30 Juni 2011

Pewaris Kemusyrikan

Awal mula kemusyrikan terjadi adalah pada masa kaum Nuh as, sehingga Alloh mengutus Nabi Nuh melarang mereka berbuat syirik. Dan barangsiapa yang bertahan dalam kesyirikannya, maka Alloh membinasakannya dengan banjir besar. Setelah zaman Nabi Nuh ummat manusia tetap berada dalam ajaran tauhid hingga beberapa masa. Selanjutnya Iblis mulai membuat kerusakan, dan menebar kemusyrikan di tengah manusia. Namun Alloh swt masih senantiasa mengutus para rasul sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan, sampai akhirnya Alloh mengutus penutup para rosul, Muhammad saw. Beliau mendakwahkan tauhid, memerangi kaum musyrikin, dan menghancurkan berhala-berhala.

Sepeninggal beliau, ummat ini tetap bertahan dalam ajaran tauhid, hingga kemusyrikan kembali muncul di sebagian umat berupa pengagungan terhadap para wali dan orang-orang yang shalih. Bermunculanlah makam-makam tempat meminta, mulailah segala bentuk do`a, istighotsah, menyembelih dan nazar dialamatkan untuk para wali dan orang-orang yang dianggap shalih. Mereka menamakan bentuk kemusyrikan ini sebagai tawassul (mengambil perantara) melalui orang-orang yang dianggap shalih dan sebagai ungkapan rasa cinta kepada mereka. Mereka menganggap kecintaan mereka terhadap orang-orang shalih yang diwujudkan dengan pengagungan mereka terhadap kuburannya bisa mendekatkan diri mereka kepada Alloh dengan sedekat-dekatnya. Mereka lupa bahwa keyakinan seperti ini adalah argumen kaum musyrikin zaman dahulu ketika mereka mengemukakan alasan tentang berhala-berhala mereka.

"Ingatlah, hanya kepunyaan Alloh-lah agama yang bersih (dari syirik). dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Alloh (berkata): “Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan Kami kepada Alloh dengan sedekat- dekatnya”. Sesungguhnya Alloh akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Alloh tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar".
{terjemah QS. Az –Zumar (39) : 3} .

Anehnya, jika anda mengingkari kemusyrikan mereka, niscaya mereka akan menjawab, “Sekali-kali tidak demikian, bahkan sebaliknya kami adalah orang-orang yang bertauhid, hanya kepada Alloh kami menyembah”.

Mereka menyangka bahwa tauhid hanyalah sekedar pengakuan akan adanya Alloh serta pengakuan terhadap hak-hak Alloh sebagai satu-satunya yang berhak diibadahi. Yang demikian itu adalah pemahaman yang picik terhadap tauhid. Karena bila demikian, berarti Abu Jahal dan Abu Lahab dengan pemahaman seperti itu juga bisa disebut telah bertauhid. Sesungguhnya mereka meyakini bahwa Alloh adalah Ilah yang berhak untuk diibadahi, tetapi mereka mengadakan sesembahan-sesembahan yang lain bersama Alloh dengan anggapan semuanya bisa mengantarkan mereka kepada Alloh dan bisa memberi mereka syafa`at di sisi Alloh .

Mereka berkeyakinan bahwa Alloh yang menciptakan, memberi rezeki, menghidupkan dan mematikan. Sebagaimana firman Alloh :

وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ قُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لا يَعْلَمُونَ (٢٥)


“Dan Sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: “Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?” tentu mereka akan menjawab: “Alloh”. Katakanlah : “Segala puji bagi Alloh”; tetapi kebanyakan mereka tidak Mengetahui” {QS. Luqman (31) : 25}.

Jika kita perhatikan, sungguh tidak ada bedanya antara kemusyrikan Abu Jahal dan Abu lahab dengan kemusyrikan orang-orang yang pada hari ini menyembelih di dekat kuburan, atau bersujud menghadap kuburan, atau menyembelih untuk penghuni kuburan tersebut, serta mengelilinginya, atau berdiri di samping makam seorang yang dianggap wali dengan penuh kehinaan diri, hidmat, tunduk serta khusyu’, memohon dipenuhi segala kebutuhan, meminta dilepaskan dari kesusahan, serta meminta kepada tulang-belulang rapuh (dalam kubur) untuk menyembuhkan penyakit atau memulangkan orang yang tengah bepergian. Sungguh aneh, padahal Alloh telah berfirman:

أَهَؤُلاءِ الَّذِينَ أَقْسَمْتُمْ لا يَنَالُهُمُ اللَّهُ بِرَحْمَةٍ ادْخُلُوا الْجَنَّةَ لا خَوْفٌ عَلَيْكُمْ وَلا أَنْتُمْ تَحْزَنُونَ (٤٩)


“Sesungguhnya berhala-berhala yang kalian seru selain Alloh itu adalah makhluk (yang lemah) yang serupa dengan kalian. Maka serulah berhala-berhala itu lalu biarkanlah mereka memperkenankan permintaan kalian, jika kalian memang orang-orang yang benar“ {QS. Al-A’raaf (7) : 194}.

Saudaraku, sambutlah seruan orang yang menyeru kepada Alloh dan beriman-lah kepada-Nya. Demi Alloh swt, apakah kalian pernah mengetahui orang-orang terdahulu yang shalih pernah menghiasi kuburan, atau menaruh harapan kepada manusia? atau bertawassul dengan sebuah makam? Atau melalaikan Alloh Penguasa Yang Maha Mengetahui?

Dan apakah kalian pernah mengetahui salah seorang dari mereka berdiri di sisi kubur Nabi atau kubur salah seorang sahabat dan keluarga beliau untuk meminta supaya keinginannya dipenuhi atau musibahnya dihilangkan?

Apakah kalian mengetahui Rifa’i, Dasuqi, Jailani dan Badawi lebih mulia di sisi Alloh serta merupakan perantara yang lebih agung dari para Nabi, sahabat dan tabi’in?

Lihatlah para sahabat pada masa pemerintahan ‘Umar di Madinah, ketika bumi gersang dan hujan terputus, mereka mengadu kepada ‘Umar , maka ‘Umar keluar bersama mereka untuk shalat istisqo. Kemudian dia mengangkat kedua tangannya dan berkata, “Ya Alloh, sesungguhnya kami dulu jika mengalami kekeringan, kami bertawassul dengan do’a Nabi-Mu, maka engkau pun menurunkan hujan kepada kami. Ya Alloh, kini kami bertawassul kepada-Mu dengan do’a paman Nabi-Mu”. Kemudian beliau menoleh kepada Abbas dan berkata, “Berdirilah wahai Abbas, berdo’alah kepada Alloh supaya Dia menurunkan hujan kepada kita.”

Maka Abbas pun berdiri dan berdo’a kepada Alloh swt, kemudian orang-orang mengamininya sambil menangis, sampai awan berkumpul di atas mereka lalu turunlah hujan.

Maka lihatlah para sahabat yang mulia, karena mereka adalah orang-orang yang jauh lebih faham tentang agama ini dan jauh lebih mencintai Rosululloh dari pada kita. Ketika mereka memiliki hajat atau ditimpa musibah, mereka tidak pernah pergi ke kubur Nabi dan merengek, “Wahai Rosululloh, berilah syafaat kepada kami di sisi Alloh ”. Sama sekali tidak pernah. Karena mereka mengetahui bahwa berdo’a kepada orang yang telah wafat tidak diperbolehkan walaupun kepada seorang nabi, ataupun seorang wali yang dekat dengan Alloh swt. Sesungguhnya jika para sahabat, mereka meminta dengan do’a-do’a yang benar. Maka alangkah menyedihkan orang-orang yang pada hari ini berdesakan diatas tulang-belulang dan mayat, mereka mengharap rahmat dan ampunan dari-Nya.

Kemusyrikan merupakan dosa yang paling besar, lebih besar daripada dosa zina, lebih besar dari minum khamr, membunuh, dan berbuat durhaka kepada kedua orang tua. Karena pelaku kesyirikan tidak akan diampuni dosanya selama pelakunya tidak bertaubat semasa hidupnya.

Alloh berfirman:

إِنَّ اللَّهَ لا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا (٤٨)


“Sesungguhnya Alloh tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan Alloh, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” {QS. An-Nisaa’ (4) : 48}.

Benar, Alloh tidak akan mengampuni dosa syirik, sementara Alloh bisa mengampuni dosa zina, dosa membunuh, dan dosa kriminal lainnya.

Referensi : Buletin Al Huda

Tidak ada komentar:

Posting Komentar