27 September 2013

“Sifat Shalat Nabi SAW” Bagian II


Doa Istiftah (Pembukaan)

Kemudian membuka bacaan secara sir dengan sebagian do’a-do’a yang sah dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam yang jumlahnya banyak, yang masyhur diantaranya ialah :

“Subhaanaka Allahumma wa bihamdika, wa tabaarakasmuka, wa ta’alaa jadduka, walaa ilaha ghaiyruka”.

“Maha Suci Engkau ya Allah, segala puji hanya bagi-Mu, kedudukan-Mu sangat agung, dan tidak ada sembahan yang hak selain Engkau”.

Perintah beristiftah telah sah dari Nabi, maka sepatutnya diperhatikan untuk diamalkan.

Barang siapa yang ingin membaca do’a-do’a istiftah yang lain, silahkan merujuk kitab : “Sifat Shalat Nabi”.


QIROAH (BACAAN)

Kemudian wajib berlindung kepada Allah Ta’ala ketika ingin membaca suroh, dan bagi yang meninggalkannya mendapat dosa. Termasuk sunnah jika sewaktu-waktu membaca.

“A’udzu billahi minasy syaiythaanirrajiim, min hamazihi, wa nafakhihi, wa nafasyihi
“Aku berlindung kepada Allah dari syithan yang terkutuk, dari godaannya, dari was-wasnya, serta dari gangguannya”.

Dan sewaktu-waktu membaca tambahan.
“A’udzu billahis samii-il a’liimi, minasy syaiythaani …….”
“Aku berlindung kepada Allah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui, dari syaitan…….”.

Kemudian membaca basmalah (bismillah) setelah membaca ta’awwudz. Membaca basmalah di semua shalat secara sirr (tidak diperdengarkan).

Membaca Al-Fatihah
Kemudian membaca surat Al-Fatihah sepenuhnya termasuk bismillah, ini adalah rukun shalat dimana shalat tak sah jika tidak membaca Al-Fatihah, sehingga wajib bagi orang-orang ‘Ajm (non Arab) untuk menghafalnya.

Bagi yang tak bisa menghafalnya boleh membaca.

“Subhaanallah, wal hamdulillah walaa ilaha illallah, walaa hauwla wala quwwata illaa billah”.

“Maha suci Allah, segala puji bagi Allah, tidak ada sembahan yang haq selain Allah, serta tidak ada daya dan kekuatan melainkan karena Allah”.

Didalam membaca Al-Fatihah, disunnahkan berhenti pada setiap ayat, dengan cara membaca. (Bismillahir-rahmanir-rahiim) lalu berhenti, kemudian membaca. (Alhamdulillahir-rabbil ‘aalamiin) lalu berhenti, kemudian membaca. (Ar-rahmanir-rahiim) lalu berhenti, kemudian membaca. (Maaliki yauwmiddiin) lalu berhenti, dan demikian seterusnya. Demikianlah cara membaca Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam seluruhnya. Beliau berhenti di akhir setiap ayat dan tidak menyambungnya dengan ayat sesudahnya meskipun maknanya berkaitan.

Boleh membaca Maaliki (maa) dengan panjang, dan boleh pula Maliki (ma) dengan pendek, pada saat membaca suroh alfatihah: “Maaliki yauwmiddiin”

Bacaan Ma'mum
Wajib bagi ma’mum membaca Al-Fatihah di belakang imam yang membaca sirr (tidak terdengar) atau saat imam membaca keras tapi ma’mum tidak mendengar bacaan imam, demikian pula ma’mum membaca Al-Fatihah bila imam berhenti sebentar untuk memberi kesempatan bagi ma’mum yang membacanya. Meskipun kami menganggap bahwa berhentinya imam di tempat ini tidak tsabit dari sunnah. Sebab, sunnahnya jika imam membaca suroh maka tugas ma’mum adalah menyimak/ mendengar.

Bacaan Sesudah Al-Fatihah
Disunnahkan sesudah membaca Al-Fatihah, membaca surat yang lain atau beberapa ayat pada dua raka’at yang pertama. Hal ini berlaku pula pada shalat jenazah.

  • Kadang-kadang bacaan sesudah Al-Fatihah dipanjangkan kadang pula diringkas karena ada faktor-faktor tertentu seperti safar (bepergian), batuk, sakit, atau karena tangisan anak kecil.
  • Panjang pendeknya bacaan berbeda-beda sesuai dengan shalat yang dilaksanakan. Bacaan pada shalat subuh lebih panjang daripada bacaan shalat fardhu yang lain, setelah itu bacaan pada shalat dzuhur, pada shalat ashar, lalu bacaan pada shalat isya, sedangkan bacaan pada shalat maghrib umumnya diperpendek.
  • Adapun bacaan pada shalat lail lebih panjang dari semua itu.
  • Sunnah membaca lebih panjang pada rakaat pertama dari rakaat yang kedua.
  • Memendekkan dua rakaat terakhir kira-kira setengah dari dua rakaat yang pertama.
  • Membaca Al-Fatihah pada semua rakaat.
  • Disunnahkan pula menambahkan bacaan surat Al-Fatihah dengan surat-surat lain pada dua rakaat yang terakhir.
  • Tidak boleh imam memanjangkan bacaan melebihi dari apa yang disebutkan di dalam sunnah karena yang demikian bisa-bisa memberatkan ma’mum yang tidak mampu seperti orang tua, orang sakit, wanita yang mempunyai anak kecil dan orang yang mempunyai keperluan.

Mengeraskan (Jahr) dan Mengecilkan (Sirr) Bacaan
Bacaan dikeraskan pada shalat shubuh, jum’at, dua shalat ied, shalat istisqa, khusuf dan dua rakaat pertama dari shalat maghrib dan isya. Dan dikecilkan (tidak dikeraskan) pada shalat dzuhur, ashar, rakaat ketiga dari shalat maghrib, serta dua rakaat terakhir dari shalat isya.

Boleh bagi imam memperdengarkan bacaan ayat pada shalat-shalat sir (yang tidak dikeraskan).

Adapun witir dan shalat lail bacaannya kadang tidak dikeraskan dan kadang dikeraskan.

Membaca Al-Qur'an dengan Tartil
Sunnah membaca Al-Qur’an secara tartil (sesuai dengan hukum tajwid) tidak terlalu dipanjangkan dan tidak pula terburu-buru, bahkan dibaca secara jelas huruf perhuruf. Sunnah pula menghiasi Al-Qur’an dengan suara serta melagukannya sesuai batas-batas hukum oleh ulama ilmu tajwid. Tidak boleh melagukan Al-Qur’an seperti perbuatan Ahli Bid’ah dan tidak boleh pula seperti nada-nada musik.

Disyari’atkan bagi ma’mum untuk membetulkan bacaan imam jika keliru.

Sumber:
  1. Praktek sholat Nabi saw, Oleh: Syekh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz
  2. Ringkasan Sifat Shalat Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, yang diterbitkan oleh Lembaga Ilmiah Masjid At-Taqwa Rawalumbu Bekasi Timur. Penerjemah : Amiruddin Abd. Djalil dan M.Dahri.
  3. Sifat sholat Nabi saw, Muhammad Nashiruddin al-Albani, Pustaka Media Hidayah dan Gema Risalah Press – Bandung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar