Wajib bagi yang melakukan shalat untuk berdiri,
dan ini adalah rukun, kecuali bagi :
* Orang yang shalat khauf saat perang berkecamuk
dengan hebat, maka dibolehkan baginya shalat di atas kendaraannya.
* Orang yang sakit yang tidak mampu berdiri,
maka boleh baginya shalat sambil duduk dan bila tidak mampu diperkenankan
sambil berbaring.
* Orang yang shalat nafilah (sunnah) dibolehkan
shalat di atas kendaraan atau sambil duduk jika dia mau, adapun ruku’ dan
sujudnya cukup dengan isyarat kepalanya, demikian pula orang yang sakit, dan ia
menjadikan sujudnya lebih rendah dari ruku’nya.
Tidak boleh bagi orang
yang shalat sambil duduk, dengan meletakkan sesuatu yang agak tinggi
dihadapannya sebagai tempat sujud. Akan tetapi, cukup menjadikan sujudnya lebih
rendah dari ruku’nya -seperti yang kami sebutkan tadi- apabila ia tidak mampu
meletakkan dahinya secara langsung ke bumi (lantai).
Shalat di Kapal Laut atau Pesawat
Dibolehkan shalat fardlu
di atas kapal laut demikian pula di pesawat. Dan dibolehkan juga shalat di
kapal laut atau pesawat tersebut sambil duduk bila khawatir akan jatuh. Selain itu, boleh juga saat berdiri, bertumpu (memegang)
pada tiang atau tongkat karena faktor ketuaan atau karena badan yang lemah.
Shalat sambil Berdiri atau Duduk
Dibolehkan shalat lail
sambil berdiri atau sambil duduk meski tanpa udzur (penyebab apapun), atau
sambil melakukan keduanya. Caranya; ia shalat membaca dalam keadaan duduk dan
ketika menjelang ruku’ ia berdiri lalu membaca ayat-ayat yang masih tersisa
dalam keadaan berdiri. Setelah itu ia ruku’ lalu sujud. Kemudian ia melakukan
hal yang sama pada rakaat yang kedua.
Apabila shalat dalam
keadaan duduk, maka ia duduk bersila, duduk iftirosy (seperti duduk di antara
dua sujud) atau duduk dalam bentuk lain yang memungkinkan seseorang untuk
beristirahat.
Shalat sambil Memakai Sandal
Boleh shalat tanpa
memakai sandal dan boleh pula dengan memakai sandal atau sepatu.
Tapi yang lebih utama
jika sekali waktu shalat sambil memakai sandal dan sekali waktu tidak memakai
sandal, sesuai yang lebih gampang dilakukan saat itu, tidak membebani diri
dengan harus memakainya dan tidak pula harus melepasnya. Bahkan jika kebetulan
telanjang kaki maka shalat dengan kondisi seperti itu, dan bila kebetulan
memakai sandal maka shalat sambil memakai sandal. Kecuali dalam kondisi
tertentu (terpaksa).
Jika kedua sandal dilepas
maka tidak boleh diletakkan di samping kanan akan tetapi diletakkan di samping
kiri jika tidak ada di samping kirinya seseorang yang shalat, jika ada maka
hendaklah diletakkan di depan kakinya, hal yang demikianlah yang sesuai dengan
perintah dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam.
Syaikh Al-Albaani
berkata, “disini terdapat isyarat yang halus untuk tidak meletakkan sandal di
depan. Adab inilah yang banyak disepelekan oleh kebanyakan orang yang shalat,
sehingga Anda menyaksikan sendiri diantara mereka yang shalat menghadap ke
sandal-sandal”.
Shalat di Atas Mimbar
Dibolehkan bagi imam
untuk shalat di tempat yang tinggi seperti mimbar dengan tujuan mengajar
manusia. Imam berdiri di atas mimbar lalu takbir, kemudian membaca dan ruku’
setelah itu turun sambil mundur sehingga memungkinkan untuk sujud ke tanah di
depan mimbar, lalu kembali lagi ke atas mimbar dan melakukan hal yang serupa di
rakaat berikutnya.
Kewajiban Shalat Menghadap Pembatas [Sutrah] dan Mendekat
Kepadanya
Wajib shalat menghadap
tabir pembatas, dan tiada bedanya baik di masjid maupun selain masjid, di
masjid yang besar atau yang kecil, berdasarkan kepada keumuman sabda Nabi
Shallallahu Alaihi wa Sallam:
"Janganlah shalat
melainkan menghadap pembatas, dan jangan biarkan seseorang lewat di hadapanmu,
apabila ia enggan maka perangilah karena sesungguhnya ia bersama
pendampingnya”. (Maksudnya syaitan).
Wajib mendekat ke
pembatas karena Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam memerintahkan hal itu.
Sedangkan Jarak antara tempat sujud Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dengan
tembok yang dihadapinya, seukuran tempat lewat domba. Maka, barang siapa yang
mengamalkan hal itu berarti ia telah mengamalkan batas ukuran yang diwajibkan.
Tidak mengamalkannya merupakan suatu kelalaian terhadap perintah dan perbuatan
Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam
Sutroh imam mewakili
sutroh ma’mum.
Kadar
Ketinggian Pembatas
Wajib pembatas dibuat
agak tinggi dari tanah sekadar sejengkal atau dua jengkal berdasarkan sabda
Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam.
“Jika seorang diantara
kamu meletakkan di hadapannya sesuatu setinggi ekor pelana (sebagai pembatas) maka shalatlah (menghadapnya), dan jangan ia
pedulikan orang yang lewat di balik pembatas”.
Setinggi ekor pelana yaitu
kayu yang dipasang di bagian belakang pelana angkutan di punggung unta. Di
dalam hadits ini terdapat isyarat bahwa: mengaris di atas tanah tidak cukup
untuk dijadikan sebagai garis pembatas, karena hadits yang meriwayatkan tentang
itu lemah.
Ketika berdiri dalam
sholat, ia menghadap ke pembatas secara langsung, karena hal itu yang termuat
dalam konteks hadits tentang perintah untuk shalat menghadap ke pembatas.
Adapun bergeser dari posisi pembatas ke kanan atau ke kiri sehingga membuat
tidak lurus menghadap langsung ke pembatas maka hal ini tidak sah.
Boleh shalat menghadap
tongkat yang ditancapkan ke tanah atau yang sepertinya, boleh pula menghadap
pohon, tiang, atau istri yang berbaring di pembaringan sambil berselimut, boleh
pula menghadap hewan meskipun unta.
Haram Shalat Menghadap ke Kubur
Tidak boleh shalat
menghadap ke kubur, larangan ini mutlak, baik kubur para nabi maupun selain
nabi.
Haram Lewat di Depan Orang yang Shalat, Termasuk di Masjid
Al-Haram
Tidak boleh lewat di
depan orang yang sedang shalat jika di depannya ada pembatas, dalam hal ini
tidak ada perbedaan antara masjid Haram atau masjid-masjid lain, semua sama
dalam hal larangan berdasarkan keumuman sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa
Sallam.
“Andaikan orang yang
lewat di depan orang yang shalat mengetahui akibat perbuatannya maka untuk
berdiri selama 40, lebih baik baginya dari pada lewat di depan orang yang
sedang shalat”. Maksudnya lewat di antara shalat dengan tempat sujudnya.
Adapun hadits yang
disebutkan dalam kitab “Haasyiatul Mathaaf” bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa
Sallam shalat tanpa menghadap pembatas dan orang-orang lewat di depannya,
adalah hadits yang tidak shahih, lagi pula tidak ada keterangan di hadits
tersebut bahwa mereka lewat diantara beliau dengan tempat sujudnya.
Kewajiban Orang yang Shalat Mencegah Orang Lewat di Depannya
meskipun di Masjid Al-Haram
Tidak boleh bagi orang
yang shalat menghadap pembatas membiarkan seseorang lewat di depannya
berdasarkan hadits yang telah lalu.
“Dan janganlah
membiarkan seseorang lewat di depanmu …”.
Dan sabda Nabi
Shallallahu Alaihi wa Sallam.
“Jika seseorang diantara
kamu shalat menghadap sesuatu pembatas yang menghalanginya dari orang lain,
lalu ada yang ingin lewat di depannya, maka hendaklah ia mendorong leher orang
yang ingin lewat itu semampunya (dalam riwayat lain : cegahlah dua kali) jika
ia enggan maka perangilah karena ia adalah syaithan”.
Berjalan ke Depan untuk Mencegah Orang Lewat
Boleh maju selangkah
atau lebih untuk mencegah yang bukan mukallaf yang lewat di depannya seperti
hewan atau anak kecil agar tidak lewat di depannya.
Hal-Hal yang Memutuskan Shalat
Di antara fungsi
pembatas dalam shalat adalah menjaga orang yang shalat menghadapnya dari
kerusakan shalat disebabkan yang lewat di depannya, berbeda dengan yang tidak
memakai pembatas, shalatnya bisa terputus bila lewat di depannya wanita dewasa,
keledai, atau anjing hitam.
Sumber:
- Praktek sholat Nabi saw, Oleh: Syekh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz
- Ringkasan Sifat Shalat Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, yang diterbitkan oleh Lembaga Ilmiah Masjid At-Taqwa Rawalumbu Bekasi Timur. Penerjemah : Amiruddin Abd. Djalil dan M.Dahri.
- Sifat sholat Nabi saw, Muhammad Nashiruddin al-Albani, Pustaka Media Hidayah dan Gema Risalah Press – Bandung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar