Kisah ini adalah
kisah yang diabadikan Allah dalam al-Qur`an surat al-Kahfi ayat 9-26. Para ahli
tafsir al-Qur`an menyatakan bahwa para pemuda penghuni gua yang dikenal dengan
nama ashhaabul kahfi ini adalah para pemuda bangsawan dari lingkungan
kerajaan Romawi.
Ada yang menyatakan
bahwa mereka hidup di masa setelah Isa as dan bahwa mereka memeluk Nasrani.
Namun karena rahib-rahib Yahudi mengetahui kisah ini, maka dugaan kuat fenomena
Ashhabul Kahfi terjadi pada masa sebelum Isa as diutus.
Para pemuda ini
melihat kaumnya menyembah berhala dan patung-patung sebagai tuhan-tuhan mereka
dan menyediakan binatang-binatang sembelihan bagi tuhan-tuhan itu di hari-hari
besar mereka sebagai korban. Mereka merasa tidak patut patung-patung dan
arca-arca itu dianggap sebagai tuhan, disujudi, disembah dan disembelihkan
binatang-binatang korban atas namanya. Mereka yang sudah terbuka mata hatinya,
yang beriman kepada Allah dan ditambah hidayah (petunjuk) oleh Allah,
mengingkari perbuatan kaumnya yang batil itu. Namun mereka simpan pengingkaran
itu di dalam hati, khawatir kalau dinyatakan secara terus terang, mereka akan
diganggu, dimusuhi dan dianiaya.
Para pemuda yang
nantinya menjadi Ashhabul Kahfi alias Penghuni Gua ini pada mulanya tidak
saling mengenal. Tiap orang di antara mereka secara diam-diam menjauhkan diri
dari kaumnya di saat kaumnya melakukan upacara sembahyang atau upacara
keagamaan lainnya. Pemuda itu satu persatu pergi bersembunyi di bawah sebatang
pohon yang rindang di luar kota. Di sanalah mereka berkumpul tanpa lebih dahulu
bersepakat atau berjanji, bahkan satu dengan lainnya belum mengenal.
Rasulullah saw
bersabda,
“Ruh yang jumlahnya
banyak dikumpulkan bersama, dan mereka yang mengenal satu sama lain (di surga
asal mereka) akan memiliki daya tarik menarik satu sama lain (di dunia).
Sementara mereka yang saling menolak (di surga) juga akan berbeda (di dunia).”
Ya, di bawah pohon
itulah mereka saling membuka isi hatinya dan berkenalan. Kemudian atas dasar
kesatuan akidah dan persamaan nasib, bersatulah mereka dalam satu wadah
“persaudaraan” dan didirikanlah tempat ibadah bagi mereka sendiri sebagai
kelompok yang beriman kepada Allah yang Maha Esa, Pencipta langit dan bumi dan
tiada Tuhan selain Allah..
Tidak lama kemudian
diketahuilah oleh orang-orang tempat ibadah mereka dan sampailah berita berita
mereka itu ke telinga raja yang berkuasa yang bernama Diqyanus (Decius).
Dipanggillah mereka
menghadap dan ditanya tentang pendirian dan kepercayaan mereka. Tanpa tedeng
aling-aling dan dengan hati yang diteguhkan oleh Allah dengan berdiri tegak
mereka berkata kepada sang raja, “Tuhan kami adalah Tuhan langit dan bumi. Kami
sekali-kali tidak menyeru Tuhan selain Dia. Sesungguhnya kalau kami berbuat
selain demikian, niscaya kami telah berbuat dan mengucapkan sesuatu yang amat
jauh dari kebenaran. Itulah kaum kami telah menjadikan selain Dia sebagai
tuhan-tuhan untuk disembah. Mengapa mereka tidak mengemukakan alasan dan dasar
bagi kepercayan mereka. Mereka itu pendusta dan tidak ada yang lebih zalim
daripada orang–orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah.”
Dalam pertemuan itu
sang raja marah, mengncam dan memerintahkan mereka melepaskan pakaian serta
memberikan kesempatan kepada mereka untuk berpikir agar kembali kepada
kepercayaan raja dan kaumnya.
Kesempatan dan waktu
untuk berpikir itu tidak disia-siakan dan terjadilah prcakapan di antara mereka
yang diilhamkan oleh Allah:
“Jika kamu telah
meninggalkan kepercayaan kaummu dan meninggalkan cara-cara ibadah mereka dengan
hati dan jiwamu, maka tinggalkanlah dan jauhilah mereka dengan badan dan
tubuhmu serta carilah tempat berlindung ke dalam gua itu. Niscaya Tuhanmu akan
melimpahkan rahmat-Nya kepadamu, melindungimu dari gangguan raja dan kaumnya,
serta akan menyediakan sesuatu yang berguna dan berakibat baik bagimu dalam
urusan kamu ini.”
Maka keluarlah
mereka meninggalkan kaumnya, pergi berlindung diri dalam gua sebuah bukit. Ada
yang mengatakan bahwa gua itu bernama Haizam, dan bukitnya bernama Raqim.
Ada yang mengatakan bahwa gua tersebut ada di Ayla. Ada yang bilang di Ninive.
Ada juga yang berpendapat di Suriah. Ada pula yang mengatakan telah
menemukan gua tersebut ada di Yordania. Wallahu a’lam (hanya
Allah yang lebih tahu).
Di dalam gua itu
tertidurlah mereka atas kehendak Alah selama tiga ratus sembilan tahun,
tidak diketahui oleh kaumnya maupun oleh orang lain dan tidak pula mreka
mengetahui dan mendengar apa yang terjadi di luar gua mereka.
Apa yang dilakukan
oleh pemuda-pemuda ashhabul kahfi ini sesuai dengan tuntunan syariat Muhammad
saw bahwasannya seorang yang khawatir agamanya, kepercayaannya serta aqidahnya
akan terpengaruh oleh fitnah yang sedang berkecamuk, ia diperbolehkan
menjauhkan dirinya dari tempat dan kaum yang sedang dilanda fitnah ke tempat
yang aman untuk melakukan upacara-upacara agamanya dengan tenang tanpa gangguan
dan rintangan apa pun.
Rasulullah saw
bersabda
Hampir-hampir
seseorang di antara kamu pergi meninggalkan kaumnya membawa ternaknya menuju
puncak-puncak gunung atau tempat-tempat di mana hujan turun, hanya sekedar
melarikan agamanya dari fitnah.”
Setelah para pemuda
Ashhaabul Kahfi itu menghilang dari kampung halamannya, raja memerintahkan
untuk mencari jejak mereka dan memerintahkan untuk menangkap mereka.
Berkat lindungan
Allah mereka tidak dapat ditemukan.
Ciri lokasi gua
tempat Ashhaabul Kahfi bersembunyi adalah bila matahari terbit, maka sinarnya
condong dari pintu gua mereka ke sebelah kanan, dan bila matahari mendekati
terbenam, maka sinarnya masuk ke dalam gua dari pintu gua sebelah kiri.
Sehingga disimpulkan pintu atau celah gua itu menghadap ke utara.
Para pemuda penghuni
gua itu berada dalam tempat yang masih luas yang memungkinkan badan mereka
tidak terkena sengatan matahari. Itu semua adalah sebagian dari tanda-tanda
kebesaran dan kekuasaan Allah SWT yang telah memberi ilham kepada pemuda-pemuda
itu berlindung di dalam gua yang mendapat sinar matahari dan udara segar.
Sehingga tubuh pemuda-pemuda itu tetap segar, walaupun mereka tertidur selama
tiga ratus sembilan tahun atas kehendak Allah dan kekuasaan-Nya. Demikianlah
barangsiapa mendapat petunjuk Allah, ia menjadi orang yang berhijrah. Sedang
siapa yang disesatkan Allah, tidak seorang pun dapat menjadi petunjuknya.
Allah
membolik-balikkan tubuh mereka ke kanan dan ke kiri. Tubuh para pemuda itu
biasa berputar dari sisi kiri ke sisi kanan satu kali dalam satu tahun. Tentu
saja jumlah bolak-balik mereka hanya Allah saja yang tahu.
Allah menutup
telinga para pemuda Ashhabul Kahfi dengan menidurkan mereka, sedang mata mereka
tetap terbuka, tidak dipejamkan, untuk memperoleh udara agar tidak bisa rusak.
Karenanya Allah berfirman, “Dan kamu mengira bahwa mereka itu bangun,
padahal mereka itu tidur.”
Bersama para pemuda
tersebut berhijrah meninggalkan kaumnya ikut juga seekor anjing. Anjing yang
menjadi sahabat para pemuda ashhabul Kahfi itu menjadi penjaga di muka pintu
gua dengan menjulurkan kedua lengannya, sebagaimana biasanya anjing-anjing
berbuat di muka pintu rumah majikannya. Syu’aib al-Jiba’i mengatakan
bahwa anjing tersebut dinamakan Himr.
Anjing itu berada di
luar gua menjaga di luar pintu seraya tertidur seperti majikan-majikannya,
adalah supaya tidak menghalangi malaikat memasuki gua. Karena sebagaimana
disebutkan dalam sebuah hadits, bahwa malaikat tidak akan memasuki rumah yang
di dalamnya terdapat anjing.
Sesuai dengan hikmah
kebijaksanaan Allah yang memberikan perlindungan-Nya kepada para pemuda yang
tertidur di dalamnya, dan anjing yang galak yang menjulurkan lengannya di muka
pintu, telah menjadikan gua itu demikian seram dan angker sehingga menimbulkan
rasa takut bagi orang yang menyaksikan atau mendekatinya. Dengan demikian
terhindarlah para pemuda yang saleh itu dari gangguan orang yang jahat dan
tangan jahil sampai tiba saatnya Allah menentukan takdir-Nya membangunkan
mereka dari tidurnya.
Sebagaimana Allah
telah menidurkan para pemuda Ashhabul Kahfi, maka Allah pun membangunkan mereka
dari tidurnya dalam keadaan sehat wal afiat tidak kurang suatu apapun,
badaniyah dan ruhaniyah, walaupun mereka dibangunkan setelah tiga ratus
sembilan tahun. Tertidur tanpa makan dan minum sebagai suatu mukjizat dan
tanda kebesaran serta kekuasaan Allah yang tiada taranya.
Setelah dibangunkan
oleh Allah, mereka saling bertanya, “Berapa lamakah kamu tertidur?”
Seorang diantara
mereka menjawab, “Sehari atau setengah hari.”
Jawaban ini
didasarkan kenyataan bahwa mereka memasuki gua di waktu pagi dan dibangunkan
Allah di waktu matahari sudah hampir terbenam. Maka pantas saja kalau ia
mengira bahwa mereka tidur hanya selama sehari atau setengah hari.
Kemudian mereka berpindah
ke persoalan yang lebih penting daripada mempersoalkan tentang masa tidur,
yaitu masalah makan dan minum yang sangat mereka butuhkan.
Berkatalah mereka,
“Serahkanlah masalah berapa lama kita di sini kepada Tuhanmu yang lebih
mengetahui, sekarang cobalah pergi salah seorang dari kita ke kota dengan
membawa sisa uang perakmu (karena sebagian telah disedekahkan sebelum mereka
masuk ke gua) dan carilah makanan yang lebih baik kemudian belilah dengan uang
perakmu itu makanan yang pantas untuk kita makan. Bersikap lemah lembutlah
ketika mencari makanan tersebut dan janganlah sekali-kali menceritakan
perihalmu di dalam gua ini kepada siapa pun. Karena jika mereka (kaum yang
ditinggalkan itu) atau bala tentara Raja Diqyanus mengetahui tempatmu, niscaya
mereka akan melemparkan batu kepadamu, menyiksamu dengan berbagai siksaan serta
memaksamu kembali kepada agama mereka. Jika hal itu terjadi, niscaya kamu tidak
akan beruntung selama-lamanya di dunia maupun di akhirat kelak.”
Tatkala salah
seorang di antara para pemuda itu keluar dari gua menuju ke kota mencari
makanan untuk kawan-kawannya, ia menyamar dengan tidak melalui jalan-jalan
umum. Ia tercengang ketika melihat beberapa bangunan kota yang tidak pernah
dikenalnya. Begitu pula ketika bertemu dan berpapasan dengan orang-orang yang
tidak pernah dikenalnya.
Ia pun berkata pada
dirinya sendiri, “Apakah aku sudah gila, ataukah aku sedang bermimpi. Oh tidak.
Baru kemarin sore aku meninggalkan kota ini, semua tidak demikian keadaannya.
Kalau begitu lebih baik segera saja aku keluar dari sini.”
Setiba pemuda itu di
tempat penjual makanan dan menyerahkan uang peraknya untuk membayar makanan
yang dibelinya. Uang perak itu berbentuk koin yang dinamakan Dafsus. Si
penjual makanan keheran-heranan dan membolik-balikkan mata uang yang
diterimanya itu. Kemudian ia tunjukkan mata uang itu ke tetangga-tetangganya.
Pemuda itu kemudian ditanya oleh orang-orang yang sedang mengerumuninya,
siapakah dia dan dari mana ia mendapat uang itu. Pemuda itu memberi keterangan
tentang dirinya bahwa ia adalah salah seorang penduduk kota itu (yang disebut
dengan nama kota Daksus dengan rajanya yang bernama Diqyanus).
Mendengar keterangan
pemuda Ashhabul Kahfi itu, orang-orang yang mengerumuninya meragukan kewarasan
pikiran pemuda itu. Ia lalu dibawa ke pihak penguasa.
Setelah mendengar
keterangan pemuda itu dan kisahnya bersama kawan-kawannya ashhabul kahfi, para
penguasa bersama pemuda itu ke gua tempat kawan-kawannya sedang menunggu
kedatangannya membawa makanan yang dibutuhkan.
Kelanjutan kisah ini
ada dua riwayat. Riwayat pertama mengisahkan bahwa setiba di pintu gua pemuda
itu masuk ke dalam gua terlebih dahulu dan meminta rombongan penguasa itu
menunggu di luar gua. Namun pemuda itu tidak keluar lagi, lenyap tak berbekas
bersama kawan-kawannya. Tidak diketahui dimana bersembunyinya. Riwayat yang
lain mengisahkan bahwa rombongan penguasa itu menyertai pemuda itu memasuki
gua, berjabatan tangan dengan pemuda-pemuda ashhabul kahfi yang lain yang masih
berada di dalam gua. Bahkan raja yang berkuasa di negeri itu yang turut dalam
rombongan para penguasa, merangkul pemuda-pemuda Ashhabul Kahfi itu sebagai
orang yang seagama dengan mereka. Setelah sejurus para rombongan penguasa dan
pemuda Ashhabul kahfi bercakap-cakap dan bercengkerama di dalam gua,
berpamitlah para penguasa meninggalkan gua. Sedang pemuda-pemuda Ashhabul Kahfi
kembali ke tempat pembaringannya masing-masing. Kemudian mereka merebahkan diri
dan wafat.
Melihat fenomena
Ashhabul Kahfi tersebut, penduduk kota berselisih menyikapinya. Ada yang takut,
ada yang kagum. Beberapa di antara mereka berkata, “Dirikanlah sebuah bangunan
di atas (gua) mereka!“ Maksudnya, supaya bangungan itu menghalangi jalan masuk
ke gua itu agar para pemuda Ashhabul Kahfi itu tidak dapat keluar lagi, atau
sebaliknya melindungi mereka dari siapa pun yang hendak mengganggu mereka.
Namun salah seorang yang berpengaruh di antara mereka kemudian mengatakan agar
dibangun sebuah rumah ibadah di atas gua tersebut, karena menurutnya tempat
tersebut diberkati dan disucikan sebab dekat dengan orang-oang beriman yang
saleh. Kebiasaan semacam ini sangat umum di masa sebelum datangnya Nabi
Muhammad saw.
Adapun Islam,
melarang mendirikan bangunan di atas makam, sekalipun itu makam Nabi.
Rasulullah saw
bersabda, “Semoga Allah melaknat kaum Yahudi dan Nasrani karena mereka
mendirikan bangunan di atas makam nabi-nabi mereka.”
Rasulullah saw
memperingatkan umat Islam agar tidak mengikuti kebiasaan umat-umat terdahulu
yang gemar mendirikan rumah ibadah di atas makam orang-orang saleh di antara
mereka.
Allah berfirman,
bahwa nanti ada orang-orang ahli kitab dan lain-lain pada zaman Nabi Muhammad
saw yang akan menceritakan Kisah Ashhabul Kahfi dengan menerka-nerka jumlah
mereka. Ada yang mengatakan bahwa jumlah para pemuda ashhabul kahfi itu tiga
orang dan yang keempat adalah anjingnya. Ada yang mengatakan jumlah mereka lima
orang dan yang keenam adalah anjingnya. Semuanya hanyalah terkaan terhadap
barang gaib. Dan pihak ketika berkata, bahwa jumlah mereka adalah tujuh orang
dan yang kedelapan adalah anjingnya. Hanya Allah yang mengetahui jumlah
Ashhaabul Kahfi.
* * *
Pertemuan
pemuda-pemuda ashhabul kahfi dengan manusia-manusia yang masanya berjarak tiga
ratus tahun lebih itu untuk membantah anggapan bahwa nanti manusia yang
dibangkitkan kembali dari kematiannya hanyalah rohnya dan bukan jasadnya. Allah
yang Maha Kuasa, Pencipta Langit dan Bumi berkuasa membangunkan kembali
Ashhabul Kahfi yang telah ditidurkan selama tiga abad dalam keadaan utuh
tubuhnya sebagaimana waktu mereka ditidurkan. Allah pun berkuasa membangkitkan
kembali manusia tubuh dan ruhnya, ruh dan tubuhnya, walaupun tubuh manusia
sudah menjadi debu ribuan tahun yang lalu.
Allah SWT menyatakan
dalam al-Qur`an Surat al-Kahfi ayat 9 saat membuka tabir kisah ini,
bahwa fenomena Ashhabul Kahfi tidaklah terlalu menakjubkan dibanding fenomena
wahyu dan mukjizat, juga fenomena penciptaan langit dan bumi, pertukaran
malam dan siang, penguasaan matahari, bulan, planet-planet dan lain-lain
penciptaan yang menandakan kekuasaan Allah yang Maha Besar Maha Pencipta tiada
tara. Allahu Akbar!
(alhamdulillah)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar