26 Februari 2014

Kisah Ashabul Kahfi



Kisah ini adalah kisah yang diabadikan Allah dalam al-Qur`an surat al-Kahfi ayat 9-26. Para ahli tafsir al-Qur`an menyatakan bahwa para pemuda penghuni gua yang dikenal dengan nama ashhaabul kahfi ini adalah para pemuda bangsawan dari lingkungan kerajaan Romawi.

Ada yang menyatakan bahwa mereka hidup di masa setelah Isa as dan bahwa mereka memeluk Nasrani. Namun karena rahib-rahib Yahudi mengetahui kisah ini, maka dugaan kuat fenomena Ashhabul Kahfi terjadi pada masa sebelum Isa as diutus.

Para pemuda ini melihat kaumnya menyembah berhala dan patung-patung sebagai tuhan-tuhan mereka dan menyediakan binatang-binatang sembelihan bagi tuhan-tuhan itu di hari-hari besar mereka sebagai korban. Mereka merasa tidak patut patung-patung dan arca-arca itu dianggap sebagai tuhan, disujudi, disembah dan disembelihkan binatang-binatang korban atas namanya. Mereka yang sudah terbuka mata hatinya, yang beriman kepada Allah dan ditambah hidayah (petunjuk) oleh Allah, mengingkari perbuatan kaumnya yang batil itu. Namun mereka simpan pengingkaran itu di dalam hati, khawatir kalau dinyatakan secara terus terang, mereka akan diganggu, dimusuhi dan dianiaya.

Para pemuda yang nantinya menjadi Ashhabul Kahfi alias Penghuni Gua ini pada mulanya tidak saling mengenal. Tiap orang di antara mereka secara diam-diam menjauhkan diri dari kaumnya di saat kaumnya melakukan upacara sembahyang atau upacara keagamaan lainnya. Pemuda itu satu persatu pergi bersembunyi di bawah sebatang pohon yang rindang di luar kota. Di sanalah mereka berkumpul tanpa lebih dahulu bersepakat atau berjanji, bahkan satu dengan lainnya belum mengenal.

Rasulullah saw bersabda,

“Ruh yang jumlahnya banyak dikumpulkan bersama, dan mereka yang mengenal satu sama lain (di surga asal mereka) akan memiliki daya tarik menarik satu sama lain (di dunia). Sementara mereka yang saling menolak (di surga) juga akan berbeda (di dunia).”

Ya, di bawah pohon itulah mereka saling membuka isi hatinya dan berkenalan. Kemudian atas dasar kesatuan akidah dan persamaan nasib, bersatulah mereka dalam satu wadah “persaudaraan” dan didirikanlah tempat ibadah bagi mereka sendiri sebagai kelompok yang beriman kepada Allah yang Maha Esa, Pencipta langit dan bumi dan tiada Tuhan selain Allah..

Tidak lama kemudian diketahuilah oleh orang-orang tempat ibadah mereka dan sampailah berita berita mereka itu ke telinga raja yang berkuasa yang bernama Diqyanus (Decius).

Dipanggillah mereka menghadap dan ditanya tentang pendirian dan kepercayaan mereka. Tanpa tedeng aling-aling dan dengan hati yang diteguhkan oleh Allah dengan berdiri tegak mereka berkata kepada sang raja, “Tuhan kami adalah Tuhan langit dan bumi. Kami sekali-kali tidak menyeru Tuhan selain Dia. Sesungguhnya kalau kami berbuat selain demikian, niscaya kami telah berbuat dan mengucapkan sesuatu yang amat jauh dari kebenaran. Itulah kaum kami telah menjadikan selain Dia sebagai tuhan-tuhan untuk disembah. Mengapa mereka tidak mengemukakan alasan dan dasar bagi kepercayan mereka. Mereka itu pendusta dan tidak ada yang lebih zalim daripada orang–orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah.”

Dalam pertemuan itu sang raja marah, mengncam dan memerintahkan mereka melepaskan pakaian serta memberikan kesempatan kepada mereka untuk berpikir agar kembali kepada kepercayaan raja dan kaumnya.

Kesempatan dan waktu untuk berpikir itu tidak disia-siakan dan terjadilah prcakapan di antara mereka yang diilhamkan oleh Allah:

“Jika kamu telah meninggalkan kepercayaan kaummu dan meninggalkan cara-cara ibadah mereka dengan hati dan jiwamu, maka tinggalkanlah dan jauhilah mereka dengan badan dan tubuhmu serta carilah tempat berlindung ke dalam gua itu. Niscaya Tuhanmu akan melimpahkan rahmat-Nya kepadamu, melindungimu dari gangguan raja dan kaumnya, serta akan menyediakan sesuatu yang berguna dan berakibat baik bagimu dalam urusan kamu ini.”

Maka keluarlah mereka meninggalkan kaumnya, pergi berlindung diri dalam gua sebuah bukit. Ada yang mengatakan bahwa gua itu bernama Haizam, dan bukitnya bernama Raqim. Ada yang mengatakan bahwa gua tersebut ada di Ayla. Ada yang bilang di Ninive. Ada juga yang berpendapat di Suriah. Ada pula yang mengatakan telah menemukan gua tersebut ada di Yordania. Wallahu a’lam (hanya Allah yang lebih tahu).

Di dalam gua itu tertidurlah mereka  atas kehendak Alah selama tiga ratus sembilan tahun, tidak diketahui oleh kaumnya maupun oleh orang lain dan tidak pula mreka mengetahui dan mendengar apa yang terjadi di luar gua mereka.

Apa yang dilakukan oleh pemuda-pemuda ashhabul kahfi ini sesuai dengan tuntunan syariat Muhammad saw bahwasannya seorang yang khawatir agamanya, kepercayaannya serta aqidahnya akan terpengaruh oleh fitnah yang sedang berkecamuk, ia diperbolehkan menjauhkan dirinya dari tempat dan kaum yang sedang dilanda fitnah ke tempat yang aman untuk melakukan upacara-upacara agamanya dengan tenang tanpa gangguan dan rintangan apa pun.

Rasulullah saw bersabda

Hampir-hampir seseorang di antara kamu pergi meninggalkan kaumnya membawa ternaknya menuju puncak-puncak gunung atau tempat-tempat di mana hujan turun, hanya sekedar melarikan agamanya dari fitnah.”

Setelah para pemuda Ashhaabul Kahfi itu menghilang dari kampung halamannya, raja memerintahkan untuk mencari jejak mereka dan memerintahkan untuk menangkap mereka.

Berkat lindungan Allah mereka tidak dapat ditemukan.

Ciri lokasi gua tempat Ashhaabul Kahfi bersembunyi adalah bila matahari terbit, maka sinarnya condong dari pintu gua mereka ke sebelah kanan, dan bila matahari mendekati terbenam, maka sinarnya masuk ke dalam gua dari pintu gua sebelah kiri. Sehingga disimpulkan pintu atau celah gua itu menghadap ke utara.

Para pemuda penghuni gua itu berada dalam tempat yang masih luas yang memungkinkan badan mereka tidak terkena sengatan matahari. Itu semua adalah sebagian dari tanda-tanda kebesaran dan kekuasaan Allah SWT yang telah memberi ilham kepada pemuda-pemuda itu berlindung di dalam gua yang mendapat sinar matahari dan udara segar. Sehingga tubuh pemuda-pemuda itu tetap segar, walaupun mereka tertidur selama tiga ratus sembilan tahun atas kehendak Allah dan kekuasaan-Nya. Demikianlah barangsiapa mendapat petunjuk Allah, ia menjadi orang yang berhijrah. Sedang siapa yang disesatkan Allah, tidak seorang pun dapat menjadi petunjuknya.

Allah membolik-balikkan tubuh mereka ke kanan dan ke kiri. Tubuh para pemuda itu biasa berputar dari sisi kiri ke sisi kanan satu kali dalam satu tahun. Tentu saja jumlah bolak-balik mereka hanya Allah saja yang tahu.

Allah menutup telinga para pemuda Ashhabul Kahfi dengan menidurkan mereka, sedang mata mereka tetap terbuka, tidak dipejamkan, untuk memperoleh udara agar tidak bisa rusak. Karenanya Allah berfirman, “Dan kamu mengira bahwa mereka itu bangun, padahal mereka itu tidur.”

Bersama para pemuda tersebut berhijrah meninggalkan kaumnya ikut juga seekor anjing. Anjing yang menjadi sahabat para pemuda ashhabul Kahfi itu menjadi penjaga di muka pintu gua dengan menjulurkan kedua lengannya, sebagaimana biasanya anjing-anjing berbuat di muka pintu rumah majikannya. Syu’aib al-Jiba’i mengatakan bahwa anjing tersebut dinamakan Himr.

Anjing itu berada di luar gua menjaga di luar pintu seraya tertidur seperti majikan-majikannya, adalah supaya tidak menghalangi malaikat memasuki gua. Karena sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits, bahwa malaikat tidak akan memasuki rumah yang di dalamnya terdapat anjing.

Sesuai dengan hikmah kebijaksanaan Allah yang memberikan perlindungan-Nya kepada para pemuda yang tertidur di dalamnya, dan anjing yang galak yang menjulurkan lengannya di muka pintu, telah menjadikan gua itu demikian seram dan angker sehingga menimbulkan rasa takut bagi orang yang menyaksikan atau mendekatinya. Dengan demikian terhindarlah para pemuda yang saleh itu dari gangguan orang yang jahat dan tangan jahil sampai tiba saatnya Allah menentukan takdir-Nya membangunkan mereka dari tidurnya.

Sebagaimana Allah telah menidurkan para pemuda Ashhabul Kahfi, maka Allah pun membangunkan mereka dari tidurnya dalam keadaan sehat wal afiat tidak kurang suatu apapun, badaniyah dan ruhaniyah, walaupun mereka dibangunkan setelah tiga ratus sembilan tahun. Tertidur tanpa makan dan minum sebagai suatu mukjizat dan tanda kebesaran serta kekuasaan Allah yang tiada taranya.

Setelah dibangunkan oleh Allah, mereka saling bertanya, “Berapa lamakah kamu tertidur?”
Seorang diantara mereka menjawab, “Sehari atau setengah hari.”

Jawaban ini didasarkan kenyataan bahwa mereka memasuki gua di waktu pagi dan dibangunkan Allah di waktu matahari sudah hampir terbenam. Maka pantas saja kalau ia mengira bahwa mereka tidur hanya selama sehari atau setengah hari.

Kemudian mereka berpindah ke persoalan yang lebih penting daripada mempersoalkan tentang masa tidur, yaitu masalah makan dan minum yang sangat mereka butuhkan.

Berkatalah mereka, “Serahkanlah masalah berapa lama kita  di sini kepada Tuhanmu yang lebih mengetahui, sekarang cobalah pergi salah seorang dari kita ke kota dengan membawa sisa uang perakmu (karena sebagian telah disedekahkan sebelum mereka masuk ke gua) dan carilah makanan yang lebih baik kemudian belilah dengan uang perakmu itu makanan yang pantas untuk kita makan. Bersikap lemah lembutlah ketika mencari makanan tersebut dan janganlah sekali-kali menceritakan perihalmu di dalam gua ini kepada siapa pun. Karena jika mereka (kaum yang ditinggalkan itu) atau bala tentara Raja Diqyanus mengetahui tempatmu, niscaya mereka akan melemparkan batu kepadamu, menyiksamu dengan berbagai siksaan serta memaksamu kembali kepada agama mereka. Jika hal itu terjadi, niscaya kamu tidak akan beruntung selama-lamanya di dunia maupun di akhirat kelak.”

Tatkala salah seorang di antara para pemuda itu keluar dari gua menuju ke kota mencari makanan untuk kawan-kawannya, ia menyamar dengan tidak melalui jalan-jalan umum. Ia tercengang ketika melihat beberapa bangunan kota yang tidak pernah dikenalnya. Begitu pula ketika bertemu dan berpapasan dengan orang-orang yang tidak pernah dikenalnya.

Ia pun berkata pada dirinya sendiri, “Apakah aku sudah gila, ataukah aku sedang bermimpi. Oh tidak. Baru kemarin sore aku meninggalkan kota ini, semua tidak demikian keadaannya. Kalau begitu lebih baik segera saja aku keluar dari sini.”

Setiba pemuda itu di tempat penjual makanan dan menyerahkan uang peraknya untuk membayar makanan yang dibelinya. Uang perak itu berbentuk koin yang dinamakan Dafsus. Si penjual makanan keheran-heranan dan membolik-balikkan mata uang yang diterimanya itu. Kemudian ia tunjukkan mata uang itu ke tetangga-tetangganya. Pemuda itu kemudian ditanya oleh orang-orang yang sedang mengerumuninya, siapakah dia dan dari mana ia mendapat uang itu. Pemuda itu memberi keterangan tentang dirinya bahwa ia adalah salah seorang penduduk kota itu (yang disebut dengan nama kota Daksus dengan rajanya yang bernama Diqyanus).

Mendengar keterangan pemuda Ashhabul Kahfi itu, orang-orang yang mengerumuninya meragukan kewarasan pikiran pemuda itu. Ia lalu dibawa ke pihak penguasa.

Setelah mendengar keterangan pemuda itu dan kisahnya bersama kawan-kawannya ashhabul kahfi, para penguasa bersama pemuda itu ke gua tempat kawan-kawannya sedang menunggu kedatangannya membawa makanan yang dibutuhkan.

Kelanjutan kisah ini ada dua riwayat. Riwayat pertama mengisahkan bahwa setiba di pintu gua pemuda itu masuk ke dalam gua terlebih dahulu dan meminta rombongan penguasa itu menunggu di luar gua. Namun pemuda itu tidak keluar lagi, lenyap tak berbekas bersama kawan-kawannya. Tidak diketahui dimana bersembunyinya. Riwayat yang lain mengisahkan bahwa rombongan penguasa itu menyertai pemuda itu memasuki gua, berjabatan tangan dengan pemuda-pemuda ashhabul kahfi yang lain yang masih berada di dalam gua. Bahkan raja yang berkuasa di negeri itu yang turut dalam rombongan para penguasa, merangkul pemuda-pemuda Ashhabul Kahfi itu sebagai orang yang seagama dengan mereka. Setelah sejurus para rombongan penguasa dan pemuda Ashhabul kahfi bercakap-cakap dan bercengkerama di dalam gua, berpamitlah para penguasa meninggalkan gua. Sedang pemuda-pemuda Ashhabul Kahfi kembali ke tempat pembaringannya masing-masing. Kemudian mereka merebahkan diri dan wafat.

Melihat fenomena Ashhabul Kahfi tersebut, penduduk kota berselisih menyikapinya. Ada yang takut, ada yang kagum. Beberapa di antara mereka berkata, “Dirikanlah sebuah bangunan di atas (gua) mereka!“ Maksudnya, supaya bangungan itu menghalangi jalan masuk ke gua itu agar para pemuda Ashhabul Kahfi itu tidak dapat keluar lagi, atau sebaliknya melindungi mereka dari siapa pun yang hendak mengganggu mereka. Namun salah seorang yang berpengaruh di antara mereka kemudian mengatakan agar dibangun sebuah rumah ibadah di atas gua tersebut, karena menurutnya tempat tersebut diberkati dan disucikan sebab dekat dengan orang-oang beriman yang saleh. Kebiasaan semacam ini sangat umum di masa sebelum datangnya Nabi Muhammad saw.

Adapun Islam, melarang mendirikan bangunan di atas makam, sekalipun itu makam Nabi.
Rasulullah saw bersabda, “Semoga Allah melaknat kaum Yahudi dan Nasrani karena mereka mendirikan bangunan di atas makam nabi-nabi mereka.”

Rasulullah saw memperingatkan umat Islam agar tidak mengikuti kebiasaan umat-umat terdahulu yang gemar mendirikan rumah ibadah di atas makam orang-orang saleh di antara mereka.

Allah berfirman, bahwa nanti ada orang-orang ahli kitab dan lain-lain pada zaman Nabi Muhammad saw yang akan menceritakan Kisah Ashhabul Kahfi dengan menerka-nerka jumlah mereka. Ada yang mengatakan bahwa jumlah para pemuda ashhabul kahfi itu tiga orang dan yang keempat adalah anjingnya. Ada yang mengatakan jumlah mereka lima orang dan yang keenam adalah anjingnya. Semuanya hanyalah terkaan terhadap barang gaib. Dan pihak ketika berkata, bahwa jumlah mereka adalah tujuh orang dan yang kedelapan adalah anjingnya. Hanya Allah yang mengetahui jumlah Ashhaabul Kahfi.

* * *

Pertemuan pemuda-pemuda ashhabul kahfi dengan manusia-manusia yang masanya berjarak tiga ratus tahun lebih itu untuk membantah anggapan bahwa nanti manusia yang dibangkitkan kembali dari kematiannya hanyalah rohnya dan bukan jasadnya. Allah yang Maha Kuasa, Pencipta Langit dan Bumi berkuasa membangunkan kembali Ashhabul Kahfi yang telah ditidurkan selama tiga abad dalam keadaan utuh tubuhnya sebagaimana waktu mereka ditidurkan. Allah pun berkuasa membangkitkan kembali manusia tubuh dan ruhnya, ruh dan tubuhnya, walaupun tubuh manusia sudah menjadi debu ribuan tahun yang lalu.

Allah SWT menyatakan dalam al-Qur`an Surat al-Kahfi ayat 9 saat membuka tabir kisah ini, bahwa fenomena Ashhabul Kahfi tidaklah terlalu menakjubkan dibanding fenomena wahyu dan mukjizat, juga fenomena  penciptaan langit dan bumi, pertukaran malam dan siang, penguasaan matahari, bulan, planet-planet dan lain-lain penciptaan yang menandakan kekuasaan Allah yang Maha Besar Maha Pencipta tiada tara. Allahu Akbar! 

(alhamdulillah)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar