09 April 2013

Kuburan Di Dalam Masjid


Pertanyaan:

Bagaimana memberi jawaban kepada orang yang membolehkan kuburan-kuburan tertentu diletakkan di dalam masjid dengan alasan bahwa kuburan Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi wassalam pun ada di dalam Masjid Nabawi?

Jawaban:
Ada beberapa argumen yang bisa dijadikan jawaban dari permasalahan ini. Beberapa argumen tersebut adalah;

  • Bahwa masjid tersebut (Masjid Nabawi) tidak dibangun di atas kuburan. Akan tetapi ia sudah di bangun semasa Nabi Sallallahu’alaihi wassalam masih hidup.
  • Bahwa Nabi Sallallahu’alaihi wassalam tidak dikuburkan di dalam masjid, akan tetapi beliau dikuburkan di rumahnya (yang berdampingan dengan masjid) sebab hal ini sesuai dengan hadis beliau yang menjelaskan bahwa para nabi dikuburkan dimana mereka wafat.
  • Perluasan Masjid Nabawi ini terjadi karena kapasitas masjid sudah tidak lagi mampu menampung para jamaah yang kian waktu kian bertambah. Oleh karena tidak ada pilihan, perluasan harus dilakukan dan akibatnya, kuburan Rasulullah Shallallahu’alaihi wassalam  ikut masuk ke dalam komplek masjid.
  • Bahwa kuburan Nabi tersebut tidak terletak di dalam masjid karena ia terlokalisasi dengan sendirinya dan terpisah dengan masjid. Kuburan Rasulullah Shallallahu’alaihi wassalam ini berada di dalam bilik atau ruangan yang berbeda. Jadi masjid tersebut tidaklah dibangun di atasnya. Oleh karena itu, di tempat ini dibuat penjagaan dan dipagari dengan tiga buah dinding. Dinding ini diletakkan pada sisi yang melenceng dari arah kiblat dengan posisi segitiga. Salah satu sudutnya di sisi utara sehingga seseorang yang melakukan shalat tidak dapat menghadap ke arah makam Rasulullah Shallallahu’alaihi wassalam karena ia berada pada posisi melenceng dari arah kiblat.
Dengan deminkian, argumentasi orang-orang yang membolehkan kuburan-kuburan tertentu diletakkan di dalam masjid dengan alasan bahwa kuburan Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi wassalam pun ada di dalam Masjid Nabawi, sama sekali tidak bisa diterima.

Rujukan:
Kumpulan Fatwa dan Risalah Syaikh Ibnu Utsaimin, Jus II, hal. 232-233 dan Fatwa-Fatwa Terkini Jilid I.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar