10 April 2013

MU’ADZ BIN JABBAL RODIYALLAHU ‘ANHU


RosullulohSallallahu ‘Alaihi Wa Sallambersabda:
﴿مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ ﴾
“Barangsiapa yang Alloh menginginkan kebaikan baginya, maka akan dipahamkan akan agamanya.”

Nikmat ilmu merupakan nikmat yang paling besar yang diberikan Alloh Subhanahu Wa Ta’ala kepada shohabatnya Radiyallahu ‘Anhu. Dahulu para shohabat Nabi Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallam , apabila mereka bercakap-cakap dan diantara mereka ada Mu’adz bin Jabal Radiyallahu ‘Anhu  maka mereka memandang pendapat Mu’adz dengan kewibawaannya.

Mu’adz Radiyallahu ‘Anhu adalah buah barokah dari buah da’wah kepada Alloh Subhanahu Wa Ta’ala. Mu’adz masuk Islam berkat da’wah Mus’ab bin Umair Radiyallahu ‘Anhu. Mu’adz termasuk di dalam rombongan yang berjumlah sekitar 72 orang Madinah yang datang berbai’at kepada Rosululloh Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallam di Aqobah. Setelah itu Mu’adz kembali ke Madinah sebagai seorang penda’wah Islam di dalam masyarakat Madinah dengan semangat yang tinggi lagi penuh strategi. Ia berhasil mengIslamkan beberapa orang shohabat yang terkemuka seperti misalnya Amru bin Al-Jamuh Radiyallahu ‘Anhu.

Mu’adz termasuk dalam golongan bangsawan, berbudi bahasa dan manis tuturnya serta cerdas dan cemerlang otaknya. Beliau termasuk dalam kelompok yang pertama masuk Islam dari orang Madinah. Beliau masuk Islam umur 18 tahun dan sudah ikut perang Badar pada umur 20 tahun.

Mu’adz memiliki kecerdasan dalam memahami agama Islam, oleh karena itu ilmu yang diajarkan Rosululloh Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallam kepadanya mengenai hukum halal dan haram dapat dipahaminya dengan cepat dan mendalam. Oleh karena itu Nabi Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda untuk memujinya:

﴿وَأَعْلَمُهُمْ بِالحَلَالِ وَالحَرَامِ مُعَاذُ بْنُ جَبَلٍ ﴾

“Yang paling mengetahui halal dan haram adalah Mu’adz bin Jabal.” (HR. Tirmidzi, dishohihkan al-Bani)

Sebagai kepercayaan Rosululloh Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallam kepada Mu’adz bin Jabal Radiyallahu ‘Anhu, beliau mengutusnya ke negeri Yaman untuk menjadi Muballigh dan mufti di sana. Sebelum berpisah dengannya Rosululloh Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallam berwasiat dengan pertanyaan: “Ya Mu'adz bagaimana caranya engkau memutuskan perkara yang dibawa orang kepadamu?”

“Saya akan memutuskannya menurut yang tersebut dalam Kitabulloh…” Jawab Mu'adz.

Nabi Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallambertanya lagi: “Kalau engkau tak menemukan hal itu dalam Kitabulloh, bagaimana?”. Mu'adz menjawab: “Saya akan memutuskannya menurut Sunnah Rosul-Nya”. Lalu nabi Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallambertanya lagi: “Kalau hal itu tidak ditemukan juga dalam keduanya, yakni Kitabulloh dan Sunnah Rosul, bagaimana?”.

Lalu Mu'adz menjawab: “Jika tidak terdapat dalam keduanya saya akan berijtihad tanpa ragu sedikitpun”.

Mendengar jawaban itu, nabi Muhammad Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallamlalu meletakkan kedua tangannya kedada mu'adz dan berkata: “Segala puji bagi Alloh yang telah memberi taufiq utusan Rosululloh, sehingga menyenangkan hati Rosul-Nya".

Dari hadits di atas memberikan gambaran kepada kita tentang bagaimana dalam menentukan atau menjatuhkan satu hukum. Pertama adalah al-Qur’an, kemudian as-Sunnah, kemudian ijtihad.

Mu’adz Radiyallahu ‘Anhu menjalankan tugas yang diembankan oleh Rosululloh Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallamdengan seluruh kemampuannya sehingga kebanyakan ahli kitab dan masyarakat lainnya di Yaman masuk Islam. Mu’adz menjadi pemuka di Yaman hingga masa kekhalifahan Abu Bakar dan Umar bin khoththob Radiyallahu ‘Anhuma.

Di masa Khalifah Umar bin Khoththob, Mu’adz bin Jabal dipercaya dan diberi tugas untuk mengajarkan kaum Muslimin yang ada di Syam dan Urdun tentang agama. Selama pelaksanaan tugas di sana, terjadi wabah penyakit yang menular. Mu’adz bin Jabal wafat tahun 18 H ketika terjadi wabah hebat di Urdun tersebut, waktu itu usianya 33 tahun.

Semoga Alloh Subhanahu Wa Ta’alamenerima semua amal sholihnya dan menjadikan cobaan yang dialaminya sebagai penghapus dosa atau saham dalam menaikkan derajat di sisi-Nya.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar