuai sunnah tapi tidak ikhlas, dipenuhi riya’ dan rasa sombong mampu beramal banyak. Ajaran islam mengajarkan agar kita tawaddhu’, rendah hati dan mengaggap orang lain lebih baik dari kita.
‘Abdullah Al Muzani rahimahullah berkata,
إن عرض لك إبليس بأن لك فضلاً على أحد من أهل الإسلام فانظر، فإن كان أكبر منك فقل قد سبقني هذا بالإيمان والعمل الصالح فهو خير مني، وإن كان أصغر منك فقل قد سبقت هذا بالمعاصي والذنوب واستوجبت العقوبة فهو خير مني، فإنك لا ترى أحداً من أهل الإسلام إلا أكبر منك أو أصغر منك.
“Jika iblis memberikan was-was kepadamu bahwa engkau lebih mulia dari muslim lainnya, maka perhatikanlah. Jika ada orang lain yang lebih tua darimu, maka seharusnya engkau katakan, “Orang tersebut telah lebih dahulu beriman dan beramal sholih dariku, maka ia lebih baik dariku.” Jika ada orang lainnya yang lebih muda darimu, maka seharusnya engkau katakan, “Aku telah lebih dulu bermaksiat dan berlumuran dosa serta lebih pantas mendapatkan siksa dibanding dirinya, maka ia sebenarnya lebih baik dariku.” Demikianlah sikap yang seharusnya engkau perhatikan ketika engkau melihat yang lebih tua atau yang lebih muda darimu.” (Hilyatul Awliya’ 2/226, Abu Nu’aim Al Ashbahani, Asy-Syamilah)
8. *Tidak serius belajar bahasa arab*
Mungkin ikhwan-akhwat yang baru “ngaji” sekalipun sudah tahu bahwa hukum mempelajari bahasa Arab, yaitu fardhu. Ada juga yang merinci fardhu ‘ain bagi mereka yang mampu belajar dan bagi orang-orang yang akan banyak berbicara agama seperti calon ustadz dan aktifis dakwah. Kemudian fardhu kifayah bagi mereka yang tidak mampu otaknya seperti orang yang sangat tua. Fadhu ‘ain juga pada ilmu yang mencukupkan ia paham agamanya dan fadhu kifayah pada ilmu tambahan seperti ilmu syair. Sebagaimana perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah:
“Di sana ada bagian dari bahasa Arab yang wajib ‘ain dan ada yang wajib kifayah. Dan hal ini sesuai dengan apa yang diriwayatkan oleh Abu Bakar bin Abi Syaibah, dari ‘Isa bin Yunus dari Tsaur, dari Umar bin Yazid, beliau berkata: Umar bin Khottob menulis kepada Abu Musa Al-Asy’ari (yang isinya), “Pelajarilah As-Sunnah, pelajarilah bahasa Arab dan I’roblah Al-Qur’an karena Al-Qur’an itu berbahasa Arab.” (Iqtidho’Shirotal Mustaqim hal 527 jilid I, tahqiq syaikh Nashir Abdul karim Al–‘Aql, Wizarot Asy Syu-un Al Islamiyah wal Awqof)
Bahasa Arab sangat penting, karena sarana memahami islam. Sehingga kita bisa mudah menghapal Al-Quran dan hadist, mudah tersentuh dengan Al-Quran, memahami buku-buku ulama. Hanya orang yang menguasai bahasa arab yang bisa merasakan manisnya menuntut ilmu.
Tetapi ada sebagian ikhwan-akhwat yang lalai belajar bahasa Arab, tidak serius dan ada juga yang menyerah belajar bahasa arab. Hal ini membuat mereka kurang kokoh dalam beragama. Dan setelah diperhatikan, Ikhwan-akhwat yang kemudian kendor menunut ilmu dan hilang semangat belajar agama bahkan futur adalah mereka yang tidak serius belajar bahasa arab.
Prosesnya mungkin seperti ini: _pertama_ mereka semangat ikut kajian di sana-sini, kemudian mulai bosan dengan kajian yang temanya itu-itu saja. Dan berpikir materi seperti ini bisa dibaca di rumah dan di internet. Akhirnya hilang dari pengajian dan kumpulan orang-orang shalih. _Kemudian_ dengan membacapun agak bosan [inipun kalau ia rajin membaca], Karena buku-buku terjemahan dan artikel materinya sangat terbatas. Akhirnya ia malah disibukkan dengan hal-hal yang kurang bermanfaat seperti facebook dan internet berjam-jam, ngobrol-ngobrol tentang akhwat padahal belum mau nikah dan lain-lain. Bahkan terjerumus dalam hal-hal yang haram. Ibnu Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah berkata:
وَنَفْسُكَ إِنْ أَشْغَلَتْهَا بِالحَقِّ وَإِلاَّ اشْتَغَلَتْكَ بِالبَاطِلِ
“Jika dirimu tidak disibukkan dengan hal-hal yang baik, pasti akan disibukkan dengan hal-hal yang batil” (Al Jawabul Kaafi hal 156, Darul Ma’rifah, cetakan pertama, Asy-Syamilah).
Berbeda dengan mereka yang mengusai bahasa arab. Mereka semakin tertantang untuk belajar banyak ilmu dan tingkatan ilmu yang lebih tinggi seperti ilmu mustholah hadist, kaidah fiqh, ushul fiqh, mendengarkan muhadharah/ceramah syaikh dan menelaah kitab-kitab ulama yang tebal dan berjilid-jilid. Sehingga mereka selalu disibukkan dengan ilmu, amal dan dakwah. Finally, mereka pun bisa merasakan kebahagian dan manisnya ilmu syar’i.
9. *Tidak segera mencari lingkungan dan teman yang baik*
Lingkungan dan teman sangat penting, karena sangat berpengaruh dengan diri kita. Ikhwan-akhwat yang baru “ngaji” biasanya masih mudah goyang dan tidak stabil, karena diperlukan teman-teman yang shalih dan baik. Bisa dilakukan dengan tinggal di wisma atau kost-kostan khusus ikhwan dan khusus akhwat. Atau jika memungkinkan pindah kelingkungan sekitar pondok atau perumahan yang banyak ikhwannya. Atau jika tidak bisa, sering-sering silaturahmi ke ikhwan-akhwat yang shalih dan shalihah serta berkumpul bersama mereka. Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar(jujur).” (QS. At Taubah: 119)
Jika tidak, maka sudah sering terdengar cerita banyak ikhwan-akhwat yang dulunya semangat “ngaji” sekarang sudah futur dan hilang dari peredaran dakwah. lingkungan dan teman yang baik memang dibutuhkan bagi semua orang.
Mengenai teman yang baik, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالْجَلِيسِ السَّوْءِ كَمَثَلِ صَاحِبِ الْمِسْكِ ، وَكِيرِ الْحَدَّادِ ، لاَ يَعْدَمُكَ مِنْ صَاحِبِ الْمِسْكِ إِمَّا تَشْتَرِيهِ ، أَوْ تَجِدُ رِيحَهُ ، وَكِيرُ الْحَدَّادِ يُحْرِقُ بَدَنَكَ أَوْ ثَوْبَكَ أَوْ تَجِدُ مِنْهُ رِيحًا خَبِيثَةً
“Seseorang yang duduk (berteman) dengan orang sholih dan orang yang jelek adalah bagaikan berteman dengan pemilik minyak misk dan pandai besi. Jika engkau tidak dihadiahkan minyak misk olehnya, engkau bisa membeli darinya atau minimal dapat baunya. Adapun berteman dengan pandai besi, jika engkau tidak mendapati badan atau pakaianmu hangus terbakar, minimal engkau dapat baunya yang tidak enak.” (HR. Bukhari no. 2101)
Perlu diperhatikan bahwa hati manusia lemah, apalagi jika sendiri. Perlu dukungan, saling menasehati antarsesama. Selevel Nabi Musa ‘alaihissalam saja memohon kepada Allah agar punya teman seperjuangan yang bisa membantunya dan membenarkan perkataannya, yaitu Nabi Harun alaihissalam . Beliau berkata dalam Al-Quran,
وَأَخِي هَارُونُ هُوَ أَفْصَحُ مِنِّي لِسَاناً فَأَرْسِلْهُ مَعِيَ رِدْءاً يُصَدِّقُنِي إِنِّي أَخَافُ أَن يُكَذِّبُونِ
“Dan saudaraku Harun dia lebih fasih lidahnya daripadaku , maka utuslah dia bersamaku sebagai pembantuku untuk membenarkan (perkataan)ku; sesungguhnya aku khawatir mereka akan mendustakanku”.(QS. Al-Qashash: 34)
10. *Hilang dari pengajian dan kumpulan orang-orang shalih serta tengelam dengan kesibukan dunia*
Penyebab terbesar futur adalah point ini. Majelis ilmu adalah tempat mere-charge keimanan kita, setelah terkikis dengan banyaknya fitnah dunia yang kita hadapi.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ إِلاَّ نَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِينَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمُ الْمَلاَئِكَةُ وَذَكَرَهُمُ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ
“Tidaklah suatu kaum berkumpul di satu rumah Allah, mereka membacakan kitabullah dan mempelajarinya, kecuali turun kepada mereka ketenangan, dan rahmat menyelimuti mereka, para malaikat mengelilingi mereka dan Allah memuji mereka di hadapan makhluk yang ada didekatnya”. (HR. Muslim nomor 6793)
Dan orang-orang shalih adalah pendukung dan penguat iman kita dengan *saling menasehati*. Di mana dengan berteman dengan mereka, maka kita akan sering mengingat akherat dan menjadi tegar kembali dalam beragama. sebagaimana Ibnul Qoyyim rahimahullahu berkata,
وكنا إذا اشتد بنا الخوف وساءت منا الظنون وضاقت بنا الأرض أتيناه، فما هو إلا أن نراه ونسمع كلامه فيذهب ذلك كله وينقلب انشراحاً وقوة ويقيناً وطمأنينة
“Kami (murid-murid Ibnu Taimiyyah), jika kami ditimpa perasaan takut yang berlebihan, atau timbul dalam diri kami prasangka-prasangka buruk, atau (ketika kami merasakan) kesempitan hidup, kami mendatangi beliau, maka dengan hanya memandang beliau dan mendengarkan ucapan beliau, maka hilang semua kegundahan yang kami rasakan dan berganti dengan perasaan lapang, tegar, yakin dan tenang.” (Al Waabilush Shayyib hal 48, cetakan ketiga, Darul Hadist, Asy-Syamilah)
Tidak sedikit kita mendengar berita:
– Ikhwan yang dulunya semangat mengaji dan menjadi panitia-panitia kajian, kemudian bekerja di perusahaan kota A dengan gaji yang menggiurkan sekarang sudah potong jenggot, isbal, berpacaran dan seolah-olah menjauh dari ikhwan-ikhwan jika di sms atau ditelpon.
– Akhwat yang dulunya semangat menuntut ilmu, memakai jilbab lebar, memakai cadar bahkan purdah, kemudian melanjutkan studi S2 atau S3 dikota B atau di luar negeri, kemudian terdengar kabar bahwa ia sudah memakai jilbab ala kadar yang kecil “atas mekkah bawah amerikah”.
Terkadang kita tidak percaya dengan berita-berita seperti ini. Bagaimana mungkin dulu ia adalah guru bahasa arab, imam masjid dan jadi rujukan pertanyaan, sekarang menjadi seperti itu. semua ini bisa jadi karena tenggelam dengan kesibukan dunia dan terkikis fitnah secara perlahan-lahan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memisalkannya seperti tikar, beliau bersabda,
تُعْرَضُ الْفِتَنُ عَلَى الْقُلُوبِ كَالْحَصِيرِ عُودًا عُودًا
“Fitnah-fitnah akan mendatangi hati bagaikan anyaman tikar yang tersusun seutas demi seutas”. (HR.Muslim no 144)
Demikian yang dapat kami jabarkan. Dan dampak dari beberapa kesalahan tersebut adalah:
- Merasakan kesempitan hidup setelah mengenal dakwah ahlus sunnah
- Dakwah tidak diterima oleh orang lain
- Merusak nama dakwah salafiyah ahlus sunnah dan memberi kesan negatif
- Memecah belah persatuan umat Islam
Kemudian marilah kita banyak-banyak berdoa agar diberi istiqomah beragama yang merupakan anugrah terbesar.
يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ
“Yaa muqollibal qulub tsabbit qolbi ‘ala diinik” artinya: ‘Wahai Zat yang membolak-balikkan hati teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu’ (HR. Tirmidzi no 2066. Ia berkata: “Hadits Hasan”, dishahihkan oleh Adz-Dahabi)
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat, wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.
Langganan:
Postingan (Atom)