Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja)
mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan
sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka
sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia
mengetahui orang-orang yang dusta. (QS. Al-‘Ankabut: 2-3)
Ayat ini menjelaskan kepada kita bahwa
salah satu konsekuensi pernyataan iman kita, adalah kita harus siap menghadapi ujian yang diberikan Allah
Subhannahu wa Ta'ala kepada kita, untuk membuktikan sejauh mana kebenaran dan
kesungguhan kita dalam menyatakan iman, apakah iman kita itu betul-betul
bersumber dari keyakinan dan kemantapan hati, atau sekedar ikut-ikutan serta
tidak tahu arah dan tujuan, atau pernyataan iman kita didorong oleh kepentingan
sesaat, ingin mendapatkan kemenangan dan tidak mau menghadapi kesulitan seperti
yang digambarkan Allah Subhannahu wa Ta'ala dalam surat Al-Ankabut ayat 10:
Dan di antara manusia ada orang yang
berkata: “Kami beriman kepada Allah”, maka apabila ia disakiti (karena ia
beriman) kepada Allah, ia menganggap fitnah manusia itu sebagai azab Allah. Dan
sungguh jika datang pertolongan dari Tuhanmu, mereka pasti akan berkata:
“Sesungguh-nya kami adalah besertamu.” Bukankah Allah lebih mengetahui apa yang
ada dalam dada semua manusia”
Bila kita sudah menyatakan iman dan
kita mengharapkan manisnya buah iman yang kita miliki yaitu Surga sebagaimana
yang dijanjikan oleh Allah Subhannahu wa Ta'ala :
Sesungguhnya orang-orang yang beriman
dan beramal shalih, bagi mereka adalah Surga Firdaus menjadi tempat tinggal. (Al-Kahfi 107).
Maka marilah kita bersiap-siap untuk
menghadapi ujian berat yang akan diberikan Allah kepada kita, dan bersabarlah
kala ujian itu datang kepada kita. Allah memberikan sindiran kepada kita, yang
ingin masuk Surga tanpa melewati ujian yang berat.
Apakah kalian mengira akan masuk Surga
sedangkan belum datang kepada kalian (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang
terdahulu sebelum kalian? Mereka ditimpa malapetaka dan keseng-saraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang
beriman bersama-nya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah,
sesungguh-nya pertolongan Allah itu amat dekat”. (Al-Baqarah 214).
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam
mengisahkan betapa beratnya perjuangan orang-orang dulu dalam perjuangan mereka
mempertahankan iman mereka, sebagaimana dituturkan kepada shahabat Khabbab
Ibnul Arats Radhiallaahu anhu.
لَقَدْ كَانَ مَنْ قَبْلَكُمْ
لَيُمْشَطُ بِمِشَاطِ الْحَدِيْدِ مَا دُوْنَ عِظَامِهِ مِنْ لَحْمٍ أَوْ عَصَبٍ
مَا يَصْرِفُهُ ذَلِكَ عَنْ دِيْنِهِ وَيُوْضَعُ الْمِنْشَارُ عَلَى مِفْرَقِ
رَأْسِهِ فَيَشُقُّ بِاثْنَيْنِ مَا يَصْرِفُهُ ذَلِكَ عَنْ دِيْنِهِ. (رواه
البخاري).
... Sungguh telah terjadi kepada
orang-orang sebelum kalian, ada yang di sisir dengan sisir besi (sehingga)
terkelupas daging dari tulang-tulangnya,
akan tetapi itu tidak memalingkannya dari agamanya,
dan ada pula yang diletakkan di atas kepalanya gergaji sampai terbelah
dua, namun itu tidak memalingkannya dari agamanya...
(HR.
Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari dengan Fathul Bari, cet. Dar Ar-Royyan, Juz 7
hal. 202).
Cobalah kita renungkan, apa yang telah kita lakukan untuk
membuktikan keimanan kita? cobaan apa yang telah kita alami dalam
mempertahankan iman kita? Apa yang telah kita korbankan untuk memperjuangkan
aqidah dan iman kita? Bila kita memper-hatikan perjuangan Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa salam dan orang-orang terdahulu dalam mempertahankan
iman mereka, dan betapa pengorbanan mereka dalam memperjuangkan iman mereka,
mereka rela mengorbankan harta mereka, tenaga mereka, pikiran mereka, bahkan
nyawapun mereka korbankan untuk itu. Rasanya iman kita ini belum seberapanya
atau bahkan tidak ada artinya bila dibandingkan dengan iman mereka. Apakah kita
tidak malu meminta balasan yang besar dari Allah sementara pengorbanan kita
sedikit pun belum ada?
Ujian yang diberikan oleh Allah kepada
manusia adalah berbeda-beda.
Dan ujian dari Allah bermacam-macam bentuknya,
setidak-nya ada empat macam ujian yang telah dialami oleh para pendahulu kita:
Yang pertama: Ujian yang berbentuk perintah untuk dilaksanakan, seperti perintah
Allah kepada Nabi Ibrahim Alaihissalam untuk menyembelih putranya yang sangat
ia cintai. Ini adalah satu perintah yang betul-betul berat dan mungkin tidak
masuk akal, bagaimana seorang bapak harus menyembelih anaknya yang sangat
dicintai, padahal anaknya itu tidak melakukan kesalahan apapun. Sungguh ini
ujian yang sangat berat sehingga Allah sendiri mengatakan:
Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. (Ash-Shaffat 106).
Dan di sini kita melihat bagaimana kualitas iman Nabi
Ibrahim Alaihissalam yang benar-benar sudah tahan uji, sehingga dengan segala
ketabahan dan kesabarannya perintah yang sangat berat itupun dijalankan.
Apa yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim Shallallaahu alaihi
wa salam dan puteranya adalah pelajaran yang sangat berat itupun dijalankannya.
Apa yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim dan puteranya adalah
pelajaran yang sangat berharga bagi kita, dan sangat perlu kita tauladani,
karena sebagaimana kita rasakan dalam kehidupan kita, banyak sekali perintah
Allah yang dianggap berat bagi kita, dan dengan berbagai alasan kita berusaha
untuk tidak melaksanakannya. Sebagai contoh, Allah telah memerintahkan kepada
para wanita Muslimah untuk mengenakan jilbab (pakaian yang menutup seluruh
aurat) secara tegas untuk membedakan antara wanita Muslimah dan wanita
musyrikah sebagaimana firmanNya:
Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak
perempuanmu dan isteri-isteri orang Mumin” “Hendaklah mereka mengulurkan
jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah
untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al-Ahzab, 59).
Namun kita lihat sekarang masih banyak wanita Muslimah di
Indonesia khususnya tidak mau memakai jilbab dengan berbagai alasan, ada yang
menganggap kampungan, tidak modis, atau beranggapan bahwa jilbab adalah bagian
dari budaya bangsa Arab. Ini pertanda bahwa iman mereka belum lulus ujian.
Padahal Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam memberikan ancaman kepada para
wanita yang tidak mau memakai jilbab dalam sabdanya:
صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ
أَرَهُمَا؛ قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُوْنَ بِهَا
النَّاسَ، وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيْلاَتٌ مَائِلاَتٌ رُؤُوْسُهُنَّ
كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لاَ يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ
رِيْحَهَا. (رواه مسلم).
“Dua golongan dari ahli Neraka yang belum aku lihat, satu
kaum yang membawa cambuk seperti ekor sapi, yang dengan cambuk itu mereka
memukul manusia, dan wanita yang memakai baju tetapi telanjang
berlenggak-lenggok menarik perhatian, kepala-kepala mereka seperti punuk unta,
mereka tidak akan masuk Surga dan tidak akan mencium wanginya”. (HR. Muslim, Shahih Muslim dengan Syarh
An-Nawawi cet. Dar Ar-Rayyan, juz 14 hal. 109-110).
Yang kedua: Ujian yang berbentuk larangan untuk
ditinggalkan seperti halnya yang terjadi pada Nabi Yusuf Alaihissalam yang
diuji dengan seorang perempuan cantik, istri seorang pembesar di Mesir yang
mengajaknya berzina, dan kesempatan itu sudah sangat terbuka, ketika keduanya
sudah tinggal berdua di rumah dan si perempuan itu telah mengunci seluruh pintu
rumah. Namun Nabi Yusuf Alaihissalam membuktikan kualitas imannya, ia berhasil
meloloskan diri dari godaan perempuan itu, padahal sebagaimana pemuda umumnya
ia mempunyai hasrat kepada wanita. Ini artinya ia telah lulus dari ujian atas imannya.
Sikap Nabi Yusuf Alaihissalam ini perlu kita ikuti,
terutama oleh para pemuda Muslim di zaman sekarang, di saat pintu-pintu
kemaksiatan terbuka lebar, pelacuran merebak di mana-mana, minuman keras dan
obat-obat terlarang sudah merambah berbagai lapisan masyarakat, sampai-sampai
anak-anak yang masih duduk di bangku sekolah dasar pun sudah ada yang
kecanduan. Perzinahan sudah seakan menjadi barang biasa bagi para pemuda,
sehingga tak heran bila menurut sebuah penelitian, bahwa di kota-kota besar
seperti Jakarta dan Surabaya enam dari sepuluh remaja putri sudah tidak perawan
lagi. Di antara akibatnya setiap tahun sekitar dua juta bayi dibunuh dengan
cara aborsi, atau dibunuh beberapa saat setelah si bayi lahir. Keadaan seperti
itu diperparah dengan semakin banyaknya media cetak yang berlomba-lomba
memamerkan aurat wanita, juga media elektronik dengan acara-acara yang sengaja
dirancang untuk membangkitkan gairah seksual para remaja. Pada saat seperti
inilah sikap Nabi Yusuf Alaihissalam perlu ditanamkan dalam dada para pemuda
Muslim. Para pemuda Muslim harus selalu siap siaga menghadapi godaan demi
godaan yang akan menjerumuskan dirinya ke jurang kemaksiatan. Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa salam telah menjanjikan kepada siapa saja yang menolak
ajakan untuk berbuat maksiat, ia akan diberi perlindungan di hari Kiamat nanti
sebagaimana sabdanya:
سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللهُ فِيْ
ظِلِّهِ يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلاَّ ظِلُّهُ ... وَرَجُلٌ طَلَبَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ
مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ إِنِّيْ أَخَافُ اللهَ ... (متفق عليه).
“Tujuh (orang yang akan dilindungi Allah dalam
lindungan-Nya pada hari tidak ada perlindungan selain perlindunganNya, .. dan
seorang laki-laki yang diajak oleh seorang perempuan terhormat dan cantik, lalu
ia berkata aku takut kepada Allah…” (HR. Al-Bukhari Muslim, Shahih Al-Bukhari dengan Fathul
Bari cet. Daar Ar-Rayyan, juz 3 hal. 344 dan Shahih Muslim dengan Syarh
An-Nawawi cet. Dar Ar-Rayaan, juz 7 hal. 120-121).
Yang ketiga: Ujian yang berbentuk musibah seperti terkena penyakit,
ditinggalkan orang yang dicintai dan sebagainya. Sebagai contoh, Nabi Ayyub
Alaihissalam yang diuji oleh Allah dengan penyakit yang sangat buruk sehingga
tidak ada sebesar lubang jarum pun dalam badannya yang selamat dari penyakit
itu selain hatinya, seluruh hartanya telah habis tidak tersisa sedikitpun untuk
biaya pengobatan penyakitnya dan untuk nafkah dirinya, seluruh kerabatnya
meninggalkannya, tinggal ia dan isterinya yang setia menemaninya dan mencarikan
nafkah untuknya. Musibah ini berjalan selama delapan belas tahun, sampai pada
saat yang sangat sulit sekali baginya ia memelas sambil berdo’a kepada Allah:
“Dan ingatlah akan hamba Kami Ayuub ketika ia menyeru Tuhan-nya;”
Sesungguhnya aku diganggu syaitan dengan kepayahan dan siksaan”. (Tafsir Ibnu
Katsir, Juz 4 hal. 51).
Dan ketika itu Allah memerintahkan Nabi Ayyub
Alaihissalam untuk menghantamkan kakinya ke tanah, kemudian keluarlah mata air
dan Allah menyuruhnya untuk meminum dari air itu, maka hilanglah seluruh
penyakit yang ada di bagian dalam dan luar tubuhnya. (Tafsir Ibnu Katsir, Juz 4
hal. 52). Begitulah ujian Allah kepada NabiNya, masa delapan belas tahun
ditinggalkan oleh sanak saudara merupakan perjalanan hidup yang sangat berat,
namun di sini Nabi Ayub Alaihissalam membuktikan ketangguhan imannya, tidak
sedikitpun ia merasa menderita dan tidak terbetik pada dirinya untuk
menanggalkan imannya. Iman seperti ini jelas tidak dimiliki oleh banyak saudara
kita yang tega menjual iman dan menukar aqidahnya dengan sekantong beras dan
sebungkus sarimi, karena tidak tahan menghadapi kesulitan hidup yang mungkin
tidak seberapa bila dibandingkan dengan apa yang dialami oleh Nabi Ayyub
Alaihissalam ini.
Yang keempat: Ujian lewat tangan orang-orang kafir dan orang-orang
yang tidak menyenangi Islam. Apa yang dialami oleh Nabi Muhammad Shallallaahu
alaihi wa salam dan para sahabatnya terutama ketika masih berada di Mekkah
kiranya cukup menjadi pelajaran bagi kita, betapa keimanan itu diuji dengan
berbagai cobaan berat yang menuntut pengorbanan harta benda bahkan nyawa. Di
antaranya apa yang dialami oleh Rasulullah n di akhir tahun ketujuh kenabian, ketika orang-orang
Quraisy bersepakat untuk memutuskan hubungan apapun dengan Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa salam beserta Bani Abdul Muththolib dan Bani Hasyim yang
melindunginya, kecuali jika kedua suku itu bersedia menyerahkan Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa salam untuk dibunuh. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
salam bersama orang-orang yang membelanya terkurung selama tiga tahun, mereka
mengalami kelaparan dan penderitaan yang hebat. (DR. Akram Dhiya Al-‘Umari,
As-Sirah An-Nabawiyyah Ash-Shahihah, Juz 1 hal. 182).
Juga apa yang dialami oleh para shahabat tidak kalah
beratnya, seperti apa yang dialami oleh Yasir z dan istrinya Sumayyah dua orang pertama yang
meninggal di jalan dakwah selama periode Mekkah. Juga Bilal Ibnu Rabah
Radhiallaahu anhu yang dipaksa memakai baju besi kemudian dijemur di padang
pasir di bawah sengatan matahari, kemudian diarak oleh anak-anak kecil
mengelilingi kota Mekkah dan Bilal Radhiallaahu anhu hanya mengucapkan “Ahad,
Ahad” (DR. Akram Dhiya Al-Umari, As-Siroh An-Nabawiyyah Ash-Shahihah, Juz 1
hal. 154-155).
Dan masih banyak kisah-kisah lain yang menunjukkan betapa
pengorbanan dan penderitaan mereka dalam perjuangan mempertahankan iman mereka.
Namun penderitaan itu tidak sedikit pun mengendorkan semangat Rasulullah dan
para shahabatnya untuk terus berdakwah dan menyebarkan Islam.
Musibah yang dialami oleh saudara-saudara kita umat Islam
di berbagai tempat sekarang akibat kedengkian orang-orang kafir, adalah ujian
dari Allah kepada umat Islam di sana, sekaligus sebagai pelajaran berharga bagi
umat Islam di daerah-daerah lain. Umat Islam di Indonesia khususnya sedang
diuji sejauh mana ketahanan iman mereka menghadapi serangan orang-orang yang
membenci Islam dan kaum Muslimin. Sungguh menyakitkan memang di satu negeri
yang mayoritas penduduknya Muslim terjadi pembantaian terhadap kaum Muslimin,
sekian ribu nyawa telah melayang, bukan karena mereka memberontak pemerintah
atau menyerang pemeluk agama lain, tapi hanya karena mereka mengatakan: ( Laa
ilaaha illallaahu ) لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ, tidak jauh berbeda dengan apa yang
dikisahkan Allah dalam surat Al-Buruj ayat 4 sampai 8:
“Binasa dan terlaknatlah orang-orang yang membuat parit,
yang berapi (dinyalakan dengan) kayu bakar, ketika mereka duduk di sekitarnya,
sedang mereka menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang-orang yang
beriman. Dan mereka tidak menyiksa orang-orang Mukmin itu melainkan karena
orang-orang Mukmin itu beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha
Terpuji”.
Peristiwa seperti inipun mungkin akan terulang kembali
selama dunia ini masih tegak, selama pertarungan haq dan bathil belum berakhir,
sampai pada saat yang telah ditentukan oleh Allah.
Kita berdo’a mudah-mudahan saudara-saudara kita yang
gugur dalam mempertahankan aqidah dan iman mereka, dicatat sebagai para syuhada
di sisi Allah. Amin. Dan semoga umat Islam yang berada di daerah lain, bisa
mengambil pelajaran dari berbagai peristiwa, sehingga mereka tidak lengah
menghadapi orang-orang kafir dan selalu berpegang teguh kepada ajaran Allah
serta selalu siap sedia untuk berkorban dalam mempertahankan dan
meninggikannya, karena dengan demikianlah pertolongan Allah akan datang kepada
kita, firman Allah.
“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama)
Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu”. (Muhammad: 7).
Sebagai orang-orang yang telah menyatakan iman, kita
harus mempersiapkan diri untuk menerima ujian dari Allah, serta kita harus
yaqin bahwa ujian dari Allah itu adalah satu tanda kecintaan Allah kepada kita,
sebagaimana sabda Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam :
إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ
الْبَلاَءِ وَإِنَّ اللهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا اِبْتَلاَهُمْ، فَمَنْ رَضِيَ
فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السُّخْطُ. (رواه الترمذي، وقال هذا حديث
حسن غريب من هذا الوجه).
“Sesungguhnya besarnya pahala sesuai dengan besarnya
cobaan (ujian), Dan sesungguhnya apabila Allah mencintai satu kaum Ia akan
menguji mereka, maka barangsiapa ridha baginyalah keridhaan Allah, dan
barangsiapa marah baginyalah kemarahan Allah”. (HR. At-Tirmidzi, dan ia
berkata hadits ini hasan gharib dari sanad ini, Sunan At-Timidzy cet. Dar
Al-Kutub Al-Ilmiyyah, juz 4 hal. 519).
Mudah-mudahan kita semua diberikan
ketabahan dan kesabaran oleh Allah dalam menghadapi ujian yang akan diberikan
olehNya kepada kita. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar