Kitab Shahih Muslim
Imam
Muslim memiliki jumlah karya yang cukup penting dan banyak. Namun yang paling
utama adalah karyanya, Shahih Muslim. Dibanding kitab-kitab hadits
shahih lainnya, kitab Shahih Muslim memiliki karakteristik tersendiri, dimana
Imam Muslim banyak memberikan perhatian pada ekstraksi yang resmi. Beliau
bahkan tidak mencantumkan judul-judul setiap akhir dari satu pokok bahasan.
Disamping itu, perhatiannya lebih diarahkan pada mutaba’at dan syawahid.
Walaupun
dia memiliki nilai beda dalam metode penyusunan kitab hadits, Imam Muslim
sekali-kali tidak bermaksud mengungkap fiqih hadits, namun mengemukakan
ilmu-ilmu yang bersanad. Karena beliau meriwayatkan setiap hadits di tempat
yang paling layak dengan menghimpun jalur-jalur sanadnya di tempat tersebut.
Sementara al-Bukhari memotong-motong suatu hadits di beberapa tempat dan pada
setiap tempat beliau sebutkan lagi sanadnya. Sebagai murid yang shalih, beliau
sangat menghormati gurunya itu, sehingga beliau menghindari orang-orang yang
berselisih pendapat dengan al-Bukhari.
Kitab
Shahih Muslim memang dinilai kalangan muhaditsun berada setingkat di bawah
al-Bukhari. Namun ada sejumlah ulama yang menilai bahwa kitab Imam Muslim lebih
unggul ketimbang kitabnya al-Bukhari.
Sebenarnya
kitab Shahih Muslim dipublikasikan untuk Abu Zur’ah, salah seorang kritikus
hadits terbesar, yang biasanya memberikan sejumlah catatan mengenai cacatnya
hadits. Lantas, Imam Muslim kemudian mengoreksi cacat tersebut dengan
membuangnya tanpa argumentasi. Karena Imam Muslim tidak pernah mau membukukan
hadits-hadits yang hanya berdasarkan kriteria pribadi semata, dan hanya
meriwayatkan hadits yang diterima oleh kalangan ulama. Sehingga hadits-hadits
Muslim terasa sangat populis.
Berdasarkan
hitungan Muhammad Fuad Abdul Baqi, kitab Shahih Muslim memuat 3.033 hadits.
Metode penghitungan ini tidak didasarkan pada sistem isnad sebagaimana
dilakukan ahli hadits, namun beliau mendasarkannya pada subyek-subyek. Artinya
jika didasarkan isnad, jumlahnya bisa berlipat ganda.
Antara al-Bukhari dan Muslim
Imam
Muslim, sebagaimana dikatakan oleh Prof. Mustafa ‘Adzami dalam bukunya Studies
in Hadith Methodology and Literature, mengambil keuntungan dari Shahih Bukhari,
kemudian menyusun karyanya sendiri, yang tentu saja secara metodologis
dipengaruhi karya al-Bukhari.
Antara
al-Bukhari dan Muslim, dalam dunia hadits memiliki kesetaraan dalam keshahihan
hadits, walaupun hadits al-Bukhari dinilai memiliki keunggulan setingkat.
Namun, kedua kitab hadits tersebut mendapatkan gelar sebagai as-Shahihain.
Sebenarnya
para ulama berbeda pendapat mana yang lebih unggul antara Shahih Muslim dengan
Shahih Bukhari. Jumhur Muhadditsun berpendapat, Shahihul Bukhari lebih unggul,
sedangkan sejumlah ulama Marokko dan yang lain lebih mengunggulkan Shahih
Muslim. Hal ini menunjukkan, sebenarnya perbedaannya sangatlah sedikit, dan
walaupun itu terjadi, hanyalah pada sistematika penulisannya saja, serta perbandingan
antara tema dan isinya.
Al-Hafizh
Ibnu Hajar mengulas kelebihan Shahih Bukhari atas Shahih Muslim, antara lain,
karena Al-Bukhari mensyaratkan kepastian bertemunya dua perawi yang secara
struktural sebagai guru dan murid dalam hadits Mu’an’an; agar dapat dihukumi
bahwa sanadnya bersambung. Sementara Muslim menganggap cukup dengan
"kemungkinan" bertemunya kedua rawi tersebut dengan tidak adanya
tadlis.
Al-Bukhari
mentakhrij hadits yang diterima para perawi tsaqqat derajat utama dari segi
hafalan dan keteguhannya. Walaupun juga mengeluarkan hadits dari rawi derajat
berikutnya dengan sangat selektif. Sementara Muslim, lebih banyak pada rawi
derajat kedua dibanding Bukhari. Disamping itu kritik yang ditujukan kepada
perawi jalur Muslim lebih banyak dibanding kepada al-Bukhari.
Sementara
pendapat yang berpihak pada keunggulan Shahih Muslim beralasan — sebagaimana
dijelaskan Ibnu Hajar —, bahwa Muslim lebih berhati-hati dalam menyusun
kata-kata dan redaksinya, karena menyusunnya di negeri sendiri dengan berbagai
sumber di masa kehidupan guru-gurunya. Beliau juga tidak membuat kesimpulan
dengan memberi judul bab sebagaimana Bukhari lakukan. Dan sejumlah alasan
lainnya.
Namun
prinsipnya, tidak semua hadits Bukhari lebih shahih ketimbang hadits Muslim dan
sebaliknya. Hanya pada umumnya keshahihan hadits riwayat Bukhari itu lebih
tinggi derajatnya daripada keshahihan hadits dalam Shahih Muslim.
Karya-karya Imam Muslim
Imam
Muslim berhasil menghimpun karya-karyanya, antara lain seperti: 1) Al-Asma’
wal-Kuna, 2) Irfadus Syamiyyin, 3) Al-Arqaam, 4) Al-Intifa bi Juludis Siba’, 5)
Auhamul Muhadditsin, 7)At-Tarikh, 8) At-Tamyiz, 9) Al-Jami’, 10) Hadits Amr bin
Syu’aib, 11) Rijalul ‘Urwah, 12)Sawalatuh Ahmad bin Hanbal, 13) Thabaqat, 14)
Al-I’lal, 15) Al-Mukhadhramin, 16) Al-Musnad al-Kabir, 17) Masyayikh
ats-Tsawri, 18) Masyayikh Syu’bah, 19) Masyayikh Malik, 20) Al-Wuhdan, 21)
As-Shahih al-Masnad.
Kitab-kitab
nomor 6, 20, dan 21 telah dicetak, sementara nomor 1, 11, dan 13 masih dalam
bentuk manuskrip. Sedangkan karyanya yang monumental adalah Shahih dari judul
singkatnya, yang sebenarnya berjudul, Al-Musnad as-Shahih, al-Mukhtashar minas
Sunan, bin-Naqli al-’Adl ‘anil ‘Adl ‘an Rasulillah.
Wafatnya Imam Muslim
Imam
Muslim wafat pada Ahad sore, pada tanggal 24 Rajab 261 H. Semoga Allah SWT
merahmatinya, mengampuni segala kesalahannya, serta menggolongkannya ke dalam
golongan orang-orang yang sholeh. Amiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar