Pertama
: para sahabat memandang kebesaran
Al Quran dari kebesaran yang menurunkannya, kesempurnaannya dari kesempurnaan
yang menurunkannya, mereka memandang bahwa Al Qur’an turun dari Raja,
Pemelihara, Sesembahan yang Maha Perkasa, Maha Mengetaui, Maha Kasih Sayang,
(yaitu Alloh swt). sebagaimana ditekankan oleh Alloh dalam berbagai permulaan
surat :
تنـزيل
الكتاب من الله العزيز الحكيم)سورة الزمر، الجاثية، الأحقاف(
تنـزيل الكتاب من الله العزيز العليم ) سورة المؤمن(تنـزيل من الرحمن الرحيم )سورة
فصلت(كذلك يوحي إليك وإلى الذين من قبلك
الله العزيز الحكيم،
له ما في السماوات وما في الأرض وهو
العلي العظيم ) سورة الشورى(
Dari pandangan ini mereka menerima
Al Qur’an dengan perasaan bahagia bercampur perasaan hormat, siap melaksanakan
perintah, perasaan cemas dan harapan, serta perasaan kerinduan yang amat dalam.
Bagaimana tidak ? karena orang yang membaca Al Qur’an berarti seakan mendapat
kehormatan bermunajat dengan Alloh sekaligus seperti seorang prajurit menerima
perintah dari atasan dan seorang yang mencari pembimbing mendapat pengarahan
dari Dzat yang maha mengetahui. Dan perasaan inilah yang digambarkan oleh Alloh
dalam Firmannya :
إن
الذين أوتوا العلم من قبله إذا يتلى عليهم يخرون للأذقان سجداً ويقولون سبحان ربنا
إن كان وعد ربنا لمفعولاً ويخرون للأذقان ويزيدهم خشوعاً )سورة الإسراء 107-109(
"Sesungguhnya orang-orang yang
diberi ilmu sebelumnya jika dibacakan atas mereka (ayat-ayat Alloh) mereka
tersungkur dengan dagu-dagu mereka dalam kondisi sujud, mereka berkata maha
suci Robb kami sungguh janji Robb kami pasti terlaksana mereka tersungkur
dengan dagu-dagu mereka dalam kondisi menangis dan menambahi mereka kekhkusu’an”.
Perasaan di ataslah yang menyebabkan
Umu Aiman menangis ketika teringat akan wafatnya Rasululloh. Suatu saat Abu
Bakar dan Umar berkunjung kepada ibu asuh Rasulalloh itu dan ketika mereka
duduk, menagislah Ummu Aiman karena teringat wafatnya Rasulalloh, maka berkatalah
Abu Bakar dan Umar, “Kenapa anda menangis sementara Rasululloh mendapatkan
tempat yang mulia” ? Ummu Aiman menjawab, "Saya menangis bukan karena
meninggalnya beliau melainkan karena terputusnya wahyu Alloh yang datang kepada
beliau pada pagi dan petang hari", maka saat itu pula meledaklah tangisan
mereka bertiga .
Perasaan diataslah yang menyebabkan
para sahabat membaca dan menerima Al Qur’an untuk dilaksanakan secara spontan
tanpa menunggu-nunggu dan tanpa sedikit protes walaupun hal itu bertentangan
dengan kebiasaan mereka, tapi mereka bisa menundukkan perasaan mereka dengan
cinta mereka kepada Alloh.
Ketika turun perintah untuk memakai
jilbab pada surat Al Ahzab : 59, malam hari Rasulalloh menyampaikan ayat itu
kepada para sahabat, pagi harinya para istri sahabat sudah memakai jilbab
semuanya, bahkan `Aisyah mengatakan, "Sebaik-baik wanita adalah wanita
Anshor mereka diperintah pakai hijab pada malam hari sementara pada paginya
mereka sudah memakainya bahkan ada yang merobek gordeng / kelambu mereka untuk
dipakai jilbab".
Ketika diharamkannya khomer dan ayat
itu sampai kepada mereka, saat itu juga langsung mereka membuang simpanan
khomernya dan menuang apa yang masih di tangannya.
Salah satu rahasia keajaiban para
sahabat dalam berinteraksi dengan Al Qur’an adalah keimanan mereka kepada
Alloh, surga dan neraka-Nya, kepada janji-Nya sehingga mereka melakukan sesuatu
yang apabila dilihat oleh orang yang tak memahami latar belakang ini akan sulit
menafsirkannya.
Seperti ketika mereka membaca
tentang janji Allah untuk orang-orang yang berjihad karena cinta kepada Allah,
seorang sahabat yang bernama Umair bin Hamam yang sedang memakan kurma
bertanya: wahai Rasululloh, “Dimana saya kalau saya mati dalam perang ini ?
Rasululloh menjawab "Di sorga", berkatalah Umair :
"Sungguh menunggu waktu masuk surga sampai menghabiskan makan kurma tujuh
biji ini adalah sangat lama”, dan ahirnya dibuanglah sisa kurma yang belum
dimakan dan langsung maju perang sampai menemui syahidnya.
Kondisi keimanan yang tinggi ini
menjadikan episode kehidupan mereka menjadi bagian dari yang diceritakan oleh
Allah dalam Al Qur’an, hal itu seperti perhatian orang-orang Anshor terhadap
orang-orang muhajirin atau perhatian mereka terhadap orang-orang yang lemah,
seperti yang Allah ceritakan dalam surat al Hasyr dimana Rasulullah kedatangan
tamu dan beliau tidak memiliki sesuatu untuk menjamunya, akhirnya beliau
tawarkan hal itu kepada sahabatnya siapa yang bersedia membawa tamu beliau,
dengan sepontan salah satu sahabat bersedia, tetapi ketika sampai rumah
ternyata istrinya mengatakan bahwa tidak ada persediaan makanan kecuali makan
malam anaknya, maka sahabat tadi memerintahkan istrinya untuk mengeluarkan
makanan tadi untuk tamunya dan mengeluarkan dua piring dan segera mematikan
lampu ketika tamunya sedang makan, tamunya makan dan tuan rumah menampakkan
seakan-akan makan agar dia bisa makan dengan enak, ketika sampai pagi hari
sahabat tadi bertemu dengan rasul dan Rasulullah mengatakan kalau Allah takjub
dengan apa dia lakukan maka turunlah firman Alloh surat al Hasyr ayat:9.
Kedua :
Rasululloh dan para sahabat memandang Al Qur’an sebagai obat bagi segala
penyakit hati dan ketika mereka membaca Al Quran yang berbicara tentang segala
kelemahan hati, penyakit hati, mereka tidaklah merasa tersinggung bahkan mereka
berusaha mengoreksi hati mereka dan membersihkan segala sifat yang dicela oleh
Al Qur’an dan berusaha bertaubat dari apa yang dikatakan buruk oleh Al Qur’an .
Maka sudah pantaslah ketika Al Qur’an banyak menceritakan
sifat-sifat munafiqin mulai dari malas sholat, sedikit berdzikir, pengecut,
mengambil orang kafir sebagai pemimpin dan lain-lainnya, para sahabat segera
mengoreksi hati mereka dan mencari obatnya walaupun mereka tidak dihinggapi
penyakit itu, berkatalah Abdulloh ibnu Mulaikah :
أدركت سبعين من أصحاب محمد كلهم يخافون من النفاق.
“Aku
mendapatkan tujuh puluh dari sahabat nabi, mereka semua takut kalau terkena
penyakit nifaq”.
Ketika
sahabat Handholah merasa adanya fluktuasi imannya segeralah ia datang kepada
Rasulalloh dengan mengatakan “Ya Rasulalloh Handholah telah munafik”,
Rasululullah bertanya : Kenapa ? Handlolah menjawab: “Wahai Rasululloh kalau
saya di samping engkau dan engkau ingatkan kami dengan sorga dan neraka,
jadilah sorga dan neraka seakan-akan jelas dimata kami, tapi jika kami pulang
dan bergaul dengan anak istri serta sibuk dengan harta kami, kami banyak lupa,
maka Rasulalloh bersabda, “Wahai Handholah kalau kalian berada dalam kondisi
seperti itu (seakan melihat sorga dan neraka) terus menerus pastilah para
malaikat menyalami kalian di jalan-jalan kalian”.
Dari
sensitifitas perasaan Handholah dalam berinteraksi dengan Al Qur’an, ia bisa
mengalahkan pe-rasaan ingin dekat dengan istrinya pada malam pertama dan
ditinggalkannya untuk berjihad sampai syahid padahal ia belum sempat mandi
junub, sehingga Rasululloh bersabda bahwa ia dimandikan oleh para malaikat.
Ketiga
: Para sahabat memandang bahwa Al
Qur’an adalah nasehat dari Dzat yang amat sayang kepada mereka yang sangat
perlu didengar yang berarti mereka sangat menyadari kalau mereka bisa salah,
tapi akan segera kembali kepada kebenaran manakala ada teguran dari Al Qur’an.
Ma’qil bin
Yasar pernah menikahkan adik perempuannya dengan salah seorang sahabat, tapi
kemudian dicerainya sampai habis masa iddahnya, kemudian bekas suami tadi
melamar lagi dan karena Ma’qil sedang marah beliau tolak lamarannya dan
bertekat tidak akan mengawinkannya, padahal adiknya juga masih cinta dengan
bekas suaminya serta ingin kembali kepadanya. Dengan kejadian ini Allah
menurunkan ayat :
وَإِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ
فَبَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَلا تَعْضُلُوهُنَّ أَنْ يَنْكِحْنَ أَزْوَاجَهُنَّ إِذَا
تَرَاضَوْا بَيْنَهُمْ بِالْمَعْرُوفِ ذَلِكَ يُوعَظُ بِهِ مَنْ كَانَ مِنْكُمْ
يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ ذَلِكُمْ أَزْكَى لَكُمْ وَأَطْهَرُ
وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لا تَعْلَمُونَ) (البقرة:232)
Artinya :" apabila kamu manthalak isteri-isterimu lalu
habis iddahnya ,maka janganlah kamu ( para wali ) menghalangi mereka kawin lagi
dengan bakal suaminya ,apabila telah terdapat kerelaan dintara mereka dengan
cara yang ma'ruf ,itulah yang dinasehatkan kepada orang-orang yang beriman
diantara kamu kepada Alloh dan hari kemudian .Itu lebih baik bagimu dan lebih
suci .Alloh mengetahui sedang kamu tidak mengetahui ".
Setelah turun ayat ini Ma’qil langsung menikahkan adiknya
lagi dengan sahabat mantan suamiya.
Sahabat hidup dengan misi, “Risalah menyelamatkan seluruh
manusia dari perbudakan manusia untuk manusia menuju penghambaan Allah yang Esa
dan mengeluarkan mereka dari kedhaliman sistim manusia menuju keadilan Islam
dari kesempitan dunia menuju keluasan dunia dan akherat”, dan pastilah kaum
yang membawa misi demikian ada pendukung dan musuhnya, maka mereka menjadikan
Al Qur’an sebagai pembimbing untuk mengetahui musuh-musuh Alloh, dan musuh
mereka, siapa wali-wali mereka dan wali-wali Alloh dan mereka memperlakukan
manusia sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Alloh, mereka cinta terhadap
ayah, anak, istri, serta kerabat mereka. Tetapi jika yang dicintai itu memusuhi
Alloh dan Rasul-Nya serta membenci Islam, maka mereka segera merubah sikapnya
dengan hanya memihak Alloh dan mencabut perasaan cintanya kepada selain Allah,
Allah berfirman :
“Engkau tidak akan mendapatkan kaum
yang beriman kepada Alloh dan hari akhir mencintai orang-orang yang membangkang
kepada Alloh dan rasul-Nya, walaupun mereka itu ayah-ayah mereka atau anak-anak
mereka atau saudara–saudara mereka atau kerabat-kerabat mereka, mereka itulah
orang yang Alloh tetapkan dihati mereka keimanan”.(al Mujadalah:22)
Ayat ini turun berkenaan dengan Abu
Ubaidah bin Jaroh ketika membunuh ayahnya di perang Badar karena ayahnya
bersama pasukan kuffar Quraisy .
Keempat : Para sahabat memandang bahwa seluruh alam semesta dan diri
mereka adalah ciptaan Alloh dan tidak mungkin membudidayakan alam semesta serta
mengatur mereka kecuali Dzat yang menciptakannya sehingga mereka meyakini bahwa
keimanannya menuntut untuk menjadikan Al Qur’an sebagai satu kesatuan yang utuh
yang tidak dipisahkan antara satu sama lainnya, mereka men-jadikan Al Quran sebagai
pedoman hidup mereka dan mereka sangat sensitif terhadap usaha-usaha yang akan
memisahkan satu bagian sistim Islam dengan bagian yang lainnya.
Pantaslah kalau Kholifah Abu Bakar
berpidato ketika banyak orang yang murtad dan tidak mau membayar zakat, dengan
mengatakan :
أينقص الدين وأنا حي !! والله لو منعوني عقالاً كانوا يؤدونه
إلى رسول الله لقاتلتهم على منعه رواه مسلم .
“Apakah agama ini akan dikurangi padahal saya masih hidup,
demi Alloh kalau mereka menghalangi tali yang dulu mereka serahkan kepada
Rasulalloh pastilah aku perangi mereka atas keengganannya”. Diriwayatkan oleh
Muslim
Keuniversalan dan keintegralan Al Qur’an ini digambarkan
oleh sahabat Ali bin Abi Tholib dalam ucapannya :
هو كتاب الله فيه نبأ من قبلكم ،وخبر ما بعدكم وحكم ما بينكم
هو الفصل ليس بالهزل من تركه من جبار قصمه الله ومن ابتغى الهدى في غيره أضله الله
وهو حبل الله المتين وهو الذكر الحكيم وهو الصراط المستقيم وهو الذي لا تزيغ به
الأهواء، ولا تلتبس به الألسنة ولا يشبع منه العلماء ولا يخلق عن كثرة الردّ ولا
تنقضي عجائبه وهو الذي لم تنته الجن إذا سمعته حتى قالوا )إنا سمعنا قرآناً عجباً، يهدى إلى
الرشد فآمنا به ( من قال به صدق ومن عمل به أجر ومن حكم به
عدل ومن دعا إليه هدي إلى صراط مستقيم .
“Dia adalah Kitabulloh yang di
dalamnya ada berita orang sebelum kalian, berita apa yang akan terjadi setelah
kalian, hukum diantara kalian, dia adalah keputusan yang serius bukan
main-main, barang siapa meninggalkannya dengan kesombongan pasti dihancurkan
oleh Alloh , barang siapa mencari petunjuk dengan selainnya pasti disesatkan
oleh Alloh, dialah tali Alloh yang kokoh, dialah peringatan yang bijaksana,
dialah jalan yang lurus, dialah yang dengannya hawa nafsu tidak menyeleweng,
dan tidak akan rancu dengannya lisan, dan tidak para ulama tidak pernah kenyang
dari (membacanya, mempelajarinya), tak akan usang karena diulang-ulang, dan
tidak habis keajaibannya, dan dialah yang jin tak henti-hentinya untuk
mendengarnya sehingga dia mengatakan; “Sungguh kami mendengar Al- Qur’an yang
penuh keajaiban, menunjukkan ke jalan lurus, maka kami beriman dengannya”.
Barang siapa yang berkata dengannya pasti benar, barang siapa beramal dengannya
pasti diberi pahala, barang siapa menghukumi dengannya pastilah adil, barang
siapa mengajak kepadanya pasti ditunjuki kejalan yang lurus.
Kelima : Para sahabat memandang bahwa Al Qur`an adalah kasih sayang
dari Alloh, maka mereka melihat bahwa seluruh isi Al Quran baik aqidahnya,
hukumnya, perintahnya, larangannya, berita–beritanya adalah untuk kebaikan
manusia.
maka mereka menerimanya dengan
senang hati, adapun yang menolak hukum Islam pada dasarnya adalah lebih memihak
para pemeras orang lemah dari pada memihak orang yang diperas, lebih sayang
dengan para pembunuh dari pada yang dibunuh atau lebih memihak para penggarong
dan pemerkosa dari pada yang di garong dan diperkosa, lebih memihak musuh Alloh
dari pada memihak Alloh, dan secara implisit menuduh Alloh keras dan dholim,
orang yang semacam ini perlu intropeksi akan hakekat keimanannya.
sumber:
http://bimbinganislam.blogspot.com, Senin, 31 Agustus 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar