(Arrahmah.com) – Seorang tentara AS yang bertugas menjaga dan menyiksa
para mujahidin yang ditawan di Guantanamo, Terry Hold Brooks, dengan sukarela
masuk Islam. Keislamannya mengguncangkan negara ‘demokrasi' terbesar di dunia
itu.
Hold Brooks ditugaskan oleh Angkatan Bersenjata AS untuk
menjaga dan menyiksa para mujahidin di penjara Guantanamo. Para komandan
senantiasa mendoktrin para tentara yang bertugas di Guantanamo bahwa para
mujahidin yang mereka tahan adalah manusia paling jahat di muka bumi. Sebab,
mereka bekerja di bawah kepemimpinan Usamah bin Ladin. "Mereka akan
membunuhmu saat pertama kali engkau bertemu mereka, "kata para komandan.
Tugas para tentara penjaga adalah mengawasi dan menyiksa
mereka dengan sadis. Hold Brooks justru memperlakukan mujahidin dengan baik dan
sebisa mungkin meringankan siksaan terhadap mereka. Para tawanan sampai
menjulukinya ‘penjaga yang lembut'. Para penjaga lain justru menuduhnya ‘sang
pengkhianat'.
Hal yang paling mengesankan Hold Brooks dari para tawanan
adalah senyum ceria di wajah mereka dan ucapan "al-hamdulillah",
segala puji bagi Allah saat malam telah tiba.
Hold Brooks adalah seorang ateis. Bersama para penjaga
lainnya, ia mengisi waktu luang dengan botol-botol minuman keras dan seks
bebas. Pada suatu malam, ia ingin mengobrol dengan tawanan. Ia pergi ke sel
tawanan no. 509, seorang muslim Maroko bernama Ahmad Rasyidi. Setelah
berbincang-bincang dengannya, Brooks mengalami pencerahan.
Itu kali pertama ia mengenal Islam yang sebenarnya. Bukan
Islam yang digambarkan secara buruk oleh media massa AS yang berada dalam
kendali kekuatan Yahudi. Sejak itu, tiap malam ia datang ke sel Ahmad Rasyidi
untuk belajar Islam. Botol minuman keras, seks bebas, dan kawan-kawan
begadangnya ia tinggalkan.
Brooks mulai membeli buku-buku tentang Islam dan membacanya
dengan tekun. Sampai akhirnya pada suatu hari, Brooks membawa selembar kertas
dan sebuah pena. Disodorkannya ke dalam sel Ahmad Rasyidi melalui celah-celah
besi. Ia meminta Rasyidi menuliskan lafal dua kalimat syahadat berbahasa Arab,
dalam huruf latin.
Hari itu, dengan suara keras ia mengucapkan dua kalimat
syahadat. Namanya diubah menjadi Musthafa Abdullah. Kehidupannya yang semula
diisi musik, disko, tato, dan seks bebas telah ditinggalkannya. Ia mulai rajin
mengerjakan shalat, dzikir, dan membaca Al-Qur'an. Pada tahun 2005, ia berhenti
dari dinas militer. Ia lalu bekerja di Tempa Islamic Centre.
Meski hari-harinya telah diisi dengan kegiatan keislaman,
bayang-bayang penyiksaan sadis di Guantanamo tetap tergambar jelas dalam
benaknya. Begitulah kekuatan Islam, orang-orang yang memusuhinya berbalik
menjadi pembelanya saat mereka telah mengenal keindahannya.
(muhib almajdi/arrahmah.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar