MUQODDIMAH
Bulan rajab ini termasuk dari dari bulan-bulan
haram yang didalamnya tidak diperbolehkan berperang. Ini sesuai dengan firman
Allah Ta’ala, yang berbunyi
إِنَّ عِدَّةَ
الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ
السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا
تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ
كَافَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ
“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah
adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit
dan bumi, di antaranya empat bulan haram[1]. Itulah (ketetapan) agama yang
lurus, Maka janganlah kamu Menganiaya diri[2] kamu dalam bulan yang empat itu,
dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu
semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.”
(At-Tawbah:36)
[1] Maksudnya antara lain Ialah: bulan
Haram (bulan Zulkaidah, Zulhijjah, Muharram dan Rajab), tanah Haram (Mekah) dan
ihram.
[2] Maksudnya janganlah kamu Menganiaya
dirimu dengan mengerjakan perbuatan yang dilarang, seperti melanggar kehormatan
bulan itu dengan Mengadakan peperangan.
Dikalangan masyarakat, banyak sekali amalan-amalan
yang dilakukan menyalahi sunah. Ini dikarenakan banyak sekali hadits-hadits
palsu yang beredar diantara mereka.
اعْتَمَرَ رَسُول
الله صم أَرْبَعًًا إِحْدَاهُنَّ فِي رَجَبٍ
“Rosulullah SAW umroh pada empat bulan salah
satunya adalah di bulan rajab.” (HR Ahmad bin Munabih)
كان يصوم حتى نقول لا يُفطر ويُفطر حتى نقول لا يصوم
“Senantiasa Rosulullah shoum sampai kami tidak
berbuka dan berbuka sampai kami tidak shoum.” (HR Sa’id bin Jubair)
Nabi SAW bersabda:”Sesungguhnya rajab itu adalah
bulan Allah Ta’ala, Syahban itu bulanku sedangkan ramadhan adalah bulan
ummatku.” (Misykatul Anwar) Dan masih banyak lagi amalan yang diperbuat oleh
masyarakat yang tidak jelas juntungannya dalilnya.
TA’RIF
Kata rajab terdiri dari tiga huruf, yaitu ra’, jim
dan ba’ berdasarkan kamus berarti adalah:
Malu = رجِب ـَـ رَجَبًا منه : استحيا
melontarkan kata-kata keji -kepadanya
= رجَب هُ
بكلامٍ سَيِّئٍ : رماهُ به
takut -kepadanya = رجَب و أرجب هُ : هابه
mengagungkan, menghormati = رجَب و رجّب هُ : عظّمه
menopang = رجّب النَخلَةَ memagari dengan duri agar orang tak dapat
mencapainya = رجّب الشجرةَ
menyembelih kurban pada bulan rajab
= رجّب الرجلُ
: ذبَح الذبائِحَ في الرَجَبِ bulan rajab
= رجَب ج
أرجاب
Rajab berarti bulan yang agung lagi dihormati yang
dilarang berperang didalamnya. Sementara menurut pendapat yang bathil berarti
bula tuli. Ada lagi yang menyebutkan bahwa rajab terdapat tiga huruf. Ra’
mennujukkan rahmat Allah Ta’ala. Jin menunjukkanjaran/dosa hamba dan yang
terakhir huruf ba’ menunjukkan kabajikan Allah Ta’ala. Seakan-akan Allah SWT
berfirma:”Hai hamba-Ku, aku jadkan dosa dan kesalahanmu berada diantara rahmat
dan kebajikan-Ku. Maka tidak lagi tersisa sebuah dosa atau kesalahan bagimu
berkat kehormatan bulan rajab.” (Misykatul Anwar)
Ada juga yang menyebut sebagai bulan ASHOM, ini
dikarenakan bahwa setelah bulan rajab berlalu naiklah dia ke langit.
Berfirmanlah Allat SWT:”Hai bulan-Ku, apakah mereka mencintaimu dan
mengagungkanmu?” Dalam rajaab diam dan tidak berkata sepatah apapun sehingga
ditanya untuk yang kedua kalinya dan ketiga kalinya. Kemudian Dia menjawab,”Ya,
Robb-Ku, Engkau menutup cela. Engkau perintahkan makhluq-Mu agar menyembunyikan
cela-cela orang lain. Rosul-Mu memberitahukan nama kepadaku ashom/ yang tuli
karena aku hanyaa mendengar taat mereka dan tidak mendengar ma’siat mereka.”
Karena itu bulan rajab disebut Al-Ashom. Kemudian Allah Ta’ala
berfirman:”Engkau adalah bulan-Ku yang cacaat lagi tuli, sedangkan
hamba-hambu-Ku yang cacat lagi tuli, sedang hamba-hamba-Ku pun cacat. Aku
menerima mereka dalam keadaan cacat mereka karena kehormatan-Mu, sebagaimana
aku menerimamu walaupun engkau cacat. Aku mengampuni mereka dengan penyesalan
sekali didalmmu dan tidak menulis ma’siat bagi merka didalammu.”
Disebutkan pila bahwa dinamakan ashom dikrenakan
para malaaikat pencacat amal yang mulia selalu menulis kebaikan maupun
kejahatan di dalam semua bulan, tetapi dalam bulan rajab ini mereka hanya
menulis kebaikan saja dan tidak menulis kejahatan karena tidak pernah mendengar
kejahatan di dalam bulan ini sehingga dapat ditulis. Ada lagi yang menyebutkan
bahwa rajab terdapat tiga huruf. Ra’ mennujukkan rahmat Allah Ta’ala. Jin
menunjukkanjaran/dosa hamba dan yang terakhir huruf ba’ menunjukkan kabajikan
Allah Ta’ala. Seakan-akan Allah SWT berfirma:”Hai hamba-Ku, aku jadkan dosa dan
kesalahanmu berada diantara rahmat dan kebajikan-Ku. Maka tidak lagi tersisa
sebuah dosa atau kesalahan bagimu berkat kehormatan bulan rajab.” (Misykatul
Anwar)
Ada lagi pendapat lain yang menyatakan bahwa rajab
itu dikarenakan orang Arab memuliakannya berasal dari kata rajjabtuhu yaitu
ahdamtuhu artinya memuliakannya. Bukti bahwa orang Arab memuliakannya adalah
bahwa juru kunci-juru kunci ka’bah selalu membuka pintu ka’bah pada bulan rajab
seluruhnya. Sedangkan dalam bulan-bulan lainnya mereka hanya membukanya pada
hari senin dan kamis. Mereka berkata;”Bulan ini adalah bulan Allah Ta’ala. Bait
adalah baitullah dan hamba adalah juga hamba Allah SWT, karena itu janganlah
hamba Allah dihalangi untuk masuk baitullah dalam bulan aAlah.” (Arajiyah)
AMALAN
A.
Shoum
Keutamaan shoum di bulan rajab tidaklah bersumber
dari Rosulullah SAW ataupun dari shohabat-shohabatnya. Syari’at berpuasa didalamnya sama dengan yang ada di
bulan-bulan yang lain seperti shoum senin dan kamis, shoum tiga hari biyadh dan
Dawud (sehari shoum dan sehari tidak shoum) dalilnya adalah sebagai berikut
Shoum senin dan kamis
كَانَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَحَرَّى الِاثْنَيْنِ وَالْخَمِيسَ
“Rosulullah SAW selalu berusaha shoum pada hari
senin dan kamis.” (HR Tirmizi, An-Nasaiy, Ibnu Majah, Ibnu Hibban dan
Ath-Thobroniy)
Shoum tiga hari biyadh
أَوْصَانِي خَلِيلِي
بِثَلاثٍ صِيَامِ ثَلاثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ وَرَكْعَتَيْ الضُّحَى وَأَنْ
أُوتِرَ قَبْلَ أَنْ أَنَامَ (متفق عليه)
“Kekasihku Rosulullah SAW mewasiatkan kepadaku
(Abu Huroiroh) tiga hal yaitu shoum tiga tiap bulan, melakukan sholat dua
rekaat sholat dluha dan melakukan sholat witir sebelum tidur.”
يَأْمُرُنَا
أَنْ نَصُومَ الْبِيضَ ثَلاَثَ عَشْرَةَ وَأَرْبَعَ عَشْرَةَ وَخَمْسَ عَشْرَةَ وَقَالَ
هِىَ كَهَيْئَةِ الدَّهْرِ
“Rosulullah SAW memerintahkan kepada kami shoum
pada hari-hari putih, yaitu tanggal 13, 14 dan 15.” Dan Dia bersabda:”Itu
seperti shoum sepajang masa.” (HR An-Nasaiy, Abu Dawud, Ibnu Majah dan
Ahmad)
Shoum Dawud
قَالَ لَهُ أَحَبُّ
الصَّلاَةِ إِلَى اللهِ صَلاَةُ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ وَأَحَبُّ الصِّيَامِ
إِلَى اللهِ صِيَامُ دَاوُدَ وَكَانَ يَنَامُ نِصْفَ اللَّيْلِ وَيَقُومُ ثُلُثَهُ
وَيَنَامُ سُدُسَهُ وَيَصُومُ يَوْمًا وَيُفْطِرُ يَوْمًا
“Sesungguhnya Rosulullah berkata kepadanya (Abdullah
bin Amr):”Sholat yang disukai
Allah Ta’ala adalah sholat Nabi Dawud AS dan shoum yang disukai Allah Ta’ala
juga shoum Nabi Dawud AS. Ia tidur separuh malam dan tidur lagi seperenam
malam. Ia shoum sehari dan berbuka sehari.” (Muttafaqun ‘Alaih)
أَنَّ النَّبِيَّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ صِيَامِ رَجَبٍ
“Sesungguhnya Nabi SAW melarang shoum bulan
rajab.” Hadits ini sangat lemah sekali dan diriwayatkan oleh Ibnu Majah (nomer
hadits 1743), Ath-Thobroniy dan Al-Mu’jam Al-Kabir juz 10 hadits nomer 10681,
Al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman juz 3 hadits nomer 3814 melalui jalur Dawud bin
Atho’ dan Zaid bin Abdul Humaid dari Sulaiman dari bapaknya dan Ibnu ‘Abbas.
Tidak ada hadits yang bersumber dari Nabi SAW yang
melarang shoum rajab. Namun demikian tidak sedikit dari para shohabat dan para
‘ulama setelahnya yang memakruhkan menetapkan shoum secara khushush pada bulan
rajab. Berikut ini atsar mereka
Khorsyah bin al-Hirr berkata:”Aku melihat ‘Umar
menarik telapak tangan orang-orang pada bulan rajab lalu meletakannya di
mangkuk besar dan Ia berkata,”Makanlah, karena ini adalah bulan yang dahulu
diagungkan kaum Jahiliyah.” (HR Ibnu Abi Syaibah, atsar ini shohih)
Yang dimaksud dengan atsar ini adalah ‘Umar bin Khothob RA melarang untuk
mengkhushshushkan shoum dibulan rajab karena hal itu menyerupai perbuatan orang
Jahiliyah.”
Muhammad bin Zaid berkata:”Ibnu ‘Umar bila melihat
orang-orang shoum dan pengkhushushan mereka terhadap bulan rajab tidak menyukai
hal itu.” Atsar ini shohih
dan dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam kitab di juz 3 halanan 102 dari
Waki’ dari Ashim bin Muhammad dari bapaknya
Atho’ bin Rabah berkata: “Ibnu ‘Abbas melarang shoum rajab agar hal itu
tidak dilakukan berulang sepanjang tahun menjadi harinya tersendiri.” (HR
Aburrazzaq)
‘Utsman bin Hakim al-Anshoriy berkata: “Aku bertanya kepada Said bin
Jubair tentang shoum rajab dan saat itu kami sedang berada
di bulan rajab. Said menjawab,”Aku mendengar Ibnu ‘Abbas berkata,”Rosulullah
SAW dahulu shoum hingga kami mengatakan beliau tidak berbuka dan beliau
juga berbuka hingga kami mengatakan
beliau tidak shoum.” (HR
Muslim)
Pendapat para ‘ulama tentang shoum di bulan rajaab
إن رجب شهرُ
اللهِ و يُدْعى الأصمَّ و كان أهلُ الجاهليةِ إذا دخل رجب يعطُلُون أسْلِحَتَهم و يَضعُونها
و كان الناسُ ينامون و تَأمَنُ السُّبُلُ و لا يخافون بعضُهم بعضا حتى ينقَض
“Sesungguhnya Rajab adalah
bulan Allah Ta’ala dan disebut juga dengan bulan yang tuli. Pada masa jahiliyah
dahulu bila bulan rajab tiba mereka menyimpan senjata-senjata mereka dan
orang-orang dapat tidur nyenyak jalan-jalan aman dan tidak ada rasa takut
antara yang satu dengan yang lainnya sampai bulan itu berakhir.” (HR Baihaqi)
Sanad hadits ini sangat lemah. Ibnu Hajar dala
Tabbayun al- ‘Ujb mengatakan:”Hadits ini walaupun ma’nanya shohih/benar, tapi
tidak ada riwayat shohih yang bersumber dari Rosululah SAW. Hadits itu
diriwayatkan oleh Isa Ghanjar dari Abban bin Sufyan dan Ghilib Ubaidillah dari
Atho’ dari ‘Aisyah. Sementara Abban dan Ghalib dikenal senagai pemalsu hadits.
Al-Baihaqi sendiri setelah meriwayatkan hadits ini
mengatakan:”Apa yang diriwayatkan dalam hadits ini telah diketahui oleh para
ahli sejarah, yaitu keadan pada bulan-bulan haram memang demikian (dalam
keadaan damai dan aman, tidak peperangan). Namun yang diingkari dari hadits ini
adalah penyandarannya kepada Nabi SAW dan periwayatannya yang bersumber
darinya.”
Hadits seperti ini diriwayatkan pula dari Abu Said
al-Khudri
مَن صام مِن
رجبَ يوْمًا إيمانا وَاحْتِسابًا ِاسْتوْجَبَ رِضْوانَ اللهِ اْلأَكْبَرَ
“Barangsiapa yang shoum satu
hari saja dalam bulan rajab karena keimanan dan mengharap pahala dari Allah
Ta’ala, maka ia berhaq meraih keridhoan Allah Ta’ala yang paling besar.”
Ibnu Hajar dalam kitab Tabbiyun al-‘Ujb halaman 46
berkata:”Matan hadits ini tidak memiliki ssumber tetapi buatan Abu al-Birkah
as-Siqthi yang kemudian ia susun sanadnya.”
صومُ أَوَّلٍ
يومٍ مِن رجبَ كفارةُ ثلاثِ سِنِين والثاني كفارةُ سنتَين والثالث كفارةُ سنةٍ ثم كلَّ
يومٍ شهْرًا
“Shoum pada hari pertama bulan rajab menghapus
dosa selama tiga tahun, shoum pada hari kedua menghapus dosa selama dua tahun
dan shoum pada hari ketiga menghapus dosa selama setahun.”
Hadits ini dikeluarkan oleh al-Khilal dalam Fadoil
Syahr Rajab halaman 67, di mana ia berkata Abdullah bin Ahmad bin Abdullah
at-Tammar menceritakan kepada kami, Muhammad bin Abdullah ath-Thalayannasiy Abu
Bakr ash-Shodani menceritakan kepada kami, Abu Ja’far Muhammad bin Abi Salim
al-Muqriy menceritakan kepada kami, Muhammad bi Basyr menceritakan kepada kami,
Abu Abdillah al-Uqailani menceritakan kepada kami dari Hamron bin Abban dari
Ikrimah dari Ibnu ‘Abbas. Di dalam sanad hadits ini terdapat perawi Yang tidak
aku kenal dan cukuplah dalam permasalahan ini perkataan ulama yang
menyatakan,”Tidak ada satupun hadits shohih dalam masalah ini.”Wallahu ‘a’lam.”
Al-Hafidz ibnu Hajar berkata:”Tidak ada hadits
shohih yang bisa dijadikan hujjah atau landasan hukum tentang keutamaan bulan
rajab, termasuk shoum di dalamnya atau shoum tertentu dan sholat tertentu yang
khushush dilakukan di bulan rajab. Sedangkan hadits-hadits yang tentang hal itu
terbagi dua, yaitu dloif/lemah dan maudhu/palsu. Hadits-hadits tersebut
dikumpulkan dengan jumlah sebelas hadits dhoif dan duapuluh satu hadits
maudhu.”
Ibnu Qyyim berkata:”Dan Rosulullah tidak pernah
shoum selama tiga bulan berturut-turut yaitu rajab, syahban dan ramadhon
sebagaimana yang banyak dilakukan orang. Tidaklah shoum khushush rajab maupun
shoum-shoum lain di bulan itu lebih disukai dibandingkan di bulan-bulan
lainnya.”
Asy-Syaukani dalam Nailul Author di juz 4 halaman
293 menyatakan:”Telah jelas bagimu bahwa dalil-dalil khushush tidak bisa
menjadi dasar untuk menetapkan kesunnahan shoum bulan rajab, maka dalil-dalil
umum dapat digunakan. Sementara itu tidak ada dalil yang menunjukkan
kemakruhannya sehingga bisa mengeluarkan dalil yang umum itu dari keumumannya.”
Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Fatawa al-Kubro di juz
4 halaman 462 berkata:”Barangsiapa shoum pada bulan rajab dengan berkeyakinan
itu lebih baik dari bulan-bulan lainnya, maka ia telah berdosa dan harus diberi
sanksi. Demikianlah yang telah dilakukan oleh ‘Umar.”
Dalam fatwa Lajnah ad-Daimah dikatakan bahwa tidak
diketahui adanya sumber syar’i tentang pengkhushushan shoum pada hari-hari di
bulan rajab.
B.
Umroh
Tidak ada satu haditspun yang menunjukkan bahwa
Rosulullah SAW berumroh khushush di bulan rajab
اعْتَمَرَ رَسُول
الله صم أَرْبَعًًا إِحْدَاهُنَّ فِي رَجَبٍ
“Rosulullah SAW umroh pada empat bulan salah
satunya adalah di bulan rajab.” (HR Ahmad bin Munabih)
Oleh karena itu mengkhushushkan umroh di bulan
rajan serta menyakini bahwa umroh di dalamnya terdapat keutamaan yang tertentu
adalah termasuk perbuatan bid’ah. Tidak pernah Rosulullah menetapkan berumroh
di bulan rajab, bahkan Ummul Mu’minin Aisyah RA telah mengingkari hal tersebut.
وَمَا اعْتَمَرَ
فِى رَجَبٍ قَطُّ
“Rosulullah tidaklah umroh hanya di bulan rajab
saja.” (Muttafaqun ‘alaih)
Syaik Muhammad bin Ibrohim berkata:”Pengkhushushan
beberapa hari rajab dengan amalan seperti ziyarah baik kubur ataupun bukan dan
lain sebagainya tidaklah memiliki sumber hukum. Sebagaiman yang ditetapkan oleh
Imam Ibnu Syamah dalam kitab Al-Bida’ wal Hawadits, bahwa tidak ada
pengkhushushan ibadah di waktu-waktu yang tidak dikhushushkan oleh syar’i.
Karena tidak waktu yang lebih utama dari waktu yang lain kecuali jika syari’ah
telah mengutamakannya, bila dengan hanya mengutamakan ibadah tertentu atau
mengutamakan semua amalan baik dalam waktu tersebut yang berbeda dengan waktu
yang lain. Oleh karena itu para ulama mengingkari adanya pengkhushushan bulan
dengan memperbanyak ibadah umroh. Akan tetai jika seseorang berumroh di bulan
rajab tampa menyakini adanya keutamaan khushush umroh di bulan itu maka tidak
apa-apa.”
C.
Sholat
Roghoib
Sholat roghoib adalah sholat sebanyak duabelas
rekaat setelah maghrib pada awal jum’at dengan enam kali salam. Dibaca pada
setiap rekaat setelah surah Al-Fatihah adalah surah al-Qodr tiga kali dan suarh
al-Ikhlash duabelas kali serta setelah selesai melaksanakan sholat membaca
sholawat Nabi sebanyak tujuh puluh kali dan beerdo’a sekehendak hati.
Dalam kitab Jami’ul Ushul fi Ahadzitsur Rosul,
disebutkan
وهي أول ليلة جمعة من رجب فصلَّى ما بين المغرب والعشاء ثنتي عشرة ركعة بست
تسليمات كلُّ ركعة بفاتحة الكتاب مرة والقَدْرِ ثلاثا و { قُل هو اللهُ أحد } ثنتي
عَشْرَةَ مَرة فإذا فرغ من صلاته قال : اللهم صلِّ على محمد النبي الأمي وعلى آله بعدما
يُسلِّم سبعين مرة ثم يسجد سجدة ويقول في سجوده سُبُّوح قُدُّوس ربُّ الملائكة والرُّوح
سبعين مرة، ثم يرفع رأسه ويقول ربِّ اغْفِر وارْحَم وتجاوَزْ عما تعلم إِنَّك أنت العليُّ
الأعظم وفي أخرى الأعزُّ الأكرمُّ سبعين مرة ثم يسجدُ ويقولُ مثل ما قال في السجدة
الأولى ثم يسأل الله وهو ساجد حاجتَه فإن الله لا يردُّ سائلَه هذا الحديث مما
وجدته في كتاب رزين ولم أجده في أحد من الكتب الستة والحديث مطعون فيه
Ibnu Jauzi dalam kitab Al-Maudzu’at juz 2 halaman
124 berkata:”Tidak diragukan lagi bahwa itu merupakan perbuatan bid’ah yang
mungkar dan haditsnya palsu.”
Syaikhul Islam Ibnu Taymiyah Mengatakan:”Sholat
roghoib merupakan bid’ah berdasarkan kesepakatan para ‘aimmah seperti Malik,
Asy-Syafi’i, Abu Hanifah, Ats-Stauri, Al-Auza’i, Al-Laits dan lain sebagainya.
Sedangkan hadits yang diriwayatkan tentang hal itu menurut para ahli hadits
adalah suatu kebohonngan.
Ditambahkan oleh al-Hafidz Ibnu Rajab:”Hadits yang
diriwayatkan tentang kekhushushan sholat roghoib di bulan rajab itu adalah
kebohongan dan bathal. Sholat itu merupakan bid’ah dalam pandangan jumhur
ulama. Hadits tentang itu muncul setelah empat ratus tahun kemudian dan tidak
diketahui oleh para pendahulu dan tidak pernah mereka bicarakan.” (Lathoif
al-Ma’arif halaman 228)
D.
Merayakan
Isro dan Mi’roj
Tidak ada dalil yang menentukan tanggal 27 rajab
itu merupakan malam isro dan mi’roj. Terdapat perbedaan besar tentang hal ini
yang pada haqiqatnya itu suatu kebodohan. Ibnu Ktsir dalam kitabnya Al-Bidayah
wan Nihayahjuz 2 halaman 107 dan kitab Majmu’ul Fatawa juz 25 halaman 198.
“Tidak ada dalam hadits-hadits shohih pengkhushushan malam itu adalah malam
isro mi’raj, jika ada yang mengkhushushkannya itu tidaklah shah dan tidak ada
sumbernya.”
Pengkhushushan malam tersebut dalam bentuk
menambah ibadah seperti sholat malam dan shoum di siang harinya atau
menampakkan kegembiraan dan suka cita dengan mengadakan perayaan-perayaan yang
bercampur dengan perbuatan-perbuatan haram seperti ikhtilat ayau bercampur baurnya
antara lelaki dengan wanita yang bukan mahromnya, nyanyian dan musik. Ini semua
nyata tidak boleh dilakukan pada dua hari ‘ied yang ada syari’atnya apalagi
hari-hari ied yang bid’ah seperti perayaan isro mi’raj, maulid dan lain
sebagainya.
Sholat pada malam ke 27 atau sering dikenal dengan
nama sholat malam mi’raj adalah termasuk perbuatan bid’ah yang tidak ada
dalilnya. Lihat Fairuz Abadi dalam kitab Kalimatus Safar As-Sa’adah halaman 150
dan kitab at-Tankit oleh Ibnu Hammad halaman 97. Adapun dikatakan bahwa
peristiwa isro mi’roj berada di bulan rajab dan berada pada tanggal tersebut,
namun ahli ta’dil wa tajrih adalah juga termasuk kebohongan (Lihat kitab
Al-Baits (232) dan Mawahib al-Jalil (2: 408).
Abu Ishq Ibrohim al-Harbi berkata bahwa peristiwa
isro mi’roj Rosulullah SAW pada tanggal 27 rabu’ul awwal. lihat kitab al-Baits
(232), syarh Muslim oleh An-Nawawi (2: 209), Tabyinul ‘Ujb (21) dan Mawahib
al-Jalil (2: 408). Adapun yang melaksanakan sholat di malam ke 27 rajab
berdalil dengan riwayat yang berbunyi
فى رجب ليلةً يُكتَب للعامل فيها حسنات مائة سنة وذلك
لثلاث بقين من رجب …
“Di bulan rajab terdapat suatu malam yang akan dicatat bagi yang melaksanakan kebaikan di
waktu itu dengan kebaikan seratus tahun, yaitu pada tiga hari terakhir bulan rajab
..... .”
Hadits ini diriwayatkan oleh Baihaqi dalam
kitabnya Asy-Syu’ab (3: 374) yang telah ia dloifkan sebagaimana juga telah
didloifkan oleh al-Hafidz Ibnu Hajar dalam kitabnya Tabyin al-‘Ujb (25). Para
ulama juga telah bersepakat bahwa malam yang paling utama dalam setahun adalah
malam lailatul qodr, hal ini tentu bertentangan dengan hadits di atas.
E.
‘Atiroh
atau pemotongan hewan qurban
Beberapa ulama mensunnhkan pemotongan hewan pada
bulan rajab berdasarkan dalil hadits yang diriwayatkan oleh Mukhannd bin Salim
RA berikut ini
كُنَّا وُقُوفًا
مَعَ النَّبِىِّ صم بِعَرَفَاتٍ فَسَمِعْتُهُ يَقُولُ يَا أَيُّهَا النَّاسُ عَلَى
كُلِّ أَهْلِ بَيْتٍ فِى كُلِّ عَامٍ أُضْحِيَّةٌ وَعَتِيرَةٌ هَلْ تَدْرِى مَا الْعَتِيرَةُ
هِىَ الَّتِى تُسَمَّى الرَّجَبِيَّةُ
”Kami berwuquf bersama Nabi SAWdi Arofah dan saya
mendengar beliau bersbda,”Wahai sekalian manusia, kewajiban setiap keluarga
melaksanakan ’athiroh/qurban setiap tahun, tahukah kamu apa itu ’athiroh?
Itulah yang kamu sekalian namakan rojabiyah (qurban di bulan rajab).” (HR
Ahmad, Abu Dawud, An-Nasai dan Tirmizi)
Tirmizi berkata:”Ini adalah hadits hasan ghorib
yang hanya diketahui melalui hadits Ibnu Aur. Hadits ini didloifkan oleh Ibnu
Hazm, Abdul Haq dan Ibnu Katsir.
Jumhur ulama telah bersepakat bahwa hadits itu
dimanshuh oleh hadits yang diriwayatkan oleh Abu Huroiroh RA yang berbunyi
أن رسول الله
صم قال : لا فرعَ و لا عتِيرةَ
”Sesungguhnya Rosulullah SAW bersabda:”Tidak ada
fara’ juga ’athiroh.” (Muttafaqun ’Alaih)
Abu Dawud berkata:”Faro’ itu adalah onta yang
disembelih untuk berhala kemudian dimakan dagingnya dan kulitnya digantung di
atas pohon dan ’athiroh adalah qurban yang dilaksanakan pada sepuluh pertama
bulan rajab. ’Athiroh ini merupakan kebiasaan masyarakat jahiliyah yang
kemudian hal ini dilarang Roslulullah SAW.
F.
Ziyarah
kubur
Fenomena yang tampak juga dilakukan beberapa
kalangan masyrakat adalah melaksanakan ziyarah kubur di bulan rajab dengan
beranggapan bahwa itu lebih utama dibandingkan di bulan-bulan lainnya. Ini juga
termasuk perbuatan bid’ah yang tidak pernah dicontohkan di zaman Rosulullah SAW
dan para shohabat. Ziyarah kubur memang dianjurkan oleh Rosulullah dan
dilakukan kapan saja dalam setahunnya.
إِنِّي كُنْتُ
نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ فَزُورُوهَا تُذَكِّرِ الآخِرَةَ
“Sesungguhnya dahulu aku melarang kalian ziyaroh kubur maka sekarang ziyarah kuburlah
karena dapat mengingat akhirat.” (Muttafaqun ‘Alaih)
G.
Amalan
yang disyari’atkan
Adapun hal-hal yang disyari’atkan dan dianjurkan
dilaksanakan di bulan rajab adalah meninggalkan perbuatan yang dilarang dan
diharamkan seperti mendzolimi diri sendiri serta memperbanyak ketaatan pada
Allah Ta’ala dan memperbanyak perbuatan baik. Bertobat nasuhah dan kembali pada
Allah Ta’ala serta mempersiapkan diri untuk memasuki bulan ramadhon agar
termasuk para pemenang di bulan tersebut dan memperoleh lailatul qodr.
Persiapan dilakukan dengan cara melatih hati dan jasmani dengan ibadah dan
ketaatan dan merendahkan diri dihadapan Allah Ta’ala serta melaksanakan
perintahnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar