Rosululloh Shollallohualaihi wassalam membuka lembaran kehidupan rumah tangganya dengan
Aisyah yang telah banyak dikenal. Aisyah laksana lautan luas dalam
kedalaman ilmu dan takwa. Di kalangan wanita dialah sosok yang banyak menghafal
hadits-hadits Nabi dan di antara istri-istri Nabi. Dia memiliki keistimewaan
yang tidak dimiliki istri Nabi yang lain Rodhiyallohu anha’.
Ayahnya adalah sahabat dekat Rosululloh yang menemani beliau
hijrah, Abu Bakar As-Shiddiq rodhiyallohu anhu, Orang pertama yang mempercayai
Rosululloh ketika terjadi Isra’ Mi’raj saat orang-orang tidak mempercayainya.
Menikahnya Rosululloh dengan Aisyah Rodhiyallohu anha’
adalah sebagai perintah wahyu dari Alloh Subhanahu wa Ta'ala. Malaikat turun
kepada beliau seraya membawa gambar Aisyah Rodhiyallohu anha’ pada selembar
sutera lalu dikatakan pada beliau bahwa Aisyah Rodhiyallohu anha’ adalah
istrinya di dunia dan akhirat.
Aisyah Rodhiyallohu anha’ tinggal di kamar yang berdampingan
dengan Masjid Nabawi. Di kamar itulah wahyu banyak turun sehingga kamar itu
disebut juga sebagai tempat turunnya wahyu. Di hati Rosululloh kedudukan Aisyah
Rodhiyallohu anha’ sangat istimewa dan itu tidak dialami oleh istri-istri
beliau yang lain. Hal ini menimbulkan kecemburuan di antara istri-istri beliau.
Sekalipun perasaan cemburu istri-istri Rosululloh terhadap Aisyah Rodhiyallohu
anha’ sangat besar. Mereka tetap menghargai kedudukan Aisyah Rodhiyallohu anha’
yang sangat terhormat.
Aisyah Rodhiyallohu anha’ pernah mengalami fitnah yang
mengotori lembaran sejarah kehidupan sucinya, hingga turun ayat Al-Qur’an yang
menerangkan kesucian dirinya.
Tuduhan yang mengarah kepada Aisyah Rodhiyallohu anha’
dilancarkan oleh Abdullah bin Ubay bin Salul. Ketika tuduhan itu sampai ke
telinga Nabi, beliau mengumpulkan para sahabat dan meminta pendapat mereka.
Usamah bin Zaid berkata, “Ya Rosululloh, dia adalah keluargamu, yang kau
ketahui hanyalah kebaikan semata“.
Aisyah Rodhiyallohu anha’ sangat mengharapkan Alloh
menurunkan wahyu berkaitan dengan masalahnya, namun wahyu itu tidak kunjung
turun. Baru setelah beberapa saat sebelum seorang pun meninggalkan rumah
Rosululloh, wahyu yang menerangkan kesucian Aisyah Rodhiyallohu anha’ pun turun
kepada beliau. Rosululloh segera menemui Aisyah Rodhiyallohu anha’ dan berkata,
“Hai Aisyah, Alloh telah menyucikanmu dengan firman-Nya
إِنَّ الَّذِينَ جَاءُوا بِالإفْكِ عُصْبَةٌ
مِنْكُمْ لا تَحْسَبُوهُ شَرًّا لَكُمْ بَلْ هُوَ خَيْرٌ لَكُمْ لِكُلِّ امْرِئٍ مِنْهُمْ
مَا اكْتَسَبَ مِنَ الإثْمِ وَالَّذِي تَوَلَّى كِبْرَهُ مِنْهُمْ لَهُ عَذَابٌ عَظِيمٌ
(١١)
11. Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu
adalah dari golongan kamu juga. janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu
buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu. tiap-tiap seseorang dari
mereka mendapat Balasan dari dosa yang dikerjakannya. dan siapa di antara
mereka yang mengambil bahagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu
baginya azab yang besar[1031].
[1031] Berita bohong ini mengenai istri Rasulullah s.a.w.
'Aisyah r.a. Ummul Mu'minin, sehabis perang dengan Bani Mushtaliq bulan Sya'ban
5 H. Perperangan ini diikuti oleh kaum munafik, dan turut pula 'Aisyah dengan
Nabi berdasarkan undian yang diadakan antara istri-istri beliau. dalam
perjalanan mereka kembali dari peperangan, mereka berhenti pada suatu tempat.
'Aisyah keluar dari sekedupnya untuk suatu keperluan, kemudian kembali.
tiba-tiba Dia merasa kalungnya hilang, lalu Dia pergi lagi mencarinya.
Sementara itu, rombongan berangkat dengan persangkaan bahwa 'Aisyah masih ada
dalam sekedup. setelah 'Aisyah mengetahui, sekedupnya sudah berangkat Dia duduk
di tempatnya dan mengaharapkan sekedup itu akan kembali menjemputnya.
Kebetulan, lewat ditempat itu seorang sahabat Nabi, Shafwan Ibnu Mu'aththal,
diketemukannya seseorang sedang tidur sendirian dan Dia terkejut seraya
mengucapkan: "Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un, isteri Rasul!"
'Aisyah terbangun. lalu Dia dipersilahkan oleh Shafwan mengendarai untanya.
Syafwan berjalan menuntun unta sampai mereka tiba di Madinah. orang-orang yang
melihat mereka membicarakannya menurut Pendapat masing-masing. mulailah timbul
desas-desus. kemudian kaum munafik membesar- besarkannya, Maka fitnahan atas
'Aisyah r.a. itupun bertambah luas, sehingga menimbulkan kegoncangan di
kalangan kaum muslimin.
“Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu
adalah dari golongan kamu juga. janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu
buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu. tiap-tiap seseorang dari
mereka mendapat Balasan dari dosa yang dikerjakannya. dan siapa di antara
mereka yang mengambil bahagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu
baginya azab yang besar”. (QS. An-Nuur:11)
Demikianlah kemulian yang disandang Aisyah Rodhiyallohu
anha’ sehingga bertambahlah kemuliaan dan keagungannya di hati Rosululloh
Shalallahu Alaihi wa Sallam.
Ketika Rosululloh sakit menjelang wafatnya, beliau masih
tinggal bersama Aisyah Rodhiyallohu anha’. Bagi Aisyah menetapnya Rosululloh
selama sakit di kamarnya merupakan kehormatan yang sangat besar karena dia
dapat merawat beliau hingga akhir hayat.
Aisyah sangat bersyukur kepada Alloh karena Rosululloh
meninggal dalam pangkuan dan dekapannya. Rosululloh Shollallohu Alaihi wassalam
dikuburkan di kamar Aisyah tepat di tempat beliau meninggal. Sementara itu
dalam tidurnya, Aisyah melihat tiga buah bulan jatuh ke kamarnya. Ketika dia
memberitahukan hal itu kepada ayahnya Abu Bakar berkata, “Jika yang engkau
lihat itu benar, maka di rumahmu akan dikuburkan tiga orang yang paling mulia
di muka bumi”. Ketika Rosululloh wafat, Abu Bakar berkata, “Beliau adalah orang
yang paling mulia di antara ketiga bulanmu”. Ternyata Abu Bakar dan Umar
dikubur di rumah Aisyah.
Setelah Rosululloh wafat, Aisyah Rodhiyallohu anha’
senantiasa dihadapkan pada cobaan yang sangat berat, namun dia menghadapinya
dengan hati yang sabar penuh kerelaan terhadap takdir Alloh dan selalu berdiam
diri di dalam rumah semata-mata untuk taat kepada Alloh.
Aisyah Rodhiyallohu anha’ memiliki wawasan ilmu yang luas
serta menguasai masalah-masalah keagamaan baik yang dikaji dari
Al-Qur’an, hadits-hadits Nabi maupun ilmu fiqih. Sepertiga dari hukum-hukum
syariat dinukil dari Aisyah Rodhiyallohu anha’. Abu Musa al-Asya’ari
berkata,“Setiap kali kami menemukan kesulitan, kami temukan kemudahannya pada
Aisyah”. Para sahabat sering meminta pendapat jika menemukan masalah yang tidak
dapat mereka selesaikan sendiri. Aisyah Rodhiyallohu anha’ pun sering
mengoreksi ayat., hadits, dan hukum yang keliru diberlakukan untuk kemudian
dijelaskan kembali maksud yang sebenarnya. Kamar Aisyah Rodhiyallohu anha’
lebih banyak berfungsi sebagai sekolah yang murid-muridnya berdatangan dari
segala penjuru untuk menuntut ilmu. Bagi murid yang bukan mahramnya, Aisyah
senantiasa membentangkan kain hijab di antara mereka. Aisyah Rodhiyallohu anha’
tidak pernah mempermudah hukum kecuali jika sudah jelas dalilnya dari Al-Qur’an
dan Sunnah.
Aisyah adalah orang yang paling dekat dengan Rosululloh
sehingga banyak menyaksikan turunnya wahyu kepada beliau.
Aisyah pun memiliki kesempatan untuk bertanya langsung
kepada Rosululloh jika menemukan sesuatu yang belum dia pahami tentang suatu
ayat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dia memperoleh ilmu langsung dari
Rosululloh.
Aisyah Rodhiyallohu anha’ termasuk wanita yang banyak
menghafalkan hadits-hadits Nabi Shollallohu Alaihi wassalam, sehingga para ahli
hadits menempatkan dia pada urutan kelima dari para penghafal hadits setelah
Abu Hurairah, Ibnu Umar, Anas bin Malik, dan Ibnu Abbas. Aisyah memiliki
keistimewaan yang tidak dimiliki siapa pun, yaitu meriwayatkan hadits yang
langsung dia peroleh dari Rosululloh dan menghafalkannya di rumah. Karena itu,
sering dia meriwayatkan hadits yang tidak pernah diriwayatkan oleh perawi
hadits lain. Para sahabat penghafal hadits sering mengunjungi rurnah Aisyah
untuk langsung memperoleh hadits Rosululloh karena kualitas kebenarannya sangat
terjamin. Jika berselisih pendapat tentang suatu masalah, tidak segan-segan
mereka meminta penyelesaian dari Aisyah Rodhiyallohu anha’. Qasim bin Muhammad
bin Abu Bakar, anak saudara laki-laki Aisyah mengatakan bahwa pada masa
kekhalifahan Abu Bakar, Umar, dan Utsman, Aisyah menjadi penasihat
pemerintah hingga wafat.
Aisyah Rodhiyallohu anha’ wafat pada usia 66 tahun
bertepatan dengan bulan Ramadhan tahun ke-58 hijriah dan dikuburkan di Baqi’.
Kehidupan Aisyah penuh kemuliaan, kezuhudan, ketawadhuan, pengabdian sepenuhnya
kepada Rosululloh, selalu beribadah, serta senantiasa melaksanakan shalat
malam.
Selain itu, Aisyah banyak mengeluarkan sedekah sehingga di
dalam rumahnya tidak akan ditemukan uang satu dirham atau satu dinar pun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar