Kita sebagai kaum mu’minin tidak meragukan sedikitpun, bahwa Rosululloh tidak meninggal dunia dan bertemu dengan Alloh swt, kecuali setelah Alloh menyempurnakan Agama Islam. Sebagaimana firman-Nya:
Kemudian, Alloh menjadikan Rosululloh sebagai penutup para Nabi, sebagaimana firman-Nya;
Dinul Islam yang didasarkan pada Kitabullah (Al-Qur’an) & Sunnah Rosululloh adalah cocok & sesuai untuk segala zaman & tempat serta mencakup segala sesuatu yang dibutuhkan manusia. Maka dari itu, Alloh memerintahkan kepada kita untuk mengikutinya.
Alloh berfirman (artinya):
“Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus, Maka ikutilah Dia, dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kalian dari jalan-Nya. yang demikian itu diperintahkan Alloh agar kalian bertakwa.” {QS. Al-An’am (6) : 153}.
Alloh juga memerintahkan kepada kita untuk mentaati Rosul-Nya, sebagaimana firman-Nya (artinya):
“... Apa yang diberikan Rosul kepada kalian, maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagi kalian, maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Alloh. Sesungguhnya Alloh sangat keras hukuman-Nya.” {QS.Al-Hasyr (59) : 7}.
Setelah itu Alloh memerintahkan kepada kita untuk menolak segala sesuatu yang bertentangan dengan perintah-Nya, menyuruh kita mengembalikan segala urusan hanya kepada-Nya & kepada Rosul-Nya. Alloh berfirman (artinya):
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Alloh dan taatilah Rosul (Nya), dan ulil amri di antara kalian. kemudian jika kalian berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Alloh (Al Qur’an) dan Rosul (sunnahnya), jika kalian benar-benar beriman kepada Alloh dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagi kalian) dan lebih baik akibatnya.” {QS. An-Nisa’ (4) : 59}.
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Yusuf telah mengabarkan kepada kami Malik dari Abu An-Nadhar dari Abu Salamah dari ‘Aisyah berkata: “Rosululloh sedemikian sering melaksanakan shaum hingga kami mengatakan seolah-olah beliau tidak pernah berbuka (tidak shaum), namun beliau juga sering tidak shaum sehingga kami mengatakan seolah-olah Beliau tidak pernah shaum. Dan aku tidak pernah melihat Rosululloh menyempurnakan puasa selama sebulan penuh kecuali puasa Romadhon dan aku tidak pernah melihat Beliau paling banyak melaksanakan puasa (sunnat) kecuali di bulan Sya’ban”. (HR.Bukhari).
“Nabi tidak pernah berpuasa di satu bulan lebih banyak dari bulan sya’ban. Sesungguhnya beliau berpuasa di seluruh bulan sya’ban. Beliau bersabda, ‘Beramallah semampu kalian karena sesungguhnya Alloh tidak akan bosan hingga kalian bosan’. Sholat yang paling dicintai Nabi adalah sholat yang dikerjakan secara terus menerus.” (HR Bukhari).
Dari Ummu Salamah , dia berkata, “Saya tidak melihat Nabi berpuasa dua bulan berturut-turut, kecuali pada bulan Sya’ban dan Romadhon.” (HR. Ahmad, An-Nasa’i & At-Tirmidzi).
Inilah beberapa hadits yang menunjukkan keutamaan bulan Sya’ban dari bulan lainnya, dan tidak ada keutamaan lain selain dari yang disebutkan.
Mengenai kemuliaan bulan Sya’ban dan shalat di dalamnya telah dijelaskan dalam beberapa hadits yang dinyatakan, bahwa ini adalah hadits maudhu’ atau palsu, di antaranya adalah:
Sabda Rosululloh , “Bulan Rajab adalah bulan Alloh , bulan Sya’ban bulanku, dan bulan Ramadhan adalah bulan umatku… tetapi jangan lupa tentang awal malam Jum’at dari bulan Rajab karena itu adalah malam yang dinamakan malaikat dengan ar-Raghaib. Jika sepertiga malam telah berlalu, tidak ada malaikat pendekat di seluruh langit dan bumi, kecuali berkumpul di Ka’bah dan sekitarnya, lalu datanglah Alloh di hadapan mereka seraya berkata, ‘Wahai malaikat-Ku, bertanyalah kepada-Ku tentang apa saja sesuka kalian’. Lalu mereka berkata, ‘Wahai Tuhan kami, keinginan kami kepada-Mu adalah hendaklah Engkau mengampuni orang yang berpuasa di bulan Rajab’. Lalu Alloh menjawab, ‘Aku telah melakukannya’. Kemudian, Rosululloh bersabda, ‘Tidak seorang pun yang berpuasa pada hari Kamis… pada bulan Rajab, kemudian malam Jum’atnya shalat antara waktu Isya’ hingga pagi, sebanyak 12 rakaat…” (Hadits Maudhu/ palsu)
Rosululloh bersabda kepada Ali , “Wahai Ali, siapa shalat seratus rakaat pada malam Nishfu Sya’ban, disetiap raka’at membaca surat Al-Fatihah dan Al-Ikhlas sepuluh kali.” Nabi bersabda, “Ya Ali, tidaklah seorang hamba yang shalat dengan shalat seperti ini, kecuali Alloh akan memenuhi setiap keinginan dan permintaannya pada malam itu…” (Hadits Maudhu/ palsu).
Rosululloh bersabda, “Barangsiapa shalat dua belas raka’at pada malam Nishfu’ Sya’ban dengan membaca di setiap raka’atnya surat Al-Ikhlas tiga puluh kali, tidak keluar hingga melihat tempat duduknya di Surga….” (Hadits Maudhu/ palsu).
Dan masih banyak lagi hadits palsu yang menegaskan hal ini, seperti yang dikutip Ibnu Al-Jauzi dalam Maudhu’aat, dia berkata,
“Ini adalah hadits yang tidak diragukan lagi sebagai hadits maudhu’ (palsu). Adapun ketiga jalan yang dilaluinya, kebanyakan bodoh dan lemah sekali, yang tidak mungkin meriwayatkan hadits. Kami telah banyak melihat orang mengerjakan shalat seperti ini, mulai pertengahan malam hingga fajar sehingga paginya mereka malas atau ogah-ogahan. Sebagian imam masjid menggabungkan shalat itu dengan shalat Raghaib dan sebagainya, dalam rangka menarik orang awam dan untuk mencari dukungan kepemimpinan, lalu memenuhi majelis itu dengan kisah-kisah tentang majelis mereka sendiri, padahal semua itu jauh dari kebenaran. Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah berkata dalam Al-Manar Al-Munir. Diantaranya adalah hadits-hadits maudhu’ tentang shalat Nishfu’ Sya’ban. Kemudian disebutkan, setelah meriwayatkan hadits ini, dia berkata, “Yang menakjubkan adalah orang yang mencium bau ilmu dan sunnah, tetapi dia juga tergoda untuk mengerjakan shalat semacam ini?! As-Suyuthi menyebutkannya dalam Al-Lali Al-Mashnu’ah, dia menetapkan bahwa ini adalah hadits Maudhu’, begitu juga Asy-Syaukani dalam Al-Fawaid Al-Majmu’ah.
Mereka menamakan shalat di malam Nishfu’ Sya’ban dengan nama shalat Alfiah. Dan Jumhur Ulama sepakat bahwa shalat Alfiah pada malam Nishfu’ Sya’ban tersebut adalah tidak disyari’atkan, karena Rosululloh tidak pernah mengamalkan, demikian juga Khulafaurrasyidin, shahabat, maupun imam-imam agama yang hebat, seperti Abu Hanifah, Malik, Asy-Syafi’i, Ahmad, Ats-Tsauri, Al-Auza’i, Al-Laits, dan sebagainya.
Maka masih adakah kedzaliman yang lebih besar dari mencampakkan hukum Alloh dan mengambil hukum manusia?! Alloh berfirman (artinya):
“Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Alloh yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Alloh? Sekiranya tak ada ketetapan yang menentukan (dari Alloh) tentulah mereka telah dibinasakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang zalim itu akan memperoleh azab yang amat pedih.” {QS.Asy-Syuuro (42) : 21}.
Oleh karena itu, selama Din (agama) ini sempurna dan tidak memerlukan tambahan, maka tidak diperlukan lagi adanya sesuatu yang baru di dalam agama dan dalam mendekatkan diri kepada Alloh swt. Siapa saja yang membuat suatu amalan dan menganggapnya baik, berarti dia telah membuat syari’at tambahan, menganggap syari’at Islam belum sempurna dan tidak lengkap, harus disesuaikan dengan zaman dan tempat. Jadi, seakan-akan dia lebih tahu daripada Alloh dan Rosul-Nya, sehingga cukuplah itu menjadi cap buruk baginya. Tetapi musuh-musuh Islam dan orang-orang yang tidak senang bila sunnah tegak atau Islam menyebar, menjadikan amalan-amalan baru yang tidak disyari’atkan tersebut sebagai sesuatu yang indah di mata manusia, menampakkannya dalam bentuk ibadah yang penuh dengan tipuan, menyelimutinya dengan kedok zuhud, lebih mendekatkan diri kepada Alloh swt, dan cinta kepada Rosululloh ; padahal tujuan utamanya adalah merusak agama yang mereka anut, mencampuradukkan syari’at yang telah digariskan oleh Alloh dan Rosul-Nya dengan amalan-amalan atau peribadahan mereka yang menurut mereka baik, menggabungkan sya’riat yang murni dengan ibadah yang bersumber dari hawa nafsu mereka. Sehingga, ibadah tersebut menjadi tradisi bagi kehidupan mereka dan sesuatu amalan yang harus dijaga. Sementara sunnah yang disyari’atkan justru dibuang jauh-jauh.
Maka, melaksanakan sunnah, dan meninggalkan amalan-amalan yang tidak pernah disyari’atkan merupakan perkara yang harus dilaksanakan oleh seluruh kaum Muslimin, karena amalan-amalan atau peribadahan baru dalam agama tersebut adalah perbuatan mungkar yang harus dijauhi, ditinggalkan, dan dirubah sesuai dengan kemampuan kita, baik dengan tangan, lisan, ataupun hati.
“Ya Alloh, jadikanlah sebaik-baik amal kami pada akhirnya; sebaik-baik hari kami hari pertemuan kami dengan-Mu, berilah kami petunjuk dan kebenaran. Curahkan nikmat-Mu kepada kami, baik yang lahir maupun yang bathin. Jadikanlah amal kami ikhlas di hadapan-Mu. Berilah kami pemahaman dalam agama. Ajarkanlah kepada kami apa yang kami tidak tahu dan jadikanlah apa yang Engkau ajarkan kepada kami itu bermanfaat. Engkau adalah ahli dalam hal ini dan kuasa atasnya. Semoga shalawat dan salam tetap terlimpahkan kepada hamba dan Rosul-Mu Muhammad saw, keluarga, dan para shahabatnya”. Amiin.
lihat pula:
Pengirim: Abu Hawa
Referensi : Ensiklopedi Hadits
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإسْلامَ دِينًا..
“Pada hari ini telah Ku sempurnakan untuk kalian agama kalian, dan telah Ku-cukupkan kepada kalian nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagi kalian.”
{QS.Al-Maidah (5) : 3}.
{QS.Al-Maidah (5) : 3}.
Kemudian, Alloh menjadikan Rosululloh sebagai penutup para Nabi, sebagaimana firman-Nya;
مَا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِنْ رِجَالِكُمْ وَلَكِنْ رَسُولَ اللَّهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ وَكَانَ اللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا (٤٠)
“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kalian., tetapi Dia adalah Rosululloh dan penutup nabi-nabi. dan adalah Alloh Maha mengetahui segala sesuatu.”
{QS.Al-Ahzab 33: 40}.
{QS.Al-Ahzab 33: 40}.
Dinul Islam yang didasarkan pada Kitabullah (Al-Qur’an) & Sunnah Rosululloh adalah cocok & sesuai untuk segala zaman & tempat serta mencakup segala sesuatu yang dibutuhkan manusia. Maka dari itu, Alloh memerintahkan kepada kita untuk mengikutinya.
Alloh berfirman (artinya):
“Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus, Maka ikutilah Dia, dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kalian dari jalan-Nya. yang demikian itu diperintahkan Alloh agar kalian bertakwa.” {QS. Al-An’am (6) : 153}.
Alloh juga memerintahkan kepada kita untuk mentaati Rosul-Nya, sebagaimana firman-Nya (artinya):
“... Apa yang diberikan Rosul kepada kalian, maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagi kalian, maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Alloh. Sesungguhnya Alloh sangat keras hukuman-Nya.” {QS.Al-Hasyr (59) : 7}.
Setelah itu Alloh memerintahkan kepada kita untuk menolak segala sesuatu yang bertentangan dengan perintah-Nya, menyuruh kita mengembalikan segala urusan hanya kepada-Nya & kepada Rosul-Nya. Alloh berfirman (artinya):
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Alloh dan taatilah Rosul (Nya), dan ulil amri di antara kalian. kemudian jika kalian berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Alloh (Al Qur’an) dan Rosul (sunnahnya), jika kalian benar-benar beriman kepada Alloh dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagi kalian) dan lebih baik akibatnya.” {QS. An-Nisa’ (4) : 59}.
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Yusuf telah mengabarkan kepada kami Malik dari Abu An-Nadhar dari Abu Salamah dari ‘Aisyah berkata: “Rosululloh sedemikian sering melaksanakan shaum hingga kami mengatakan seolah-olah beliau tidak pernah berbuka (tidak shaum), namun beliau juga sering tidak shaum sehingga kami mengatakan seolah-olah Beliau tidak pernah shaum. Dan aku tidak pernah melihat Rosululloh menyempurnakan puasa selama sebulan penuh kecuali puasa Romadhon dan aku tidak pernah melihat Beliau paling banyak melaksanakan puasa (sunnat) kecuali di bulan Sya’ban”. (HR.Bukhari).
“Nabi tidak pernah berpuasa di satu bulan lebih banyak dari bulan sya’ban. Sesungguhnya beliau berpuasa di seluruh bulan sya’ban. Beliau bersabda, ‘Beramallah semampu kalian karena sesungguhnya Alloh tidak akan bosan hingga kalian bosan’. Sholat yang paling dicintai Nabi adalah sholat yang dikerjakan secara terus menerus.” (HR Bukhari).
Dari Ummu Salamah , dia berkata, “Saya tidak melihat Nabi berpuasa dua bulan berturut-turut, kecuali pada bulan Sya’ban dan Romadhon.” (HR. Ahmad, An-Nasa’i & At-Tirmidzi).
Inilah beberapa hadits yang menunjukkan keutamaan bulan Sya’ban dari bulan lainnya, dan tidak ada keutamaan lain selain dari yang disebutkan.
Mengenai kemuliaan bulan Sya’ban dan shalat di dalamnya telah dijelaskan dalam beberapa hadits yang dinyatakan, bahwa ini adalah hadits maudhu’ atau palsu, di antaranya adalah:
Sabda Rosululloh , “Bulan Rajab adalah bulan Alloh , bulan Sya’ban bulanku, dan bulan Ramadhan adalah bulan umatku… tetapi jangan lupa tentang awal malam Jum’at dari bulan Rajab karena itu adalah malam yang dinamakan malaikat dengan ar-Raghaib. Jika sepertiga malam telah berlalu, tidak ada malaikat pendekat di seluruh langit dan bumi, kecuali berkumpul di Ka’bah dan sekitarnya, lalu datanglah Alloh di hadapan mereka seraya berkata, ‘Wahai malaikat-Ku, bertanyalah kepada-Ku tentang apa saja sesuka kalian’. Lalu mereka berkata, ‘Wahai Tuhan kami, keinginan kami kepada-Mu adalah hendaklah Engkau mengampuni orang yang berpuasa di bulan Rajab’. Lalu Alloh menjawab, ‘Aku telah melakukannya’. Kemudian, Rosululloh bersabda, ‘Tidak seorang pun yang berpuasa pada hari Kamis… pada bulan Rajab, kemudian malam Jum’atnya shalat antara waktu Isya’ hingga pagi, sebanyak 12 rakaat…” (Hadits Maudhu/ palsu)
Rosululloh bersabda kepada Ali , “Wahai Ali, siapa shalat seratus rakaat pada malam Nishfu Sya’ban, disetiap raka’at membaca surat Al-Fatihah dan Al-Ikhlas sepuluh kali.” Nabi bersabda, “Ya Ali, tidaklah seorang hamba yang shalat dengan shalat seperti ini, kecuali Alloh akan memenuhi setiap keinginan dan permintaannya pada malam itu…” (Hadits Maudhu/ palsu).
Rosululloh bersabda, “Barangsiapa shalat dua belas raka’at pada malam Nishfu’ Sya’ban dengan membaca di setiap raka’atnya surat Al-Ikhlas tiga puluh kali, tidak keluar hingga melihat tempat duduknya di Surga….” (Hadits Maudhu/ palsu).
Dan masih banyak lagi hadits palsu yang menegaskan hal ini, seperti yang dikutip Ibnu Al-Jauzi dalam Maudhu’aat, dia berkata,
“Ini adalah hadits yang tidak diragukan lagi sebagai hadits maudhu’ (palsu). Adapun ketiga jalan yang dilaluinya, kebanyakan bodoh dan lemah sekali, yang tidak mungkin meriwayatkan hadits. Kami telah banyak melihat orang mengerjakan shalat seperti ini, mulai pertengahan malam hingga fajar sehingga paginya mereka malas atau ogah-ogahan. Sebagian imam masjid menggabungkan shalat itu dengan shalat Raghaib dan sebagainya, dalam rangka menarik orang awam dan untuk mencari dukungan kepemimpinan, lalu memenuhi majelis itu dengan kisah-kisah tentang majelis mereka sendiri, padahal semua itu jauh dari kebenaran. Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah berkata dalam Al-Manar Al-Munir. Diantaranya adalah hadits-hadits maudhu’ tentang shalat Nishfu’ Sya’ban. Kemudian disebutkan, setelah meriwayatkan hadits ini, dia berkata, “Yang menakjubkan adalah orang yang mencium bau ilmu dan sunnah, tetapi dia juga tergoda untuk mengerjakan shalat semacam ini?! As-Suyuthi menyebutkannya dalam Al-Lali Al-Mashnu’ah, dia menetapkan bahwa ini adalah hadits Maudhu’, begitu juga Asy-Syaukani dalam Al-Fawaid Al-Majmu’ah.
Mereka menamakan shalat di malam Nishfu’ Sya’ban dengan nama shalat Alfiah. Dan Jumhur Ulama sepakat bahwa shalat Alfiah pada malam Nishfu’ Sya’ban tersebut adalah tidak disyari’atkan, karena Rosululloh tidak pernah mengamalkan, demikian juga Khulafaurrasyidin, shahabat, maupun imam-imam agama yang hebat, seperti Abu Hanifah, Malik, Asy-Syafi’i, Ahmad, Ats-Tsauri, Al-Auza’i, Al-Laits, dan sebagainya.
Maka masih adakah kedzaliman yang lebih besar dari mencampakkan hukum Alloh dan mengambil hukum manusia?! Alloh berfirman (artinya):
“Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Alloh yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Alloh? Sekiranya tak ada ketetapan yang menentukan (dari Alloh) tentulah mereka telah dibinasakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang zalim itu akan memperoleh azab yang amat pedih.” {QS.Asy-Syuuro (42) : 21}.
Oleh karena itu, selama Din (agama) ini sempurna dan tidak memerlukan tambahan, maka tidak diperlukan lagi adanya sesuatu yang baru di dalam agama dan dalam mendekatkan diri kepada Alloh swt. Siapa saja yang membuat suatu amalan dan menganggapnya baik, berarti dia telah membuat syari’at tambahan, menganggap syari’at Islam belum sempurna dan tidak lengkap, harus disesuaikan dengan zaman dan tempat. Jadi, seakan-akan dia lebih tahu daripada Alloh dan Rosul-Nya, sehingga cukuplah itu menjadi cap buruk baginya. Tetapi musuh-musuh Islam dan orang-orang yang tidak senang bila sunnah tegak atau Islam menyebar, menjadikan amalan-amalan baru yang tidak disyari’atkan tersebut sebagai sesuatu yang indah di mata manusia, menampakkannya dalam bentuk ibadah yang penuh dengan tipuan, menyelimutinya dengan kedok zuhud, lebih mendekatkan diri kepada Alloh swt, dan cinta kepada Rosululloh ; padahal tujuan utamanya adalah merusak agama yang mereka anut, mencampuradukkan syari’at yang telah digariskan oleh Alloh dan Rosul-Nya dengan amalan-amalan atau peribadahan mereka yang menurut mereka baik, menggabungkan sya’riat yang murni dengan ibadah yang bersumber dari hawa nafsu mereka. Sehingga, ibadah tersebut menjadi tradisi bagi kehidupan mereka dan sesuatu amalan yang harus dijaga. Sementara sunnah yang disyari’atkan justru dibuang jauh-jauh.
Maka, melaksanakan sunnah, dan meninggalkan amalan-amalan yang tidak pernah disyari’atkan merupakan perkara yang harus dilaksanakan oleh seluruh kaum Muslimin, karena amalan-amalan atau peribadahan baru dalam agama tersebut adalah perbuatan mungkar yang harus dijauhi, ditinggalkan, dan dirubah sesuai dengan kemampuan kita, baik dengan tangan, lisan, ataupun hati.
“Ya Alloh, jadikanlah sebaik-baik amal kami pada akhirnya; sebaik-baik hari kami hari pertemuan kami dengan-Mu, berilah kami petunjuk dan kebenaran. Curahkan nikmat-Mu kepada kami, baik yang lahir maupun yang bathin. Jadikanlah amal kami ikhlas di hadapan-Mu. Berilah kami pemahaman dalam agama. Ajarkanlah kepada kami apa yang kami tidak tahu dan jadikanlah apa yang Engkau ajarkan kepada kami itu bermanfaat. Engkau adalah ahli dalam hal ini dan kuasa atasnya. Semoga shalawat dan salam tetap terlimpahkan kepada hamba dan Rosul-Mu Muhammad saw, keluarga, dan para shahabatnya”. Amiin.
lihat pula:
http://remajaislam-ikhlas.blogspot.com/2009/08/ada-apa-di-bulan-syaban.html
Pengirim: Abu Hawa
Referensi : Ensiklopedi Hadits
Tidak ada komentar:
Posting Komentar