Sekte sesat Ahmadiyah sempat menimbulkan kehebohan,
khususnya setelah terjadinya peristiwa Cikeusik, Pandeglang Banten tempo dulu
dan wilayah lainnya. Dalam ajaran Islam yang telah memiliki doktrin keyakinan
yang mapan (taken for granted), dan tidak boleh dilanggar jelas diyakini
bahwa “Ahmadiyah adalah ajaran SESAT dan MENYESATKAN, bahkan KAFIR”.
Karena bila berkaitan dengan Islam, maka tidak ada lagi alasan “berlindung di
balik HAM”, “atas nama kebebasan beragama dan berkeyakinan”, atau klaim palsu
lainnya yang melegalkan tindakan “mengobrak-abrik dan mengobok-obok agama”.
Dalam Islam, sangat kentara sekali perbedaan antara yang
benar (haqq) (yaitu ajaran Islam yang benar lagi murni) dan yang batil (antara
lain keyakinan sesat dan ritual tidak benar sekte Ahmadiyah). Kejelasan
keyakinan dan ketegasan sikap ini, bukan berarti kita melegalkan anarkisme dan
tindakan brutal. Namun bila hal tersebut sampai terjadi, kemungkinan karena
adanya sebagian masyarakat yang telah membuncah kekesalannya dan tidak mampu
menahan gejolak amarahnya. Sebab ajaran sesat ini sudah dilarang secara resmi
oleh pemerintah, tetapi didiamkan saja tetap beraktifitas, bahkan hingga
memperbanyak pengikut dan berlaku seenaknya dalam “mempertontonkan” kesesatannya.
Ahmadiyah
Mengkafirkan Kaum Muslimin
Ahmadiyah mengklaim, bahwa kaum Muslimin yang tidak
mengikuti ajaran sesat mereka adalah musuh. Ahmadiyah meyakini bahwa seorang
Muslim yang tidak percaya kepada klaim Ghulam Ahmad sebagai nabi dan rosul,
maka ia itu adalah kafir karena dalam “wahyu setan” Tadzkirah hal. 402
tertulis “Musuh akan berkata, kamu bukanlah orang yang diutus (oleh Alloh)” (sayaquulu
al-‘aduwwu lasta mursalan).
Vonis pengkafiran lainnya menyatakan, “Barangsiapa
mengingkari Ghulam Ahmad sebagai nabi dan rosul Alloh, maka ia telah kafir
kepada nash al-Qur’an. Kami mengafirkan kaum Muslimin karena mereka
membeda-bedakan para rosul, mempercayai sebagian dan mengingkari sebagian
lainnya. Jadi, mereka itu adalah kaum kafir!” (al-Fazal hal. 5, Juni
1922)
Masih ragukah kita dengan kekafiran Ahmadiyah?
Ahmadiyah
Dilindungi Penjajah Inggris
Berdasarkan catatan sejarah yang tidak dapat dimungkiri
kebenarannya karena didukung oleh testimoni “jujur” mereka sendiri, juga telah
diketahui oleh umumnya rakyat India dan Pakistan bahwa, Ahmadiyah dibentuk, disupport,
dibiayai, dilindungi dan diayomi pemerintahan kolonial Inggris, penjajah
rakyat, negara serta agama.
Mirza Ghulam Ahmad dengan bangga memberikan testimoni,
“Mayoritas orang yang menjadi pengikutku adalah para pegawai sipil pemerintah
Inggris golongan eselon tinggi, pejabat teras dan para pengusaha miliarder,
termasuk advokat (pengacara), pelajar yang silau dengan kemajuan Inggris dan
ulama yang menjadi antek pemerintah di masa lalu atau yang masih aktif menjadi
“kacung” yang melayani mereka, sehingga memperoleh keridhaannya…Saya dan para
ulama yang menjadi pengikutku bertugas mempropagandakan kebaikan-kebaikan
pemerintah kolonial Inggris agar diterima di hati banyak orang.” (‘Ariidhah
Ghulaam al-Qaadiyanii 7/18)
Mirza Ghulam Ahmad al-Qadiyani sendiri (1839-1908 M), selain
dikenal sebagai orang yang berperawakan kerempeng, sering sakit-sakitan dan
pecandu narkotik, juga dikenal memiliki kaitan erat dengan sebuah keluarga yang
terkenal sebagai “pengkhianat” terhadap agama dan negaranya.
Belum yakinkah kita dengan kesesatan Ahmadiyah?
Ringkasan
Kesesatan Ahmadiyah
Dari beragam kesesatan Ahmadiyah, antara lain yang telah
diungkap oleh Komite Fiqih Islam (Majma’ al-Fiqh al-Islami) adalah:
- Meyakini bahwa Alloh Subhanahu wa Ta'ala seperti manusia, melakukan puasa, sholat, tidur, bangun, menulis dan bersalah, bahkan hingga melakukan hubungan seksual.
- Meyakini bahwa tuhan mereka berkebangsaan Inggris, yang berbicara kepada Mirza Ghulam Ahmad dengan bahasa Inggris.
- Meyakini bahwa kenabian belum selesai dan masih akan ada nabi terus.
- Meyakini bahwa malaikat Jibril turun kepada Mirza Ghulam Ahmad dan memberinya wahyu.
- Meyakini bahwa tidak ada al-Qur’an kecuali yang dibawa oleh Mirza Ghulam Ahmad.
- Meyakini bahwa kitab suci mereka diturunkan dengan nama “al-Kitaab al-Mubiin”, dan itu bukanlah al-Qur’an.
- Meyakini bahwa kota Qodiyan seperti Mekkah dan Madinah, bahkan kota itu lebih suci dari keduanya dan dijadikan menjadikan kota Qodiyan sebagai tempat berhaji.
- Meyakini bahwa perintah jihad tidak pernah ada dan mereka fanatik buta dengan keinginan penjajah Inggris.
- Meyakini bahwa semua kaum Muslimin adalah kafir, kecuali mereka yang masuk dalam Ahmadiyah.
- Meyakini bahwa hukum khamar (miras), opium, narkotika dan zat adiktif lainnya tidak haram.
- Meyakini bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah anak tuhan.
Fatwa
Tentang Ahmadiyah
Berikut beberapa fatwa yang memvonis kekafiran Ahmadiyah:
Pada tanggal 4 Maret 1984, Sidang Paripurna Lengkap Rapat
Kerja Nasional Majelis Ulama Indonesia memutuskan:
Bahwa Jemaat Ahmadiyah di wilayah negara RI yang berstatus
sebagai badan hukum berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehakiman RI No.
JA/23/13 tanggal 13-3-1953 (tambahan Berita Negara tanggal 31-3-1953 No.26 )
bagi umat Islam menimbulkan:
Keresahan karena isi ajarannya bertentangan dengan ajaran
agama Islam.
Perpecahan khususnya dalam hal ‘ubudiyah (shalat),
bidang Munakahat dan lain-lain.
Bahaya bagi ketertiban dan keamanan negara.
Maka dengan alasan-alasan tersebut dimohon kepada pihak yang
berwenang untuk meninjau kembali Surat Keputusan Menteri Kehakiman RI tersebut.
Menyerukan
kepada:
Agar Majelis Ulama Indonesia, Majelis Ulama Daerah Tingkat
I, Daerah Tingkat II, para Ulama dan Dai di seluruh Indonesia menjelaskan
kepada masyarakat tentang sesatnya Jemaat Ahmadiyah Qadiyani yang berada di
luar Islam.
Bagi mereka yang terlanjur mengikuti Jemaat Ahmadiyah
Qadiyani supaya segera kembali kepada ajaran Islam yang benar.
Kepada seluruh umat Islam supaya mempertinggi
kewaspadaan-nya, sehingga tidak terpengaruh dengan paham yang sesat itu.
Majelis Ulama Indonesia dan Organisasi Keagamaan telah
melakukan kajian tentang Ahmadiyah yang hasilnya antara lain dituangkan dalam
bentuk Rekomendasi dan Fatwa sebagai berikut:
Majelis Ulama Indonesia dalam MUNAS II tahun 1980 menyatakan
bahwa Ahmadiyah adalah jamaah di luar Islam, sesat dan menyesatkan. (Keputusan
MUNAS II MUI se Indonesia No. 05/Kep/Munas/II/MUI/1980)
Belum yakinkah kita dengan kemurtadan Ahmadiyah?
Karena itu….
Acuh tak acuh, diam seribu bahasa dan mendiamkan ajaran
sesat Ahmadiyah sama saja dengan acuh dan mendiamkan kezhaliman dan kemunkaran
merajalela serta penodaan Islam semakin marak dipentaskan.
Seluruh kaum Muslimin wajib
ikut serta menghadang laju ajaran kekafiran yang mendompleng agama Islam dan
paham sesat yang membonceng lokomotif Islam.
Masyarakat Muslim dan juga non Muslim harus mendapatkan
informasi gamblang bahwa ajaran Ahmadiyah bukan ajaran Islam.
Sekali lagi, inilah keyakinan paham dan ketegasan sikap
kita,…
(Rahendra Maya, S.Th.I)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar