RosullulohSallallahu
‘Alaihi Wa Sallambersabda:
﴿مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا
يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ ﴾
“Barangsiapa yang Alloh menginginkan kebaikan baginya, maka
akan dipahamkan akan agamanya.”
Nikmat ilmu merupakan nikmat yang paling besar yang
diberikan Alloh Subhanahu Wa Ta’ala kepada shohabatnya Radiyallahu
‘Anhu. Dahulu para shohabat Nabi Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallam ,
apabila mereka bercakap-cakap dan diantara mereka ada Mu’adz bin Jabal Radiyallahu
‘Anhu maka mereka memandang pendapat Mu’adz dengan kewibawaannya.
Mu’adz Radiyallahu ‘Anhu adalah buah barokah dari
buah da’wah kepada Alloh Subhanahu Wa Ta’ala. Mu’adz masuk Islam berkat
da’wah Mus’ab bin Umair Radiyallahu ‘Anhu. Mu’adz termasuk di dalam rombongan
yang berjumlah sekitar 72 orang Madinah yang datang berbai’at kepada Rosululloh
Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallam di Aqobah. Setelah itu Mu’adz kembali ke
Madinah sebagai seorang penda’wah Islam di dalam masyarakat Madinah dengan
semangat yang tinggi lagi penuh strategi. Ia berhasil mengIslamkan beberapa
orang shohabat yang terkemuka seperti misalnya Amru bin Al-Jamuh Radiyallahu
‘Anhu.
Mu’adz termasuk dalam golongan bangsawan, berbudi bahasa dan
manis tuturnya serta cerdas dan cemerlang otaknya. Beliau termasuk dalam
kelompok yang pertama masuk Islam dari orang Madinah. Beliau masuk Islam umur
18 tahun dan sudah ikut perang Badar pada umur 20 tahun.
Mu’adz memiliki kecerdasan dalam memahami agama Islam, oleh
karena itu ilmu yang diajarkan Rosululloh Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallam
kepadanya mengenai hukum halal dan haram dapat dipahaminya dengan cepat dan
mendalam. Oleh karena itu Nabi Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda
untuk memujinya:
﴿وَأَعْلَمُهُمْ بِالحَلَالِ وَالحَرَامِ مُعَاذُ بْنُ جَبَلٍ ﴾
“Yang paling mengetahui halal dan haram adalah Mu’adz bin
Jabal.” (HR. Tirmidzi, dishohihkan al-Bani)
Sebagai kepercayaan Rosululloh Sallallahu ‘Alaihi Wa
Sallam kepada Mu’adz bin Jabal Radiyallahu ‘Anhu, beliau mengutusnya
ke negeri Yaman untuk menjadi Muballigh dan mufti di sana. Sebelum berpisah
dengannya Rosululloh Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallam berwasiat dengan
pertanyaan: “Ya Mu'adz bagaimana caranya engkau memutuskan perkara yang dibawa
orang kepadamu?”
“Saya akan memutuskannya menurut yang tersebut dalam
Kitabulloh…” Jawab Mu'adz.
Nabi Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallambertanya lagi:
“Kalau engkau tak menemukan hal itu dalam Kitabulloh, bagaimana?”. Mu'adz
menjawab: “Saya akan memutuskannya menurut Sunnah Rosul-Nya”. Lalu nabi Sallallahu
‘Alaihi Wa Sallambertanya lagi: “Kalau hal itu tidak ditemukan juga dalam
keduanya, yakni Kitabulloh dan Sunnah Rosul, bagaimana?”.
Lalu Mu'adz menjawab: “Jika tidak terdapat dalam keduanya
saya akan berijtihad tanpa ragu sedikitpun”.
Mendengar jawaban itu, nabi Muhammad Sallallahu ‘Alaihi
Wa Sallamlalu meletakkan kedua tangannya kedada mu'adz dan berkata: “Segala
puji bagi Alloh yang telah memberi taufiq utusan Rosululloh, sehingga
menyenangkan hati Rosul-Nya".
Dari hadits di atas memberikan gambaran kepada kita tentang
bagaimana dalam menentukan atau menjatuhkan satu hukum. Pertama adalah
al-Qur’an, kemudian as-Sunnah, kemudian ijtihad.
Mu’adz Radiyallahu ‘Anhu menjalankan tugas yang
diembankan oleh Rosululloh Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallamdengan seluruh
kemampuannya sehingga kebanyakan ahli kitab dan masyarakat lainnya di Yaman
masuk Islam. Mu’adz menjadi pemuka di Yaman hingga masa kekhalifahan Abu Bakar
dan Umar bin khoththob Radiyallahu ‘Anhuma.
Di masa Khalifah Umar bin Khoththob, Mu’adz bin Jabal
dipercaya dan diberi tugas untuk mengajarkan kaum Muslimin yang ada di Syam dan
Urdun tentang agama. Selama pelaksanaan tugas di sana, terjadi wabah penyakit
yang menular. Mu’adz bin Jabal wafat tahun 18 H ketika terjadi wabah hebat di
Urdun tersebut, waktu itu usianya 33 tahun.
Semoga Alloh Subhanahu Wa Ta’alamenerima semua amal
sholihnya dan menjadikan cobaan yang dialaminya sebagai penghapus dosa atau
saham dalam menaikkan derajat di sisi-Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar