Oleh: Waznin Ibnu Mahfudl
marilah kita kenang, kita ingat
kembali, dua sifat agung yang merupakan pangkat dan keagungan khusus bagi umat
Islam, khusus bagi kita yang beriman. Dua sifat itu adalah syukur dan shobar.
Dari saat yang mulia ini dan seterusnya
sampai akhir hayat, marilah tetap kita sandang dua sifat itu, “syukur dan
shabar”. Dalam kesempatan kali ini, setelah mensyukuri hidayah Iman, Islam dan
Taqwa, marilah kita sedikit membahas “Syukur atas Iman kepada Nabi Muhammad
Shallallaahu alaihi wa Sallam, serta shabar dalam menegakkan sunnah beliau.
- Iman kepada Nabi Muhammad Shallallaahu alaihi wa Sallam adalah dasar agama yang Maha Benar ini, dienul Islam, sebagaimana sabda beliau Shallallaahu alaihi wa Sallam:
بُنِيَ الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ:
شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ ...
“Artinya: Islam itu dibangun di atas
lima rukun, bersaksi bahwa
tiada sesembahan yang haq selain Allah, dan bahwa Muhammad adalah hamba dan
RasulNya ... (HR. Muslim I/45. Lihat Al-Bukhari I/13).
Setelah beriman kepada Allah Subhanahu
wa Ta'ala, maka beriman kepada Rasulullah Muhammad Shallallaahu alaihi wa
Sallam adalah sebagai pondasi yang utama. Sebab seluruh pondasi yang lainnya
dibangun di atas keimanan pada Allah dan Rasul Muhammad Shallallaahu alaihi wa
Sallam. Sehingga orang yang tidak mengimani Rasulullah dan hanya beriman kepada
Allah Tuhan Yang Maha Esa saja, itu tidaklah cukup, dan batal Iman yang
demikian itu tidak sah.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Sallam bersabda:
وَالَّذِيْ
نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، لاَ يَسْمَعُ بِيْ أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ الأُمَّة
يَهُودِيٌّ وَلاَ نَصْرَا نِيٌّ، ثُمَّ يَمُوتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِيْ
أُرْسِلْتُ بِهِ إِلاَّ كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ. (رواه مسلم)
“Demi Allah yang jiwa Muhammad ada di
tanganNya! Tidak seorangpun yang mendengar tentang aku dari umat (manusia) ini,
seorang Yahudi atau Nasrani, kemudian meninggal dunia dan tidak beriman kepada
yang aku diutus karenanya, kecuali ia termasuk menjadi penduduk Neraka”. (HR. Muslim I/34).
Itulah pentingnya beriman kepada Rasul
yang merupakan pondasi agama dan amal-amal ibadah. Sehingga tanpa mengimani
Rasul alias ingkar kufur pada Rasul, maka gugurlah amal kebaikan serta jauh
dari rahmat Allah.
Allah berfirman:
“Dan barangsiapa yang kafir sesudah
beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah amal-amalnya dan ia di
hari akhirat termasuk orang-orang yang merugi”. (Al-Maidah: 5)
“Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah
dan Rasul-Nya maka sesungguhnya baginyalah neraka Jahanam, mereka kekal di
dalamnya selama-lamanya”.
Bahkan mereka akan ditimpa musibah dan
adzab yang pedih, sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an surat An-Nur : 63.
“Maka
hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan
atau ditimpa adzab yang pedih”.
Oleh sebab itu maka hendaklah kita
senantiasa bersyukur kepada Allah atas hidayah Iman kita kepada Rasulullah
Muhammad Shallallaahu alaihi wa Sallam dengan bersabar dalam mengikuti dan
mentaati beliau.
- Siapakah Rasulullah Muhammad itu?
Rasulullah Shallallaahu
alaihi wa Sallam adalah manusia biasa, bukan malaikat dan bukan pula
anak Tuhan atau lain-lainnya. Beliau secara manusiawi sama dengan kita seluruh
umat manusia.
Terbukti beliau terlahir dari jenis
manusia, ayahanda beliau serta ibunya adalah Abdullah bin Abdul Muthallib,
serta ibundanya bernama Aminah, keduanya dari suku Quraisy di Makkah Mukarramah
keturunan Nabiyullah Ismail bin Nabi Ibrahim ‘alaihimas salam. Sebagai
rahmat dan jawaban atas permohonan Abul Anbiya’ Ibrahim alaihis salam
yang tercantum dalam firman Allah:
Artinya : “Ya Tuhan kami, utuslah
untuk mereka seorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada
mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab (Al-Qur’an) dan
Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesunggu-hnya Engkaulah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana” (Al-Baqarah: 129).
Allah menegaskan agar beliau menyatakan
tentang diri beliau, dengan firmanNya dalam surat Al-Kahfi ayat 110 dan
ayat-ayat yang lain:
“Katakan, sesungguhnya aku ini hanya
seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku”(Al-Kahfi : 110)
“Katakan: “Aku tidak mengatakan
kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku
mengetahui yang ghaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku
seorang malaikat. Aku tidak mengetahui kecuali yang diwahyukan kepadaku.
Katakanlah: “Apakah sama orang yang buta dengan orang yang melihat?” Maka
apakah kamu tidak memikirkan(nya)? (Al-An’aam: 50).
Rasulullah juga berwasiat agar beliau
tidak dihormati secara berlebihan, seperti orang-orang Nashara menghormati Nabi
Isa 'Alaihis Salam, beliau melarang ummatnya menjadikan kuburan beliau sebagai
tempat sujud, melarang menggelari beliau dengan gelaran yang berlebihan atau
memberikan penghormatan dengan berdiri ketika beliau hadir.
Dari sahabat Amr Radhiallaahu anhu
bahwa Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda:
وَلاَ تُطْرُوْنِيْ كَمَا أَطْرَتِ
النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ إِنَّمَا أَنَا عَبْدٌ. فَقُولُوا: عَبْدُ اللهِ
وَرَسُوْلَهُ. (رواه البخاري)
“Janganlah kamu memuji aku (berlebihan) sebagaimana orang
Nasrani memuji Isa Ibnu Maryam. Sesungguhnya saya hanyalah seorang hamba, maka
katakanlah: Hamba Allah dan RasulNya”.
(HR. Al-Bukhari)
Abu Hurairah Radhiallaahu anhu
meriwayatkan, Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda:
لاَ تَجْعَلُواْ بُيُوْتَكُمْ
قُبُوْرًا. وَلاَ تَجْعَلُوْا قَبْرِيْ عِيْدًا (رواه أبو داود).
“Janganlah engkau jadikan rumah-rumahmu
sebagai kuburan (sepi dari ibadah) dan jangan engkau jadikan kuburanku sebagai
tempat perayaan” (HR. Abu
Dawud).
Dari Abu Hurairah Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda:
لاَ تَتَّخِذُواْ قَبْرِي عِيْدًا،
وَلاَ تَجْعَلُوْا بُيُوْتَكُمْ قُبُوْرًا، وَحَيْثُمَا كُنْتُمْ فَصَلُّوْا
عَلَيَّ فَإِنَّ صَلاَتَكُمْ تَبْلُغُنِيْ. (رواه أحمد)
“Jangan engkau jadikan kuburanku
sebagai tempat perayaan, dan janganlah engkau jadikan rumah-rumah kamu sebagai
kuburan dan dimanapun kamu berada (ucapkanlah do’a shalawat kepadaku) karena
sesungguhnya do’a shalawatmu sampai kepadaku”. (Diriwayat-kan Imam Ahmad).
- Cara dan konsekwensi beriman kepada Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam adalah sebagaimana difirmankan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala, artinya: “(Yaitu) orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka, segala yang baik dan mengharamkan mereka dari segala yang buruk dan membuang bagi mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (al-Qur'an), mereka itulah orang-orang yang beruntung.”). (Al-A’raf: 157).
Marilah kita mempertebal Iman dan Taqwa
kita kepada Allah juga memperdalam Iman kepada Rasulullah Shallallaahu alaihi
wa Sallam sekaligus melaksanakan
konsekuensinya.
Yaitu kita bersungguh-sungguh agar
melaksanakan hal-hal sebagai berikut:
- Meyakini dengan penuh tanggung
jawab akan kebenaran Nabi Muhammad Shallallaahu alaihi wa Sallam dan apa
yang dibawa oleh beliau Shallallaahu alaihi wa Sallam sebagaimana Allah
Subhanahu wa Ta'ala menandaskan tentang ciri orang bertaqwa:
“Dan orang-orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan membenarkannya, mereka itulah orang-orang yang bertaqwa”. (Az-Zumar : 33). - Ikhlas
mentaati Rasul Shallallaahu alaihi wa Sallam dengan melaksanakan seluruh
perintah dan menjauhi seluruh larangan beliau Shallallaahu alaihi
wa Sallam . Sebagaimana janji Allah :
“Dan jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk. Dan tidak lain kewajiban Rasul itu melainkan menyampaikan (amanat Allah) dengan terang” (An-Nuur: 54).
“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya”. (An-Nisaa’: 65). - Mencintai
beliau Shallallaahu alaihi wa Sallam, keluarga, para sahabat dan segenap
pengikutnya. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda:
لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُوْنَ اَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِيْنَ (رواه البخاري ومسلم)
"Tidaklah beriman seseorang (secara sempurna)sehingga aku lebih dia cintai daripada orang tuanya, anaknya dan seluruh manusia”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim). - Membela dan memperjuangkan ajaran Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam serta berda’wah demi membebaskan ummat manusia dari kegelapan kepada cahaya, dari ke zhaliman menuju keadilan, dari kebatilan kepada kebenaran, serta dari kemaksiatan menuju ketaatan.Sebagaimana firman di atas:
“Maka orang-orang yang beriman
kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang
diturunkan kepadanya (Al-Qur’an), mereka itulah orang-orang yang beruntung”. (Al-A’raaf: 157).
- Meneladani akhlaq dan kepemimpinan Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam dalam setiap amal dan tingkah laku, itulah petunjuk Allah:
“Sesungguhnya
telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu)
bagi orang-orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan
dia banyak menyebut nama Allah”. (Al-Ahzab:21).
- Memuliakan dengan banyak membaca shalawat salam kepada beliau Shallallaahu alaihi wa Sallam terutama setelah disebut nama beliau.
رَغِمَ اَنْفُ رَجُلٍ ذُكِرْتُ عِنْدَهُ وَلَمْ يُصَلِّ عَلَيَّ (رواه الترميذي)
“Merugilah seseorang jika disebut namaku padanya ia tidak membaca shalawat padaku.” (HR. At-Tirmidzi)
- Waspada dan berhati-hati dari ajaran-ajaran yang menyelisihi ajaran Nabi Muhammad Shallallaahu alaihi wa Sallam seperti waspada dari syirik, tahayul, bid’ah, khurafat, itulah pernyataan Allah:
“Maka hendaklah orang-orang yang
menyalahi ajaran Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih”. (An-Nur: 63).
- Mensyukuri hidayah keimanan kepada Allah dan RasulNya dengan menjaga persatuan umat Islam dan menghindari perpecahan dengan berpegang teguh pada Al-Qur’an dan As-Sunnah Ash-shahihah. Itulah tegaknya agama:
“Dia telah mensyari’atkan bagi kamu
tentang agama apa yang telah diwasiatkanNya kepada Nuh dan apa yang telah Kami
wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan
Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah karenanya”. (Asy-Syura: 13)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar